Lollipop's Love

By hanaykstory

22.7K 1.4K 202

Berawal dari Lollipop rasa tomat yang menurutku aneh. Berawal pula dari rasa penasaranku akan rasa dari perme... More

1. Tomato?
2. Holiday
3. Kotoharu Livi
4. Annoying
5. First Kiss
Bukan Update
7. Tak ada artinya
8. Masa Lalu Ino
9. Aku Menemukanmu
10. Berdamai
11. Rumitnya Wanita
12. Festival
13. Siapa?

6. Hadirnya Gaara

1.7K 108 12
By hanaykstory

Seminggu ini Sasuke disibukkan dengan jadwal kuliah yang padat dan tugas yang menggunung bak dada Tsunade -sang Rektor kampus- sehingga ia tidak pernah bertemu Sakura sejak ciuman dibukit senja itu.

"Sekian presentasi dari saya, Terimakasih." Sasuke membungkuk hormat dan mengakhiri presentasinya.

Tugas yang beberapa hari ini menjadi fokus utamanya sudah selesai. Dosennya pun tampak puas dengan hasil kerjanya. Ia kembali duduk ditempatnya, disamping Naruto.

"Selamat teme. Presentasimu luar biasa."

"Hn, memang otakmu itu mampu menyerap materiku?" Ejek Sasuke. Naruto mendelik.

"Brengsek ka-"

"Uzumaki Naruto, giliranmu." Naruto menggertakkan giginya menahan kesal.

Sasuke tersenyum remeh kearahnya. 'Awas kau teme.'

Pikiran Sasuke kembali melayang ke momen itu. Saat dimana ia bisa merasakan bibir lembut nan manis Sakura menempel dibibirnya. Ia bahkan masih mengingat setiap rasa yang ia kecap disana. Lenguhannya, ekspresinya, parfumnya, lembut dan kenyalnya bibir itu benar-benar membekas diingatannya.

Sasuke diam-diam tersenyum tipis. Sejak saat itu juga, Sasuke selalu ingin merasakan kembali hangatnya bibir Sakura. Ia tak mengerti perasaan apa ini tapi hanya dengar mendengar suaranya, ia merasa tenang.

'Haruno Sakura.'

Sasuke berjalan beriringan dengan Akari menuju kantin. Mereka terlihat serius membicarakan tugas kelompok yang akan mereka presentasikan dua minggu lagi. Sesampainya dikantin, Sasuke tidak menghampiri teman-temannya. Ia memilih duduk bersama Akari. Sasuke membuka bungkus lolipopnya dan segera memakannya.

"Itu siapa?" Tanya Karin. Sakura mengikuti pandangan Karin.

Deg

Wajah Sakura merona. Sekelebat kejadian seminggu lalu mampir dibenaknya. Ciumannya yang panas dan memabukkan.

"Oh Akari? Mereka satu kelompok matakuliah manajemen proyek." Jawab Naruto. Ia kenal gadis itu. Takumi Akari, si cantik yang tergila-gila pada Sasuke.

"Akari?" Neji menaikkan alisnya.

"Akari menyukai Sasuke sejak dulu. Mereka juga sering satu kelompok."

"Gosipnya Sasuke sempat menyukai Akari sebelum Sakura-chan datang."

"Sempat suka?" Tanpa sadar Sakura menyahut.

"Jangan percaya sama gosip. Teme tidak pernah tertarik dengannya." Naruto menatap Sakura penuh arti. Yang lain ikut sadar tatapan Naruto dan hanya tersenyum.

"Baka otouto." Itachi menatap sang adik yang tampak semakin menempel dengan Akari.

Entah kenapa Sakura mulai merasa aneh. Ia merasa tak suka Sasuke dekat dengan Akari atau gadis manapun. Ia ingin egois, ia ingin Sasuke hanya melihatnya.

'Ada apa denganku?'

*****

Sakura menutup novelnya dengan satu helaan nafas. Ia juga sedikit menghapus air matanya yang mendadak keluar. Apa ini? Kenapa aku jadi baperan begini?

Last Winter adalah novel bergenre hurt, romance, fantasy yang baru saja ia dapatkan dua hari yang lalu. Bercerita tentang kisah cinta seorang peri hutan dengan anak dari raja sebuah wilayah yang ia tempati. Peri itu tinggal dihutan ilusi yang cukup dihindari masyarakat saat malam hari.

"Jika dunia yang berbeda saja bisa bersatu, apalagi..."

Sreett

Mendadak wajah Sasuke muncul dihadapannya. Sakura menggelengkan kepalanya cukup keras.

'Uchiha Sasuke, kenapa ayam kampung itu yang muncul.'

Sakura tak mengerti kenapa eksistensi Sasuke -lengkap dengan lolipop bodohnya- semakin sering muncul dalam khayalannya. Semenjak ciuman maut saat senja itu, ia semakin tidak bisa menghilangkan barang sedetik saja wajah sok tampan seniornya itu.

"Akira... argh!! Berhenti memikirkannya, Sakura!" Racaunya. Hatinya kembali berdenyut ketika memorinya mengulang kilasan kedekatan Sasuke dengan Akira.

Sakura kemudian memejamkan mata. Mencoba menikmati setiap detik waktu yang ingin ia rasakan ditemani hembusan angin khas sore hari.

Sebentar lagi musim dingin, bahkan udara dinginnya sudah terasa saat ini. Sakura merapatkan jaket levis-nya. Kampusnya akan meliburkan diri dipertengahan bulan nanti dan ia akan menghabiskan hari-harinya didekat perapian rumah ditemani segelas coklat panas atau lemon tea hangat.

Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ia sedikit mengernyit bingung.

Uchiha Sasuke

Udara mulai dingin. Hanya orang gila yang masih didanau saat hari mulai gelap. Pulanglah!

Hei, darimana dia tau Sakura di danau?

Sakura mengedarkan pandangannya kesekeliling tapi nihil. Tidak ada siapapun disini. Hanya ada dia sendiri.

'Lalu... darimana dia tahu posisiku?'

Sakura melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. 'Benar juga. Sudah sesore ini.' Pikirnya.

Ia kembali membaca pesan singkat dari Sasuke. Entah kenapa ia merindukan laki-laki itu terutama setiap tatapan tajamnya dan juga -ehem- ciuman mautnya.

Fak!

'Kenapa aku jadi seperti wanita yang haus belaian begini sih?'

Sakura memutuskan pulang kerumah menggunakan taksi yang sudah ia pesan.

*****

Sasuke melajukan mobilnya setelah memastikan Sakura sampai dirumahnya, oh ralat ia memastikan Sakura masuk kerumahnya dengan utuh dan selamat. Entah sudah berapa banyak lolipop yang ia makan selama menunggui Sakura. Dua? Atau tiga? Sepertinya empat.

Katakan ia pengecut karena hanya bisa bersembunyi tanpa berniat menawarinya tumpangan. Oh bahkan Sasuke yakin gadisnya itu tidak tahu bahwa Sasuke sudah mengintainya sejak beberapa jam yang lalu.

Ia melepas asal kemejanya dan membuangnya kesegala arah. Tubuh seksinya kini hanya berbalut kaos lekbong putih yang sangat pas membentuk tubuhnya. Oh lihat dadanya yang bidang itu, ia membayangkan bibir Sakura menyentuh dadanya. Ah berbicara bibir, Sasuke benar-benar ingin merasakan bibir gadisnya yang manis semanis jahe itu. Ah~ kenapa suasana kamarnya mendadak jadi panas begini?

Hari ini dengan bodohnya ia menunggui Sakura yang terdiam berjam-jam didanau membaca buku yang entah apa itu. Dan makin bodohnya lagi, ia hanya bisa mengamatinya dari jauh. Satu kebodohan lain dari seorang Uchiha adalah membiarkan Sakura pulang menggunakan taksi padahal bisa saja ia lewat didepannya dan menawari tumpangan padanya.

Baru sadar bahwa dirimu bodoh, Sas?

Sekitar dua minggu lagi akan masuk musim dingin dan kampus akan diliburkan. Ia akan menghabiskan sebagian besar waktunya di kantor cabang Uchiha Foundation.

Itachi masuk ke kamarnya tanpa permisi. Sasuke mendelik menatap sang kakak.

"Yo, adik!" Sapanya dengan cengiran yang cukup konyol dimata Sasuke.

"Ada apa?" Mata elang Sasuke melirik tumpukan kertas yang dibalut dalam sebuah map plastik berwarna merah.

"Pelajari ini. Selama musim dingin nanti kau akan mengurus perusahaan cabang Hokkaido." Itachi memberikan dokumen berisi apa saja yang menjadi tanggung jawab Sasuke.

"Kau sendiri? Kau akan mengurus yang dimana?" Tanya Sasuke.

Itachi tersenyum sombong "Of course London."

Jawaban Itachi membuat Sasuke membulatkan mata. Kejeniusan kakaknya membawanya ke negeri orang. Oh ralat di belahan dunia yang lain.

Itachi mengerti tatapan Sasuke. Ia mengusap rambut halus Sasuke. Tatapannya melembut khas seorang kakak kepada adiknya.

"Tenang saja. Hanya sampai akhir musim dingin. Kalau training-mu sukses, kau bisa sesekali mengunjungiku saat senggang. Kau bisa memantau yang di Hokkaido dari jauh nanti."

"Hn."

"Baiklah, bye-bye Sasucake." Itachi pergi setelah mengerling kearah Sasuke. Bungsu Uchiha itu mendengus.

Bisakah ia meninggalkan Sakura selama beberapa bulan ke Hokkaido?

*****

Sakura berjalan menghampiri Sasuke dengan wajah sebal. Lagi-lagi Sasuke menjemputnya tanpa berkoordinasi dengannya dulu.

"Hn, jelek."

"What?! Pagi-pagi sudah ngajak berantem?" Sewot Sakura.

"Hn." Angin berhembus cukup kencang membuat sekujur tubuh Sakura menggigil sejenak.

Sasuke mengambil syal dari dalam tasnya dan memakaikannya untuk Sakura. Gadis berambut merah jambu itu tertegun.

Kedua emerald miliknya menatap onyx tajam Sasuke tanpa bisa memalingkan wajahnya. Jarak wajah mereka begitu dekat karena Sasuke masih memegang syal miliknya. Keduanya tampak larut dalam pesona lawannya.

Tanpa sadar Sasuke mendorong Sakura hingga punggungnya menempel ditembok pagar dan menghimpitnya disana. Jantung Sakura berdetak semakin cepat menyadari posisinya yang cukup intim.

'Sakura.'

Sasuke mendekatkan wajahnya secara perlahan. Sasuke hampir saja menyentuh bibir Sakura dan akan menciumnya namun ia berhenti saat angin dingin kembali menerpa tubuh mereka. Sasuke tersadar saat Sakura mendesis kedinginan.

"Hn, ayo." Sasuke memberi jarak dan menggiring Sakura masuk ke mobilnya.

Wajah Sakura memerah mengingat kejadian barusan.

'Hampir saja/holy shit! Nyaris saja.' Batin keduanya berbarengan.

Sakura berjalan ke kantin Kampus untuk menyusul teman-temannya disana. Sasuke sendiri sudah kembali ke kelasnya begitu mereka sampai.

Tayuya melambaikan tangannya dari jauh. Sakura tersenyum sekilas.

"Wajahmu memerah. Kau sakit?" Tanya Kiba. Ia sedang memakan sandwich keju buatan Ayumi.

Sakura menggeleng dengan cepat. Tatapannya mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Belum bisa move on dari yang tadi pagi, eh?

"Aku membelikanmu sandwich." Livi menyodorkan sandwich yang baru ia beli beberapa menit sebelum Sakura datang.

"Thanks a lot, Livi."

"Sebenarnya apa sih hubungan kalian? Pacar bukan tapi dekat seperti sepasang kekasih." Tayuya mulai bertanya. Tierra juga sebenarnya penasaran.

"Mana mungkin? Sakura ini partner-ku yang berharga." Livi menyeringai menatap wajah bodoh teman-temannya.

"Lalu kalau dengan Sasuke-senpai? Dulu bukankah ia menyukai Akari-senpai?"

"Kau tahu dari mana Kiba?

"Gosipnya sih begitu." Jawabnya cuek.

Sakura hanya diam. Naruto bilang itu hanya gosip tapi hati seseorang siapa yang tahu, bukan?

Sasuke seperti hidup dalam dimensi lain. Tidak akan ada yang tahu apa isi kepalanya. Ia sangat sulit dipahami seakan-akan ada dinding tebal yang menghalangi siapa saja mengintip pikirannya.

Sakura masuk semester tiga sedangkan Sasuke semester lima. Bertahun-tahun Sakura mengenalnya tapi Sasuke masih sulit dipahami.

Akhir-akhir ini Sakura sedang sibuk mempersiapkan diri untuk lomba PKM bersama Gaara.

Teman-temannya sudah kembali ke kelas, kini tinggallah Gaara dan Sakura dikantin.

"Hey, sudah lama?" Gaara duduk dihadapannya.

"Belum. Bisa langsung mulai?"

"Tentu." Suasana kantin yang sepi membuat mereka leluasa berdiskusi.
.
.
"Aku ragu dengan tema teknologi." gumam Sakura. Gaara memandangnya bingung.

"Maksudmu? Kita ubah judulnya atau apa?"

"Entahlah PKM-Teknologi sedikit rumit. Bagaimana kalau kita ikut kategori Kewirausahaan, Karsa Cipta, atau yang lain?"

Gaara terdiam, ia tampak berpikir sejenak. Sakura kembali mengedarkan pandangannya berharap ada sesuatu yang bisa ia jadikan ide.

"Bagaimana kalau karsa cipta saja?" usul Gaara. Sepertinya ia menerima usul Sakura tadi.

"Aa.. boleh juga."

"Bagaimana kalau besok atau lusa kita bahas kembali? Kalau bisa kita sudah punya beberapa judul untuk kita pilih." Sakura mengangguk mendengarnya. Ia tidak bisa memaksakan otaknya untuk berpikir lebih jauh atau ia tidak akan menemukan ide untuk lombanya nanti.

Gaara cukup hafal tentang ini. Sakura tidak bisa dipaksa berpikir saat otaknya sendiri tidak meresponnya. Gaara pamit memesan sesuatu di kafetaria kampus, Sakura hanya mengangguk.

Selang beberapa menit, Gaara kembali dengan satu cup es krim strawberry kesukaan Sakura. Gadis merah jambu itu memekik girang.

"Thanks a lot, Gaara. Aku dan otakku memang butuh yang dingin dan manis."

Gaara tersenyum "Sebentar lagi musim dingin, kau harus menghindari makanan berjenis es krim atau apapun yang bisa membuatmu sakit."

Sakura akui Gaara cukup perhatian. Ia tahu caranya menunjukkan rasa kasih sayang dan kepeduliannya pada orang yang dianggapnya dekat. Tidak seperti Sasuke yang gengsinya sebesar menara eiffel dan sekeras tembok china. Eh kenapa jadi Sasuke?

"Aku tidak janji." Sakura mengerling sekilas. Bukan bermaksud menggoda, ia hanya mengajaknya bercanda.

"Aku tidak ingin pasangan ku yang berharga tumbang nanti. Apalagi waktu pengumpulan proposal PKM sebentar lagi."

"Kau tenang saja. Aku tidak selemah itu, Gaara."

Sakura memang tidak tahu bahwa Gaara memandang lembut saat ia mengatakan Sakura adalah pasangannya yang berharga tapi ada orang lain yang mengetahui cara pandang Gaara.

*****

Sakura memeriksa kembali list belanja bulanannya. Ia sedang berada di supermarket untuk membeli segala kebutuhan dapurnya.

"Daging dan - ah! aku lupa es krim matcha Karin-nee." Sakura segera berbalik mendorong trolly-nya. Biasanya ia akan ditemani Karin atau Mebuki belanja tapi hari ini mereka sedang sibuk.

Karin-nee is calling...

"Halo, Nee-san."

"Saki, kau masih diluar?"

"Iya, ada apa?"

"Apa masih lama? Perlu Nee-san bantu?"

"Ah tidak usah, sebentar lagi Saki selesai kok."

"Baiklah, hati-hati dijalan ya. Aku tunggu dirumah."

"Oke."

Klik!

Setelah memasukkan ponselnya kembali ke saku celana, Sakura kembali berkeliling supermarket mencari apa saja yang belum ada dalam trolly belanjaannya. Sakura sempat mampir ke tempat aksesoris dan skin care. Ia ingin membeli beberapa hiasan rambut, make up dan skin care yang biasa ia beli.

Mobil Sakura telah terparkir rapih dibagasi kediamannya. Ia membuka pintu kursi belakang mobilnya dan menurunkan belanjaannya. Tak lama Karin datang membantu Sakura.

"Kita akan masak apa, Karin-nee?" Sakura memakai celemek bermotif bunga Sakura. Ia juga mengikat rambutnya.

"Mm.. domburimono, tempura, dan shabushabu. Kau mau camilan apa?"

"Sushi dan takoyaki mungkin. Oh tambah okonomiyaki." Karin menatap tak percaya sang adik yang memiliki selera makan luar biasa.

"Perutmu luar biasa elastis ya, Saki. Selera makanmu melebihi Ayah kalau sedang stres berat."

"Aku ini hobi makan dan untunglah berat badanku tetap stabil tidak sepertimu yang harus diet nasi merah." ledek Sakura. Karin mendengus menyadari kekalahannya.

Memang benar bahwa sebanyak apapun Sakura makan, berat badannya akan tetap stabil. Paling-paling akan naik dua sampai tiga kilogram membuatnya tak perlu repot-repot diet. Sedangkan Karin yang suka makan tapi harus menahan diri karena mudah gemuk. Ia hanya sesekali makan nasi putih, daging, dan berbagai makanan berkarbohidrat dan lemak. Sisanya ia kombinasikan dengan nasi merah.

Keduanya saat ini sedang sibuk memasak. Pertama, mereka akan memasak domburimono. Domburimono sendiri merupakan makanan tradisional Jepang berisi nasi yang diatasnya ditutupi oleh lauk pauk seperti daging rebus, ayam dan telur, udang goreng, dengan sup tahu dan acar.

"Tolong jaga berat badanku, Kami-sama. Makanan malam ini benar-benar enak." gumam Karin. Sakura tertawa geli.

"Kau bisa mengganti nasi putihnya dengan nasi merah kok."

"Rasanya tidak senikmat nasi putih, Saki."

Sakura mendengus pelan "Omong kosong."

Sakura sudah selesai menggoreng udang dan menyiapkan sup tahu serta acar. Ia menata domburimono didalam mangkuk.

Keduanya berlanjut memasak tempura, dan shabushabu. Tempura adalah seafood yang dicelupkan kedalam adonan tepung untuk digoreng. Biasanya Sakura akan menyediakan mayonaise dan saus sebagai tambahannya.

Karin membuat saus wijen, saus kecap dan jeruk. Ini adalah salah satu makanan favoritnya dan sang adik, shabushabu. Selain mudah dibuat, bahannya pun hanya daging, kubis china, wijen, jeruk, kecap, saus, jamur Enoki, tahu, dan sayuran.

Shabushabu sendiri adalah daging yang diletakkan di air mendidih lalu di iris tipis dan dicelupkan ke saus wijen. Sedangkan sayuran, tahu, kubis china, jamur dan bahan lain bisa dicelupkan di saus kecap dan jeruk tadi.
.
Satu jam setengah kemudian, Sakura dan Karin akhirnya selesai memasak.

Keduanya melepas lelah diruang keluarga sambil bersantai mengeringkan tubuh yang penuh keringat.

"Kapan Ayah dan Ibu pulang?" Tanya Sakura. Karin memeriksa kembali pesan yang dikirim sang Ayah.

"Sekitar dua puluh menit lagi."

"Kita mandi dulu saja. Badanku lengket sekali." Balas Sakura. Karin mengangguk setuju.

"Aku ingin berendam sebentar. Lima belas menit cukup."

"Setuju!" Keduanya langsung masuk ke kamar mandi.

Sakura suka sekali berendam air hangat apalagi ditambah wewangian bunga sakura, jeruk atau chamomile. Rasanya seluruh capek dan stres Sakura menguap bak udara.

Begitupun Karin yang suka berendam air hangat. Pada dasarnya selera mereka sama. Baik Karin maupun Sakura suka wewangian chamomile, jeruk, apel, dan coklat tapi secara khusus Sakura memfavoritkan bau bunga Sakura sebagai ciri khasnya.

Lima belas menit kemudian Sakura segera menuju dapur. Disana sudah ada Karin yang menghangatkan kembali makanannya.

"Kami pulang!" Seru Kizashi sambil menggandeng mesra istrinya. Orang tua mereka memang romantis meskipun sudah kepala tiga.

"Selamat datang. Ayah, Ibu kalian mau mandi dulu atau langsung makan?"

"Kita akan mandi dulu. Badan Ibu bau obat."

Sakura dan Karin mengangguk. Kizashi dan Mebuki segera mandi.

*****

Sasuke menemui sang Ayah diruang kerjanya. Disana sudah ada Mikoto yang setia menunggui sang suami.

"Ayah." Panggil Sasuke.

Fugaku berdehem pelan "Bagaimana dengan kuliahmu?"

"Lancar tanpa gangguan."

Fugaku mengangguk, ia memang sudah tahu bahwa prestasi Sasuke masih stabil.

"Kau akan mengurus perusahaan di Hokkaido selama libur musim dingin."

"Aniki sudah memberitahuku, Ayah."

"Hn, kau sudah pelajari berkasnya?"

"Sedang ku pelajari."

"Kami berharap banyak padamu. Ayah percayakan perusahaan itu sepenuhnya padamu." Fugaku memandang tegas anak bungsunya. Meskipun Sasuke tak sejenius Itachi, Fugaku tetap memberi beban yang sama yaitu memegang anak perusahaannya yang masih nol.

Setelah berbincang sedikit, Sasuke pun pamit. Mikoto meminta izin untuk menyusulnya.

"Sasu-kun, Ibu boleh masuk?" Suara lembut Mikoto terdengar dari arah luar. Sasuke mempersilahkannya masuk.

"Ibu tak perlu meminta izin untuk memasuki kamarku." Sasuke memeluk sang Ibu.

Mikoto memberi isyarat pada Sasuke untuk tidur dipangkuannya.

"Ibu merasa ada yang kau pikirkan. Apa ada masalah?" Tanya Mikoto lembut. Tangan halusnya mengerus surai biru gelap Sasuke.

"Maksud Ibu?"

"Apa ada yang mengganjal dihatimu soal perusahaan di Hokkaido? Atau ada yang tidak bisa kau tinggalkan disini?"

Deg

Sasuke mengubah posisinya sedikit agar lebih nyaman.

"Tidak ada, Bu."

Mikoto tersenyum "Apa ia seorang gadis yang cantik? Tidak biasanya matamu ini melirik ke kanan dan ke kiri walau sekilas."

"Suatu saat Ibu akan tahu. Tapi tidak sekarang." Keputusan Sasuke sudah final. Mikoto tahu bahwa ia tidak bisa membicarakan ini lagi. Setidaknya untuk saat ini.

Sasuke jarang bermanja-manja dengannya. Anak bungsunya ini selalu terlihat dingin dan kaku. Mikoto sampai khawatir adakah wanita yang bisa tahan dengan sifat Sasuke yang cuek ini.

Pada dasarnya Sasuke adalah pria yang manja, pencemburu, dan overprotective. Mikoto hanya berharap ada yang bisa memahami sifat anak bungsu kesayangannya ini.

Satu jam kemudian, Sasuke sudah tertidur dipangkuan Mikoto. Ia membaringkan Sasuke dan menyelimutinya. Mengecupnya penuh cinta dan tak lupa mendoakan sang anak. Mikoto pun segera berlalu pergi.

*****

Itachi terlihat sibuk memeriksa hasil pemasukkan perusahaan bulan ini. Ia terlihat beberapa kali membubuhkan tanda tangannya disana.

Dia saat ini sedang duduk dikursi kebesarannya, CEO ramah bin seksi stok terakhir, begitulah para karyawan memanggilnya. Itachi terkenal ramah dan hot bagi kaum hawa, tapi ia terlihat sadis dimata para koleganya. Itachi tak akan tanggung-tanggung dalam urusan pekerjaan.

Tok tok..

"Masuk."

Pintu terbuka, Karin berdiri disana sambil mengangkat kotak bekal yang dibawanya dari rumah.

Itachi tersenyum menyambutnya "Masuklah sayang."

Karin pun menutup pintu. Ia berjalan menghampiri sang kekasih dan meletakkan kotak bekalnya diatas meja.

"Makan dulu, Itachi-kun." Gadis berambut merah itu memilih duduk diatas sofa dan membaca majalah fashion.

"Kesini naik apa, sayang?" Tanya Itachi. Matanya masih menatap berkas ditangannya.

"Taksi. Makanlah dulu, Uchiha Itachi."

Itachi mengalah. Lagipula ia juga lelah dan lapar. Ia mengambil kotak bekal dari Karin dan berjalan menghampiri kekasihya. Laki-laki tampan itu duduk disamping gadisnya.

Karin hanya melirik sekilas dan tetap melanjutkan bacaannya. Ia tahu Itachi akan memakannya.

Satu suapan, dua suapan, tiga suapan dilewati Itachi dalam keheningan. Ia melirik kekasihnya yang masih sibuk membolak-balikkan majalah.

"Kau sudah makan?" Tanya Itachi.

"Hm." Karin bergumam sambil menganggukkan kepala.

"Tidak ada kelas?"

"Kelasku baru saja selesai, Ita-kun."

Itachi melirik jam dindingnya 'Sudah jam dua.'

Suapan yang entah keberapa, Itachi menarik kepala Karin sampai mereka berhadapan. Itachi mengerling sejenak sampai akhirnya mencium bibir menggoda Karin.

"Ita- Hmmhh..." Karin melenguh saat lidah hangat Itachi menerobos mulutnya dan menyalurkan sesuatu yang manis kemulutnya.

'Puding buatanku.'

Itachi tak langsung melepas pagutannya saat Karin menerima puding darinya. Ia masih terus melumatnya. Menghancurkan pudingnya hingga makanan itu terbagi dan masuk ke mulut mereka masing-masing.

Karin melupakan majalahnya. Itachi lebih menggoda saat ini - pikirnya.

Jari lentik Karin bermain di dada bidang Itachi. Membawa laki-laki itu mendekat dan memiringkan kepalanya.

Oh betapa terbuainya mereka saat ini. Hanya ada mereka berdua dan segala hawa panas yang menjalar ditubuh mereka.

"Itachi-kun~ emmhh.. hahhh hahhh..." Karin mengerang saat ciuman basah Itachi berpindah kelehernya yang jenjang. Itachi menyibak sedikit rambut Karin ke belakang agar ia bebas menikmati santapan favoritnya.

Tak perlu khawatir ada yang mendengar karena ruangan Itachi kedap suara. Ia bisa mendengar suara dari luar tapi tidak sebaliknya.

Itachi menyingkirkan majalah yang tadi dibaca Karin, kotak bekalnya pun sudah ia singkirkan. Si sulung dari keluarga terhormat Uchiha membaringkan Karin secara perlahan. Ini bukan pertama kalinya mereka berciuman atau dalam posisi yang seperti ini tapi Karin masih merasa deg-degan dibuatnya. Berdekatan dengan Itachi memang selalu membuat jantungnya marathon bebas.

Tangan kekar Itachi mengelus pinggang ramping Karin. Sesekali belaiannya turun hingga paha Karin. Itachi kembali mencium bibirnya. Bibir yang selalu menjadi candu baginya, bibir yang selalu memanggil lembut namanya, bibir yang selalu mendesah penuh nikmat oleh ciumannya dan Itachi menyukainya. Itachi memujanya, Itachi menginginkan semua yang ada dalam diri Karin dan Itachi mencintainya dengan segenap jiwa dan raganya.

"Hahh.. Hahh.. cukup! Kau harus makan." Itachi mengecup sekilas dan bangkit dari atas tubuh Karin. Mereka kembali duduk berdampingan dengan Itachi yang kembali melahap makanan yang dibawa Karin.

*****

Sasuke, Naruto, Shikamaru, dan Sai sedang bersantai diruang BEM. Sasuke membuka bungkus lolipopnya dan mulai memakannya.

Naruto menatap malas kearah sahabatnya "Bisakah kau berhenti memakan permen sialan itu? Sungguh Kami-sama, darimana kau mendapatkan permen legend itu?"

"Bukan urusanmu, dobe." Ketus Sasuke.

"Sudahlah Naruto biarkan saja Sasuke dengan kekasihnya itu." Shikamaru sesungguhnya malas mendengarkan ocehan kedua sahabat baiknya.

"Apa kegiatan kalian selama liburan musim dingin nanti?" Tanya Sai. Naruto mendadak berbinar. Ia hampir lupa ingin membahas ini.

"Aku free. Kalian?"

"Aku sibuk dirumah." Shikamaru menguap dan menjatuhkan kepalanya ke badan sofa.

"Kau sibuk tidur Shikamaru. Kalau kau Sai?"

"Hm.. aku ingin menghabiskan waktu bersama Ino." Sasuke melirik laki-laki yang sering disebut kembarannya.

"Hn, mesum." Gumamnya.

"Kalau kau, teme?"

Sasuke melirik Naruto sekilas. Ia memejamkan mata "Aku akan ke Hokkaido mengurus perusahaan Ayah."

Sai dan Naruto menggeram "Kapan kau ada waktu dengan kami, huh? Urus saja dokumen-dokumen sialanmu itu."

"Kau menjijikkan, Naruto." Sasuke tak habis pikir, kenapa tingkah Naruto seperti seseorang yang ditinggal kekasihnya sih? Menjijikkan.

"Lalu kuliahmu?" Tanya Shikamaru. Ia menatap Sasuke dengan pandangan tertarik.

"Hanya sampai musim dingin. Aku harus membuatnya stabil dalam kurun waktu itu."

Ketiga temannya mengangguk "Lalu Itachi?"

"Dia mengurus yang di London."

"Ayahmu benar-benar mempersiapkan penerusnya dengan baik ya." Sai memberi nada mengejek. Sasuke tak ambil pusing karena yang dikatakan sahabatnya yang selalu menebar senyum palsu itu benar. Fugaku benar-benar mempersiapkan bibit unggulannya.

Sasuke berdiri dan memakai jaketnya

"Kau mau kemana, Teme?"

"Hn, pulang." Naruto, Sai, dan Shikamaru hanya bisa menatap kepergian Sasuke dalam diam.

"Bukannya dia masih ada kelas?" Tanya Sai. Shikamaru hanya mampu menguap.

"Kau benar, Sai. Teme aneh sekali. Tidak biasanya dia bisa lupa dengan jadwal kuliahnya."

"Bisa jadi dia memang sengaja meninggalkan kelasnya." sahut Shikamaru dengan mata terpejam.

Sakura sedang sendiri didalam lab bahasa. Teman-temannya sudah pulang sejak lima belas menit yang lalu. Bahkan Livi juga sudah meninggalkannya.

Ruang lab bahasa hening saat ini. Hanya ada suara keyboard Sakura dan suara klik dari mouse.

Retina klorofilnya menelusuri artikel-artikel di layar komputernya. Sesekali ia menopang dagu atau meminum milkshake miliknya.

"Sakura." Panggil seseorang. Sakura menoleh dan tersenyum.

"Gaara-san. Masuklah."

Pemuda tampan berambut merah bata itu berjalan mendekat dan berdiri dibelakang Sakura.

"Sedang apa?"

"Mencari referensi. Kau sudah menemukan tema proposalnya?"

Gaara mengangguk. Bayangannya terpantul dilayar komputer.

"Aa."

"Boleh aku tahu?" Sakura menatap Gaara.

"Kau akan tahu besok nona. Kau sudah makan?" Tanya Gaara. Sakura menggeleng.

"Belum. Kau sendiri?"

Gaara ikut menggeleng "Ayo kita makan bersama."

Sakura pun setuju tanpa perlawanan apapun. Mereka keluar dari lab bersama.

Gaara sesekali mengusap rambut Sakura lalu tertawa ringan. Banyak yang bilang mereka berdua serasi. Tapi ada juga yang bilang Sakura lebih cocok bersama Sasuke.

Sakura sendiri memang lebih terbuka kepada Gaara. Selain karena mereka satu angkatan, Gaara lebih bisa membuatnya tertawa tidak seperti Sasuke yang kerap membuatnya naik darah.

Sakura akui ia merasa nyaman bersama Gaara. Tapi bersama Sasuke barang satu menit saja sudah membuat jantungnya menggila. Inilah alasan Sakura sedikit menjaga jarak dari Sasuke.

Dan kebetulan Gaara dan Sakura berpapasan langsung dengan Sasuke.

"Sakura, kita pulang." Titah Sasuke tanpa melirik kearah Gaara sedetikpun.

"Ha?"

"Aku tidak suka mengulang perkataanku, Haruno."

"Maaf tapi Sakura akan pulang bersamaku."

Sasuke menatap tajam kearah Gaara. 'Apa-apaan batu bata berjalan ini?' Gerutunya.

"Apa ada yang menyuruhmu berbicara?"

Sakura memutar bola matanya jengah. Ayolah ini bukan sinetron yang biasa Karin tonton malam-malam.

"Aku akan pulang bersama Gaara. Kami harus mendiskusikan beberapa hal." Sakura menarik lengan Gaara dan berjalan meninggalkan Sasuke yang menatapnya tajam.

Diam-diam Sakura memegangi dadanya yang masih berdetak kencang. 'Damn! He's so handsome.'

Gaara melirik kearah Sakura. Oh tidak, kearah tangan Sakura yang selalu memegangi dadanya. Garis bawahi ya, Gaara melihat kearah tangan Sakura bukan kearah -ehem- dadanya.

Kenapa wajahmu memerah, Gaara?

"Ada apa dengan dadamu?" Tanya Gaara. Sakura langsung berhenti dan menatap horor Gaara.

"M-maksud- Kyaaa!! Mesum!" Sakura reflek memukul lengan Gaara.

"Hei! Kenapa malah memukulku?"

"Untuk apa kau menanyakan dadaku hah?" Teriak Sakura. Gaara kini tahu kesalahannya apa.

"Dengar, kau selalu memegangi ehem itu dadamu. Oh ralat jantungmu. Kau kenapa?"

Sakura mulai tenang. Ia sudah salah sangka tadi. Salahkan pertanyaan ambigu Gaara.

"M-maaf. Aku baik-baik saja."

Gaara hanya mengangguk. Ia membuka pintu untuk Sakura dan mobilnya membawa mereka ke cafe dekat kampus.

Sasuke memasuki rumah dengan tampang bete. Bagaimana tidak, Sakura baru saja menolaknya. Memang sih mereka tidak berangkat bersama hari ini. Tapi apa Sakura lupa bahwa Sasukelah yang akhir-akhir ini selalu mengantarnya pulang?

'Dasar gulali bodoh!'. Umpat Sasuke. Kenapa juga kau marah Sasuke?

Mikoto hanya menggelengkan kepalanya melihat putra bungsunya mencak-mencak didalam kamarnya.

Saauke dan Itachi adalah kedua putranya yang sangat kontras.

Itachi yang ramah, terkadang dingin dan senang menjahili Sasuke dirumah. Sasuke sendiri begitu cuek dan pendiam. Sifat dingin Fugaku menurun secara penuh kepada Sasuke.

Sasuke adalah sosok Fugaku ketika ia muda. Pangeran sekolah, pematah hati para wanita, cerdas, dingin, dan sangat sulit mengekspresikan perasaannya. Mikoto hanya berharap Sasuke bisa lebih membuka hatinya untuk wanita pilihannya nanti.

"Sasu-kun, apa kau baik-baik saja?" Suara lembut sang Ibu menyadarkan Sasuke.

Uchiha Mikoto, wanita paling lembut yang pernah Sasuke punya. Sosok ibu yang begitu ia cintai. Sosok ibu terbaik yang ia temui.

Umurnya sudah menginjak hampir tiga puluh tujuh tahun tapi beliau masih sangat cantik. Mikoto yang hangat, Mikoto yang perhatian, dan Mikoto yang selalu tahu segala arti dari ekspresinya -selain Itachi tentunya-.

"Hn, aku baik-baik saja, Bu." Sahut Sasuke.

"Jangan ragu untuk bercerita pada Ibu, Sasu-kun." Mikoto mengecup singkat pucuk kepala Sasuke. Sebuah tindakan kecil yang begitu menenangkan Sasuke.

"Aku tahu."

Mikoto tersenyum lembut. Ia memutuskan meninggalkan Sasuke. Ia percaya putra bungsunya selalu baik-baik saja.

Sepeninggal Mikoto, Sasuke mengacak rambutnya gusar.

'Ada apa denganku? Kenapa aku harus serusuh ini hanya dengan melihatnya berjalan bersama pria lain? Kenapa harus dia?!'

Ia ingin sekali menguntitnya tadi tapi harga dirinya yang tinggi mengalahkan keinginannya. Dan sekarang? 'Shit aku menyesal.'

To be continued...

Chapter 6 is UP! Yuk yuk dibaca dan direview gimana chapter ini menurut kalian. Efek buru-buru upload ya gini. Jalan ceritanya jadi amburadul. Next chapter bakal berusaha lebih panjang dan lebih baik lagi.

Seperti biasa nih, mohon kritik dan sarannya ya. Jangan lupa vote dan comment dibawah.

Sampai jumpa di chapter 7!!

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 112K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
1.1M 47.8K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...
425K 1.9K 16
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
1.5M 138K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...