Hujan Bulan Desember

By daffoguy

2.6K 272 174

Menjadi seorang nomad bukanlah tujuan hidup Andreas Hestamma. Setelah sekian lama berpindah tempat tinggal da... More

P R A K A T A
Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Epilog
D A N K S A G U N G

Bab 11

72 8 12
By daffoguy

Bagi Andreas Hestamma tidak pernah ada dalam kamusnya untuk datang terlambat. Dua pilihan dalam hidupnya jika ia berjanji dengan seseorang, ia harus datang tepat waktu, atau datang beberapa menit sebelumnya. Dan pilihan kedua adalah pilihan yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya, mengingat di tempat tinggalnya dulu di Berlin, pilihan kedua bukanlah sebuah pilihan.

Namun tentu berbeda dengan hari ini. Andreas sudah merasa cukup tertekan dengan hanya berdiam diri di apartemennya yang terletak di daerah Kuningan yang dinding kacanya terlalu banyak menampilkan langit. Jadi merupakan sebuah hal menyenangkan baginya ketika Arian mengajaknya pergi untuk makan siang, dan berkenalan dengan pacar sahabatnya itu.

Setelah tidak sabar menunggu jarum jam menunjuk angka dua belas, akhirnya ia memilih untuk pergi dari apartemennya itu alih-alih terus menerus mengingat kejadian tadi pagi, sekalipun jarum jam masih menunjuk angka sebelas lewat empat puluh. Setidaknya bagi Andreas, fokus dengan jalanan bisa membuatnya sedikit lupa akan hal yang berhubungan dengan Adhira.

Namun tentu saja, semuanya nihil.

Sepanjang perjalanan dan penantiannya di restoran tempat ia akan bertemu dengan Arian, pikiran Andreas hanya dipenuhi oleh bayangan Adhira dan pria yang dilihatnya tadi pagi, sampai-sampai ia beberapa kali tidak sadar bahwa lampu merah sudah berubah menjadi hijau. Dan semakin Andreas memikirkannya, Andreas semakin yakin bahwa Adhira dan pria yang ia lihat tadi pagi benar-benar memiliki hubungan spesial. Entah kenapa citra yang semula dilihatnya biasa saja, semakin lama ia renungkan semakin kabur dan membentuk pikiran negatifnya akan Adhira.

Entah sudah berapa kali Andreas mendengus hari itu. Harinya benar-benar kacau. Dan mungkin bukan hanya hari, melainkan juga minggu dan bulan yang akan segera ia hadapi selanjutnya. Akhirnya setelah memesan secangkir kopi, Andreas berusaha memperhatikan segala hal di ruangan restoran itu yang bisa membuatnya sedikit melupakan hal yang sedari pagi tadi bercokol di kepalanya.

Tepat ketika ia mengitari pandangan mengelilingi restoran itu, tepat ketika tatapannya tertuju pada pintu masuk, ia mendapati dua buah mata yang juga tengah menatapnya dengan pucat. Dengan refleks Andreas berdiri, membelalakkan matanya tidak percaya, ketika didapatinya orang yang sedari tadi ingin ia buang jauh-jauh dari pikirannya tengah berdiri dengan canggung.

Dan bagi Andreas ketika itu, pikirannya kembali kacau. Berbagai macam ingatan tiba-tiba bermunculan dalam benaknya. Bukan hanya yang tadi pagi, melainkan juga yang sudah terbentuk sedari bertahun-tahun lalu. Ia melihat gadis itu hendak membuang muka dan membalikkan tubuhnya ketika menatapnya, dan Andreas dengan cepat berjalan menghampiri orang itu.

"Dhira," panggilnya pelan, namun masih bisa terdengar oleh orang tersebut, yang kini menoleh setelah sebelumnya berbalik menghadap teras restoran.

Andreas tersenyum, bongkahan rasa bahagia tiba-tiba menyerbunya sekalipun beberapa menit lalu ia tengah bermuram durja karena wanita itu.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Adhira pelan dengan nada yang tidak begitu senang ketika Andreas sudah berada dalam jarak kurang dari dua meter darinya.

"Aku ada janji dengan teman," jawab Andreas. "Kamu?"

"Hanya makan siang," balasnya menatap wajah Andreas ragu-ragu.

Andreas menatap wajah Adhira yang mulai bergerak menghadapnya. Wajah itu masih sama, dan mata almonnya masih menyiratkan kecerdasan. Mata yang selama ini membuat Andreas tergila-gila pada wanita di hadapannya ini.

Satu hal yang Andreas tahu pasti, apa pun yang direncanakan olehnya beberapa jam lalu mengenai melupakan Adhira, Andreas tahu pasti bahwa ia harus menarik kembali ucapannya tersebut ketika ia bersihadap dengan wanita itu dan mendapati bahwa rasa yang dulu pernah ia miliki ternyata masih ada dalam hatinya, dan malah semakin besar. Tidak peduli Adhira sudah memiliki pria lain, Andreas yakin dia pasti bisa kembali mendapatkan Adhira. Karena sekalipun tujuan awalnya ia hanya ingin meminta maaf tanpa berharap hal lebih, insting kelaki-lakiannya bereaksi lebih dari yang ia duga ketika bertemu lagi untuk yang kedua kalinya dengan wanitanya itu.

"Sendirian?" tanya Andreas kemudian sambil mendekatkan dirinya kembali pada Adhira, membuat wanita itu sedikit terkejut seperti tersengat listrik, dan melangkahkan kaki kirinya ke belakang karena terkesiap.

Adhira menggeleng. Ia sadar bahwa seharusnya ia mengabaikan Andreas sekarang dan pergi keluar dari restoran ini. Namun ia masih harus menunggu Arian. Dan di samping itu juga, wangi parfum yang keluar dari tubuh Andreas membuatnya tiba-tiba terjebak nostalgia.

Jadi sambil berusaha menutupi kegugupannya, Adhira menjawab pertanyaan Andreas sambil memasang senyum ramah. "Dengan pacarku."

Entah disadari oleh Adhira atau tidak, namun Andreas yakin untuk beberapa detik pertama wajahnya terlihat sedikit terkejut dan kecewa ketika ia mendengar Adhira mengucapkan dua kata yang bagi pria itu seperti sebuah sengatan listrik. Jadi yang tadi pagi itu benar, dan aku harus bertemu dengan pria tersebut di sini sekarang, pikir Andreas dalam hati, yang lebih mirip dengan gerutuan.

"Oh begitu," ucap Andreas lemah sambil membalas senyum Adhira.

Adhira seharusnya benci melihat Andreas yang bisa-bisanya mengobrol dengan ringan seperti ini padanya seperti yang ia rasakan tempo hari lalu. Ia seharusnya benci melihat pria itu merasa seolah tidak pernah membuat dirinya sakit, benci melihat tingkahnya yang tidak tahu malu. Namun di sisi lain, Adhira mulai menyadari sesuatu dalam dirinya, bahwa hanya dengan menatap wajah Andreas untuk beberapa detik saja membuatnya seperti tengah meneguk air setelah seharian berjalan mengitari padang pasir.

"Aku mau cari tempat," ucap Adhira kemudian setelah membenahi diri, lalu berjalan masuk hendak melewati Andreas yang berdiri di depannya.

"Eh tunggu," tahan Andreas sambil memegang sikut Adhira yang sukses membuat dirinya dihadiahi tatapan tajam penuh murka dari pemiliknya. "Maaf," ucapnya lirih sambil melepas genggamannya pada lengan Adhira.

Adhira mendelik lalu mendesah. "Ada apa?" tanyanya kesal. Bukan kesal karena Andreas mulai bertingkah kurang ajar, melainkan kesal karena dirinya malah bereaksi terbalik dengan harapannya ketika pria itu memegang sikutnya menggunakan lengannya yang terlihat semakin kokoh dan kuat dibanding dahulu. Sial, bahkan aku sampai sadar perubahan lengannya, gerutu Adhira dalam hati.

"Aku kenalkan temanku dulu padamu," ucap Andreas.

"Kenalkan? Sebagai apa?" tanya Adhira menyindir. "Seingatku kita cuma orang yang tidak sengaja papasan bukan?"

Andreas menatap Adhira dengan intens. Ia tidak pernah menyangka bahwa Adhira yang dulu lembut bisa berubah seagresif ini. Sekarang bukan hanya matanya yang terlihat cerdas, melainkan juga bibir dan lidahnya. Dan Andreas selalu menyukai bagian tubuh paling cerdas dari wanita itu, yang mana sekarang mulai bertambah dua.

Namun sekalipun begitu, ucapan Adhira ada benarnya. Ia dan Adhira sudah bukan lagi sepasang kekasih, dan dari reaksi yang Adhira berikan padanya setiap kali mereka bertemu, sudah pasti juga Adhira akan menolak ketika diperkenalkan sebagai temannya.

"Hai Yas!" ucap seseorang tiba-tiba dari teras restoran yang sedang dipunggungi oleh Adhira. Orang itu melambai pada Andreas, membuat Andreas terkesiap dari lamunannya dan balas melambaikan tangan.

"Temanku sudah datang," ucap Andreas pada Adhira, yang sukses membuat wanita itu menoleh ke belakang.

Dan ketika Adhira menatap orang yang tengah Andreas perhatikan, tidak ada satu kata pun yang mampu menggambarkan keterkejutan Adhira. Arian? Pekik Adhira dalam hati. Ia membelalakkan matanya menatap Arian yang juga terlihat kebingungan ketika melihat Adhira sudah bersama dengan Andreas. Adhira mengalihkan pandangannya menatap Andreas, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa orang yang tengah disapa pria itu bukanlah pacarnya.

"Hei, kalian sudah saling kenal?" tanya Arian kemudian ketika ia sudah sampai di hadapan dua orang itu.

"Maksud lu?" tanya Andreas tidak mengerti.

"Ya, kalian sud—" ulang Arian yang belum sempat selesai karena Adhira cepat-cepat memotong.

"Kami teman satu kampus dulu," jawab Adhira sedikit gelagapan, yang membuat Andreas terlihat bingung ketika menyadari bahwa sepertinya Adhira mengenal temannya itu. Dan Arian hanya mengangguk mengerti.

Reaksi Adhira yang benar-benar cepat, membuatnya sadar bahwa ia memiliki kemampuan mengurutkan kejadian, dan teknik analisis yang akurat. Pagi tadi Arian mengajaknya makan siang bersama dan hendak mengenalkannya dengan teman masa kecilnya. Dan barusan saja Andreas mengatakan bahwa pria itu hendak bertemu dengan temannya. Melihat kedua orang itu kini saling mengenal, tidak perlu waktu lama bagi Adhira untuk menyadari bahwa orang yang akan Arian perkenalkan padanya adalah Andreas. Jadi sebelum Andreas berhasil mengucapkan sesuatu yang tidak-tidak pada Arian, Adhira dengan cepat memberi tahu Arian bahwa mereka berdua hanya teman ketika masa kuliah dulu.

"Wah dunia ini sempit ya ternyata," ucap Arian kemudian sambil tertawa kecil, membuat Adhira juga ikut tertawa meskipun terdengar rikuh. Sedangkan Andreas masih bingung tidak mengerti. Atau mungkin lebih tepatnya, berharap untuk tidak mengerti, karena sekarang dia mulai menyadari sesuatu yang ia rasa sedikit tidak baik.

"Kalian saling kenal?" tanya Andreas kemudian berniat memastikan bahwa pikirannya salah, setelah sebelumnya jakun pada leher kokohnya bergerak naik turun seolah baru saja menelan ludah banyak-banyak.

Arian mengangguk, sedangkan Adhira hanya diam sambil menatap ujung sepatunya, yang bodohnya ia sadari tidak akan membantunya keluar dari suasana yang cukup rumit ini. "Dia orang yang mau gue kenalin ke lu. Dia pacar gue Yas," ucap Arian senang, sambil kemudian merangkul bahu Adhira dan merapatkan tubuh wanita itu pada tubuhnya.

Adhira mengangkat wajahnya hendak melihat bagaimana reaksi Andreas ketika mendengar ucapan Arian. Dan yang ditemukannya adalah wajah diam yang terlihat pucat tengah menatapnya. "Bukannya pacarmu itu yang..." ucap Andreas pada Adhira sedikit ragu ketika ia teringat bahwa pria yang dilihat pagi tadi bukanlah Arian.

"Kenapa?" tanya Arian.

"Eh nggak, nggak kenapa-kenapa," ucap Andreas sambil menyeringai.

"Ya sudah yuk, kita makan. Gue udah laper banget dari tadi," ajak Arian sambil melepaskan rangkulannya pada Adhira dan memimpin langkah di depan, membiarkan dua orang itu berjalan bersisian.

"Jadi pacarmu itu Arian?" tanya Andreas pelan, berusaha agar tidak sampai terdengar oleh Arian.

Adhira menoleh menatap Andreas, lalu mengangguk pasti.

Andreas tersenyum pahit. Ia tidak menyangka bahwa takdir akan mempermainkan dirinya sedemikian rupa. Beberapa hari lalu ketika ia baru saja tiba di Indonesia, ia dikejutkan oleh berita bahwa setelah sekian lama hanya bermain-main, Arian akhirnya mulai serius menjalin hubungan dengan seorang wanita. Dan berita itu cukup membuatnya senang. Entah ia harus bereaksi seperti apa sekarang, ketika ia tahu bahwa wanita yang tengah menjalin hubungan dengan Arian adalah mantan pacarnya sendiri, yang masih sering ia fantasikan setiap hari. Rasa senangnya kini berubah menjadi gundah gulana, gelisah tidak tentu. Antara senang dan bahagia bercampur dengan kekesalan dan kekecewaan yang tiada tara.

Dan lagi-lagi, untuk yang kedua kalinya hari ini, Andreas merutuki ayahnya kencang-kencang dalam hati karena telah berhasil membawanya kembali menginjak tanah Indonesia yang memberinya banyak tusukan jarum.

***

"Jadi Andreas inilah alasan kamu hampir setiap hari mesti kerja sampai jam tiga malam," ucap Arian pada Adhira ketika mereka bertiga sudah duduk di sebuah bangku restoran dekat jendela. Arian duduk bersisian dengan Adhira, dan Andreas duduk di hadapan mereka berdua.

"Tunggu," ucap Andreas menyela. "Dia kerja di perusahaan yang sama dengan kita??" tanyanya pada Arian sambil menunjuk Adhira dengan jemarinya sambil memasang wajah tidak percaya.

"Ya," jawab Arian. "Kami dekat karena kami satu kantor," lanjutnya.

Dan Adhira pun, mengetahui bahwa Andreas bekerja di tempat yang sama dengannya, ditambah lagi ucapan Arian yang mengatakan bahwa jerih payahnya selama ini ternyata disiapkan untuk Andreas, tanpa sedikit pun merasa tenang, Adhira menatap dua pria di dekatnya itu bergantian, seraya bertanya, "Jadi, CEO baru yang katanya gila kerja itu Andreas?"

Arian mengangguk. Dan Andreas hanya tersenyum ramah sambil menatap Adhira. Kali ini bukan dengusan atau gerutuan yang mendominasi pikiran dalam benaknya, melainkan ucapan terima kasih dan kata syukur karena ternyata ia dan Adhira satu kantor. Dengan begitu, tidak banyak yang harus ia lakukan untuk bisa berdekatan lagi dengan Adhira. Ia tidak perlu menguntit wanita itu hanya untuk mengetahui apa yang tengah dilakukannya dan dengan siapa ia bergaul. Meskipun masih terhalang oleh Arian, Andreas tahu bahwa kali ini ia tidak ingin mundur, masalah Arian masih bisa diurusi nanti.

"Berarti kamu yang lulusan Humboldt itu ya?" tanya Adhira lagi sambil menutup mulutnya tidak percaya, bahwa selama ini setelah mereka putus, dirinya dan Andreas tidak pernah dipisahkan oleh jarak yang begitu jauh, kecuali tentu saja, setelah keduanya lulus dua-tiga tahun belakangan ini.

Dan Andreas pun, teringat ucapan Arian ketika dirinya baru saja sampai di Indonesia, ucapan bahwa pacar temannya itu kuliah di tempat yang sama dengannya dulu, seketika menatap Adhira dengan tatapan nanar tidak percaya, seraya mengangguk dan berkata, "Dan kamu FU Berlin."

"Kamu tahu dari mana kalau Andreas kuliah di Humboldt Dek?" ucap Arian memecah lamunan Adhira.

"E-eh, ya, mas Rendra yang kasih tahu aku Mas," jawab Adhira sedikit terbata-bata. Dan Arian hanya membulatkan mulutnya pertanda mengerti.

Rendra. Jadi orang itu masih ada, pikir Andreas ketika mendengar obrolan Adhira dan Arian yang mengungkit-ungkit nama pria yang ia kenal dulu, yang tidak pernah ia sukai karena selalu bertingkah sebagai pria paling dekat dengan Adhira dan memandangnya tidak lebih dari pengganggu. Hubungannya yang hancur dengan Adhira pun, sebenarnya tidak bisa lepas dari pengaruh Rendra terhadap Adhira. Dan untuk hal itu, seumur hidupnya Andreas tidak akan pernah ingin mempunyai hubungan baik dengan pria yang masih sering menggunakan alasan 'Kakak yang melindungi adiknya dari cowok berengsek' hanya untuk bisa dekat dengan Adhira.

Namun alih-alih untuk merasa kesal dan marah sekarang, mengetahui bahwa Adhira tahu di mana ia dulu bersekolah, lebih membuat hatinya berbunga-bunga, karena telah berhasil membuat wanita itu mengingat dirinya, setidaknya hanya sedikit, dan tidak penting. Dan Andreas merasa jutaan kupu-kupu mulai menggelitik kembali perutnya setelah sekian lama menghilang, terlebih ketika dirinya diam-diam menatap wajah Adhira ketika Arian tidak melihatnya.

Dan yang Andreas tidak tahu, Adhira mulai merasa risih ketika dirinya terus ditatap sedemikian rupa oleh pria itu. Bukan risih karena merasa direndahkan, melainkan karena Adhira mulai takut jika ia nanti kembali jatuh pada lubang yang sama seperti dulu. Karena jika boleh jujur, dengan mata tajam yang menjorok ke dalam seperti milik Andreas, siapa wanita yang tidak senang diperhatikan. Dan benci untuk mengakuinya, Adhira menyukai sorot mata itu. []

***

Continue Reading

You'll Also Like

572 71 12
Mungkin Tuhan sengaja mempertemukan keduanya untuk tumbuh bersama dan bahagia. Saling menguatkan untuk terbebas dari rasa sakit masing-masing. Terim...
1.8K 384 9
Jika ada ungakapan, "Maut yang memisahkan." Maka bagi mereka, justru kebalikannya. Maut yang mempertemukan mereka. Menjadikan utuh dan melengkapi sat...
1.5M 119K 55
Meta memutuskan pulang kampung untuk menemani orang tua ketika mendengar bahwa sang adik harus merantau karena kuliahnya, namun seperti dugaannya, ke...
1.2K 184 15
"Beomgyu, aku ada kan?" Mengangguk. Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terlontarkan dari mulut kecilnya. ••• Tentang cewek aneh yang tergila-gil...