Coffee with Sugar (Alif)

By nanoniken

13.1K 701 138

"Coffee Should be Black as Hell, Strong as Death, and Sweet as Love" Semua tentang Alif selalu berhubungan de... More

Satu
Dua
Tiga
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh

Empat

822 73 12
By nanoniken

Weekend telah tiba.. weekend telah tiba. Hore hore hore!

Happy reading, gaess :*

-nanoniken-


Ada sesuatu yang menikam-nikam kedua mata Alif yang terpejam. Kemudian bergerak ke seluruh wajah pria itu. Kedua kelopak matanya berkedut-kedut karena terganggu. Dia membuka matanya perlahan lalu mengerjab berulang kali karena tetes-tetes air yang menghujani kedua bola mata. Telapak tangannya dia gunakan untuk melindungi matanya dari air yang terus turun. Air ini bukan dari hujan yang turun dari langit. Sam dengan sengaja meneteskan air dari botol minuman yang dituangkan ke telapak tangan lalu dicipratkan ke muka Alif.

"Bangke! Minggir lo!" Alif menendang kaki Sam yang berdiri di sampingnya.

Baru sehari mengikuti masa orientasi kampus, Alif sudah mulai menyesali keputusannya untuk masuk di universitas yang sama dengan Sam. Hidupnya beberapa tahun ke depan tidak akan pernah tenang. Sam ini tipe-tipe teman yang akan bahagia jika temannya yang lain menderita. Dia tidak suka orang lain hidup dengan tenang. Walaupun Alif juga tidak jauh berbeda.

"Mata gue sepet liat lo tidur di atas rumput kayak putri tidur yang nunggu dicium biar bangun," ujar Sam. Dia duduk di samping Alif yang masih merebahkan punggungnya di atas rumput.

Alif melipat tangannya lalu menaruh lengannya di bawah kepala sebagai ganti bantal. "Padahal lagi bagus mimpi gue. Bentar lagi gue dicium itu putri tidur. Lo ganggu aja."

"Anjrit! Lo tadi mimpi apaan?"

"Ketemu putri tidur!" sahut Alif. "Pake bikini."

Tidak mungkin Alif bercerita kalau dia baru saja memimpikan tawuran mereka semasa SMA dan pertemuannya dengan Indira. Bisa-bisa Sam mengatainya melankolis.

"Bangke!" Sam meniru umpatan Alif. Kemudian dia mengguyur celana Alif dengan air di botol mineral, tepat pada resleting-nya. "Pantes itu basah! Bisa-bisanya lo mimpi mesum di taman kampus, Lif!"

Sam menggelengkan kepalanya sambil berdecak.

"Wah, Sam! Lo ...." Alif kehilangan kata-kata. Dia sudah tidak punya ide hewan apa yang dia gunakan untuk mengumpat pada Sam. Seketika Alif berdiri dari rebahannya. Dia melihat celananya yang kini basah. Benar-benar basah hingga ke dalam. Siapa pun yang melihat pasti mengira Alif baru saja mengompol di celana.

Alif kelabakan mengeringkan celananya. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke depan bagian yang basah. Sementara Sam tertawa dengan puas di sampingnya.

"Kampret lo, Sam."

Tidak mungkin Alif pulang dengan keadaan celana basah pada satu tempat yang berpotensi menimbulkan prasangka buruk orang-orang di sekitarnya. Mau tidak mau dia harus menunggu hingga matahari dan angin bekerja sama mengeringkan celananya.

Sam melemparinya dengan buku tulis. "Nih! Kipasin pake ini."

Alif memberi pandangan membunuh untuk Sam.

Sam mengangkat kedua alisnya, memandang Alif tanpa dosa. "Kenapa? Mau gue yang kipasin? Ya udah, sini tiduran lagi."

Baru saja Sam mengulurkan tangan untuk mengambil buku tulis di depannya, Alif sudah meraihnya duluan. Kalau bagian mempermalukan Alif, Sam memang tidak pernah tanggung-tanggung. Gila saja kalau temannya benar-benar melakukan apa yang barusan dia katakan. Hancur sudah image-nya. Ucapkan selamat tinggal untuk tebar pesona pada kakak-kakak senior yang cantik.

Alif masih normal. Seratus persen dia yakini itu. Ketika Alif mendongakkan kepala di tengah kesibukannya mengipasi celana dengan buku, dia bertemu muka dengan seorang perempuan yang baru saja keluar dari perpustakaan. Dia baru saja menyebut putri tidur, 'kan? Sekarang putri tidur itu sedang berjalan menuju ke arahnya. Tapi yang ini tidak mengenakan bikini.

Sosoknya begitu menyedot perhatian Alif. Dia nampak bersinar di antara wajah-wajah yang tampak kusam sekitarnya. Seolah ada ratusan cahaya lampu yang menyorot dan mengikuti setiap langkahnya. Jantung Alif berdegup kencang. Dia hampir tidak mempercayai penglihatannya.

Kedua bola matanya terus tertuju pada wajah bersinar yang sedang merapikan rambut. Alif menyebut nama Tuhan ketika memandangnya. Bahkan Alif sendiri kaget saat mendengar kata yang keluar dari mulutnya. Hal yang jarang terjadi. Sudah berapa lama pita suaranya tidak menyebut nama Tuhan?

Wajah perempuan itu luar biasa cantik. Teramat cantik. Cuantikk, lebih tepatnya lagi. Kacamata bertengger di hidung mancungnya. Kulitnya putih. Putri tidurnya kali ini mengecat rambutnya dengan warna hitam. Si hitam legam itu panjang tergerai. Ada yang terurai ke depan hingga sebatas dada, menutupi sebagian kemeja berwarna merah jambu yang dia kenakan. Bergulir ke bawah, rok hitam panjang terjuntai hingga selutut. Di tengah kegiatan menyusuri rok panjangnya, angin nakal berhembus dan berlari-lari mengitari ujung lipatan rok. Membuat ujung roknya menari-nari.

Dalam sedetik, Alif lupa caranya bernapas. Untuk saja dia berhasil menarik udara pelan-pelan, mengumpulkan sisa-sisa ingatan untuk mulai bernapas dengan normal.

Kedua mata Alif terpaku di satu tempat. Ujung rok perempuan itu yang sedikit tersibak, membuat sesuatu yang semula tertutup jadi mengintip sedikit pada kaki-kakinya. Walaupun hanya sebatas mata kaki dan betis bagian bawah namun Alif tidak sanggup untuk menjelajah lebih jauh lagi. Seumur-umur dia hidup di dunia, hanya satu orang yang membuat Alif terpana hanya karena melihat mata kaki dan betis. Cewek itu adalah Indira.

Cewek yang sama dengan yang dia dia lihat saat ini. Ya, itu memang Indira. Alif masih ingat dengan jelas bagaimana wajah Indira.

Langkah kaki perempuan itu membawanya semakin dekat dengan Alif. Tanpa sadar jantung Alif semakin terpacu. Suaranya seperti sebuah tabuhan gong. Apakah detak jantungnya akan terdengar oleh orang lain? Dia gugup. Kedua telinganya tidak bisa mendengar hal lain selain suara detak jantung dan suara langkah dari sepatu si perempuan yang bergantian.

Dia mau nyamperin gue? Apa dia sadar gue terus liatin setiap gerak-geriknya? Dia masih ingat sama gue? Alif bergumam dalam hatinya.

Tanpa dia sangka sebelumnya, perempuan itu membalas tatapan mata Alif. Selama sepersekian detik mata mereka saling mengikat hingga mata perempuan itu yang pertama kali melepasnya. Menyadari Indira yang menatapnya tanpa ada rasa takut, Alif yakin Indira tidak mengenalinya. Tentu saja, Indira lupa. Pertemuan pertama mereka terjadi beberapa bulan yang lalu. Sementara Alif masih ingat wajah itu.

Arah mata Indira turun sebentar lalu segera mengalihkan pandangannya ke depan dengan panik. Tangannya membetulkan kaca matanya dengan kikuk. Setelahnya langkah kaki anggun perempuan itu sedikit tersendat. Sepertinya kakinya terantuk batu.

Aaah, awas! Jatuh! Dasar, Indira. Lo gandeng-able banget sih, batin Alif. Melihat perempuan itu hampir saja terjatuh, rasanya pengen gandeng. Kenapa kaki Indira selalu saja membuat Alif khawatir? Dulu kakinya keseleo, sekarang dia terantuk batu.

Alif sempat melihat ujung bibir Indira terangkat ke atas sebelum tangan kanannya diarahkan ke depan bibir untuk menutupinya.

Maksudnya apa coba? Senyum-senyum sendiri?

Tingkah Indira yang tiba-tiba kikuk setelah menurunkan pandangan mata, membuat Alif curiga. Alif mengerutkan kening. Memangnya apa yang salah dengan bagian bawah tubuhnya sehingga perempuan itu tampak panik lalu tersenyum geli? Kepala Alif perlahan menunduk hingga dia menyadari posisinya saat ini. Kedua kelopak matanya melotot.

Dia duduk bersila. Tangan kanannya tengah memegang buku dan mengipas bagian celana di sekitar resleting yang basah. Dilemparnya buku tulis milik Sam. Buku jahanam!

Alif malu setengah mati. Detik itu juga dia ingin menggali lubang kuburan di taman kampusnya. Untuk mengubur Sam hidup-hidup.

Indira sudah melintasi Alif yang sedang duduk di pinggir taman. Indira benar-benar lupa dengan Alif. Sekali lagi, angin nakal kembali berulah. Kini bukan hanya rok panjang tersingkap yang merebut perhatian Alif. Namun angin itu membawa serta wangi tubuhnya yang secara tanpa sengaja tercium melewati kedua lubang hidung si pria yang tengah menahan malu. Setelah yakin perempuan itu menjauh, Alif berteriak pada Sam.

"Samsul Riyadi!" geram Alif.

Satu-satunya senjata yang dibawa Sam yaitu botol minuman yang isinya sudah kosong, dilemparkan ke punggung Alif. "Alif Pamungkas! Udah gue bilang jangan panggil nama lengkap gue. Nyari masalah lo?"

Alif tidak peduli dengan Sam yang mengancamnya. Sam yang duluan cari masalah. Pikirannya saat ini berputar mencari-cari tempat mana di kampus ini yang sekiranya aman untuk melenyapkan Sam.

"Cewek itu tadi, Sam! Lo masih ingat Indira?" Alif melempar botol kosong di belakangnya ke arah Sam. "Itu tadi Indira. Kita ada di kampus yang sama. Dan sialnya, dia liat gue lagi ngipasin celana yang basah gara-gara lo! Lo bikin gue malu. Berdiri lo! Mau gue tenggelamin ke kolam ikan deket fakultas pertanian!"

Bukannya berdiri seperti yang disuruh Alif, Sam malah gulung-gulung di atas rumput sambil memegangi perutnya yang keram karena tertawa puas.

"Tawa! Puas lo!"

Perlahan gelak tawa Sam mereda. Pria itu bangkit untuk duduk kembali. Beberapa rumput kering menempel pada seragamnya namun Sam tidak peduli. Dia berdeham-deham. "Jadi cewek yang dulu takut sama lo itu liat lo ngompol?" Sekali lagi mulut Sam terbuka lebar karena tertawa. "What a fate, Lif!"

Tangan Alif menunjuk ke arah pergi putri tidurnya namun sejauh mata memandang, perempuan berbaju merah muda itu sudah tidak ada. Matanya berkeliaran ke arah gerbang kampus. Hanya ada segerombolan mahasiswa baru. Mereka mengenakan seragam yang sama dengannya. Atasan kemeja putih dengan bawahan rok atau celana panjang abu-abu. Wajah mereka menampakkan raut kelelahan. Dia mencari perempuan berbaju merah muda.

"Mana, Lif?" Sam mengikuti telunjuk Alif yang menunjuk ke beberapa arah. Matanya ikut mencari-cari cewek bening yang dimaksud Alif.

Dahi Sam mengernyit dan lidahnya berdecak.

Alif ikut berdecak. "Udah nggak ada, Sam. Cepet banget ngilangnya."

Kemudian Alif sibuk merutuki dirinya sendiri karena tidak menghampiri Indira. Bukankah selama ini Alif selalu terbayang-bayang oleh Indira? Sekarang, ketika dia tahu bahwa dia satu kampus dengan Indira, dia harus mencari Indira di mana? Kampusnya besar.

**


Continue Reading

You'll Also Like

89.6K 480 5
cerita-cerita pendek tentang kehamilan dan melahirkan. wattpad by bensollo (2024).
SCH2 By xwayyyy

General Fiction

137K 18.8K 49
hanya fiksi! baca aja kalo mau
358K 133 9
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
1.5M 7K 10
Kocok terus sampe muncrat!!..