Cambridge Classic Story (Com...

By HelmaTrianda

4.3K 2.7K 1.6K

"Aku tidak bisa membiarkanmu jatuh sendirian." Alfa membalikkan tubuhnya. Itu adalah kalimat yang pernah ia u... More

Prolog
1. Awal
2. Intimidation
4. Terror Message
5. A Novel?
6. Planning
7. Silent of The Death
8. Holiday
9. Raja Ampat
10. A Feeling
11. The Hidden Past
12. Fall
13. Stellere's Family
14. Did you feel guilty?
15. The Hidden Pain
16. The Accident Car
17. Devil's Wings
18. I Love You
19. Waiting You
20. Is This The End?
21. I Without You
Epilog
Ganti Judul

3. Arsitecture?

284 198 171
By HelmaTrianda

Berendam? itu mungkin yang dibutuhkan Emma saat ini. Berendam dengan air hangat adalah satu-satunya cara membuat perasaannya tenang dan lebih baik.

Emma membuka kran dan membiarkan air mengalir dalam bathup. Ia berjalan ke arah kaca dan menatap kosong pantulan dirinya. Ia menghela nafas pelan lalu membersihkan make up di wajahnya dengan kapas. Ia keluar untuk mengambil buku dan ponselnya.

Setelah air siap, ia menuangkan sabun wangi strawberry dan menggoyangkan tangannya dalam air hingga busa timbul dan menyeluruh. Ia memutar lagu klasik dari ponselnya dan diletakkan samping bathub lalu ia menanggalkan seluruh pakaiannya.

Air hangat menyentuh tubuhnya membuat otot-ototnya merasa tenang. Emma mengambil buku yang ia bawa dan mulai membaca. Wangi strawberry mulai melingkupi seluruh ruangan. Air yang memberi kehangatan. Lagu klasik yang menenangkan pikiran. Emma seolah hanyut dalam suasana yang ia ciptakan sendiri di dalam kamar mandi. Sendirian, tenang, dan tidak ada yang mengganggu.

Suara petir menyadarkan Emma. Hujan deras mulai mengguyur kota Cambridge. Emma mengambil ponselnya dan mematikan lagu klasik yang diputar. Menutup buku dan bangkit dari bathup untuk membersihkan diri. Satu jam berlalu begitu saja. Terasa menenangkan baginya.

Emma mengambil ponsel dan bukunya lalu keluar dari kamar mandi. Ia berencana untuk bersepeda sore ini. Tapi sepertinya cuaca tidak mendukung. Terdengar suara ketukan pintu, Emma langsung berjalan untuk membukanya.

"Ibumu bilang ia akan pulang telat malam ini." ucap Adam langsung saat Emma membuka pintu.

Emma terkejut. Sedangkan saat ini ia hanya menggunakan sehelai handuk yang menutupi sebagian tubuhnya dengan rambut basah terurai. Tapi mata Adam tidak melihat kemana-mana, ia hanya fokus menatap wajah Emma.

"Baiklah." ucap Emma lalu menutup pintu namun ditahan oleh Adam.

"Apa yang kau inginkan untuk makan malam?"

"Entahlah." jawab Emma asal.

Emma tidak nyaman berhadapan dengan Adam seperti ini. Walaupun sebenarnya Adam tetap menjaga matanya untuk tetap menatap wajah Emma. Adam hanya tersenyum lalu pergi. Emma langsung menutup pintu dan menguncinya.

Banyak hal yang berkecambuk dalam pikirannya. Menampakkan sebagian tubuhnya kepada Adam apakah akan mengundang tindak jahat laki-laki itu?

"Tidak. Tidak. Adam tidak akan melakukan apa-apa." ucap Emma pada dirinya sendiri. Pikirannya sudah terlalu jauh berkelana.

Emma segera mengambil pakaian santainya dari dalam lemari dan memakainya.

Ia mengintip dari jendela. Hujan sudah mulai reda, rintik-rintik air masih menyelimuti kota ini. Emma segera mengambil jaket dan menghampiri rak bukunya yang tertata rapih. Ia mengambil sebuah buku, kali ini bukan buku pelajaran atau pengetahuan. Novel yang berjudul "Arsitecture of Happiness" menarik perhatiannya. Ia memakai jaketnya dan berjalan keluar.

"Kau mau ke mana?" tanya Adam yang sedang berada di dapur bersama bibi Johnson.

"Bukan urusanmu."

Emma berjalan keluar rumahnya. Ia menutupi kepalanya dengan hoodie jaket dan memeluk bukunya agak tidak basah. Ia pergi menuju kafe dekat kompleks. Cukup berjalan sebentar ia sudah sampai di depan kafe. Ia masuk dan memesan coffee latte lalu duduk di tempat yang dekat dengan jendela.

Emma melepaskan jaketnya dan meletakkan di lengan kursi. Ia mulai membuka buku dan membaca dengan penuh penghayatan.

Lembar demi lembar sudah terlewati, namun saat ia membuka lembar berikutnya ia menemukan selembar kertas yang berisi gambar sketsa rumah. Sebuah sketsa rumah kecil yang minimalis dengan gaya Eropa yang sangat kental. Ia melihat pada bagian pojok kiri bawah terdapat tulisan "Alfa Xander".

Hari mulai sore, burung-burung mulai berterbangan dan berhamburan di atas langit yang tampak mulai menguning. Bagaikan siluet yang menbentuk pola tak beraturan. Matahari yang sudah berada di ufuk timur menandakan akan berakhirnya hari ini.

Emma Stellere masih setia duduk di perpustakaan sekolahnya untuk membaca buku. Emma mulai menatap langit yang mulai menguning. Ia kemudian menutup bukunya dan menatap Alfa yang masih setia menunggunya. Alfa yang sedang memegang selembar kertas dengan sebuah pensil menatap Emma yang sudah menutup buku.

"Sudah selesai?"

Emma hanya menganggukkan kepalanya.

"Kau benar-benar maniak membaca. Kita masih SMA. Jangan persulit otak kecilmu ini." ucap Alfa sambil mengusap kepala Emma.

"Aku belajar dengan keras tapi hanya mampu menjadi peringkat kedua di sekolah. Sedangkan kau? Lihatlah dirimu sekarang, tanpa membaca dan tanpa belajar keras kau menjadi peringkat satu. Benar-benar tidak adil!"

"Itu karena aku jenius."

Emma memutar bola mata kesal lalu bangkit untuk meletakkan kembali buku yang ia baca ke rak buku. Emma meletakkan buku-buku itu dengan rapih. Alfa berjalan mendekatinya dan berdiri tepat di belakang Emma. Tangannya terulur ke depan sehingga memperlihatkan kertas yang ia pegang tadi. Emma terkejut melihat gambar sketsa Alfa. Benar-benar seperti rumah impiannya.

"Bagaimana? Apa sesuai keinginanmu?" ucap Alfa sambil mendekatkan kepalanya di sisi kiri wajah Emma.

"Kau terus mengganggguku dengan pertanyaan tentang rumah saat aku membaca tadi untuk menggambar sketsa ini?"

"Tentu saja. Aku berusaha membuat sesuai keinginanmu."

"Kau berbakat untuk menjadi arsitek." ucap Emma tanpa sadar saat mengagumi gambar sketsa Alfa.

Tapi kemudian kesadarannya kembali dan otaknya menolak untuk mengakui segala hal yang dibuat pria ini.

"Apakah ini sebuah rumah? Kenapa hanya terlihat seperti coretan tanpa arah?" ucap Emma yang kembali pada karakter kasarnya. Emma menoleh ke arah kiri dan mendapati wajah Alfa yang sangat dekat dengannya.

"Gambar sketsamu sangat jelek. Tapi karena kau sudah berusaha membuatnya untukku, akan ku simpan." Emma lalu mengambil kertas itu dari tangan Alfa dan melangkah menjauh.

Emma membuka tasnya dan menyelipkan kertas itu di novel yang baru saja ia beli. Alfa mendekat lalu menjepit kepala Emma di bawah lengannya dan menjetikkan tangannya di kepala Emma beberapa kali.

"Alfa!"

"Gambar sketsa ku jelek? Yang benar saja!"

Alfa tertawa lalu melepaskan Emma dan melangkah pergi. Emma buru-buru keluar dari ruangan perpustakaan menyusul Alfa.

Emma mengingatnya. Apa benar Alfa mendaftar di jurusan arsitektur karena ucapannya saat itu? Yang benar saja! Itu tidak mungkin!

Segera ia mengambil ponselnya dan segera menghubungi Alfa. Jaringan telfon terhubung, Emma menunggu nada dengung itu dengan tidak sabar. Alfa mengangkat panggilan tapi tidak mengucapkan sepatah katapun.

"Alfa!"

"Ada apa?''

"Apa kau mendaftar di jurusan itu?" tanya Emma tidak sabar. Emma menyandarkan tubuhnya di kursi, ia terkejut saat melihat ke depan. Alfa sedang duduk tepat di sebrang depan tempat duduknya.

"Ya, aku mendaftar di sana." jawab Alfa tenang sambil menatap Emma yang masih terkejut.

"Kau gila!"

"Memang."

"Bodoh!"

"Mungkin."

"Menyebalkan!"

"Selalu."

Emma menghela nafas dan menurunkan ponselnya dari telinga. Alfa sambil membawa coffe latte miliknya berjalan ke arah Emma dan duduk di kursi tepat di hadapan Emma.

Mereka masih saling bertatapan dan saling tidak melepas pandangan satu sama lain. Emma tersenyum lalu menggelengkan kepala merasa tidak percaya bahwa karena dirinya Alfa mendaftar jurusan arsitektur.

"Aku benci padamu."

"Aku sayang padamu."
****


Semoga gak receh yes gombalannya wkwkwk^^

Jangan lupa tekan bintang ya readers ^^

Continue Reading

You'll Also Like

4.3K 464 47
Apa jadinya jika si misterius Scorpio di takdirkan dengan si Perfectionis Virgo. Apa dunia yang mereka bangun bisa bertahan atau malah hancur beranta...
993K 91.3K 53
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
3.8M 55.7K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
93.4K 7.9K 20
Chloe hanya ingin kebebasan. Selama lima belas tahun, Chloe ingin tahu ada apa di luar sana. Bagaimana keadaan diluar sana. Dan apa yang membuat per...