Monokrom

By ndiejpank

10.4K 779 189

Well, ini adalah kumpulan cerpen saya dan teman-teman dari challege bertema. Selamat membaca. . . . . . (Bagi... More

Prakata
1. A Story From Gaza
2. Situasi
3. Weird
New Challenge 2018
1. Kepada Bangunan Yang Di Depannya Ditanami Pohon Berbunga Kuning
2. Edelweis
3. Mayo
4. Atiya

4. Rinan

1.2K 110 46
By ndiejpank

Rinan written by ellieR_





~ RINAN ~

Kringg! kringgg!

Duh apalagi sih ini ribut banget?

Kulirik jam yang menggantung di tembok. Jam 05.30 WIB di hari minggu itu kategori masih terlalu pagi untuk beraktifitas. Tapi mungkin tidak bagi mister sok satu itu.

Kring! Kringgg!.

Kring! Kringgg!

Demi apa coba, suaranya malah semakin ribut. Oke, baiklah. Tampaknya aku memang harus segera bangun kalau seperti ini.

Kring! kringgg!

Kring! kringgg!

Kring! kringgg!

Arrrggg!!!

"Yaaa, yaaa, aku bangun. Nggak usah ribut gitu deh, malu sama tetangga."

Aku yakin saat ini dia pasti sedang tersenyum penuh kemenangan. Karena lagi-lagi aku kalah dari dia. Oh, selamat tinggal minggu pagi yang indah.

Bersepeda di hari minggu pagi merupakan salah satu kebiasaan sehatnya yang sangat aku benci. Bagaimana tidak, minggu adalah saat dimana kita bisa berleha-leha tanpa memikirkan jam kerja. Tapi itu semua berubah saat.... "Elinn, cepetan keburu panas!!" Saat Rinan mulai mengomel.

"Nggak usah manyun gitu, ini kan supaya kamu selalu sehat."

"Iya, tapikan aku pemula, masa sejauh ini?"

"Ini nggak jauh, kamu harus banyak olahraga biar kurusan."

Gsssttt! susah banget deh ngadepin orang macam gini.

Tampan, kaya juga, tapi sudah tukang paksa, nggak peka pula. Coba pikir, mana ada perempuan yang suka dibilang seperti itu? Ya, walaupun saat ini memang seperti itulah keadaannya. Tapi, tidak seterus terang itu juga kali.

"Udah, habis ini cari bubur ayam deh."

"Beneran?" tanyaku ragu.

"Iya, beneran," jawabnya tidak ikhlas.

 Aku tersenyum simpul. Aku tahu betapa tidak ikhlasnya dia ketika meneriakkan kata bubur ayam. Baginya, makanan itu adalah salah satu musuh yang harus diperangi. Yahh seperti kita semua tau, bubur ayam pinggir jalan seperti ini mengandung vetsin yang notabene tidak baik untuk tubuh. Sedangkan Rinan adalah tipe orang yang benci segala jenis makanan tidak sehat, dan tergila-gila dengan buah dan sayur.

Hal ini berbeda denganku yang memang pemakan segalanya. Aku pecinta segala jenis mie. Dan mie instan menempati posisi teratas tentu saja. Inilah yang membuat Rinan getol mengajakku berolahraga dan membatasi apa yang aku makan. Dan pada akhirnya menyebabkan aku berpisah dengan makanan kesayanganku itu.

Awal pertemuanku dengan seorang Rinan Abraham Dimitri adalah ketika sore itu, saat aku berjanji bertemu dengan Sandy pacarku setahun belakangan ini. Dia berkata ada hal yang penting yang mau disampaikan, semoga saja ini berkaitan dengan rencananya yang akan melamarku. Kami sudah saling mengenal orang tua masing-masing. Bahkan Mama Sandy juga sudah menganggapku seperti anak sendiri.

Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya dia datang juga. Dan yang lebih membuatku terkejut adalah seseorang yang sedang digandengnya.

"Eve, kenalin ini calon istriku, kami nikah minggu depan."

Duniaku seakan runtuh mendengar pernyataannya. Sudah sejak minggu yang lalu kabar dia akan menikah terdengar. Menurut cerita yang beredar, penyebab mereka menikah adalah karena keduanya tertangkap sedang berbuat hal yang tidak patut. Ternyata cerita yang selama ini beredar benar adanya.

Betapa bodohnya aku. Bahkan sudah sejak lama para sahabatku memperingatkan bahwa Sandy bukan orang yang baik. Dia hanya ingin menakhlukkanku, setelah berhasil dia akan meninggalkanku. Tapi saat itu aku dibutakan cinta hingga aku tidak menggubris peringatan sahabat-sahabatku.

Namun kenyataan yang kuterima ini tak begitu menyakitkan. Yang lebih menyakitkan adalah kata-kata yang diucapkan oleh calon istrinya.

"Makanya jadi perempuan jangan sok jual mahal deh. Lihat kan siapa yang akhirnya dapet Sandy."

Hatiku teriris mendengar perkataannya. Memang dari semenjak lama Sarah dan aku memperebutkan Sandy. Hingga setahun lalu akhirnya Sandy lebih memilihku. Aku mengira Sarah sudah menyerah dan mencari pengganti Sandy, tapi ternyata dia menusuk dari belakang. Bahkan Sandy yang kukenal baik dan tidak neko-neko pun ternyata terjerat rayuannya.

Apakah sebenarnya sebrengsek itukah sandy yang kukenal? Atau ternyata malah selama ini dia berpura-pura baik di depanku. Kalau benar begitu bodohnya aku tertipu tampang malaikatnya.

Kucoba menahan air mataku turun agar tidak turun. Bukan karena ingin menangisi nasib cintaku yang tragis ini. Tapi untuk menangisi kebodohanku tertipu makhluk seperti dia.

"Selamat ya, Sar. Semoga lo bahagia. Yah, meskipun dengan cara yang kayak gini, tapi moga aja lo bahagia."

Tanpa pamit pada Sandy yang sedang memesan minuman, kutinggalkan cafe tempat pertemuan itu. Tak kupedulikan hujan yang mulai mengguyur. Kulangkahkan kaki menembus derasnya hujan. Entah sampai dimana aku sekarang aku tidak tahu. Aku berjalan tanpa tujuan dengan pikiran kosong. Hujan yang deras pun sudah berangsur reda. Aku tersadar dari lamunanku tiba-tiba pusing menyerangku hingga aku tidak sadar suara klakson dibelakangku. Untung saja aku segera sadar dan menyingkir karena sebuah mobil hampir saja menabrakku.

"Hey mbak, kalau jalan jangan sambil melamun. Kalau mau bunuh diri jangan di depan rumah saya dong. Untung nggak ketabrak. Kan nggak lucu nabrak orang di depan pagar rumah sendiri."

Takut-takut kudongakkan wajah. "Maaf mas saya nggak senga—"

"Loh, kamu bukannya asistennya reina?"

"Eh?" aku terkejut karena dihadapanku kini berdiri salah satu direktur perusahaan yang menjadi incaran wanita sekantor. "Emh, Pak Rinan. Maaf Pak, tadi ituu...," belum sempat kuselesaikan dia menyahut.

"Sudah, sudah, ayo masuk dulu. Hujannya masih lumayan deras, kamu basah kuyup seperti itu."

"Tapi Pak...," aku merasa segan untuk masuk. Apalagi ini rumah lelaki yang tidak aku kenal. Meskipun secara tidak langsung dia juga merupakan atasanku.

"Udah nggak usah sungkan, itu bibir kamu udah biru kayak gitu loh."

Akhirnya dengan terpaksa aku mengikutinya masuk ke pekarangan rumah. Daripada aku nanti sakit kan nggak lucu. Kalau tidak dalam kondisi darurat seperti ini mana mungkin aku mau menginjakkan kaki disarang penyamun. Lagipula aku yakin Pak Rinan nggak akan ambil kesempatan dalam kesempitan.

Pertama kali menginjakkan kaki di dalam rumah ini, suasana maskulin sangat terasa berkat perabot yang dipilih bernuasa hitam putih. Dan hampir keseluruhan ruang yang kulihat ini bernuansa sama.

"Kamu bisa memakai kamar mandi sebelah sana," serunya membuyarkan pengamataanku.

"Dan ini," sambil mengulurkan celana training serta kaos besar berwarna hitam. "Sementara kamu pakai ini dulu semoga muat."

Ggrrr! kurang ajar sekali dia. Aku akui memang ukuran tubuhku lebih dari kebanyakan perempuan lain tapi tidak begitu juga kali.

"Baik Pak, terima kasih," gerutuku sebal sambil masuk ke kamar mandi.

Setelah membersihkan semua, aku bergegas memakai pakaian yang diberikan Pak Rinan. Dan syukurlah baju ini besar sekali hingga mampu menutupi seluruh tubuhku dengan aman. Aku keluar kamar mandi mencari keberadaannya. Kulihat dia berjalan menuju pintu yang menurut perkiraanku menuju halaman belakang.

"Pak, ini baju saya ditaruh maa—" aku terkaget melihat pemandangan di depanku. "—naa." Bagaimana tidak dihadapanku saat ini ada Nyonya Besar Abraham serta bos cantikku Mbak Reina. Habislah riwayatku.

Belum cukup rupanya kejutan hari itu. Setelah introgasi yang cukup alot disertai provokasi dari Mbak Reina, diambillah keputusan; aku harus menikah dengan Rinan. Aku tak mampu berkata apapun.

Pada akhirnya pernikahan pun berlangsung kurang dari satu bulan setelah drama penggrebekan itu. Semua proses dilancarkan, itu yang membuatku yakin mungkin ini jalan terbaik yang diberikan oleh Tuhan.

Hidup bersamanya selama tiga bulan ini membuatku sedikit banyak mengetahui kebiasaan yang dilakukannya. Kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari, ketika senggang. Bahkan kini aku juga ikut merawat hewan peliharaannya.

Rinan memelihara tiga ekor ular. Satu ekor albertis gold, ular eksotik berwarna hitam keemasan yang berasal dari papua dan dua ekor phyton berukuran besar yang berwarna coklat tua yang minta ampun rakusnya. Pantas saja mbak Rein curiga ada hubungan spesial antara aku dan Rinan karna tidak mungkin Rinan mengajak seorang perempuan masuk ke sarang ular. 

Dan sepertinya koleksi ularnya akan bertambah karena beberapa hari yang lalu ada temannya yang menawarkan phyton albino yang lumayan langka. Rinan sangat bersemangat menceritakannya, tapi untuk memeliharanya entahlah dia belum membicarakannya. Dan untungnya aku bukan orang yang alergi terhadap hewan hewan melata seperti itu. Tapi konsekuensinya aku harus merelakan Dave burung hantu kesayanganku diadopsi orang lain karna Rinan parno Dave akan memakan peliharaannya.

Rinan adalah tipe pekerja keras. Dimanapun berada dia pasti akan membuka macbook-nya bahkan ketika dirumah. Kalaupun tidak sedang membuka macbook kesayangannya pasti dia lebih sering berada di perpustakaannya. Dia sering sekali mengatakan bahwa, "bau buku itu seenak bau uang, jadi hargailah buku seperti menghargai uang."

Memang setelah menikah dengannya, aku tahu bagaimana perjuangannya untuk bisa menduduki posisinya seperti ini. Dimulai ketika dia berumur 15 tahun, Rinan mulai bekerja diperusahaan papanya sebagai tenaga produksi. 

Saat itu Abraham Industries masih dalam tahap berkembang, dengan orderan hanya beberapa ratus tiap minggunya. Disitu Rinan bekerja sebagai pengamplas dengan bayaran sama seperti pekerja pada umumnya. Setelah hasil kerjanya semakin baik Rinan naik jabatan menjadi bagian finishing hingga akhirnya kini dia menduduki jabatan sebagai direktur keuangan.

Papa tidak membedakan Rinan dengan karyawan lain. Meskipun anak pemilik perusahaan, dia dituntut untuk selalu bekerja keras dan tidak seenaknya sendiri. Bahkan papa tega memotong gaji Rinan ketika didapati Rinan membolos kerja dengan alasan yang tidak jelas. Meskipun begitu papa tetap merupakan sosok idola bagi Rinan. Meskipun keduanya sering bertengkar dengan alasan berebut pelukan mama.

***

"Eliinnn, apel sama sawi hijaunya habis tuh. Gimana caranya bikin jus kalau habis? Kamu sih kalo belanja buah sama sayur pasti males."

Itulah Rinan, dia pasti bakal sensi berat kalau buah dan sayur dalam list-nya menghilang. Dia memang penggila buah dan sayur dan kalau sudah seperti ini siap siap saja bakal ngomel panjang tentang manfaat buah dan sayur yang penting bagi kesehatan dan bahkan kata katanya selalu sama setiap kali mengomel.

"Iya, habis ini deh belanjanya, masih hujan juga." sahutku sambil bergelung di sofa.

Hujan memang sedang turun dengan derasnya membuat orang malas meninggalkan rumah. Tapi mungkin tidak bagi mister sok satu itu. "Nggak! Aku maunya sekarang!" Dasar tukang paksa.

"Yaudah sana, pergi belanja sendiri," geramku.

"Nggak, belanja itu kewajiban kamu."

"Ehh, nggak bisa. Ujan-ujan gini kok. Depan juga pasti banjir, udah deh ntar aja," sewotku.

"Yaudah aku anterin, tapi belanja sekarang oke?" akhirnya Rinan mengalah juga

"Oke deh, kepaksa juga ini. Sono gih siap-siap aku gini aja udah rapi."

Mengajak Rinan keluar itu perlu kesabaran ekstra untuk menunggunya bersiap. Bayangkan dia memerlukan waktu 20 menit untuk bersiap-siap itu ukuran tercepat dia mempersiapkan diri. Waktu yang bisa aku gunakan untuk menggambar alis, memakai bedak serta memakai lipstik.

Berbelanja dengannya seperti ini kadang membuatku minder. Bagaimana tidak? Meskipun aku sudah berdandan sekalipun tetap saja seperti aku berjalan dengan majikanku. Lupakan adegan berbelanja mesra ala film korea yang sedang booming saat ini. Yang ada disini aku mendorong troly sendirian sedangkan Rinan sibuk memilih dan memasukkan belanjaannya tanpa sedikitpun menoleh bahkan meminta pendapatku. Hal ini semakin membuatku bertanya, sebenarnya aku dianggap apa oleh Rinan.

Sikap Rinan selama tiga bulan ini cukup baik dan bersahabat cenderung hangat malah. Membuatku cukup kaget waktu awal kita menikah karna sikapnya sangat berbeda dengan saat di kantor. Di kantor dia begitu dingin dan serius meskipun murah senyum, di rumah? Jangan tanyakan seberapa cerewetnya dia. Kebiasaan tidak mau kalah dalam berdebat atau bahkan dalam segala hal. Kalaupun dia mengalah pasti ada akal licik setelahnya seperti sifat ular hewan kesayangannya.

Oh, jangan lupakan juga dia orang yang sangat keras kepala tapi dia tidak suka berurusan dengan orang lain yang keras kepalanya. Bisa dibayangkan bagaimana ketidaksukaanya dia dengan orang keras kepala seperti seorang Evelyn Prameswari. Tapi sejauh ini kita bisa menjadi patner yang cukup solid.

***

Menuju akhir bulan seperti ini merupakan saat yang paling menyebalkan. Bagaimana tidak saat seperti inilah team creative design harus bekerja keras menganalisa permintaan pasar dan menentukan apakah bulan ini harus keluar produk baru atau tidak, serta menganalisa penerimaan produk sebelumnya di pasar.

Bulan ini juga merupakan bulan yang berat karena tidak lebih dari empat bulan lagi perusahaan akan menyelenggarakan pesta akhir tahun yang dilanjutkan dengan acara HUT Abraham Industries. Ya, aku masih bekerja pada perusahaan ini dan tetap dengan status asisten dari iparku sendiri, Mbak Reina. Pernikahan kami sendiri belum dipublikasikan secara luas, hanya beberapa dewan direksi dan pejabat perusahaan yang mengetahui. Tapi rencananya publikasi dilakukan saat acara akhir tahun nanti.

"Lin, keruangan saya."

"Baik, bu."

"Ini ada berkas yang harus ditandatangani Rinan kamu serahin aja ya di atas, sekalian tuh ajak dia makan siang. Masa pengantin baru nggak pernah makan siang bareng." Ledekan iparku satu ini benar benar parah.

"Udah deh nggak usah ngeledek, kan sini udah laku, lah situ?" balasku tak kalah kejam.

"Yee, ini loh, aku mau keluar makan siang bareng gebetan baruu. Hahahaa."

Dasar Mbak Reina. "Baik bu saya laksanakan saya permisi," pamitku dengan bahasa formal sebagai tanda kami harus bersikap selayaknya atasan dan bawahan.

Aku melangkahkan kaki dengan riang menuju ruangan Rinan. Ide bagus juga mengajak Rinan makan siang sekaligus menentukan bagimana konsep resepsi kami akan digelar.

Sesampainya di lantai dimana ruangan Rinan berada, kulihat tak ada tanda tanda kehidupan. Mungkin sebagian besar penghuninya sedang makan siang. Tapi tetap kulanjutkan menuju ruangan Rinan.

Di depan ruangannya pun tak ada tanda kehidupan. Ingin kuurungkan niatku untuk menyerahkan map ini sampai aku mendengar ada suara tawa beberapa orang laki-laki di ruangan Rinan.

Karena pintu tidak tertutup rapat, samar-samar dapat kudengar percakapan mereka. Bukannya berniat untuk menguping. Tapi aku menjadi penasaran ketika salah seorang menyebut namaku.

"Gimana si gendut asisten adik lo itu, siapa namanya, Elin ya? Betah banget sih sama dia?"

"Ato jangan-jangan udah kena peletnya dia? Hahaa," timpal yang lainnya.

Tanganku gemetar ketika akhirnya Rinan menjawab. "Nggak usah kebanyakan ngomong deh. Ini udah tiga bulan lewat dari perjanjian kita. See, gue yang nikah duluan dan bertahan lebih dari tiga bulan ini. Jadi sesuai perjanjian mana yang lo taruhin kemarin."

Oh Tuhan, bahkan ini lebih parah daripada perlakuan Sandy waktu itu. Tak pernah terbayangkan olehku dijadikan bahan taruhan oleh suami sendiri. Sakitnya seribu kali lebih sakit daripada dikhianati. Hatiku yang semula berbunga-bunga kini hancur berkeping-keping. Tak pernah ku sangka ternyata Rinan sejahat itu.

Dengan kaki bergetar aku kembali ke ruanganku. Membereskan semua peralatanku untuk secepatnya pergi dari kantor ini. Sesampainya dirumah, aku membereskan semua pakaian yang aku punya. Aku harus pergi dari sini. Buat apa tetap bertahan dengan hidup yang penuh kepura-puraan. Buat apa mempertahankan rasa nyaman yang penuh kepalsuan. Tapi mungkin ini kesalahanku, menggantungkan harapan kepada sesama manusia seringkali berujung menyakitkan.

Aku stop taksi yang pertama kali terlihat. Tak sanggup lagi aku membendung air mata ini. Kubiarkan dia mengalir untuk setidaknya membuat hati ini terasa lega.

Selamat ya Rinan Abraham Dimitri suamiku,

Atas hadiah yang kamu peroleh dari sahabat-sahabatmu

Terimakasih telah menjadi suami selama hampir empat bulan ini.

Selamat tinggal...

Semoga kamu selalu bahagia

Dari istri jelekmu (jika masih dianggap sih ^^v)

Evelyn Prameswari

Segera kupatahkan kartu teleponku begitu pesan terkirim. Taksi melaju kencang menembus hujan yang semakin deras membawa hati yang terluka ini.

~~END~~

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 85.6K 45
Di satukan oleh keponakan crush Kisah seorang gadis sederhana, yang telah lama menyukai salah satu cowo seangkatannya waktu sekolah dulu, hingga samp...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...