Senyuman Palsu

By jijiedae

5.3K 274 21

Ridho Aryan, pria dua puluh enam tahun yang masih saja belum bisa melupakan sosok Dewi Nurmala. Gadis yang di... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Tujuh
Delapan

Enam

122 12 0
By jijiedae

Sinar mentari pagi kali ini terbit begitu cerah di ufuk timur. Ridho yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya bisa mengernyitkan mata kala siraman mentari menghujam mata teduhnya. Ia mengusap lembut wajah manisnya dengan handuk sambil berjalan menuju lemari. Hari memang cerah, tapi tentu Ridho bukanlah pria yang cukup kuat untuk menerima kenyataan bahwa pagi ini Nada resmi dipersunting calon suaminya, Wafa. Ada beberapa hal yang membuat hatinya seperti dipaksa untuk baik-baik saja, salah satunya karena hubungan ibunya dan Rani—ibu Nada. Keduanya berteman akrab sejak dulu, dan ia tidak mungkin menghancurkan hubungan tersebut hanya karena perasaan konyolnya.

"Ridho, Mama berangkat ke tempat Nada dulu, ya? Sudah hampir jam tujuh nih," pamit sang ibu yang mencondongkan tubuhnya dari balik pintu.

"Bareng Ridho sekalian saja, Ma. Ridho bentar lagi selesai kok," jawab Ridho halus sambil mengancingkan koko putihnya.

Zia membuka pintu kamar sang anak lebar-lebar, lalu menatap mata teduh Ridho lembut. Ada secercah harapan di sana. Harapan untuk tidak tersakiti.

"Kamu yakin mau datang ke akadnya Nada?"

Ridho mengangguk, lalu beralih ke cermin untuk menyisiri rambutnya yang setengah basah.

"Dho, Mama pah—"

"Tenang, Ma, Ridho nggak berniat melakukan apa pun. Nada sudah memilih dan untuk menghargainya, tentu Ridho harus datang dan merestui mereka," potong pria itu cepat saat tahu pemikiran sang ibu.

Perlahan, semburat senyum haru itu muncul dari wajah sang ibu. Ridho dengan mata sayunya ikut tersenyum lalu memeluk ibunya.

"Ridho masih punya mama dan papa, misal kesepian kan Ridho tinggal minta adek sama mama dan papa," usilnya bermaksud menggoda sang ibu.

"Hush, kamu ini!"

"Ya kan Ridho sudah bilang dari kemarin-kemarin, hamil saja lagi, kalau mama sama papa kesepian. Kan lebih cepat dan mudah," lanjut Ridho yang segera dihadiahi pelototan tajam dari sang ibu.

"Jangan sampai ya papamu dengar! Mama bisa habis malam ini kalau papa dengar ucapanmu itu."

"Dengar apa, Ma?" Tahu-tahu Reza muncul dari balik pintu mengejutkan sepasang ibu dan anak yang sedang bercengkrama.

Ridho diam-diam tersenyum simpul, "Ini, Pa, Ridho ingin sekali punya adek. Bikinin satu, ya? Cewek!"

Reza melongo di tempatnya, membiarkan Ridho berlalu ke mobilnya yang berada di halaman. "Bukankah seharusnya papa yang menagih cucu ke dia? Kenapa malah anak gemblung itu yang minta?"

"Sudah, Pa, nggak usah didengarkan! Ayo, keburu mulai akad nikahnya." Zia segera menyusul sang anak setelah menjawab ucapan sang suami.

"E-eh, tapi kalau mau bikin anak lagi papa masih mau kok, Ma," tambah Reza sambil mengejar sang istri yang sudah bersiap dengan gamis batiknya yang serasi dengan miliknya.

***

Ridho sudah duduk rapi di ruang akad, pun dengan mempelai pria hari ini—Wafa. Bibirnya tersenyum memerhatikan detail dekorasi pernikahan Nada hari ini. Pernikahan yang seharusnya miliknya jika saja masa lalu tidak menghantui Nada. Bibir itu semakin tersenyum saat mengingat betapa bodohnya ia beberapa waktu lalu. Masalah keluarga Nada memang cukup pelik dan menyedihkan, tapi tentu Ridho tidak perlu bersikap arogan, kan?

Di saat sedang menyelami kebodohannya seorang diri, pembawa acara akad hari ini sudah mulai berbicara. Ridho segera fokus pada acara inti pada hari itu. Terlihat Wafa dengan setelan jas hitam sudah duduk di depan Dandi—ayah Nada, penghulu, dan para saksi. Sedang Nada—selaku mempelai wanita sedang menunggu prosesi akad selesai di kamarnya.

"Bro!" Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya pelan.

Sambil mengelus dadanya, Ridho menoyor kepala Khikam pelan. "Kampret lo! Bisa jantungan gue."

Umpatan Ridho hanya dihadiahi cengiran khasnya Khikam. "Maaf, Bro. Gue mendapat amanah dari mama buat ngejaga lo. Takut nggak kekontrol gitu."

Ridho hanya mencibir saja. Tentu ia tidak sebodoh itu sampai memiliki niat merusak acara sakral ini. Pria itu tahu kalau Wafa adalah sumber kebahagiaan Nada, tidak peduli bagaimana situasinya. Dan inilah wujud rasa sayangnya pada Nada—membiarkan gadis itu dipersunting oleh pria lain.

Demi kebahagiaan Nada, tentu aku harus melapangkan dada, itu yang berulang kali diucapnya dalam hati. Bohong jika di relung sana ada sebilah pisau yang seolah menyayatnya tanpa ampun. Tapi apalah daya? Takdir sekali lagi tidak berpihak padanya.

"Gue nggak sebodoh itu, Kham. Gue sudah mengetahui isi hati Nada sejak awal bertemu dulu," ujar Ridho pelan, tepat sebelum Wafa mengucapkan ijab qobul.

***

"Ridho, mama sama kumpul sama teman-teman sekolah dulu, ya?" ujar Zia dengan raut berbinar.

Wajah Ridho pias. Tentu sebuah pesta—walau sesederhana apa pun tak pernah ia sukai. Keramaian menjadi hal teratas yang paling ia hindari, kecuali keadaan darurat. Dan ini menjadi salah satu momen darurat itu. Seharusnya ia membiarkan kedua orangtuanya berangkat lebih dulu. Kalau sudah begini bagaimana?"

"Tapi, Ma—"

"Kamu pulang duluan saja nggak apa-apa. Nanti biar mama sama papa naik taksi atau nebeng teman mama."

Ridho bernapas lega saat mendengar sang ibu mengalah.

"Tapi ... kamu harus salaman dulu sama pengantinnya sebelum pulang!"

Baru saja Ridho merasa lega, syarat yang diajukan sang ibu kembali mencekiknya.

"Ma, Ridh—"

"Nggak sopan, Ridho! Paling tidak, jangan putuskan silaturahmi," potong Zia lagi, cepat.

"Baiklah, Ma." Ridho beringsut ke antrean pelaminan dengan wajah tertekuk. Ia sangat menyesal menyuruh Khikam segera pergi setelah akad nikah selesai. Tentu lebih baik ia menyalami pengantin di pelaminan bersama teman daripada seorang diri.

Ridho berjalan pelan mengikuti alur antrean. Hingar-bingar tawa di depannya sungguh menulikan telinga. Ah ... Ridho benar-benar ingin cepat pulang dan segera tertidur di kasurnya.

"Nempel terus, kayak perangko!" Tibalah ia di atas pelaminan, masih menggu antrean.

"Idih... apaan sih?" sewot Nada membuat tamu lainnya tertawa

Sosok tadi memeluk Nada lama, terlihat begitu bersyukur atas pernikahan ini.

"Selamat ya, Nad... akhirnya netas juga," ucap sosok itu sembrono membuat Ridho melebarkan mata tak percaya. Astaga, netas? Dikira ayam kali, ya?

Demi kesejahteraan bersama, Ridho memilih melipat kedua tangannya di dada sambil menatap interaksi antara Nada dan makhluk aneh itu datar.

"Netas? Astaghfirullah... bahasamu, Risa!" geram Nada pelan. "Habis ini aku mendoakanmu agar lekas menetas," lanjutnya membalikkan ucapan sosok itu.

Tunggu! Namanya Risa? Sepertinya bukan nama yang asing! Kewaspadaan Ridho meningkat lebih tinggi dari sebelumnya walau raut itu masih sama.

Gadis bermata lentik itu tertawa keras, mengabaikan para undangan yang sudah antre di belakangnya. "Lekas menetas? Sama siapa, masalahnya!" jawab Risa berkelakar.

"Itu," Kali ini sang mempelai pria menjawab pertanyaan Risa sambil menuding ke arahnya.

Gadis itu segera menoleh ke belakang dan tersentak saat melihat Ridho sudah menunggu giliran untuk bersalaman sambil melipat tangannya di dada. Risa langsung menatap Nada horor dan berbisik padanya, entah apa yang dibicarakan.

Tiba-tiba Nada tersenyum licik, lalu mengalihkan pandangannya ke Ridho. "Mas Ridho! Ini lho, Risa sudah nungguin buat foto bareng sama Mas."

Risa mendelik pada Nada sekali lagi. "Nada!"

Kemudian Wafa dan Nada pun tertawa keras membalas ejekan Risa.

Walau itu bermaksud mengejek, tapi entah kenapa bibirnya ikut tertawa geli melihat sikap gadis itu. Ya, Ridho tahu siapa gadis bernama Risa tersebut. Ia salah satu rekan kerja Nada yang cukup dekat. Dan tentu Ridho tahu benar bagaimana mata berbinar gadis itu saat berjumpa dengannya pertama kali. Walau terkesan genit, sikap malu-malunya menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak berpengalaman.

"Kalau mau foto bareng, harusnya pakai baju pasangan. Ini nggak pakai baju pasangan, jadi nggak boleh foto bareng," sahut Ridho dengan suara rendah.

Nada dan Wafa kembali tertawa mendengar jawaban Ridho. Tentu jika Khikam ada, ia akan menjadi bulan-bulanan pria gila itu. Dan ia hanya bisa menyembunyikan rona merahnya akibat ejekan kedua mempelai.

To Be Continued


Continue Reading

You'll Also Like

72.8K 12.2K 49
Ketika hidup seorang SHANILA ADIRA yang hancur semenjak Ibu dan Adik tersayang nya harus meninggalkan nya karena kecelakaan mobil beruntun, Tiba-tiba...
75.7K 6.2K 74
Ini hanya sebuah fiksi dan jangan sangkut pautkan kepada real life. Selamat membaca. Jangan lupa untuk votenya.
60.3K 10.4K 40
Edisi BeckFreen...
STRANGER By yanjah

General Fiction

256K 28.8K 34
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...