Coffee with Sugar (Alif)

By nanoniken

13.1K 701 138

"Coffee Should be Black as Hell, Strong as Death, and Sweet as Love" Semua tentang Alif selalu berhubungan de... More

Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh

Satu

2.9K 145 64
By nanoniken

Hai~

Seperti yang pernah aku bilang sebelumnya, mulai hari ini Alif dengan terpaksa aku republish satu-satu karena ada sedikit perubahan. Jadi, mungkin yang udah baca sampai bab yang terakhir aku publish harus baca ulang :( Aku juga sedih, tapi maaf sekali lagi atas kelabilan aku :(

Insya Allah bakal aku update per hari jadi nggak bakal lama kok nunggunya. Makasih banyak untuk yang tetap baca dan ngikutin Alif. Kecup satu-satu :*

***

Apakah yang terlintas di pikiran kalian begitu menyebutkan tentang hari pengumuman kelulusan murid-murid SMA? Untuk murid yang baik-baik, mereka akan masuk ke kelas-kelas dan ruang guru untuk menyalami guru mereka dan berterima kasih, ada juga yang menangis dan tidak rela berpisah dengan guru mereka. Sebagian dari murid baik itu akan melakukan coret-coret seragam dengan pilok dan tanda tangan teman-teman satu sekolah. Lalu sebagian dari yang coret-coret itu akan melakukan konvoi dengan sepeda motor. Belasan motor akan berjajar rapi dan membuat kebisingan dengan suara knalpot mereka.

Itu semua berbeda dengan Alif. Cowok itu tidak berminat dengan acara coret-coret dan konvoi. Beberapa cewek di sekolahnya tadi sempat meminta Alif untuk menanda tangani baju mereka sebagai kenang-kenangan perpisahan. Namun Alif menolak. Begitu pengumuman kelulusan keluar, cowok itu langsung kabur dari sekolahnya. Bersama dengan teman-temannya yang bukan murid baik-baik, Alif memanjat pagar sekolah untuk merayakan kelulusannya dengan ....

"Belakang lo, Lif!"

Alif beringsut maju lalu berbalik untuk melihat apa yang membuat temannya memanggil dengan muka pucat. Seorang pria seumurannya dengan kemeja putih berantakan yang kancingnya sudah lepas, mengacungkan balok kayu panjang ke arahnya. Kalau saja Sam tidak meneriakinya, balok kayu itu sudah pasti mengenai belakang kepalanya dalam sekali ayunan.

Alif meludah. Dia sedang berada di tengah-tengah tawuran antara sekolahnya melawan SMA Purnama, musuh bebuyutan sekolahnya.

Pengecut! Banci semuanya, batinnya.

Menyusahkan saja, lawannya selalu saja mempersenjatai diri dengan tongkat, pisau, balok kayu, atau benda lain. Sementara Alif selalu datang dengan tangan kosong. Palingan ketika terdesak, ikat pinggang kulitnyalah satu-satu senjata yang dia pakai. Terdesak di sini maksudnya ketika lawannya membawa benda tajam yang berpotensi menusuk tubuhnya.

Kaki kanan Alif terayun ke depan dengan kecepatan kilat hingga lawannya tidak sadar kapan balok kayu yang tadi ada di tangannya terlepas. Sebelum kaki kanannya mendarat ke tanah, Alif menendang perut pria berwajah congkak di depannya dengan kekuatan penuh. Alif mendengus, meremehkan. Seringai mengejek tampak di mukanya ketika melihat lawannya menampilkan raut ketakutan. Jelas sekali pria itu takut tapi badannya masih berusaha maju melawan Alif. Sebelum pria itu sempat melangkah, Alif menendang wajahnya dengan kaki kanannya. Cukup sebelah kaki saja untuk menghadapi pria pengecut macam lawan kali ini.

"Rasain lo! Beraninya main belakang. Kagak tau kalau mata gue ada dua belas? Mati lo." Alif berteriak dengan berang. Dia paling benci dengan lawan yang menyerangnya dari belakang. Kalau berani serang dari depan.

Dengan kedua matanya yang melotot, Alif seakan menggertak lawan yang kini merintih dengan sebelah tangan memegang perut yang terkena sol sepatu Alif.

Lihat, hanya dengan sebelah kaki, Alif berhasil melumpuhkan lawannya. Alif sudah melatih kedua kaki dan tangannya sejak dia berumur lima tahun. Dia tercatat sebagai salah satu murid dengan ban hitam di klub karate. Jadi buat apa menggunakan senjata?

Kepalan tangan dan tendangan kaki Alif ini lebih tajam dari pedang, lebih garang dari bedil. Kalau kata Igor Saykoji.

Prinsip Alif, pria jantan itu adalah pria yang berkelahi dengan tangan kosong. Berkelahi bawa balok kayu? Sunat lagi aja, sana! Kalau perlu potong sampai habis. Kejantanan mereka perlu dipertanyakan.

Alif melirik pada Sam yang baru saja merobohkan seorang pria gendut. Sesaat setelah Sam berseru pada Alif, seorang pria merangsek ke arahnya. Kepala Sam sedang menghadap pada Alif sehingga tidak melihat pria yang datang dari arah yang berlawanan. Sebelah rahang Sam menjadi korban bogem mentah sehingga Sam tersungkur ke aspal. Sam bergulat dengan pria kebanyakan lemak itu di atas aspal. Saling berusaha menghantam wajah satu sama lain hingga ketika Sam ditindih lawannya, kakinya berhasil menendang selangkangan pria itu. Menghasilkan erangan memilukan dan miris bagi siapa pun yang mendengar. Pria itu kini menggelinding di atas aspal karena bogem dan tinju Sam yang bertubi-tubi.

Sam berdiri sempoyongan namun cengiran lebar terpampang di wajahnya. Dia menepuk-nepuk kedua tangannya dengan bangga. Alif berdecih.

"Belakang lo, Lif!" Alif meniru teriakan Sam dengan suara yang dibuat-buat ganjen. "Teriak kayak cewek aja lo, Sam!"

"Kampret!" umpat Sam. "Bukannya bilang terima kasih malah ngejek. Tuh balok kayu kalau kena kepala lo bisa pecah tuh pala! Bocor pala lo. Mampus."

"Cerewet lo, Sam. Gak liat keadaan makin parah gini."

Alif meninju siapa pun yang mengenakan seragam berbeda dengannya. Sam mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Puluhan pelajar dari dua sekolah saling hantam, pukul, adu jotos, dan mengadu masing-masing senjata yang mereka bawa. Situasi benar-benar kacau.

Tidak hanya itu, batu-batu melayang, bongkahan kaca beberapa tempat. Tampaknya ada yang membawa senjata botol kaca. Aura membunuh terasa sangat kental.

Sebongkah batu berukuran lumayan besar melayang beberapa meter di depan Alif. Si pelempar kelihatannya mengarahkan batu-batu itu dengan asal. Sebagian batu-batu itu menghantam kios-kios yang berada di jalan. Mengenai tong sampah sehingga berbunyi nyaring.

Seketika Alif mengumpat keras.

Mereka pikir saat ini sedang perang batu meteor?

Tiba-tiba bola mata Alif melebar dua kali lipat. Sesaat setelah dia melumpuhkan seorang pria dengan tinjunya, dia melihat seorang pria berseragam yang menyembul dari balik jalan raya depan. Alarm di otaknya berbunyi dengan keras.

"Polisi, Sam!" seru Alif. Dia menarik belakang kerah seragam Sam yang masih asik memukuli muka lawannya hingga babak belur. Alif menarik paksa karena temannya itu tidak mendengar peringatan Alif.

Belum sempat Sam memaki Alif karena sudah mengganggu kesenangannya, temannya itu sudah menyembur tepat di depan mukanya.

"Polisi, bego! Lari!"

Seketika darah di muka Sam surut. Pria itu tidak takut dengan clurit, benda tajam, ataupun bogem mentah lawan namun tetap saja bergidik ngeri jika berurusan dengan tetek bengek tentang petugas pembela negara itu. Mereka sempat tertangkap polisi ketika sedang tawuran dan hampir mendekam di penjara. Memori itu mengerikan baginya.

"Bang! Polisi! Bang! Lari!"

Sam dan Alif sibuk mencari-cari seseorang yang mereka panggil 'Bang' sambil berteriak bahwa ada polisi yang datang. Teriakan mereka membuat situasi makin tidak terkendali. Para pelajar yang semula sok jagoan lari kocar-kacir tak tentu arah. Sebagian membawa serta peralatan tempur mereka, sebagian ada yang meninggalkannya di sepanjang jalan.

Yang penting menyelamatkan diri dulu. Balok kayu, dan peralatan tempur lain bisa mereka cari lagi.

"Lif! Sam! Tempat biasa!"

Suara serak dan berat dari seseorang yang disebut 'Bang' membuat Alif dan Sam menggangguk lalu berlari menjauh tempat kejadian tawuran. Mereka berpencar, menyelamatkan diri masing-masing. Di belakang, polisi tengah memburu siapa saja yang terlibat tawuran.

Alif dan Sam berlari bersama namun tidak bergandengan. Mereka berbelok, menembus kebun singkong yang akan membawa mereka ke gang sebelah. Mereka mempercepat lari, tidak memedulikan daun-daun singkong yang menampar-nampar tubuh mereka. Sebentar lagi pasti kulit mereka akan gatal-gatal.

Mereka belum bisa bersantai. Baju seragam mereka sudah basah kuyup oleh keringat. Peluh memenuhi dahi dan sekujur tubuh, namun mereka sama sekali tidak mengurangi kecepatan lari. Tak perlu waktu lama mereka sudah keluar dari kebun singkong. Bersamaan dengan itu, Alif dan Sam mendengar sebuah teriakan seorang cewek.

"Aaa!"

Jeritan itu menghentikan seluruh gerakan Alif dan Sam. Mereka menoleh pada sumber suara dan mendapati seorang cewek tengah berjongkok dengan kedua telinga tertutup oleh telapak tangan dan kedua mata terpejam. Cewek itu berjarak sekitar tiga langkah dari tempat Alf dan Sam berdiri.

Sam menyikut lengan Alif. "Dia kenapa?" bisiknya.

Alif mengangkat bahunya. Dia dan Sam bertemu dengan cewek itu di waktu yang sama lalu apa yang diharapkan Sam dengan bertanya pada Alif? Dia juga tidak tahu mengapa cewek itu tiba-tiba menjerit.

Alif memutuskan untuk berjalan mendekat pada cewek yang berjongkok itu. Alif ikut berjongkok untuk menjajarkan kepala mereka. Wajah cewek di depannya tampak pucat, tangannya yang menutup kedua telinga gemetaran. Tangan Alif terulur untuk menepuk pundak cewek itu.

"Hei," panggil Alif.

Kedua mata cewek itu terbuka lebar dan wajahnya semakin pucat begitu melihat muka Alif berada tepat di depan wajahnya. Cewek itu membuka mulutnya, bersiap-siap menjerit untuk kedua kalinya.

Alif bisa menebak apa yang akan dilakukan cewek di depannya. Refleks Alif sigap membekap mulut cewek itu sehingga teriakannya teredam di telapak tangan Alif.

"Hei, lo mau bikin gue ditangkep polisi?"

Alif memperhatikan wajah cewek yang dia bekap. Kalau cewek itu berteriak lagi, Alif yakin polisi akan tahu kalau ada orang di balik kebun singkong ini. Sedari tadi kedua bola mata cewek itu membelalak. Bahkan Alif takut kalau bola mata itu bisa keluar dari tempatnya. Telapak tangan mungil dari si cewek berusaha melepas tangan Alif sehingga Alif bisa merasakan tangan cewek itu dingin seperti es. Siang begitu terik tapi mengapa tangannya sedingin es? Mata itu kemudian perlahan meneteskan air yang langsung mengalir ke pipi dan bermuara di kulit tangan Alif. Cewek itu terisak pelan karena tidak sanggup melepaskan diri.

Oh tidak ... tidak dengan air mata. Alif merasakan tangan kanannya mulai basah.

"Gue lepas tapi lo janji nggak teriak," ucap Alif.

Cewek itu mengangguk beberapa kali. Alif pun melepas tangannya. Cewek itu masih terisak. Dia menghapus pipinya yang banjir air mata dengan tangannya yang gemetar. Alif masih terus memperhatikan gerakan cewek itu.

"Lif, kalau kita nggak segera lari, bakal ketangkep juga." Sam mengingatkan.

"Benar juga. Kita nggak punya waktu. Ayo lari!"

Sam pikir, Alif berbicara dengannya tapi ternyata dia salah. Kalimat Alif barusan ditujukan pada cewek yang baru saja mereka temui di balik kebun singkong. Seharusnya Alif melarikan diri berdua dengan Sam saja, tapi Alif justru meraih tangan cewek itu dan mengajaknya lari bersama mereka.

***

Continue Reading

You'll Also Like

Cafuné By REDUYERM

General Fiction

114K 10.5K 35
(n.) running your fingers through the hair of someone you love Ayyara pernah memiliki harapan besar pada Arkavian. Laki-laki yang ia pilih untuk menj...
1.4M 102K 31
Bocah berpipi bakpao yang kadar gemasnya sudah tak bisa lagi diukur. Bersama Ayah dan abang-abangnya yang tampan, Arion menyusuri hidup dengan penuh...
5.8M 280K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...
809K 30.1K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...