9. FLARE [Jackson Yi]

By mami_anci

5.4K 648 258

Amanda bukan gadis biasa, sebenarnya. Keluarganya pernah menjadi keluarga yang begitu berjaya dan terpandang... More

[Part 1]
[Part 3]
[Part 4]
[Part 5]
[Part 6]
[Part 7]
[Part 8]
[Part 9]
[Part 10]
Mahesa 01
[Part 10B]
[Part 11]
[Part 12]

[Part 2]

407 54 24
By mami_anci

Seminggu setelah pemakaman Michael, Fevri benar-benar melancarkan niatnya menikahkan Amanda dan Mahesa. Hanya pencatatan sipil, pemberkatan sederhana digereja, lalu kebaktian ucapan syukur yang dilangsungkan dirumah keluarga Toeweh.

"Bawa barang-barangmu sendiri! Jangan manja! Gak usah dibantuin, cil!"

Mahesa menghardik kelambanan gerak Amanda. Yang benar saja. Wanita itu tengah mengenakan terusan panjang super ribet dan Mahesa memintanya mengurus koper sendirian. Asisten rumah tangga Mahesa yang tadinya berniat membantu Amanda pun ciut karena bentakan itu. Amanda tersenyum tipis padanya. Menenangkan wanita tua itu. Menyiratkan ia bisa sendiri. Sementara Mahesa sudah melenggang masuk kedalam rumah dengan koper yang dibawakan oleh supirnya. Amanda mendesah sedih.

Welcome to the hell, Amanda.

***

"Ini kamarmu."

Tidak buruk.

Amanda mengedarkan pandangan keseluruh ruangan yang tidak terlalu besar ini. Setidaknya Mahesa masih memberikannya kamar layak huni, bukan kandang.

"Well, Mikhayla. Kamu bukan nyonya dirumah ini. Jadi bersikaplah dengan baik. Jangan meminta acil Jannah melayanimu karena dia bukan pelayanmu."

Amanda mengangguk.

"Dan lagi... Siapapun tamu yang datang lalu menanyakan siapa kamu, jangan sekali-sekali menyebut dirimu sebagai istri! Ingat baik-baik!"

Amanda mengangguk patuh. Mahesa meninggalkannya seraya mendesis jijik. Ia mengelus dada, berusaha bersabar.

Sabar, Amanda.... Ini gak akan lama. Begitu dia bosan, dia akan ceraikan kamu.

***

"Jangan, luh... Duduk aja ya."

Amanda tersenyum. Aluh adalah panggilan bagi anak perempuan, berasal dari galuh yang bisa diartikan sebagai perempuan yang cantik. Dia ingat Mahesa menyebutkan kata acil yang berarti tante atau bibi. Asisten rumah tangganya ternyata orang Banjar.

"Saya bantu, cil. Daripada gak ada kerjaan dikamar."

Tentu saja dia berbohong soal tidak ada kerjaan. Mahesa jelas-jelas memintanya untuk tidak berpangku-tangan dirumah ini.

"Ulun ikut berduka atas apa yang menimpa pian, luh. Ulun ada melihat pian waktu melayat."

"Makasih, cil." Amanda tersenyum. "Sudah lama kerja disini, cil?" Amanda kemudian meraih talenan dan memutuskan untuk memotong sayuran hijau seperti yang dilakukan acil Jannah.

"Sudah dari bang Mahesa kecil, luh."

"Bang?" Amanda mengernyit.

"Bang Mahesa yang minta dipanggil abang. Dia dari dulu mau punya adik perempuan tapi gak pernah kesampaian, luh. Tapi tetap bajuju minta dipanggil abang oleh semua orang."

Acil Jannah tertawa kecil. Amanda ikut tertawa. Abang. Amanda menggeleng pelan. Ada-ada saja.

***

Fajar menyapa dari balik jendela kamar. Amanda mengerjap sejenak sebelum akhirnya duduk. Jam didinding menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh lima menit. Ia menghela napas. Memikirkan betapa hidup mempermainkannya sesuka hati. Ketika remaja, Amanda sering membaca novel romantis. Pernikahan adalah awal kebahagiaan baru bagi setiap perempuan. Tapi pernikahannya justru berbanding terbalik. Seringkali kenyataan memang tak seindah khayalan.

Amanda beranjak dari kasur, mengikat rambutnya keatas dan membasuh wajah dikamar mandi. Hari barunya sebagai istri Mahesa sudah dimulai. Setidaknya, dia bisa membuat dirinya berguna dirumah ini meski pria itu tidak menyukai keberadaannya.

Didapur, acil Jannah terlihat sibuk berkutat dengan potongan ayam yang tengah dicucinya. Amanda memperhatikan meja. Ada wortel, kol, kentang dan lain-lain.

"Mau masak sop, cil?"

"Iya, luh."

Amanda langsung bergerak memotong wortel yang sudah dicuci. Mereka membagi tugas tanpa banyak bicara. Sembari melakukan pekerjaannya, Amanda kembali merenungi nasibnya. Tak banyak yang tahu dia sudah menikah. Selain karena pernikahan ini begitu tertutup dan sederhana, Amanda memang tidak punya banyak teman. Saat ayahnya masih berjaya, dia bukanlah tipe anak yang bergaul dengan sesama anak orang kaya lainnya. Apalagi dengan kondisi keluarganya sekarang, dia tidak punya satu orang pun yang bisa dianggapnya teman.

"Luh... Luh Manda?"

"Eeh iya?"

Acil Jannah tersenyum dan menyodorkan tangannya, meminta mangkuk potongan wortel dari Amanda.

"Pagi-pagi sudah melamun."

Amanda tersenyum malu. "Iya, maaf, cil. Kepikiran papa sama mama."

Saat menyaksikan pemberkatan nikahnya kemarin, ibunya tampak menangis tersedu-sedu. Lebih melankolis dibanding saat melihatnya menikah dengan Michael. Ayahnya juga terlihat kuyu dan pucat. Mungkin mereka merasa bersalah sudah mengorbankan Amanda. Tapi dia mengerti. Setidaknya, mencoba mengerti. Ini demi dirinya juga. Ayahnya sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan mereka. Mereka bahkan pernah menunggak bayaran air dan listrik karena tidak punya uang. Daripada melihat Amanda bekerja dicafe atau toko, ayahnya lebih rela melihat dia menikah dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Setidaknya, Amanda bisa hidup dengan layak. Begitu kan maksud ayahnya? Jadi, dia bisa menerima. Tapi....

"Mang Usis kemana ya, cil?"

Mahesa mendadak sudah berdiri dipintu dapur, mengabaikan keberadaan Amanda yang berjengit kaget karena kehadirannya yang tiba-tiba.

"Biasanya pagi begini masih keliling komplek bawa Digo jalan, bang."

Bibir Mahesa membulat. Ia pergi begitu saja. Digo, anjing peliharaan Mahesa sejak awal kuliah. Saat itu ia pulang karena libur semester. Anjing milik Ronald, sahabatnya, melahirkan banyak anak anjing lucu. Karena kewalahan mengurus semuanya, salah satu anak anjing itu diberikan pada Mahesa untuk dirawat. Mahesa memberinya nama Digo. Jangan tanya dia terinspirasi dari mana. Karena masih harus kembali kuliah, Mahesa merelakan Digo dirawat oleh Maretha, kakaknya.

Sejak sebulan lalu, Digo sudah tinggal terpisah dari rumah Fevri karena wacana kepulangan Mahesa. Ia berniat memulai bisnis di Palangka Raya. Mahesa suka tantangan. Jadi, acil Jannah dan mang Usis ditransfer ke rumah Mahesa yang dia dapat sebagai kado kelulusan dari Fevri, lengkap dengan Digo dan mobil lama Mahesa.

"Cil, Ry kalau pagi biasa minum teh gak sih?"

"Ry?" Perempuan paruh baya itu terlihat bingung.

"Mahesa, maksud saya."

"Ooo.... Gak, luh. Bang Mahesa dulu paling suka cokelat panas kalau pagi-pagi begini."

"Ooh..."

***

Dengan ragu Amanda meletakkan secangkir cokelat panas ke meja diiringi tatapan tajam Mahesa. Sudah terlanjur. Dia memang membuatkan minuman itu dan berniat memberikannya.

"Apa ini? Racun?"

"Itu cokelat panas. Acil Jannah bilang kamu suka."

Alis kanan Mahesa terangkat naik. "Untuk apa?"

"Hah?"

"Untuk apa kamu berbuat begini? Supaya aku bersikap baik ke kamu? Kamu pikir aku bisa percaya kamu gak akan racunin aku? Abangku kena sial gara-gara kamu, Mikha. Dan sekarang kamu bahkan merusak pagi pertamaku dirumah ini." Mahesa berdiri dengan cepat. "Sebaiknya, kamu gak usah menampakkan muka kamu didepan aku. Bikin eneg!"

Amanda tertegun. Mahesa sudah kembali masuk kedalam rumah. Meninggalkan secangkir cokelat panas itu dimeja beranda samping. Dia hanya ingin memulai semuanya secara baik-baik. Setidaknya, mereka bisa menjadi teman. Mengingat dulu mereka pernah satu sekolah dan kini mereka tinggal dirumah yang sama. Ia menarik napas panjang, mengambil kembali gelas dari meja. Mungkin Mahesa butuh waktu.

***

Mahesa memilih menikmati sarapannya didalam kamar. Sementara Amanda makan ditemani acil Jannah dan mang Usis. Tidak ada percakapan dimeja makan. Amanda cukup tahu bahwasanya kedua asisten rumah tangga kepercayaan Fevri itu merasa tidak nyaman dengan situasi yang terjadi. Setelah menyelesaikan sarapan dan membantu acil Jannah membereskan semua peralatan makan, Amanda mendengar telepon rumah berdering.

"Selamat pagi."

"Amanda?"

"Iya. Saya."

"Ini mama."

Amanda jelas mengenali suara ibunya, tapi suara ditelepon ini bukan wanita itu.

"Mama Vienna."

"Ooh... Maaf, ibu Michelle一"

"Kamu menantu mama, Manda. Orang-orang dikeluarga mama memanggil mama dengan nama Vienna, bukan Michelle."

Okay....

"Iya, bu."

"Dan kamu akan terus memanggil mama dengan sebutan ibu??"

"Maaf, ma." Amanda menggigit bibir bawahnya. Bingung.

"Kalian sudah sarapan?"

"Sudah, ma."

"Mahesa mana? Kenapa nomornya gak aktif?"

"Dikamar, ma.."

"Kalian... Baik-baik aja, kan?"

Jelas saja kondisi ini tidak bisa disebut baik-baik.

"Mama gak sempat ngomong banyak sama kalian. Mahesa buru-buru sekali membawa kamu pergi. Amanda.... Mama harap kamu bisa memaklumi Mahesa. Anak itu memang keras. Dia tidak banyak bicara dan pembangkang dibandingkan dengan abang dan kakaknya. Tapi kalau kamu berusaha, mama yakin kalian akan berhasil."

Amanda ingin tertawa sinis mendengar kalimat itu. Tapi dia diam saja. Melihat bagaimana sikap antipati Mahesa pada dirinya, Amanda pesimis. Dia tinggal menunggu waktu saja kapan pria itu akan mencampakkannya ke jalanan. Mereka jelas tidak akan berhasil.

"Bilang sama Mahesa, malam ini ada undangan makan malam dengan kolega bisnis papanya. Kebetulan pak Burhan baru kembali dari Singapura. Bagus untuk Mahesa mengenal banyak orang dengan lebih dekat kalau mau memulai usaha. Kamu juga harus ikut."

***

"Mau apa?"

"Mamamu bilang malam ini ada makan malam dengan pak Burhan. Alamatnya sudah dikirim ke nomormu tapi handphonemu tidak aktif."

"Bukannya aku sudah bilang kamu jangan muncul didepanku?" Mahesa menatap tak suka.

"Ry, aku tahu kamu kesal. Aku juga gak mau berada diposisi ini. Tapi bukan aku yang bikin kakakmu kecelakaan. Dan bukan aku juga yang meminta untuk dinikahkan dengan Michael, ataupun kamu. Silakan saja kamu benci aku sampai kamu puas. Tapi aku harap kamu gunakan otakmu untuk berpikir. Kalimat-kalimat kasarmu itu sudah cukup. Kalau kamu gak suka, kamu bisa ceraikan aku. Kapanpun. Aku siap."

Amanda tahu yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan besar. Karena bukannya mereda, amarah diwajah Mahesa justru semakin berkobar. Pria itu berdiri dan melangkah kearahnya. Mencengkeram kedua pipi Amanda dengan sebelah tangan.

"Mulutmu ini harus diberi pelajaran, Mikha. Siapa kamu memangnya? Bicaramu lancang sekali." Ia mendengus. "Sudah berapa pria yang jadi korbanmu? Kamu gak siap hidup susah sampai harus menjatuhkan harga dirimu ketitik paling dasar? Kalau kamu punya otak, kamu gak akan bersedia dinikahkan dengan adik dari suamimu yang tanah kuburannya bahkan masih basah, Mikhayla Halim. Kasihan sekali orangtuamu membesarkan dua anak yang sama-sama tidak berguna." Mahesa mendecih. "Oooh... Setidaknya tubuhmu masih berguna. Sampai mereka menjualmu untuk keluargaku. Iya?"

Amanda terperangah. Sesak didadanya tak juga mampu membuat airmatanya mengalir. Kepedihan itu tertahan ditenggorokan. Hingga ia harus menelan ludah berkali-kali.

"Apa yang bisa kamu lakukan cuma menghina orang lain, Ry? Kamu gak tahu apa-apa soal keluargaku, aku dan hidupku. Kamu yang lancang karena bicara sembarangan!"

"Oh ya?" Mahesa membalik tubuh Amanda, menahan kedua tangan wanita itu kebelakang dan menyeretnya kedepan cermin besar. "Kita lihat apa kamu masih bisa bicara omong kosong setelah ini?" Mahesa menarik kemeja yang Amanda kenakan hingga perempuan itu menjerit marah. Ia memberontak ketika Mahesa berbisik ditelinganya. "Bilang sama aku, sudah sejauh apa abangku menyentuhmu?" Dia menurunkan tangan kanannya kedada Amanda. "Disini?" Lalu ke perutnya. "Disini?" Dan dengan sialannya kebagian yang paling pribadi lagi. "Atau disini?"

Amanda memandang tajam kedalam cermin. Tatapan mereka bertemu dalam pantulan diri keduanya. Gigi wanita itu saling beradu menahan amarah. Mahesa tersenyum licik. Dia mendorong Amanda ke kasurnya.

"Setelah ini, kamu bisa bilang, lebih hebat mana... Aku, atau abangku."

May 7th 2017
Mahesa itu.... Eeemmmm gimana ya? Tipikal cowok jahat yang sesukanya aja mungkin ya. 😂 Entahlah. Aku gak yakin sama cerita kali ini. Beberapa minggu yang super hectic sampai-sampai aku jadi lupa awalnya Mahesa ini mau aku buat gimana. Hahaha.... Tapi Amanda bukan tipikal cewek yang menye-menye. Mauku sih. Semoga kalian gak bosen ya nunggu cerita ini selesai. Masih baru banget mulai soalnya. HAHAHA 😅😅😅 ciaooooo....

Continue Reading

You'll Also Like

652K 2.2K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
1.8M 26.1K 43
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.5M 13.7K 24
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
16.6M 705K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...