[END] DEPRESSED | BINHWAN | J...

Por larasafrilia1771

53K 4.5K 529

Cerita seorang Kim Hanbin yang dipaksa harus dijodohkan dengan seorang namja pengidap depresi bernama Jinhwan. Mais

1. Problem
2. Side to Side
3. Liar
5. Love
6. Just Go (Flashback Junhwan)
7. No Other
8. Begin
9. My Eyes
10. Fool
11. Your Side
12. Allow
13. Ending Story

4. Bedroom Warfare

4.1K 386 61
Por larasafrilia1771

GET READY......!!!

.

.

.

.

.

.

SHOWTIME......!!!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

_Depressed_

Junhoe mencoba memeriksa beberapa dokumen yang bertumpuk di meja kerjanya, membolak balik seraya membaca tulisan didalamnya. Hingga pintu ruangan pribadinya dibuka secara tak sopan oleh seseorang disana.

Junhoe menghela napas berat kala melihat siapa orang yang datang. Namja tinggi itu menatap datar namja mungil yang kini mulai duduk dihadapan meja, sedikit menyeringai saat matanya menatap raut wajah sosok yang terduduk disana.

"Wae?" Ucap Junhoe masih fokus pada dokumen di tangan, sedangkan Donghyuk telah melipat kedua tangannya dengan angkuh.

"Kau bilang kenapa? Kau bodoh atau apa hah" Donghyuk berucap dengan suara yang sedikit ia tinggikan membuat Junhoe segera menutup dokumen itu dan beralih duduk tepat dihadapan namja mungil tersebut. Junhoe sudah mengira sebelumnya jika Donghyuk akan membicarakan tentang sesuatu kali ini, ia yakin pasti akan ada sangkut pautnya mengenai Hanbin juga Jinhwan, karena jika bukan ya apalagi.

"Jadi kau ingin aku melakukan apa?" Tanya namja tinggi itu akhirnya.

"Aku ingin kau membatalkan pernikahan mereka nanti" Donghyuk mendelik ke arah Junhoe. Dalam hati namja tinggi itu tersenyum getir, pernikahan adiknya dengan mantan kekasihnya, bukankah ini menarik.

"Caranya?"

Donghyuk nampak berpikir membuat Junhoe terdiam. Jika ia melakukan apa yang diinginkan oleh Donghyuk, berarti ia telah menjadi sosok jahat dibelakang Jinhwan maupun Hanbin. Ia jelas sangat tak ingin seperti itu, namun rasanya akan menarik jika ia mencobanya sekarang.

"Aku tahu kau masih mencintai Jinhwan, jangan menampik semua itu karena kau terlalu naif" Donghyuk menekankan kata terakhir tersebut ke arah Junhoe. Namja mungil itu merasa Junhoe hanyalah namja yang terlalu merelakan sesuatu dan itu membuktikan jika Junhoe tak punya nyali sedikitpun untuk ini.

Junhoe sedikit menyunggingkan senyuman penuh artinya dihadapan Donghyuk. Sungguh dalam hati ia sangat tak suka mendengar ucapan Donghyuk yang sontak membuat sisi gelap dalam dirinya bangkit. Meskipun ia nampak baik di luar namun di dalamnya kemungkinan besar sesutu buruk bersarang disana, dan jika terjadi tak ada orang yang akan bisa menahannya.

"-Ingat Jun, Hanbin tak akan bisa membahagiakan Jinhwan" Donghyuk menjeda ucapannya, beralih untuk mulai melangkah mendekat kearah sang namja tinggi tersebut "-karena hanya kau yang bisa membahagiakannya" Donghyuk berucap nyaris berbisik tepat di telinga Junhoe, membuat dirinya merasa ucapan yang baru saja didengar memang benar adanya. Hanbin tak mencintai Jinhwan, mereka menikah karena paksaan dan ia tak ingin Jinhwan tidak bahagia karenanya.

Kembali Donghyuk duduk di tempatnya, membuka isi tas yang dibawa lalu menyodorkan sesuatu ke arah Junhoe. Namja tinggi itu menatap benda yang kini beralih ketangannya, menatap bingung maksud Donghyuk menyerahkan benda ini kepadanya.

"Ganti obat Jinhwan dengan ini"

Ucapan Donghyuk membuat Junhoe mengeryit dahinya.

"Kau gila, ini bukan obat yang pantas untuk Jinhwan" Diletakkannya kembali benda itu di depan meja, ia tidak bisa melakukan ini karena dirinya tak mungkin mencelakakan seseorang, apalagi seseorang yang masih ia cintai dan juga ia adalah seorang dokter yang sepatutnya mengobati bukan untuk mencelakai. "-Karena ini sama saja membunuh seseorang secara perlahan".

Donghyuk mungkin sedang tak waras memberikan obat yang tak jelas, ini justru akan memperburuk keadaan Jinhwan yang jelas mengidap penyakitnya sampai saat ini, ia tak ingin.

"Lalu kau punya cara lain?"

Junhoe terdiam, memikirkan kembali cara yang tepat untuk menggagalkan pernikahan Hanbin juga Jinhwan. Donghyuk menyeringai, menatap keterdiaman Junhoe disana. Ia yakin namja tinggi itu bingung akan merencanakan apa.

"Ayolah Jun demi Jinhwan. Lagipula ini obat yang hanya membuat Jinhwan mu pusing sesaat, dan asal kau tahu aku tak berniat untuk membunuhnya"

"Aku bukan orang bodoh yang mengatakan jika obat ini bukan obat yang berbahaya" Junhoe menimpali dan Donghyuk akhirnya menyerah dan mulai meraih kembali benda yang tergeletak dimeja untuk ia masukan kedalam tas.

"Yasudah jika kau tak mau, biar aku yang lakukan"

Junhoe terdiam sesaat seraya memijit pelan pelipisnya. Ohh ayolah ini membingungkan. Namun akhirnya Junhoe menyerah, membuat Donghyuk tersenyum menatap Junhoe.

"Aku akan lakukan itu" Ucap Junhoe telak, membuat senyuman Donghyuk terlihat sangat kontras diwajahnya. Donghyuk merasa rencana ini tak akan gagal, mengingat kedua pihak saling membutuhkan untuk ini. Dan ia sangat salut dengan keputusan Junhoe.

.

.

.

.

.

.

Jinhwan menatap ruangan besar dihadapannya. Setelah beberapa menit perjalanan akhirnya ia sampai di aparthemen milik Hanbin. Namja cantik itu merasa nyaman dengan suasana ruangan ini, terbukti dengan dirinya yang mulai duduk nyaman di kursi ruang TV.

"Apakah aku pernah berkunjung sebelumnya?" tanya Jinhwan sambil menatap Hanbin yang membawa tas berisikan bajunya di meja sana.

"Kau pernah berkunjung sebelumnya. Kau tak ingat?" Jinhwan menggeleng, dan kembali terdiam di sofa tersebut.

Hanbin menghampiri namja cantik itu, ia merasa Jinhwan yang sekarang bukanlah sosok yang ia kenal dulu. Beberapa hari yang lalu ia mendapati Jinhwan yang berada di club waktu itu, dan sekarang ia melihat Jinhwan seperti sosok polos bagai anak kecil.

"Kau ingin teh?" Hanbin bertanya, mulai menghampiri lalu menempelkan gelas hangat ke arah pipi namja cantik tersebut, mengingat diluar sedang turun salju. Jinhwan menggeleng, menatap lurus ke arah mata Hanbin yang kini balas menatapnya.

"Sebenarnya aku sakit apa?" Hanbin terdiam sesaat, sedangkan Jinhwan telah mengubah posisinya, menyamping agar berhadapan langsung dengan Hanbin.

"Kau tidak sakit Jinhwan" cangkir ditangannya ia letakkan di meja sebelum berucap"-Hanya saja kau butuh terapi sekarang" Jinhwan masih tak mengerti, sedangkan Hanbin sudah memegang kedua pipi namja cantik tersebut. Entah apa yang dipikirkan Hanbin sekarang hingga membuat jarak yang tipis diantaranya saat ini.

Wajah mereka perlahan saling mendekat satu sama lain berusaha untuk menempelkan kedua bibir itu. Sedikit lagi sebelum suara bel pintu apathemen-nya terdengar nyaring, membuat acara mereka terganggu sekarang.

Jinhwan menatap Hanbin yang kini mengacak – acak rambutnya gusar. Sedikit lagi bibir mereka menyatu dan seseorang di luar sana sukses menghancurkan apa yang diinginkan Hanbin sekarang.

Dengan cepat namja tampan itu membuka pintu, ingin mengetahui siapa yang berkunjung ke aparthemen-nya malam – malam seperti ini.

CKLEK

Pintu itu dibuka menampilkan seseorang yang sangat familiar berada dihadapannya. Junhoe tersenyum lebar saat mengetahui sang adik hanya menatapnya datar di tempat.

"Mobilku mogok, bisakah aku menginap. Lagipula diluar sedang badai salju" Papar Junhoe membuat Hanbin tak dapat mengelak, ia tak tega melihat kakaknya mati membeku di luar sana.

"Ya, terserahmu"

Dan dengan tak sopannya namja tinggi itu masuk, hingga langkahnya terhenti melihat siapa yang sedang berada di ruang TV sekarang.

"Jinhwan" namja yang dipanggil segera menoleh menatap pria tinggi disana yang nampak sedikit terkejut dengan keberadaannya.

"Jinhwan akan tinggal disini bersamaku, lagipula dua hari lagi kita akan menikah" Hanbin melewati hyungnya yang nampak belum bergeming sedikitpun. Dua hari lagi dan ia akan melihat namja tercintanya dipersunting oleh adiknya sendiri. Ada rasa sesak saat adiknya mengucapkan hal yang sangat tak ingin ia dengar, namun apa boleh buat Junhoe hanya bisa tersenyum simpul setelahnya.

"Kenapa aku baru tahu" Junhoe melenggang menuju dapur tanpa menatap ke arah Jinhwan, berusaha senormal mungkin. Hanbin melirik hyungnya sekilas, jujur ia merasakan jika Junhoe sedang menahan sakit hatinya, ia sangat paham itu.

"Aku tahu perasaanmu Hyung" Hanbin berujar dalam hati melihat kakaknya yang nampak membuka isi kulkas. Mungkin dia lapar.

.

.

.

.

.

.

_Depressed_

Sehun baru sampai di rumah sekitar pukul sembilan malam. Namja tinggi tersebut mulai berjalan memasuki kamarnya sebelum seseorang membuatnya berhenti.

"Kenapa kau tak bersama Jinhwan hyung?" Donghyuk menatap Sehun yang nampak sendiri, dan namja mungil itu ingat jika sekarang Jinhwan sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

"Dia menginap di aparthemen Hanbin" Sehun berujar membuat Donghyuk diam ditempat, tak dapat bergeming karena mendengar ucapan barusan. "Menginap?" kembali namja mungil itu bertanya membuat Sehun menatap lekat sang adik yang nampak terkejut.

"Jinhwan meminta dan aku langsung menyetujuinya" ucapnya terdengar gembira sedangkan Donghyuk sudah tak ingin mendengar apa yang akan diucapkan hyungnya lagi "—Dan kau tahu, Jinhwan menjadi ceria dari biasanya. Itu semua berkat Hanbin" Sehun tersenyum setelahnya, mulai memasuki ruangannya meninggalkan Donghyuk yang hanya bisa teridam, mencerna apa saja yang ia dengar tadi.

Namja mungil itu mendecih, membayangkan bagaimana Jinhwan dan Hanbin yang berada pada satu bangunan, dan itu membuatnya kesal. Meskipun ia sudah tak berhunbungan lagi dengan Hanbin, bukan berarti ia merelakan Hanbin bergitu saja. Hatinya masih ingin merebut kembali Hanbin untuk kembali lagi kepelukannya.

Tanpa berpikir panjang ia segera pergi dari tempat itu, hingga langkahnya kembali terhenti karena dering ponsel di sakunya. Donghyuk segera mengangkat panggilan itu, menyeringai saat mendengar suara seseorang diseberang sana.

"Aku tahu, dan ingat rencana yang telah kita buat"

.

.

.

.

.

.

Langkahnya ia bawa perlahan agar tak menimbulkan suara gaduh. Hingga dirasa ia telah sampai di tempat tujuan, mengambil beberapa obat yang di taruh pada laci untuk ditukar dengan obat lain yang ia genggam sekarang.

Junhoe menatap sekeliling, mengedarkan pandangan ditengah lampu yang temaram. Ia segera mengambil obat tersebut, menaruhnya di saku celana.

Ia hendak kembali namun lampu tiba - tiba menyala, membuat Junhoe menoleh dan mendapati Hanbin disana.

"Hyung kau sedang apa?"

Namja jangkung itu sedikit menguap, menetralkan suasan yang hanya akan membuat adiknya curiga. Ia harus senormal mungkin.

"Tiba – tiba aku ingin minum" balasnya, kemudian mulai melenggang melewati Hanbin disana. Namja tampan itu menaikan bahunya, tak memperdulikan apa yang telah dilakukan kakaknya tadi, karena sesungguhnya ia tidak tahu itu. Padahal apa yang dilakukan Junhoe barusan akan membuat sesuatu yang buruk di kemudian hari.

.

Saat Junhoe telah sampai di kamar, segera ia raih ponselnya untuk menghubungi  seseorang. Sedikit takut juga saat mendapati Hanbin tadi. Takutnya Hanbin akan curiga dan rencana mereka gagal. Ia menghela napas sebelum menghubungi seseorang disana. Ia ingin memberi tahu, dan semoga usahanya berhasil.

.

.

.

.

.

_Depressed_

Pagi itu Jinhwan hanya terdiam kembali di depan televisi, tak banyak hal yang namja cantik itu kerjakan mengingat pekerjaan rumah diselesaikan oleh pembantu yang disewa Hanbin , dan soal makanan namja tampan itu lebih ingin memesan sesuatu untuk mereka makan, alasannya adalah Hanbin tak ingin melihat Jinhwan lelah.

Jinhwan menghampiri Hanbin yang telah lengkap dengan seragam kerjanya, juga Junhoe disana yang nampak sudah rapi untuk pergi bekerja. Sedikit tersenyum menatap Hanbin yang kesusahan memakai jas disana.

"Biar ku bantu"

Sontak Hanbin hanya bisa menyetujuinya. Jinhwan membantu memakaikannya, sedikit membersihkan noda yang berada pada jas namja tampan itu.

"Gumawo" Ucap Hanbin sambil tersenyum kemudian membawa Jinhwan untuk sarapan bersama hari ini. Hanbin tiba – tiba tak bisa untuk tidak tersenyum saat merasakan moment langka yang hanya dirasakan saat ini. Jinhwan berubah drastis entah kenapa, dan ia suka malah sangat menyukainya.

"Makanlah yang banyak, lalu kita pergi untuk terapi hari ini" Jinhwan mengangguk, perlahan memakan masakan yang terasa lezat di mulutnya. Ia makan lahap dihadapan Hanbin, hingga seseorang yang berdiri disana menatap kedua namja yang tengah berada di meja makan.

"Hanbin, sepertinya aku duluan saja"

"Kau tak sarapan dulu hyung?"

Junhoe menggeleng sambil tersenyum dipaksakan. Ia menahan panas pada hatinya sekarang. Melihat bagaimana Jinhwan yang nampak bahagia bersama Hanbin. Junhoe tak akan memperbolehkan itu terjadi lagi, ia akan menyingkirkan Hanbin secepatnya. Karena yang pantas untuk membahagiakan Jinhwan hanya dirinya seorang.

"Aku pergi"

"Ne, hati – hati hyung"

.

.

.

.

.

.

.

.

"SIALANN"

Ia memukul stir mobil dengan keras. Menyalurkan apa yang menjadi titik kekesalan sekarang. Ia terus mengumpat, mengatai orang yang telah membuatnya sekesal ini. Lihat saja kebahagiaan mereka tak akan berlangsung lama.

Mobil itu terparkir di depan rumah besar milik keluar Jinhwan. Matanya menatap seorang namja mungil yang kini mulai mendekat kearah mobilnya.

Pintu mobil itu dibuka oleh seseorang lalu ditutupnya dengan cepat. Junhoe tak bergeming saat namja yang kini tengah duduk itu menatapnya dari arah sebelah.

Donghyuk namja mungil tersenbut menyeringai, menatap raut wajah Junhoe yang nampak kesal sekarang.

"Wajahmu merah. Sedang kesal?"

Junhoe tak balas menjawab pertanyaan itu, malah fokus menatap kemudinya. Junhoe sengaja datang pada Donghyuk untuk membicarakan perihal masalahnya, sekaligus mencurahkan semua kekesalannya sekarang.

Junhoe menoleh bertatapan langsung dengan manik mata sipit Donghyuk. Namja mungil yang ditatap hanya diam, ia tahu apa yang dibutuhkan namja disebelahnya ini.

Tangan kokohnya dengan cepat meraih tengkuk Donghyuk, menyatukan bibir itu secara tiba – tiba. Donghyuk menyeringai dalam lumatan itu. Pangutan kasar yang menuntut, namja mungil itu sangat tahu sebagaimana kekesalan hati Junhoe sekarang dan ia ikut kesal membayangkannya.

"Enghhh" Leguhan terdengar, membuat libodo Junhoe naik lebih tinggi. Namja tinggi itu semakin memperdalam ciumannya, menekan lawannya agar bersandar pada sisi, ia mendominasi kali ini.

Donghyuk nampak kualahan mengimbangi ciuman Junhoe. hingga sesuatu berdering dari saku namja tinggi tersebut, membuat keduanya segera melepas pangutan yang lumayan panjang itu.

"Sepertinya aku harus pergi ke rumah sakit sekarang" Donghyuk mengangguk mulai membuka kembali pintu mobil, namun tangan seseorang mencekalnya segera.

"Wae?"

"Kau ikut saja"

.

.

.

Setelah sampai kedua namja itu berjalan menuju ruangan yang berada di sebelah kiri sana, tepat ruang kerja pribadi Junhoe. Mereka hanya terdia sepanjang perjalanan hingga sekarang. Junhoe mendengus mengingat kebodohannya tadi yang dengan seenaknya mencium Donghyuk. Namja tinggi itu tak dapat memulai pembicaraannya, ia merasa bodoh sekarang.

Seorang namja manis berlari kearah Junhoe dengan membawa peralatan infus yang jelas – jelas masih menancap di tangannya. Junhoe menatapnya, hingga matanya melebar mendapati siapa namja yang kini sedang berlari ke arahnya.

"Yunhyeong, hey apa yang kau lakukan?" ucapnya seketika sedangkan namja manis yang kini berada di hadapannya hanya tersenyum, menampilkan deret gigi putihnya. "Dokter kemana saja, aku merindukanmu" Junhoe terkejut karena dengan tiba – tiba Yunhyeong memeluknya, sedangkan Donghyuk yang melihatnya hanya bisa geleng – geleng menyaksikan adegan disana.

Segera ia melepas pelukan itu, mencoba untuk berbicara pada Yunhyeong "Dengar, kau tak boleh berkeliaran seperti ini, memangnya kakimu sudah baik?" Namja itu mengangguk antusias, beberapa hari yang lalu kakinya telah sembuh dan sekarang ia bisa berjalan dengan normal kembali meskipun masih ada sedikit rasa nyeri.

"-Aishh, sudah – sudah ayo kita kembali ke kamarmu" Junhoe menuntunnya, namun namja manis itu sedikit mendelik menatap seseorang yang berada di sebelah dokternya "Ya dokter, siapa namja itu?" Yunhyeong menunjuk Donghyuk, Junhoe menoleh sebelum memerintah Donghyuk untuk segera pergi ke ruangannya "— Donghyuk kau duluan saja pergi ke ruanganku, aku mengantar Yunhyeong dulu sebentar" namja mungil itu segera mengangguk mulai berjalan meninggalkan keduanya. Yunhyeong menatap kesal namja tadi, hingga bibirnya gatal untuk tak bertanya.

"Dokter, siapa namja itu? Aku tak pernah melihantnya kecuali jika dokter bersama dengan dokter Hanbin"

"Dia temanku" Yunhyeong mengangguk, meski dalam hati ia tak yakin. Dokter itu segera membawa pasiennya untuk tidur diranjang saat tiba. Menaruh infusannya kembali pada tiang besi disana.

"Tidurlah, kau perlu banyak istirahat" ujarnya dengan senyuman tipis yang serasa sangat pas di wajah tampannya. Yunhyeong ingin protes saat sang dokter mulai pergi dari ruangannya, hingga namja tinggi itu menoleh memerintahkan Yunhyeong untuk menurut.

"Jangan merajuk, aku akan kesini jika tugasku telah selesai"

Dan pada akhirnya Yunhyeong hanya mangangguk, menatap punggung kokoh sang dokter yang mulai menjauh. Ia harus mengetahui secara jelas hubungan Dokter Junhoe dengan namja tadi.

.

.

.

.
_Depressed_

Jinhwan duduk di sofa ruangan Hanbin saat dirinya telah selesai melakukan terapinya hari ini. Terapi yang dilakukannya barusan memang tak menguras sedikitpun tenaga hanya entah kenapa namja mungil itu nampak berkeringat sekarang.

"Kau berkeringat, apa perlu aku naikkan pendingin ruangannya?"

"Tidak perlu"

Dengan membawa dua buah kaleng minuman Hanbin menghampiri namja cantik itu. Menyerahkannya kearah Jinhwan yang segera diterima olehnya.

"Aku merasa pusing" ujar namja cantik itu setelah meminum sedikit minuman kaleng pemberian Hanbin. Disibaknya poni yang menutupi sebagian dahi Jinhwan, dan benar saja suhu tubuh Jinhwan terasa beda di tangannya.

"Mungkin kau kelelahan. Bagaimana jika pakai kursi roda, bukankah dokter sudah menganjurkan itu" ujar Hanbin setelahnya namun segera Jinhwan menggeleng, ia tak mau menggunakan benda itu.

"Aku tak mau menggunakannya Hanbin"

Punggungnya ia sandarkan pada sofa di ruangan itu, membuat kepalanya menengadah dan itu semua membuat Hanbin melelan air liurnya paksa.

"Baiklah, satu jam lagi kita pulang. Kau bisa tidur disini dulu. Ada pasien yang harus aku periksa"

Jinhwan hanya menyahutinya dengan dehaman saja saat Hanbin mulai keluar dari ruangan. Entah kenapa tubuhnya merasa lemas sekali juga kepalanya terasa pusing kali ini, padahal ia telah meminum obat sebelumnya.

.

.

.

.

.

.

Hanbin berjalan menuju toilet di ujung sana, setelah memeriksa beberapa pasien tadi ia belum juga membersihkan tangannya. Langkahnya ia bawa menuju pintu besi berwarna abu – abu itu. Mulai masuk kedalam untuk pergi ke wastafel sebelum seseorang yang familiar berada disana.

Mereka saling pandang melalui cermin besar, hingga kontak mata mereka diputus sepihak oleh Hanbin sendiri.

Namja tampan itu menghiraukan seseorang itu dan mulai berjalan menuju wastafel. Ia membersihkan tangannya, sedikit mengibas bekas air tersebut kemudian mulai melangkah pergi.

"Hanbin"

Merasa namanya dipanggil ia segera menoleh, meskipun ia tak ingin lagi berhadapan dengan Donghyuk namun ia harus menghargainya karena bagaimanapun Donghyuk adalah seseorang yang pernah membuatnya jatuh cinta.

Hanbin tak menjawab namun kini tubuhnya telah berbalik, berdiri tegak bersamaan dengan Donghyuk yang berada tak jauh darinya.

"Kau sedang apa disini?" Hanbin bertanya, berusaha senormal mungkin. Namja mungil itu berjalan beberapa langkah kearah Hanbin agar lebih leluasa untuk berbicara.

"Aku ada urusan dengan Junhoe disini" ucapnya sambil menatap Hanbin yang balas menatap dengan datar, namun Donghyuk sudah terbiasa dengan itu.

"Bagaimana untuk pernikahanmu nanti?"

"Ya baik, semua sudah dipersiapkan" Donghyuk mengangguk, tersenyum saat dirasa Hanbin akan beranjak untuk meninggalkannya. Hingga tangan Donghyuk mencekal pergelangan tangan Hanbin, menahan agar namja tampan tersebut tidak meninggalkannya.

Hanbin menatap jengah kearah Donghyuk, ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat pikirnya. Jika ia memaksa untuk melepaskan pegangan ini dijamin namja mungil itu malah semakin mencekalnya, ia sangat tahu bagaiman watak Donghyuk ini.

"Apakah kau gila untuk menikahi namja depresi seperti Jinhwan" Seringaian tercetak jelas pada wajah lawan bicaranya. Hanbin menatap tak suka ke arah Donghyuk, hingga dengan cepat ia menepis pegangan itu.

"—Kau dan dia dijodohkan bukan? Dan aku sangat tahu jika kau tak mencintainya. Dan aku yakin Jinhwan bukan hanya depresi namun gila"

"CUKUP" sentak Hanbin segera, mendorong tubuh mungil yang nampak sangat dekat itu untuk mejauh darinya. Donghyuk tertawa sinis melihat apa yang dilakukan Hanbin kepadanya, hingga dengan cepatnya Donghyuk meraih kembali lengan lawanya, berusaha memeluk tubuh tegap namja yang masih dicintai itu.

"Donghyuk tolong lepaskan" Donghyuk kekeh untuk memeluk tubuh itu lebih erat, membuat Hanbin menyerah dan berakhir balas memeluk namja mungil itu. Setahun sudah ia menyudahi hubungannya bersama Donghyuk, hingga sekarang ia terjebak lagi dengan semuanya.

"Biarkan seperti ini dulu Hanbin, Kumohon" ucap namja mungil itu masih memeluk pinggang Hanbin. Merasakan apa yang sudah tak ia rasakan setahun belakangan ini.

Hanbin menyerah, membiarkan namja mungil itu memeluknya. Mungkin ini terakhir kalinya untuk Donghyuk, dan ia menolak akan perasaannya terhadap Donghyuk kembali, karena sekarang ia telah memiliki Jinhwan yang harus ia lindungi sepenuh hati.

.

.

.

.
.

.

.

.
_Depressed_

Hari demi hari akhirnya pernikahan Hanbin juga Jinhwan akan berlangsung beberapa menit lagi. Namja cantik itu telah memakai setelan tuksedo putihnya, terduduk sambil berhadapan langsung dengan cermin disana.

Seorang yeoja menghampirinya, menatap calon menantunya yang terlihat sudah sangat siap untuk sekarang. Nyonya Kim menghampiri Jinhwan disana, tersenyum cantik sebari menyerahkan kotak merah beludru berisi kalung berlian disana.

Jinhwan berbinar menatap benda di dalam kotak itu. Nyonya Kim menyerahkan barang berharga ini kepadanya, awalnya Luhan mengelak karena ia yakin kalung itu sangat berharga bagi calon mertuanya.

"Pakailah, karena kau akan menjadi menantuku" Jinhwan tersenyum mendengarnya, dengan cepat yeoja itu mengambil kalung tersebut memakaikannya di leher jenjang Jinhwan yang nampak sangat pas. Jinhwan menatapnya dari kaca hingga ia tak bisa menahan kebahagiaannya untuk ini.

"Mulai sekarang panggil aku eomma paham?"

"Eomma" Jinhwan mengulang perkataannya saat itu, sepintas ingatan masa lalunya bersama sang eomma terputar kembali membuatnya sedikit menahan rasa sedih dalam hati. Nyonya Kim memeluk Jinhwan, menyalurkan kehangatan seorang ibu yang sudah tak ia rasakan. Jinhwan tak dapat menahan air matanya sekarang, memeluk erat yeoja cantik itu yang mulai mengelus punggungnya menenagkan.

"Sekarang aku adalah eommamu, ingat itu"

.

.

.

.

.

Hanbin telah berdiri di altar dengan setelah tuxedo putih yang nampak sangat pas ia dikenakan. Ia sudah tak sabar untuk segera mempersunting Jinhwan sekarang. Hingga pintu diujung sana terbuka menampilkan seorang yang ia tunggu berjalan kearahnya.

Jinhwan dibawa oleh Sehun hyung disana, melangkah mendekat kearahnya yang nampak sangat gagah dengan pakaian tersebut. Hanbin tersenyum menatap Jinhwan yang nampak sangat cantik sekarang meskipun Jinhwan mengeluh jika ia sedang tak enak badan.

Kedua orang yang berada di kursi khusus disana, saling mengepalkan tangan menatap moment bahagia disana namun tak bagi kedua namja tersebut.

Donghyuk melirik Junhoe tepat disebelahnya, berpikir jika namja tinggi itu tengah menahan sesuatu kekesalan disana.

Kedua pasangan calon pengantin tengah berdiri bersebelahan disana, dengan pendeta yang mulai mengucapkan janji sehidup sematinya di depan para tamu undangan. Melupakan Jinhwan yang sedang melawan rasa pusing pada kepalanya saat ini.

Hanbin dengan tegas menjawab jika ia sangat bersedia hingga Jinhwan yang berdiri disana juga mengucapkan apa yang diucapkan Hanbin barusaja, meski dengan suara yang agak lemah.

"Saya bersedia"

Tepuk tangan para tamu terdengar. Hanbin lega, hingga mereka saling berhadapan kini untuk melakukan sesi ciuman di altar sana.

Jinhwan tersenyum tipis kearah Hanbin, meskipun ia tengah mati - matian menahan rasa nyeri pada kepalanya.

"Jinhwan kau baik – baik saja"

Jinhwan mengangguk atas pertanyaan dari Hanbin. Hingga tubuh itu ambruk seketika di pelukan Hanbin yang telah resmi menjadi suaminya sekarang.

"JINHWANNN"

.

.

.

.

.

.
.
.
.
.
.
.

..TBC..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tarik napas dalem - dalem #Hufttttt
Story gaje yang sebenernya males buat di posting lagi. Entahlah, aku rada gimana pas mau update nya. Oh ya jangan pada Heran kalo ada typo yang masih aja suka nyempil.

Dan sebenernya story ini gak terlalu fokus sama Jinhwan yang depresi. Jadi gimana ya.  Maksudnya tuh Depresi biasa aja gitu dia cuma stress dikit trus punya kepribadian yang susah ditebak gitu dong. Ntahlah aku juga sebenernya kurang paham terus buat penjelasan penyakit ama terapi yang ntahlah?? -_-
Jadi mohon maaf ya kalo kurang jelas dan gaje audubillah -_+V

Jangan lupa vomment ya, aku lope lope ama kalian wkwkwkwk

Continuar a ler

Também vai Gostar

87.7K 8.4K 9
Menurut seorang Draco ーMenyebalkanー Malfoy, Harry itu.. . . . . . This fanfiction contain(s): ⚠ Drarry area! Draco!Dom!Top Harry!Sub!Bottom ⚠ No Magi...
40.1K 3.7K 9
Sour Ice cream, Ice cream identik dengan rasa yang manis dan menyegarkan, Tetapi Ice cream juga memiliki banyak varian rasa, ada yang asam, kecut, da...
265K 21K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
62.7K 5.1K 7
Harry dan Draco adalah rival itu sudah menjadi rahasia umum bagi murid di hogwarts, tapi bagaimana jika sesuatu hal membuat mereka terpaksa bersama? ...