Faire L'amour (#Wattys2017)

Od my_melodyminuet

6.2K 801 292

Berawal dari, tabrakan seorang cowok, berandal+selalu kena hukuman. Sebenarnya modus cowok sudah biasa untuk... Více

Perkenalan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
13
14
15
16
17

11

274 43 17
Od my_melodyminuet

Motor itu berhenti di Rumah Sakit Pancasila, yang berada di tengah-tengah perkotaan. Rachel turun dari motor, diikuti Gerald. Mereka masuk kedalam rumah sakit itu. Rachel membawa banyak buah yang sudah disusun rapi ditempat yang lucu. Aroma rumah sakit yang sangat menyengat, apa lagi ciri khas obat-obatannya. Banyak orang mondar-mandir kesana-kesini. Menunggu diruang tunggu rumah sakit itu. Ditambah dokter, dan suster yang berjalan kesana-kesini dengan cepat.

Gerald dan Rachel berjalan ke meja resepsionis. Gerald bertanya kepada suster itu, siapa tahu kamar rawat Bryan sudah dipindahkan oleh papanya. Ya tepat, suster itu mengatakan kamarnya berada dilantai 2, nomor 307. Mereka langsung berjalan ke lift. Memencet lantai 2.

Ting! Lift berhenti dilantai 2. Mereka berjalan kekamar nomor 307. Tepat diruang tunggu kamar no 307, orang tua Bryan berada disana sedang menunggu. Gerald berjalan didepan Rachel untuk memulai pembicaraan. Kedua orang paruh baya itu sadar Gerald berada disana. Mereka berdiri, Gerald langsung menyalam tangan orangtua itu. Rachel ikut menyalam orangtua itu.

"Sore Om, Tan." salam Gerald. Rachel tak berani berbicara sedikitpun. Ia hanya tersenyum.

Claudia dan Edward tersenyum, "Siang Nak Gerald. Ini siapa?" tanya Edward.

Gerald melirik Rachel, menyuruhnya memperkenalkan diri. Rachel tersenyum, "Saya Rachel Om, Tante. Oh iya, ini buat Bryan." Rachel memberikan buah itu kepada Claudia. Dengan senang hati Claudia mengambil buah itu. "Wah, makasih ya sayang."

Rachel tersenyum sambil mengangguk. Claudia dan Edward berfikir. Claudia tersenyum mengingat nama yang disebut anaknya saat kemarin malam adalah nama perempuan didepannya. "Saya ayahnya Bryan, panggil aja Om Edward." ucap Edward sambil tersenyum.

Rachel tersenyum sambil mengangguk. Claudia memegang pipi Rachel. Tampaknya Claudia suka dengan Rachel. "Kamu pacarnya Bryan ya?" tanyanya sambil tersenyum.

Gerald tersenyum jahil, ia langsung saja menceplos. "Iya Tan, Rachel pacarnya Bryan."

Rachel menjadi malu, ia menabok lengan Gerald. Claudia tertawa. "Kalian mau jenguk Bryan ya?" tanya Claudia kepada Gerald dan Rachel.

"Iya, Tan." jawab mereka berdua seraya.

"Ya sudah masuk saja, Bryannya juga sudah bangun." kata Claudia sambil memegang bahu Rachel.

Rachel mengangguk sambil menunduk. "Kita permisi dulu ya, Om, Tan."

"Iya,"

Gerald membuka pintu kamar itu. Masuk diiringi Rachel dibelakangnya. Tampak Bryan sedang beristirahat dengan setumpukan kertas diatas tubuhnya. Rachel dam Gerald berjalan menghampiri tempat tidur Bryan. Rachel melihat muka Bryan yang banyak sekali luka-luka itu. Ia memegang wajah Bryan yang tidak terkena luka itu.

Tak lama kemudian air mata mengalir dipipi Rachel. "Kok Bryan bisa begini?" tanyanya dengan suara gemetar.

Rachel duduk ditempat duduk samping Bryan. Gerald berdiri disamping Rachel lalu mengelus pundak Rachel. "Dia dihajar sama temen-temen abang lo kemarin malem."

Rachel melirik Gerald dengan tatapan bingung. "Maksudnya? Bang Dion yang nyuruh itu?"

Gerald mengangguk," Iya. Tapi gue tahu, abang lo lakuin ini untuk menjaga lo. Abang lo nggak mau lo nangis gara-gara dia. Jadi itu wajar saja,"

Rachel mengangguk. Gerald benar, Dion melakukan ini untuk membalas perbuatan Bryan. Rachel menghapus air matanya. Dilihatnya tumpukan soal diatas badan Bryan. Tampaknya Bryan sedang mengerjakan soal matematika yang Rachel berikan kepadanya lalu Bryan kecapekan dan tertidur. Rachel mengambil soal itu, lalu melihatnya, membalik kertas-demi kertas. Hampir selesai. Tinggal lembar terakhir, banyak coretan disana. Sepertinya Bryan tidak mengerti dibagian yang ini. Rachel tersenyum terharu, masih bisanya Bryan mengerjakan ini dalam keadaan seperti ini. Rachel menggeleng. Ia meletakan kertas itu dinakas tempat tidur itu. Lalu ia mengambil tangan Bryan, menggenggam tangannya.

Mata Bryan terbuka perlahan. Ia merasa tangannya digenggam kuat dan itu sangat nyaman oleh seseorang. Bryan melihat tangannya digenggam hangat entah oleh siapa. Ia menengok melihat ke sebelahnya. Tampak seorang perempuan sedang duduk menggenggam tangannya dan meletakan kepalanya ditempat tidur.
Gerald yang sadar kalau Bryan bangun ia langsung menyapa. "Hey, udah, bangun lo?"

Mendengar itu, Rachel langsung menatap Bryan. Ya, Bryan sudah bangun. Rachel tersenyum sangat lebar--sangat bahagia, ia segera memeluk Bryan yang sudah duduk ditempat tidur itu. Rachel memeluk erat Bryan. Bryan tersenyum dan membalas pelukan Rachel. Bryan berbisik di telinga Rachel. "Hei, maafin gue ya,"

Rachel sangat rindu pelukan ini. Ia tak kuat marahan berlama-lama dengan Bryan. Jantungnya berdebar sangat kencang. Mungkin akan terdengar oleh Bryan. Ia tersenyum, menjawab, "Iya, gue juga minta maaf ya."

Bryan kembali memeluk Rachel. Gerald yang berdiri disana, menjadi gesah karena ia merasa keberadaannya sangat mengganggu. Tiba-tiba pintu kamar rawat itu terbuka. Teman-teman Bryan masuk dengan meriah. "BRYAN! Lo udah sadar?!" Julio berteriak. Julio mendengus geli melihat temannya itu sedang berpelukan.

Lantas, Bryan dan Rachel melepas pelukannya. Rachel langsung terdiam, wajahnya memerah.

"Eh.... Gue ganggu ya?" Julio, dan Albert berjalan ke tempat tidur.

"Ng...Nggak kok," Rachel tersenyum malu.

Tawa Julio berderai. Ia memegang bahu Rachel sambil tertawa, "Santai Chel. Haha..."

Bryan melihat Julio, terutama tangannya. Bryan lantas mengambil gumpalan tisu, lalu melemparnya kearah Julio. "Woy, nggak usah megang kali!" ucap Bryan.

Julio melepas tangannya, "Ya elah, cemburu aje." tawanya berhenti.

"Udah sembuh lo?" tanya Albert sambil Hi- Five dengan Bryan.

"Udah, Thanks ya udah mau jenguk." ucap Bryan.

"Eh, lo udah jelasin tentang taruhan itu?" Tanya Julio.

Rachel jadi teringat akan hal itu. Bryan melirik Rachel yang berdiri disebelah tempat tidur itu. Ia menarik tangan Rachel. Rachel tersentak, lalu menatap Bryan. Bryan mengacak rambut Rachel. "Gue mau jelasin. Sebenarnya, taruhan yang itu cuma buat dapetin traktiran. Terus nih, mereka bilang kalau misal gue bisa dapetin lo Chel, hadiahnya nraktir mereka makan sepuasnya. Soal gue suka sama lo atau enggak....." Bryan menarik nafasnya dalam-dalam. "Gue bukannya suka lagi--gue sayang banget sama lo Chel, sangat."

Kata-kata itu membuat hati Rachel tersentuh, ia sudah salah sangka atas semuanya. Saat itu juga ruangan meriah, banyak siutan, tepuk tangan. Rachel tersenyum, hatinya sangat senang entah mengapa, jantungnya terus berdebar. Air mata tiba-tiba jatuh kepipi Rachel. Itu bukan air mata kesedihan, itu air mata kebahagiaan.

Bryan mengangkat dagu Rachel, ia melihat air mata jatuh kepipi Rachel.
"Hei, kenapa nangis?" tanya lembut sambil mendekatkan wajahnya kewajah Rachel.

Bryan menghapus air mata Rachel perlahan, membuat Rachel menatap mata Bryan. Pandangan mereka bertemu. Julio heboh sendiri. Bryan membawa Rachel kedekapannya. Ia meletakan dagunya diatas kepala Rachel. Harumnya rambut Rachel sangat enak. Bryan mencium puncak kepala Rachel. Membuat wajah Rachel memerah.

"Pergi yuk, kita jadi nyamuk disini," kata Julio.

Gerald menabok bahu Julio. "Lo jomblo sih, makanya cari gebetan."

Tawa berderai diruangan itu. Tiba-tiba muncul suara cempreng dari ambang pintu. Julio, Albert, Gerald, Rachel, dan Bryan menatap asal suara itu. Erika dan Rey berdiri diambang pintu. Erika membawa bunga, dengan senyuman yang lebar dibibirnya, sedangkan Rey, wajahnya datar. "Bryan! Lo udah sadar?!" teriak cewek itu.

Ia berlari ketempat tidur Bryan. Menyingkirkan Rachel hingga ia hampir saja jatuh, untungnya ditangkap Gerald. Erika langsung memeluk Bryan. Bryan tersentak kaget. Ia menatap Gerald, Julio, dan Alberr bingung. Rey yang disana segera masuk dan berdiri paling belakang. Ia menatap Erika dan Bryan sangat kesal. Bryan segera melepas pelukan Erika. Ni Cewek nggak sadar udah punya cowok? Benatnya.

Cewek itu memberikan bunga kepada Bryan. "Bryan, ini buat lo."

Bryan menatap Erika lalu menatap bunga itu, ia mengambil bunga yang dibawa Erika dengan wajah bingung. "Thanks, Er." ucapnya.

Rey melangkah mendekat ke Bryan. Ia menyalam Bryan. Tapi wajahnya tampak tak suka dengan Bryan. Rey menarik Erika untuk menjauh. Entah apa yang dipikir Erika, kenapa ia memeluk Bryan dihadapan Rey? Ini membuat Rey curiga. Erika melepas genggaman Rey, ia segera menarik tangan Bryan kegenggamannya. "Bryan, gue seneng lo udah sembuh."
Ucapnya dengan senyum lebar.

Rachel yang menatap mereka berdua sedekat itu menjadi panas. Telinganya panas, kepalanya terasa ingin meledak. Cewek centil! Peluk, pegang tangan cowok orang. Gak sadar apa? Udah punya cowok! Rachel naik darah bisa-bisa. Tangannya mengepal sangat kuat. Ia bisa saja meninju cewek itu. Tapi niatnya dikurungkan. Ia membuang muka.

Bryan melirik Rachel dibelakang. Tampaknya ia marah, Bryan mengambil tangannya agar tidak digenggam oleh Erika. Erika yang sadar akan hal itu, menjadi murung. Ia melirik ke belakang, lalu ia tersenyum jahat. Ya, Erika tahu Bryan sudah mempunyai cewek. Tapi ia tidak suka dengan hal itu. Dan cewek yang menjadi pacar Bryan akan tahu akibatnya.

Erika memegang pundak Bryan, lalu ia tersenyum senang. "Bryan udah makan belum?"

Dari nadanya saja sudah ketahuan Erika ingin membuat Rachel cemburu. Ini sudah cukup, Ni cewek didiemin malah makin ngelunjak. Dikira mentang-mentang kakak kelas gue takut apa? Benat Rachel. Saat Rachel ingin melangkah, lengannya ditahan oleh Gerald. Rachel melirik Gerald. Gerald menatap Rachel teduh, ia mengangguk menyuruh Rachel untuk bersabar. Rachel menghela nafas, dengan terpaksa ia tak bergerak.

Bryan menggeser tangan Erika dari pundaknya. "Sorry, lo bukan pacar gue. Seharusnya lo nanya itu ke Rey. Karena Rey cowok lo." ucap Bryan.

Erika menjadi diam. Seketika ruangan menjadi canggung. Rachel tersenyum senang, ketika Bryan berkata tajam begitu. Tapi Erika tak hanya diam disitu, ia memegang wajah Bryan yang terluka itu. "Lumayan parah lukanya. Ini sakit nggak?" Erika memegang luka Bryan. Membuat Bryan meringis dan menepis tangan Erika.

Rey yang dari tadi diam muak dengan ini. Ia sudah mengepal tangannya kuat. Ingin menonjok Bryan. Padahal bukan Bryan yang salah. Tapi Rey sangat membenci Bryan. Kebenciaan itu muncul sejak kemarin lusa.

Cukup.

Rachel mengambil tasnya, lalu segera keluar dari ruangan itu. Mendengar suara pintu terbuka, semua mata tertuju kepada orang yang membuka pintu itu. Erika menatap kepergian Rachel dengan senyuman jahat. Bryan menepuk dahinya. Mampus gue. Marah lagi deh.

Gerald juga keluar mengikuti Rachel. Rachel berlari begitu cepat. Sampai Rachel bertemu dengan Claudia didekat lift. Claudia memanggil Rachel. "Rachel, kamu sudah mau pulang nak?" tanya Claudia.

Rachel terkejut. Lalu ia menatap Claudia dengan senyuman palsu. Ia tak kuat menahan ini. Ia ingin tetap disana. Menemani Bryan. Mengajarinya matematika. Tapi itu semua tak mungkin dilakukan. Sejak datangnya penghancur. "Iya Tan, saya takut mama khawatir." jawabnya sambil tersenyum, lalu mengambil tangan Claudia dan menyalamnya.

Claudia tersenyum. Ia mengelus rambut Rachel. Karena Claudia ingin sekali mempunyai anak perempuan. Rachel lebih rendah sedikit dari Claudia. "Kamu pulang sama siapa? Mau tante anterin?"

Gerald memperlambat larinya ketika melihat Claudia. Ia berdiri disebelah Rachel. Menatap Claudia sambil tersenyum. Rachel melirik Gerald. Umpung ada Gerald, ia pakai saja untuk menjawab pertanyaan Claudia. "Oh.. Nggak usah Tante. Saya dianter Gerald, tan."

Gerald yang baru saja datang bingung. Ia menunjuk dirinya dengan telunjuknya. Rachel melirik Gerald dengan tatapan tajam. Rachel menyenggol Gerald seakan memberi isyarat untuk menyetujuinya. Gerald pun mengangguk.

"Oh, ya sudah. Makasih ya sayang, udah mau jenguk Rachel. Makasih
juga atas buahnya. Nanti saya kasih ke Bryan. Hati-hati ya sayang." Claudia memegang wajah Rachel. Lalu beralih menepuk pundak Gerald. "Nak Gerald hati-hati bawanya. Makasih sudah membawa Bryan kemarin kesini."

Gerald tersenyum. "Iya tante."

"Tante, Bryan sudah boleh pulang kapan ya? tanya Rachel sambil tersenyum.

"Kata dokter, Bryan sudah boleh pulang besok. Memangnya kenapa?" ucap Claudia sambil tersenyum.

"Enggak Tan. Semoga Bryan cepat sembuh ya, Tan. Mungkin Senin saya main kerumah, Bryan minta saya jadi tutorial matematikanya." jelas Rachel.

"Wah. Pantes saja, nilai Bryan naik. Kamu anak pintar, Rachel. Ya sudah kamu main kerumah saja, Rachel. Ajarinya dirumah saja."

Rachel tersenyum sambil mengangguk. "Saya izin pulang dulu ya ,Tan." Rachel kembali menyalam punggung tangan Claudia.

"Ya sudah. Hati-hati ya."

Rachel mengangguk. Gerald tersenyum. Tepat lift terbuka. Mereka berdua masuk kedalam lift. Claudia berjalan kekamarnya.

Tiba dilantai 1. Rachel berjalan cepat. Gerald menyamai langkahnya dengan Rachel. "Chel, lo marah?" tanya Gerald.

Rachel berhenti melangkah lalu menatap Gerald. "Nggak kok. Gue mah pulang aja. Gue takut Dion nyariin. Tadi gue bilang gue kerja kelompok. Gue takut dia curiga. Lagi pula buat apa marah? Apa lagi sama si cewek centil itu. Siapa tuh namanya? Erika ya? Dia tuh nggak punya otak kali."

Gerald menengguk ludahnya ketika Rachel menatapnya tajam. "O..oh... Tapi nggak baik main ninggalin aja. Nanti dikira lo marah lagi sama Bryan."

"Ya iyalah, wajar aja. Udah ah nggak usah ngomongin itu lagi. Gue mau pulang."

Gerald terdiam. Ada benarnya juga. Gawat jika Rachel semakin marah. Gerald punya ide. Untuk mengalihkan pembicaraannya tadi. "Chel.. Lo laper gak?"

Makan? Itu hal yang membuat Rachel lupa marah. Rachel melirik Gerald. "Laper sihh. Lo mau traktir gue?"tanyanya sambil menaikan satu alisnya.

Gerald menengguk ludahnya. Ia masih terdiam. Rachel menepuk lengan Gerald. Membuat Gerald sadar. Gerald pun langsung mengangguk. Karena pukulan Rachel sangat kuat, membuat lengan Gerald menjadi nyut-nyutan. Ia memegang lengannya. Rasanya tulangnya ingin retak. "Iya, gue traktir."


"Mau makan dimana?" tanya Rachel.

"Udah tenang aja gue punya satu tempat yang makanannya enak-enak."
Gerald berjalan keparkiran rumah sakit. Rachel mengkuti dari belakang.

***

Claudia masuk kedalam kamar rawat Bryan. Ia terlihat senang ketika melihat teman-teman Bryan datang menjenguk. Teman-teman Bryan menyalam tangan Claudia, membuat Claudia mememgang makanan dengan satu tangannya. Hanya satu yang tidak menyalam Claudia. Seorang perempuan. Mukanya tampak sombong. Membuat Claudia tidak suka melihat perempuan itu. Claudia meletakan buah-buahan potong itu dinakas. Claudia mengelus rambut Bryan. "Bryan, kamu makan buah dulu ya biar sehat."

Bryan tersenyum lalu mengangguk. "Iya ma,"

Claudia menyuapi Bryan makan. Erika keluar dari kamar itu tanpa menyalam Claudia sedikit pun. Rey pun meminta izin kepada Claudia untuk pulang. Claudia dengan senang hati mengizinkan. Tinggal Julio dan Albert disana. Claudia memberikan buah-buahan itu kepada Bryan agar makan sendiri. "Sayang, buah ini dikasih sama Rachel. Tadi pas dateng dia bawa buah banyak banget. Buat kamu. Mama suka Rachel. Dia baik, sopan santun." ucap Claudia sambil mengelus rambut Bryan.

Bryan tersenyum. Rachel kasih ini? Manis banget rasanya. Coba ada lo Chel. Lo pasti lagi marah sama gue kan? Pikirnya. Bryan melahap kembali buah itu.

"Mama keluar dulu ya, Julio sama Albert ini mah buahnya?"

Julio mengambil buah-buahan itu. "Makasih ya Tan," katanya sambil tersenyum.

Claudia keluar dari kamar rawat itu. Julio dan Albert memakan buah-buahan itu dengan lahap. "Njir, mania banget nih buah. Rachel yang bawa sih. Udah manis, kalau ada dia disini bisa diabetes gue." kata Julio.

Bryan menatap Julio tajam. "Awas lo goda Rachel." Bryan mengepal tangannya. Lalu meninju ketangannya yang satu.

"Mampus lo Jul!" Albert menyenggol Julio.

"Ampun, bang." Julio menelan ludah.

Bryan kembali melahap buahnya itu. "Eh, minjem ponsel. Ponsel gue diambil mama gue."

Julio memberikan ponselnya kepada Bryan. Lalu mengirimkan pesan kepada Gerald. Selesai mengetik pesan. Bryan melempar ponselnya kearah Julio. Sigap Julio menangkapnya. Habis jika ponselnya pecah. "Gila, jatuh mampus gue!" katanya sambil mengelus-ngelus dadanya.

"Suer, si Erika gitu banget. Gue merasa si Erika suka deh sama lo Bry. Dia tuh centil banget, masa lakuin itu didepan Rachel. Semoga Rachel nggak marah deh." ucap Albert.

Bryan mengangguk. "Tau nih, Erika nggak tahu apa cowoknya kesel lihat kelakuannya. Mampus deh gue dapet pukulan dari Rachel." Bryan menepuk dahinya.

Julio dan Albert tertawa. Bryan melihat bunga dipangkuannya. "Nih buat lo aja, Jul. Kasihan gue lo jomblo," Bryan melempar buket bunga itu ke Julio. Sigap Julio menangkapnya.

Julio mencium wangi bunga itu. "Yee, ngejel. Tapi boleh juga nih bunga, wangi."

***


Gerald dan Rachel sudah berada ditempat makan yang biasa. Ini restoran seafood 99. Mereka duduk dibangku berdua. Pelayan datang membawa daftar menu, dan bersiap untuk menulis pesanan. Gerald mengambil menu itu dan melihat-lihatnya. Diikuti Rachel.

"Mau pesen apa, Chel?" tanya Gerald.

Rachel memilih-milih. Setelah sekian lama baru Rachel menjawab. "Sama kayak lo aja deh,"

Gerald menatap Rachel datar. Kirain bakalan memesan makanan apa. Ternyata cuma itu doang. Pikir Gerald.

Rachel menutup menu, lalu mengembalikannya kepada pelayan itu sambil tersenyum.

"Kwetiau goreng seafoodnya 2, Lo nggak alergi seafood kan Chel?" tanya Gerald. Pelayan mencatat. Rachel menggeleng. Gerald kembali melanjutkan. "Es teh manisnya 2," Gerald menutup menu lalu mengembalikan kepada pelayan.

Rachel mengambil ponselnya dari dalam saku. Lalu membuka sosial media yang sudah bertumpuk dinotifikasinya.

Sedangkan Gerald. Ia hanya memerhatikan Rachel, Rachel tampak serius dengan ponselnya. Gerald mengambil ponselnya ketika ponselnya berbunyi dan bergetar.

Memasang muka datar setelah membaca pesan itu. Gerald menatap Rachel lama. Membuat Rachel merasa ditatapi. "Ngapain liat-liat?" tanyanya sinis.

Gerald tersentak. "Apaan sih. Gue cuma memastikan. Jangan jutek."

Rachel mengerucutkan bibirnya. Ia kembali memainkan ponselnya.
Gerald membalas pesan Bryan di private chat Julio.

Pesanan datang, mereka menyantap makanan bersama-sama. Setelah selesai makan, mereka berdua menuju parkiran kembali. Gerald memberikan helm kepada Rachel. "Biar gue anter pulang. Kalo gue nggak anter yang ada gue dibacok sama Bryan." Diakhir-akhir suaranya dikecilkan.

Rachel terbelalak. "Apa?!" Teriakan itu tepat ditelinga Gerald. Membuat Gerald mengelus-ngelus telinganya.

"Santai aja, udah cepet naik." Gerald naik kemotornya. Rachel naik.

Gerald melajukan motornya cepat. Melewati gedung-gedung tinggi yang gelap. Hanya cahaya lampu jalan yang menerangi mereka berdua. Rachel berpegang kepundak Gerald. Cengkraman Rachel di bahu Gerald semakin erat, tiba-tiba Gerald melakukan rem mendadak hingga tubuh Rachel terdorong kedepan, menekan punggung cowok itu yang tegap. Salma mengerang dan spontan menjaga jarak antara tubuhnya dan punggung Gerald.

Gerald melambatkan laju motornya, ketika sudah mendekati rumah Rachel. Ia melihat ke spion kirinya. "Rumah lo yang mana?"

Rachel tersentak kaget. "Yang itu, yang warna krem." katanya sambil menunjuk.

Gerald melaju kearah yang ditunjuk Rachel. Motor Gerald berhenti tepat didepan gerbang rumah Rachel. Rachel segera melompat turun dari motor Gerald. Memberikan helmnya kepada Gerald. "Thanks ya udah mau nganterin gue, dari tadi siang sampai malem ini. Sorry kalau gue kasar," katanya sambil membuka gerbang.

Gerald mengangguk, "Iya, nggak papa. Udah sana masuk, gue balik dulu ya. Bye!" Gerald menutup kaca helmya, menyalakan kembali motornya.

"Hati-hati Ger, Bye!" Rachel masuk kedalam gerbang.

Motor itu memutar balik hingga akhirnya hilang dibalik gerbang.

***

Rachel membuka pintu utama rumah itu. Masuk menuju ruang tengah rumah itu. Saat ia ingin naik ke anak tangga pertama. Dion berdiri dari sofa depan TV itu. Melipat tangannya didepan dada, dan berjalan mendekati Rachel. Rachel menengguk ludahnya sambil menutup matanya sekejap. Lalu ia berbalik. Menatap abangnya yang kini hanya berjarak 3 langkah dari tempat Rachel berdiri.

"Dari mana dek? Kok jam segini baru pulang?!" Dion melirik jam di dinding atas TV.

Rachel melihat jam itu. Menunjukan pukul 20.30. Ia kembali menatap Dion. "Kan tadi udah bilang, bang"

"Bener nih? Apa lo jenguk si Bryan itu?!"

Rachel terdiam sejenak. Bagaimana Dion bisa mengetahui bahwa dirinya menjenguk Bryan? Apakah benar yang membuat Bryan masuk kerumah sakit itu Dion. Rachel mendengus.

"Tadi gue ke rumah sakit. Bryan masuk rumah sakit, makanya gue jenguk. Udah gitu doang,"

"Ngapain?! " tanyanya dengan suara naik satu oktaf.

"Jenguk dia. Udah deh bang! Gw cuma jenguk doang! Emangnya gak boleh?!" Rachel berlari naik kelantai 2. Meninggalkan Dion disana.

Rachel masuk kekamarnya. Melempar tasnya kesembarang arah. Lalu ia membanting tubuhnya dikasur. Membentuk bintanh di kasur besar itu. Rachel duduk ditengah kasur memangku guling. Menopang dagunya dengan tangannya, "Abang kenapa sih? Tau ahh.."
Rachel kembali baring dikasir itu. Menatap langit-langit kamarnya itu.

Tok! Tok! Tok! Pintu terbuka, Dion masuk membawa coklat, juga cemilan lainnya ditangannya. Menutup pintu, lalu berjalan kekasur Rachel. Dion meletakkan makanan-makanan itu di kasur, lalu duduk ditepi tempat tidur. Rachel membalik badan menatap jendela dan membelakangi Dion. Rachel mencium aroma-aroma coklat dikamarnya, tak tahan wanginya.

"Rachel," panggil Dion.

"Hmm?" sahut Rachel tanpa menatap Dion.

"Maafin gue, gue terlalu kasar ya?"

Rachel berbalik lalu duduk menatap Dion. "Nggak bang, harus nya gue yang minta maaf gara-gara gue bohong." katanya sambil menunduk. "Gue tahu, abang lakuin ini karena abang sayang sama gue."

Dion menatap Rachel, ia mengelus puncak kepala Rachel sambil tersenyum. "Iya, nggak papa. Mau coklat?" tawar Dion.

Rachel mengangguk dengan senang, ia langsung mengambil coklat ditangan Dion. Dan memakannya. "Enak coklatnya, abang tau aja deh, gue nggak bisa marah kalau ada coklat." Rachel kembali melahap coklat yang ukurannya besar itu.

Dion tertawa, ia mengacak-acak rambut Rachel. "Gue keluar dulu ya, nih ada cemilan ,lo makan deh. Ganti baju dulu,"

Rachel mengacungkan kedua jempolnya, "Okey, thanks bang."

Dion berjalan kepintu, lalu keluar dari kamar Rachel. Coklat habis, Rachel beranjak dari tempat tidurnya, mengambil baju piyama di lemarinya. Selesai berganti, Rachel duduk kembali diatas kasurnya. Menyalakan lagu diponselnya.
Lalu menikmati cemilan ditangannya.

Rachel membuka grup chat musiknya. Menulis pesan disana.


Rachel menggeleng saat membaca pesan itu, sambil memasukan cemilan kedalam mulutnya. Berubung besok hari minggu, Rachel pasti sangat bosan dirumah. Rachel berencana untuk pergi ke pantai umpung weekand. Sebaiknya ia bertanya dahulu kepada Dion. Rachel beranjak dari tempat tidurnya. Keluar dari kamarnya dan menuju kamar Dion yang hanya beberapa langkah dari kamarnya. Rachel mengetok pintu kamar Dion.

"Masuk," jawab orang didalam kamar itu. Rachel pun masuk kedalam kamar Dion.

Tampak Dion sedang berada didepan meja komputernya. Sepertinya Dion sedang asik bermain. Rachel tersenyum jahil. Ia mengendap-ngendap kebelakang kursi Dion. Rachel memeluk Dion dari belakang. Lalu memasukan cemilannya kedalam mulut Dion.

"Rachel awas, nanti gue kalah." katanya. Rachel memasukan kembali cemilannya kedalam mulut Dion.

"Rachuel.. Yah..yah.. Kalah kan," Dion mengeluh.

Rachel tertawa berbahak-bahak melihat Dion kalah. Memang Rachel iseng sekali kalau melihat Dion bermain game. Dion berbalik, mendapati Rachel ditempat tidur sambil melihat majalah game miliknya. Dion duduk disebelah Rachel, lalu mengambil cemilan ditangan Rachel.

"Kenapa dek?" tanya Dion.

Rachel melipat kakinya diatas kasur, menghadap Dion. "Bang, besok ke pantai yuk. Bosen gue dirumah."

Dion berfikir sejenak, " Hmm, gimana ya?" Dion menggantungkan kalimatnya.

Rachel tak hanya diam. Ia mengambil tangan Dion lalu memasang muka memohon. "Please, bang.."

Dion mengerutkan dahinya, ia menghela nafas. "Iya deh," ucapnya karena tak bisa menolak permintaan adiknya.

Rachel berteriak gembira, "Yeyy! Makasih bang," Memang Dion adalah abang paling terbaik sedunia. Pikirnya.

"Mau ajak temen gak?" tanya Dion.

Rachel mengangguk semangat. Dion mengacak puncak kepala Rachel. "Ya udah, sana kasih tahu temanmu. Besok suruh dateng kerumah, biar kita berangkat sama-sama."

Rachel tersenyum lebar, "Okey, makasih bang. Aku balik dulu ya." Rachel mencium pipi Dion. Lalu beranjak dari tempat tidur itu, dan keluar dari kamar Dion.

Dion menggeleng melihat tingkah adiknya, ia kembali memakan cemilan itu.

***

"Eh, besok jalan yuk." ajak Rachel di panggilannya. Rachel berdiri dibalkon kamarnya, memegang ponsel di telinganya. Memberitahu teman-temannya, Luna dan Cerry.

"Ayokkk," Luna dan Cerry menjawab serentak. "kemana?" tanya Luna.

"Pantai. Kalian kesini aja besok pagi, abang gue yang anter sekalian dia mau refreshing."

"Okey, besok gue dateng pagi-pagi kerumah lo. Ajak Aldo sama Aldi kalau mereka mau." ucap Cerry.

"Yee, Cerry mau modus ya sama Aldo?"

"Hahaha, ya udah Cer, ajak aja. Ajak Aldo siapa tahu mau? Kalau Aldi gue nggak yakin." kata Rachel sambil berjalan kesana-kemari.

"Aldo deh, entar gue ajak."

"Okey, udah dulu ya. Mau bobo, Bye Lun, Cer."

"Bye!" ucap mereka serentak.

Rachel tersenyum, lalu mematikan panggilannya. Dan masuk kedalam kamar, menutup pintu balkonnya, dan gorden balkon. Rachel duduk ditepi tempat tidurnya, ia tak sabar besok.

Rachel merenggangkan badannya. Bersiap untuk tidur, tak lama kemudian ponselnya berbunyi. Rachel mengambil ponselnya dan mengangkatnya.

"Hallo ma?" ucapnya gembira.

"....."

"Mama sama papa kapan pulangnya?"

"....."

"Oh lusa ya, ya udah ma.. Hati-hati ya ma.. Aku sayang mama dan papa"

"......"

"Iya ma."

Rachel mematikan panggilannya. Ia menghela nafas. Rachel beranjak, lalu ke kamar mandi sebentar. Balik dari kamar mandi, ponselnya menyala seperti ada pesan yang tertera dilayar ponselnya. Rachel mengelap tangannya dengan tisu, lalu mengambil ponselnya dan membaca pesan itu.

Rachel tersenyum. Tanpa menjawab pesan itu, Rachel mematikan ponselnya dan meletakannya di nakas sebelah tempat tidurnya. Rachel berbaring ditempat tidur, mematikan lampu dan tidur.

***

Luna membanting ponselnya setelah selesai berbicara dengan seseorang di ponselnya. Ia memukul-mukul boneka yang ada dipangkuannya, bisa saja Luna menarik kepala bearnya itu sampai lepas. Tapi ia tak tega, sebab boneka bear itu pemberian dari seseorang yang sangat berarti bagi Luna.

"Apaan sih tuh orang?! Main ngancem mulu! Emang dia siapa?! Tanya aja sih sama orangnya langsung! Pengecut banget! Mentang-mentang cowo! Beraninya ngancem cewek." Luna mengomel-omel sendiri didalam kamarnya itu.

Setelah panggilan grupnya dengan Rachel dan Cerry selesai, kontak nama yang sangat malas Luna angkat muncul di ponselnya. Dengan terpaksa Luna menjawabnya.

"Hallo Lun."

Bryan. Ngapain tuh cowok nelfon gue sih? Pasti ada maunya! Dumel Luna.  "Hmm.. Apaan?" Ini yang harus Luna lakukan pada cowok itu.

"Santai aja kali. Gue mau nanya,"

"Apaan? Cepetan gue ngantuk. Gue nggak ada urusan sama lo ya, Bryan."

"Iye gue tau. Besok lo mau jalan kemana? Bareng Rachel nggak?"

Kepo banget nih orang! Emang kenapa? Mau nge-date sama Rachel? Kayak Rachelnya mau aja. Dasar cowok!

"Apa urusan lo? Gue mau kemana aja boleh."

"Gue berhak tahu kemana Rachel pergi. Gue pacarnya! Cepetan, besok lo mau pergi kemana? Karna gue tau, lo jalan pasti selalu bareng Rachel sama Cerry."

"Ngakk!" Luna membentak dipercakapan itu.

"Jangan sampe gue datengin lo sekarang. Kasih tahu mau, atau habis lo disekolah?"

Apaan sih nih orang? Main ancem. "Emang gue takut?"

"Serius? Gue nggak main-main nih. Lo mau buku-buku lo ilang, terus hari-hari lo bakal buruk selamanya?"

"Bego! Bryan! Gue kasih tahu, tapi lo nggak bakal lakuin itu!"

"Iya, cepetan kemana?!"

"Ke Pantai Anyer ,jam 6 berangkat. Jangan bilang lo mau ngikutin?"

"Kepo banget. Tapi thanks. Tapi gue akan tetep ganggu lo. Hahaha.."

"Ehh... Ehh.. Bryan!" Panggilan keburu ditutup oleh Bryan sebelum Luna memarahinya.

Mampus deh gue. Gumel Luna. Mau diapakan tentu Luna tak berani untuk melawan Bryan. Karena dia cowok sedangkan Luna cewek. Teman-temannya juga banyak, sedangkan Luna? Tak begitu. Tak ada yang berani melawan cowok-cowok itu. Apa lagi ketuanya.

***

Bersambung.....

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

1.1M 43.2K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
1.7M 55.6K 25
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
805K 96.1K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
913K 13K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+