IMPOSSIBLE

By diviana90

614K 20K 901

⚠ Cerita Completed, silahkan Follow sebelum membaca ⚠ Lucita Maheswari seorang penyiar radio, mendadak mempun... More

Bab 1 - Siaran Radio
Bab 2 - Kecelakaan
Bab 3 - Kejadian Aneh
Bab 4 - Penglihatan Aneh
Bab 5 - Siaran Radio
Bab 6 - Depresi
Bab 7 - Wanita Berbaju Merah
Bab 8 - Dia Mengikuti
Bab 10 - Kerjasama
Bab 11 - Penyidikan Kasus
Bab 12 - Terungkap
Bab 13 - Misi Selesai
Bab 14 - Hantu Sialan!
Bab 15 - Job Tambahan
Bab 16 - Siapa Dia?
Bab 17 - Meeting
Bab 18 - Go Green
Bab 19 - Kisah Misteri
Bab 20 - Hantu Tampan
INFO

Bab 9 - Kasus Pembunuhan

9.6K 980 18
By diviana90


Bab 9 – Kasus Pembunuhan

-Author POV-

Rian turun dari dalam mobilnya, semalaman ia tidak bisa tertidur nyenyak lantaran terus memikirkan kejadian yang ia alami bersama Lucita, apalagi soal aroma melati yang melekat pada mobilnya membuat Rian membawanya untuk cuci steam sebelum berangkat kerja tadi.

"Pagi ,Pak" ucap salah satu polisi sambil hormat padanya.

Rian membalas hormatnya, "Pagi" jawabnya segera masuk menuju kantornya, terlihat beberapa meja yang berjajar di tengah ruangan yang sudah diisi pria berseragam polisi. Sedangkan Rian jarang mengunakan seragam polisinya dikarenakan tugasnya sebagai penyidik, dia lebih sering menggunakan pakaian bebas berwarna hitam yang membuatnya semakin gagah dan tampan.

Saat Rian duduk di meja kerjanya seperti biasa Reynold yang bertugas menyampaikan kasus-kasus pada Rian segera menghampirinya. "Kurang tidur sepertinya, Pak?" tanya Renold sambil menyimpan beberapa dokumen di atas meja kerja Rian. "Semalam, apakah ada bukti-bukti yang Bapak temukan?"

Rian mengeleng lesu, "Saya belum menemukan bukti otentik tentang kematian Maharani" jawabnya mulai membuka lembar demi lembar dokumen berisi berkas-berkas pembunuhan yang harus diungkap. Matanya tiba-tiba terhenti saat melihat foto seorang wanita berbaju merah. "Apakah ini Maharani?" tanya Rian, Reynold mengangguk. "Ini foto-foto saat mayatnya ditemukan?" Reynold mengangguk lagi. "Foto ini di tempat kejadian perkarakah?"

Reynold menganguk lagi, "Itu semua data-data tentang kasus pembunuhan Maharani Pak, beberapa bukti mengatakan jika Maharani sedang mabuk hingga kepalanya terbentur benda tumpul hingga tewas" jawab Reynold menjelaskan. "Saya permisi Pak, masih banyak tugas" pamit Reynold meninggalkan meja kerja Rian.

Rian memijat keningnya, "Tak masuk diakal" gumam Rian pelan. Ia kembali mengamati foto-foto Maharani, baju berwarna merah, rambut panjang sebahu, putih dan tinggi. Deg! Rian langsung teringat kata-kata Lucita semalam soal pengambaran hantu wanita berbaju merah yang ia lihat. Dengan terburu-buru Rian mencari foto yang mengambil wajah Maharani secara close up, "Ya Tuhan! Benar, ada luka dan darah dari keningnya ... apa mungkin sosok yang dilihat Lucita adalah Maharani? Ini diluar logika!" ucap Rian pada dirinya sendiri.

Segera Rian bangkit dari kursinya sambil membawa berkas kasus Maharani, "Pak ... sudah mau jalan lagi?" tanya Reynold saat Rian melewati meja kerjanya. Tanpa menjawab pertanyaan dari Reynold, Rian keluar dari kantornya. "Yah, dikacangin ..." gerutu Reynold kembali mengalihkan pandangan pada layar monitornya.

Dalam pikiran Rian saat ini tengah terfokus pada Lucita, ia harus menemui Lucita saat ini juga. Dengan memacu mobilnya cukup kencang Rian menuju rumah Lucita.

"Bodoh! Kenapa tadi malam saya tidak minta kontaknya" gerutu Rian menekan-nekan klakson mobilnya karena beberapa angkutan umum menunggu penumpang di tengah jalan.

***

Rian mencoba mengingat-ingat kembali dimana letak rumah Lucita karena semalam ia hanya mengikuti arahan Lucita tanpa melihat dengan jelas patokan-patokannya. Mobil Rian berkali-kali memutar tempat yang sama, hingga akhirnya ia menyerah namun ia ingat sesuatu. "Pos kamling! Iya letak rumah Lucita dekat pos kamling" gumamnya segera kembali memutar arah menuju jalan utama komplek Permata Hijau.

Gotcha! Akhirnya setelah lelah mengitari komplek akhirnya Rian mampu menemukan rumah Lucita. Ia segera memarkirkan mobilnya di depan pagar lalu keluar dan memasuki rumah Lucita yang kebetulan sekali pintunya tengah dibuka.

"Permisi ..." ucap Rian dari depan pintu rumah yang dibiarkan terbuka.

Tak lama terdengar langkah kaki, "Iya tunggu sebentar ..." saut suara wanita dari dalam rumah. "Cari siapa?" tanyanya.

Rian tersenyum, memberikan tangan kanannya untuk dijabat "Saya Rian, apa Lucita ada di rumah?" tanya Rian.

"Saya Vanya, Mamanya Lucita" sambil menjabat tangan Rian. "Aduh kebetulan Lucita sedang siaran pagi, jam setegah enam dia baru berangkat" jawab mama Lucita tersenyum. "Silahkan masuk dulu" ajaknya pada Rian.

"Oh kalo begitu biar saya ke radionya aja tante, maaf menganggangu" ujar Rian kembali menjabat tangan mamanya Lucita lalu pamit.

Kening mama Lucita mengkerut saat Rian sudah menaiki mobil dan meninggalkan rumahnya, "Wah ... ganteng banget, ternyata Lucita punya teman segagah itu ya?" ujar sang mama kembali memasuki rumahnya. "Ya ampun!! Ayam Gorengnya!" teriak mama karena mencium aroma gosong dari dapurnya.

Rian yang tidak mengetahui letak radio conexion mulai mencarinya lewat GPS dari ponselnya, "Syukurlah hanya sepuluh kilometer" ujar Rian, ia menaruh ponselnya dekat dengan stir mobil untuk menunjukan jalan.

Satu jam kemudian, Rian berhasil menemukan radio conexion. Rian memarkirkan mobilnya agak jauh dari gedung radio dikarenakan terlalu banyak mobil yang terparkir di sana. Ia menatap wajahnya pada kaca spion dan merapikan rambutnya, "Lah, ngapain saya harus terlihat rapi" ujarnya sambil tersenyum sendiri lalu keluar dari dalam mobil.

Sampai di dalam gedung radio ia menghampiri Stella, resepsionis radio yang tengah bertugas. "Selamat pagi, apa Lucita sedang siaran?" tanya Rian membuat Stella terpukau oleh ketampanan pria di hadapannya.

Stella mengerjap-ngerjapkan matanya, "Cari siapa? Lucita?" ulang Stella memastikan, Rian mengangguk. "Emh ... Lucita baru selesai siaran tadi jam sembilan sepertinya dia masih ada di atas, tunggu saja dulu biar saya panggilkan" ujar Stella dipatuhi Rian yang berjalan menuju sofa yang terletak di depan meja resepsionis.

Stella mengangkat gagang telpon dan menekan angka 203 yang tersambung pada ruang kerja para penyiar.

"Hallo ini Bunga, kenapa Stella?" suara Bunga yang mengangkat sambungan telpon Stella.

"Luci mana? Suruh dia ke bawah, ada yang cari cowok ganteng" ujar Stella berbisik.

"Serius? Oke, Luci gue suruh ke bawah sekarang" jawab Bunga dan Stella menaruh kembali gagang telpon yang ia pegang lalu tersenyum kearah Rian.

Tak selang berapa lama, terlihat Lucita menuruni anak tangga dengan terburu-buru. "Stella, siapa cowok yang cariin gue?" tanya Lucita penasaran. Stella menunjuk kearah sofa dengan dagunya, sedangkan Lucita menatap lekat pria yang duduk memunggunginya. "Itu?" Lucita menunjuk Rian, Stella mengangguk.

Lucitapun menghampiri Rian, "Ya ampun Rian" ujar Lucita kaget karena ia tak pernah mengira jika Rian akan menghampirinya ke radio. "Ngapain?" tanya Lucita lalu duduk disamping Rian.

"Maaf ganggu ya?" tanya Rian, Lucita tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Kalo ada waktu kosong bisa kita ngobrol sebentar?" ajak Rian.

Lucita terdiam sejenak, memutar bola matanya. "Emh ... oke deh, tapi jam tiga saya mesti balik lagi ke sini buat siaran" jawab Lucita berusaha menyamai cara bicara Rian. "Sebentar ya, saya ke atas dulu ambil tas" Lucitapun kembali menuju lantai dua untuk kembali ke ruang kerjanya.

***

Aroma pekat kopi menusuk hidung Lucita dan Rian yang baru masuk ke sebuah cafe, alunan lagu sugar milik Marron five seakan menyambut kedatangan mereka. Rian memilih bangku out door sedangkan Lucita hanya mengekorinya saja.

Rian memesan secangkir coffeelate dan Lucita coklat panas, angin sepoi-sepoi menemani siang mereka hari ini. "Maaf saya lancang dengan langsung datang ke tempat kerja kamu" ujar Rian membuka topik pembicaraan.

"Gak apa-apa kok santai aja, dari kemarin minta maaf dulu kaya mau lebaran" kekeh Lucita meneguk coklat panasnya. "Apa yang mau diomongin sama saya?" Rian mengeluarkan selembar foto dari dalam saku kemejanya dan memperlihatkannya pada Lucita. "Oh Tuhan! Kamu dapet dari mana foto ini?" ujar Lucita histeris mengambil foto itu dari tangan Rian.

"Apa itu foto wanita yang kamu lihat semalam?" tanya Rian. Lucita mengangguk. "Namanya --"

"Maharani" potong Lucita, kini giliran Rian yang dibuat takjub oleh Lucita.

Rian menatap Lucita tajam, "Kamu tau dari mana namanya Maharani?"

"Pagi-pagi buta saya sudah disamperin sama dia ... eh, semalam kamu gak ngerasain apa-apa gitu di dalam mobil?" Lucita balik bertanya sambil memicingkan matanya.

"Mobil? Semalam mobil saya harum aroma melati yang menusuk hidung ... sampai-sampai tadi pagi saya harus pergi untuk cuci steam supaya aroma itu segera hilang dari mobil saya" cerita Rian, Lucita tersenyum puas. "Kok kamu ketawa?"

"Hahaha ... wajar dikasih wangi secara tadi malem Maharani ada di jok belakang mobil kamu" cerita Lucita membuat Rian mengusap tengkuknya yang mendadak merinding. "Terus kamu dapat dari mana foto Maharani?" giliran Lucita yang mewawancarai Rian.

"Saya sedang memecahkan kasus kematian Maharani, apa kamu bisa bantu saya? Menurut para saksi, Maharani tewas karena sedang mabuk saat melewati halte dan diduga ia bunuh diri" ujar Rian. Lucita mengerutkan keningnya. "Tapi menurut saya itu sama sekali tidak masuk diakal" jelasnya. "Kamu bisa berkomunikasi dengannya?"

"Tadi pagi saya meminta dia untuk tidak muncul di depan saya dengan wajah penuh luka dan darah, kamu harus tau ... dia mengikuti permintaan saya dan ternyata aslinya Maharani itu cantik parah!" cerita Lucita dengan ekspresi lebaynya.

"Bagus! Jadi kamu bisa bantu saya untuk ungkap kematian Maharani?" tanya Rian sekali lagi.

Lucita kembali teringat ucapan Maharani pagi tadi padanya, 'Apa Maharani mau gue buat nemuin pembunuhnya? Kalo pembunuhnya ketangkep berarti gue gak bakalan dia ganggu lagi?' batin Lucita.

"Saya mau bantu!" jawab Lucita tegas mengasongkan tangan kanannya. Rian melotot dan menatap Lucita. "Jabat ... kita kerjasama" ujar Lucita menunjuk tangannya dengan kedua mata.

Rian tersenyum, "Terima kasih, oke deal kita kerjasama" ujar Rian mengedipkan sebelah matanya.

"Tapi ..."

"Tapi kenapa?" tanya Rian.

Lucita mengigit bibirnya, "Sudah jam dua belas, waktunya makan siang ... bisa masuk angin saya kalo cuma minum coklat, apa saya boleh pesan makanan?" tanya Lucita polos.

Rian tertawa terbahak-bahak dibuatnya, "Astaga! Kamu ini saya kira ada apa ... silahkan pesan makanan apapun, kali ini saya yang traktir" ujar Rian, maka dengan semangat kemerdekaan Lucita segera memesan makanan untuk mengisi perut kosongnya ini.

"Terima kasih Pak Polisi ..." ujar Lucita menatap Rian dari bawah sampai atas, "Kayanya kalo kamu pake seragam polisi gagah banget ya?" oceh Lucita.

Rian terdiam lalu melihat pakaian yang sedang ia kenakan, "Oh ya? Saya jarang sekali pakai seragam ..." jawab Rian sedangkan Lucita hanya ber-Oh saja. "Kapan kita bisa mulai?"

Lucita memutar bola matanya, "Besok sepulang saya siaran ya" jawab Lucita. Rian mengacungkan jempolnya setuju.

***

Pagi!!! aku gabut sekali, curi-curi update wattpad di kantor hahahhahaa ... selamat membaca, vote dan komennya ditunggu ...

Love u full :*

Continue Reading

You'll Also Like

876 81 22
Estefania Ayesha seorang yang memiliki wajah dingin, bukan hanya wajahnya tingkah lakunya pun tak kalah dinginnya dengan orang lain terlebih lagi ter...
162K 9.6K 61
Ivy Axelleyang Dailaska, puteri sulung Raja Burgia, harus menikah dengan Xavier seorang pemberontak dari perbatasan, demi meredam gejolak peperangan...
838K 79.4K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
1.9M 91.3K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...