BAB 23

918 23 0
                                    

Hari ke 27

Aku terbangun di pagi hari lalu segera mandi dan mengganti gaunku. Suasana diluar sudah sedikit ramai. 'Apa aku sudah kesiangan ? Kenapa ramai sekali ?' Aku berjalan ke pintu dan membukanya.

Lavis mondar mandir di sepanjang koridor. "Lavis !" Aku memanggilnya.

"Iya ?!" Lavis berlari ke arahku.

"Ada apa ? Sepertinya ramai sekali." Aku bertanya penasaran.

"Kita semua sedang sibuk membersihkan rumah agar besok bisa dihias untuk pesta." Lavis tersenyum.

"Lalu kenapa kamu mondar-mandir di depan kamarku ?" Aku bertambah penasaran.

"Aku menunggu kamu bangun." Katanya sambil tersenyum lebar dan mengacak-acak rambutku. "Kamu mau ikut membantu ?"

"Kamu seharusnya masuk ke kamarku membangunkan aku bukan mondar-mandir tidak jelas." Aku diam sejenak untuk berfikir ikut atau tidak.

"Kalau kamu tidak mau ikut, kamu bisa jalan-jalan ke desa denganku..." Dia diam sejenak dan melanjutkan, "kita juga jarang jalan berdua." Dia menggaruk belakang kepalanya melihat kebawah dan pipinya memerah.

Aku mencium pipinya dan berkata, "Lebih baik kita membantu dulu lalu menjalani waktu berdua." Dia tersenyum lebar dan mencium pipiku juga.

Kita membersihkan tiap sudut rumah agar besok bisa dihias. Membantu mereka disini sangat menyenangkan, selain bisa lebih dekat dengan orang disini dan membuatku tidak kesepian. Selama kami bersih-bersih, Lavis juga sering menjahili aku yang sedang bersih-bersih. Sebenarnya dia tidak membantu tapi hanya melihat aku yang bersih-bersih.

"Lavis, kenapa kau tidak membantu ?!" Aku bertanya.

"Lebih baik melihat kamu daripada bersih-bersih." Dia tersenyum jahil. Setelah Lavis mengatakan itu pelayan wanita langsung tertawa pelan-pelan dan pipiku memerah. Lavis tertawa lalu mengacak-acak rambutku. Lavis berbisik, "Kamu sangat cantik."

Aku meninggalkannya dan melanjutkan bersih-bersih. Sekali-kali aku melihat Lavis yang sedang asyik memandangku dengan senyum miring. Lavis terlihat sangat menawan disaat seperti ini. 

"Apakah kamu sudah selesai ?!" Lavis berteriak.

"Belum. Lebih baik kamu bersabar." Aku berkata.

"Ayolah Gita, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu." Lavis merengek.

Pintu ruangan terbuka kencang dan terlihat Mama yang terlihat bergembira."Gita !" Mama berteriak memanggil namaku. Aku hanya menatap terkejut. "Ayo ikut Mama. Stop dulu bersih-bersihnya." Mama menarik tanganku dan Lavis mencegah Mama. "Kenapa Lavis ?"

"Aku sudah janji mau jalan-jalan dengan Gita." Lavis merengek.

"Ini sangat penting Lavis. Kamu mau Gita tidak tampil cantik saat pesta ?" Mama bertanya.

"Ya, mau lah." 

"Yasudah kalau begitu biarkan dia pergi." Mama menarik tanganku keluar menuju kereta kuda.

Saat sudah di dalam kereta kuda aku bertanya, "Kita mau kemana ?"

"Mencoba gaun untuk kamu. Semoga saja hasilnya bagus." Mama tersenyum.

"Jadi semuanya serius masalah gaun itu ?" Aku sontak kaget.

"Iya. Mama sudah meminta membuatkan gaun ini sudah lama untuk kamu." 

Saat sampai di tempat pembuatannya kita berdua turun dan memasuki toko gaun itu. Isi toko tersebut sangat penuh dengan gaun-gaun yang indah dan berwarna-warni. Aku sangat kagum melihat toko ini. 

Saat aku lihat-lihat Mama berbincang dengan seorang nenek-nenek. Nenek itu melihat ke aku dan berkata, "Jadi dia yang akan memakainya ? Cantik juga dan cocok untuk gaun ini." Dia menggeretku kesebuah gaun putih dengan bawahan mekar, lengan panjang, dan memiliki tema french garden. Baju itu sangat mirip dengan yang di cerita klasik.

"Apakah dia yang akan jadi calon untuk Lavis atau Travis ?" Nenek itu bertanya ke Mama penasaran.

"Dia milik Lavis." Mama tersenyum.

"Jadi dia akan menikah dengan Lavis ?" Nenek itu bertanya lagi. Pipiku memerah mendengar pertanyaan itu.

"Tidak, mereka belum mau menikah tapi mereka sebenarnya sepasang kekasih." Mama menambahkan dan membuat wajahku tambah merah.

Nenek itu menggeretku ke ruang ganti dan membantuku mencoba gaun itu. Aku melihat bayanganku di cermin yang ada. Gaun ini terlihat sangat indah. "Ini sangat cocok untuk kamu." Dia tersenyum dan membukakan aku pintu.

Aku memperlihatkan gaunnya ke Mama. Dia memandangku sebentar dan tersenyum lebar sambil memelukku. "Gaunnya sangat indah !" Mama berteriak. "Tidak rugi jika terlihat indah untuk kamu."

Setelah itu Mama membayar dan membawa gaun itu. Sepanjang perjalanan pulang kita membicarakan tentang pesta itu. Dia mengundang banyak tamu-tamu besar dan terhormat. "Apakah kamu siap menari dengan Lavis ?"

"Aku sedikit gugup." Aku tertawa kecil.

"Dia pasti akan sangat menyukainya. Lavis tidak semengerikan yang kamu bayangkan." Mama tertawa.

Setelah sampai rumah aku melihat Lavis yang menungguku di depan pintu. Dia membantuku turun dan memelukku. "Aku rindu kamu." Katanya dan aku hanya tertawa kecil melihat tingkahnya.

"Jadi bagaimana gaunnya ?" Lavis bertanya.

"Rahasia." Aku berbisik ke telinganya.

Dia membawaku ke dalam kamarku lalu duduk di sofaku. "Aku sangat merindukan suaramu." Dia berbisik di telingaku dengan suara yang rendah sehingga membuatku merinding sedikit.

"Kita tidak bertemu hanya 1 jam." Aku menjawab.

"Menurutku itu sangat lama." Dia tertawa dan memelukku dengan erat. "Aku sangat ingin memelukmu tahu." Setelah mengatakan itu dia mencium pipiku. "Untung sekarang hanya kita berdua."

"Sangat ingin hanya berdua ya ?" Aku tertawa kecil.

"Sangat ingin." Lavis memelukku tambah erat. "Bisakah kita diam di posisi seperti sampai nanti ?" 

"Aku tidak tahu." Aku memejamkan mata dan bersandar ke dadanya.

"Dasar, tukang tidur." Lavis tertawa.

Beberapa jam setelah itu aku terbangun diatas tempat tidurku dan melihat jam. 'Aku tertinggal makan malam ya.' Aku berfikir dan kembali berbaring. 'Lebih baik mungkin aku tidur lagi.' Aku kembali memejamkan mataku.

Bagai Angin BerhembusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang