I Hate You

De Aiko_Hirose

2.3K 47 2

"Aku membencimu." Kata-kata yang hanya diucapkan saat kau marah. Kata-kata yang hanya diucapkan saat kau tak... Mais

PROLOG
Chapter 1 : Babysitting
Chapter 2 : A Dangerous Meeting
Chapter 3 : A Terror From The Past
Chapter 4 : Love vs Criminal
Chapter 5 : A Confusing Gift
Chapter 7 : A Sudden Proposal
Chapter 8 : I Hate You
EPILOG

Chapter 6 : A Sudden Rival

95 2 0
De Aiko_Hirose

Yui hanya bisa mengerucutkan bibirnya saat Hazuki menertawakannya setelah ia menceritakan apa yang terjadi saat dirinya dan Ryoichi menginap di rumah ibunya. Melihat wajah Yui, Hazuki berusaha untuk berhenti tertawa dengan susah payah.

"Maaf, maaf, aku tak akan tertawa lagi. Hanya saja ceritamu terlalu lucu, aku tidak bisa menahan diriku," kata Hazuki sambil masih menahan tawanya.

"Bagimu itu lucu. Tapi bagiku itu bencana," gerutu Yui sambil menyedot jus jeruk dari gelasnya.

"Tapi bagaimana dengan Ryoichi?"

"Bagaimana lagi? Aku tidak bisa menebak apa yang dia rasakan karena dia hampir selalu tersenyum apapun yang terjadi."

"Tidak mungkin," kata Hazuki.

"Apanya?" tanya Yui bingung.

Hazuki bersandar ke kursi kafe dan menyilangkan tangannya. Ia memandang Yui dengan tatapan misterius lalu berkata, "Kalau dia tak punya perasaan apapun padamu, dia pasti tak akan nyaman berada di dalam satu ruangan berdua saja denganmu seperti itu."

"Jangan mengada-ada, Hazuki," cibir Yui.

"Kau tak pernah percaya pada apa yang kukatakan," Hazuki menggerutu seraya menghela nafas sementara Yui hanya menyahutinya dengan kikikan kecil.

"Yah, setidaknya Valentine-mu menyenangkan," kata Hazuki lagi.

"Memangnya apa yang terjadi dengan Valentine-mu?"

"Aku ditolak," kata Hazuki pelan.

"Benarkah?!"

"Iya. Tapi tak apalah, setidaknya aku sudah mengutarakan perasaanku," Hazuki kemudian tersenyum.

Yui ikut mengulaskan senyum saat melihat sahabatnya itu. Walaupun tidak terlalu beruntung dalam urusan cinta, Hazuki memang tidak mudah menyerah.

"Yui?"

Sebuah suara tiba-tiba saja mengagetkan mereka berdua. Yui menoleh untuk mencari asal suara itu. Seorang laki-laki tengah berjalan ke arah mereka berdua. Setelah sampai di depan Yui, laki-laki itu tersenyum.

"Apa kabar, Yui? Aku tak menyangka akan bertemu denganmu disini," katanya.

Yui menyipitkan matanya dan berusaha mengingat wajah laki-laki itu.

"Shizuki?!" seru Yui saat berhasil mengingat wajah lelaki itu.

"Wah, ternyata kau masih ingat padaku, ya?"

"Tentu saja! Ah, omong-omong, ini sahabatku, Aikawa Hazuki. Hazuki, ini teman masa kecilku, Mabuchi Shizuki."

"Senang bertemu denganmu, Mabuchi-san!" seru Hazuki riang.

"Aku juga," sahut Shizuki seraya tersenyum manis.

"Oh, iya. Bukannya kau sudah lama pindah ke Amerika? Apa kau sedang liburan disini?" tanya Yui.

Shizuki menggeleng. "Bukan, aku memang mau menetap disini. Aku akan mengurus bar milik ayahku yang akan dibuka di seberang kafe ini. Kalau kalian bisa, datanglah pada acara pembukaan hari Sabtu ini. Aku akan sangat senang jika kalian bisa datang."

"Tentu saja kami akan datang!" seru Hazuki tiba-tiba, membuat Yui menoleh padanya dengan pandangan terkejut.

Shizuki terkekeh lalu berkata, "Bagus sekali! Akan kutunggu kalian disana hari Sabtu!"

Shizuki melambai lalu berjalan pergi.

"Wah, dia itu keren sekali!" seru Hazuki sambil memegangi kedua pipinya yang mulai memerah.

"Jangan bilang kau akan menjadikan Shizuki sebagai incaranmu selanjutnya?"

"Tentu saja! Ini adalah kesempatan sekali seumur hidup!"

"Ah, padahal kau baru saja ditolak."

"Hidup harus terus berjalan, jangan diam ditempat. Kalau terus begitu, kau akan mati dengan perasaan menyesal!"

"Tapi bagaimana kalau ternyata dia sudah punya pacar?"

"Ah, jangan terlalu serius," cibir Hazuki sambil tertawa. "Aku juga hanya ingin bersenang-senang dengannya."

***

Hari Sabtu tiba. Yui sedang bersiap-siap untuk pergi ke acara pembukaan bar milik Shizuki, saat tiba-tiba saja bel pintunya berbunyi.

Itu mungkin Hazuki, pikirnya. Yui segera membuka pintu apartemennya dan terbelalak kaget karena yang berdiri di sana bukanlah Hazuki.

"Ryoichi? Ada apa kau kesini?" tanya Yui bingung.

"Memangnya aku tidak boleh kesini?" Ryoichi bertanya balik.

Yui mengibaskan kedua tangannya sambil berkata, "Ah, bukan itu maksudku."

Ryoichi kemudian melihat Yui dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan heran. "Kau mau pergi kemana? Kenapa rapi sekali?"

"Aku mau pergi ke acara pembukaan bar milik temanku."

"Ah, Hazuki-san?"

Yui menggeleng. "Bukan, namanya Shizuki. Dia teman masa kecilku yang baru pulang dari Amerika."

"Oh, begitu. Kalau begitu ayo aku antar. Aku bosan di rumah seharian."

Akhirnya Ryoichi pun mengantar Yui ke bar milik Shizuki. Sesampainya mereka disana, Hazuki sudah menunggu di depan pintu masuk.

"Oh, Ryoichi datang juga?" tanya Hazuki sambil tersenyum lebar saat melihat Ryoichi datang bersama dengan Yui.

"Iya, aku ingin menemani Yui datang kesini," ujar Ryoichi.

"Kau memang tak pernah mau lepas dari Yui, ya?" canda Hazuki, membuat Ryoichi dan Yui sama-sama tersipu.

Mereka pun segera masuk ke dalam bar itu. Bar megah yang mewah itu sudah dipenuhi oleh banyak pengunjung. Suasana dalam bar itu memang menyenangkan.

Tak butuh waktu lama, Yui akhirnya menemukan Shizuki. Lelaki itu segera menghampiri Yui.

"Wah, kau lebih cantik dari yang kuingat," ujar Shizuki setelah memperhatikan penampilan Yui.

"Apa kau sedang mengejekku?" tanya Yui sambil mengerucutkan bibirnya.

Shizuki mengacak rambut Yui dengan lembut kemudian berkata, "Tentu saja tidak. Kau selalu cantik."

"Terima kasih," senyum Yui. "Oh, kenalkan. Ini Takamasa Ryoichi. Dan tentu saja kau sudah bertemu dengan Hazuki waktu itu kan?"

"Oh, kau juga cantik sekali malam ini, Aikawa-san," kata Shizuki seraya tersenyum lebar pada Hazuki.

Hazuki hanya menanggapinya dengan tersenyum malu.

Shizuki mengalihkan pandangannya pada Ryoichi lalu, berkata, "Dan suatu kehormatan bisa bertemu denganmu, Takamasa-san. Aku sering mendengar tentang keluargamu dari ayahku, tapi ini pertama kalinya kita bertemu."

"Selamat atas pembukaan bar ini," ujar Ryoichi singkat, wajahnya datar. Entah kenapa ia merasa tak suka pada Shizuki. Bukan, mungkin ia tak suka caranya menyentuh Yui. Mereka tampak sangat dekat.

***

Shizuki mempersilahkan Yui dan yang lainnya untuk masuk ke ruang VIP. Ia mengajak Yui untuk duduk di sebelahnya dan mereka mulai mengobrol.

Sepanjang waktu, Ryoichi hanya memandangi mereka dengan pandangan tajam sambil sesekali meneguk minuman di gelasnya. Ia tak mengatakan apapun. Ryoichi yang biasanya ceria, hari ini justru tampak menyeramkan.

Hazuki mencium sesuatu yang janggal. Atmosfir di dalam ruangan itu benar-benar terasa aneh. Hazuki menyikut Ryoichi pelan lalu Ryoichi memandangnya dengan bingung.

"Ada apa?" tanya Ryoichi.

"Harusnya aku yang bertanya padamu. Kau bukan memandangi Yui karena mengagumi kecantikannya. Jangan pikir aku tidak tahu," kata Hazuki.

Ryoichi menghela nafas. "Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."

"Sampai kapan kau hanya akan menjadi penonton?"

"Aku tidak—"

"Kau tidak berpikir kalau hanya kau seorang yang menyukai Yui kan? Jangan sampai kau terlambat."

Kata-kata Hazuki menggema di telinga Ryoichi. Bukan hanya aku yang bisa jatuh cinta pada Yui, batinnya. Memikirkan hal itu, tenggorokannya tiba-tiba tercekat. Ia tak bisa berada di sana lebih lama lagi.

"Yui," Ryoichi beranjak dari tempat duduknya dan memanggil Yui.

"Ada apa?" tanya Yui.

"Aku merasa tidak enak badan, aku harus pulang duluan."

"Apa kau baik-baik saja? Kau mau aku pulang bersamamu?"

"Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Nikmati saja waktumu disini."

Ryoichi tak menunggu Yui menjawab dan langsung berlalu keluar dari bar itu. Ia segera masuk ke dalam mobilnya dan menyetir menuju apartemennya.

Sesampainya ia di apartemen, ia membanting diri ke atas ranjangnya dan memejamkan matanya. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah Yui.

Saat ia berdiam diri seperti ini, kekosongan di hatinya tanpa Yui makin terasa. Bayangan Yui terus berputar di pikirannya. Ia benar-benar tak bisa melenyapkan Yui dari otaknya.

Setiap pagi, Yui akan membangunkannya dan menyeretnya dari ranjang ke kamar mandi. Yui lalu menyiapkan sarapan, membuatkan bekal untuknya dan menemaninya sepanjang hari. Ia sudah terlalu terbiasa dengan keberadaan Yui di sekelilingnya. Dan memikirkan Yui yang mungkin saja jatuh ke tangan orang lain, rasanya lebih baik ia mati. Yui adalah cinta pertamanya. Dan ia tak mau melepaskannya.

***

Hari ini hari Minggu. Pagi-pagi sekali Shizuki mengajak Yui untuk jogging di taman kota. Waktu mereka masih kecil, mereka sering menghabiskan waktu bersama dengan bermain di taman kota.

"Pagi, Shizuki!" seru Yui saat ia menemukan Shizuki yang sedang menunggunya di bangku taman.

"Akhirnya kau datang juga, Yui," ujar Shizuki sambil tersenyum.

Tanpa membuang waktu lebih lama, mereka segera berlari mengelilingi taman itu sambil mengobrol. Mereka mengingat tempat-tempat yang biasa mereka datangi untuk bermain bersama. Setelah merasa lelah, mereka berdua beristirahat di sebuah kafe yang ada di dekat taman kota sambil minum kopi.

"Wah, rasanya enak berolah raga lagi setelah sekian lama. Sayang sekali Hazuki tidak bisa ikut. Kalau dia ikut, pasti dia juga akan merasa senang," celoteh Yui sambil menyeruput kopi di cangkirnya.

"Kau benar-benar tidak berubah," kata Shizuki.

"Apanya?"

"Sejak dulu kau selalu ingin membagi kebahagiaanmu dengan orang lain."

"Ah, tidak juga. Aku hanya berharap Hazuki bisa ikut juga. Memang sudah lama sekali aku tidak berolahraga seperti itu," kata Yui.

"Benarkah? Memangnya kau sangat sibuk, ya?" tanya Shizuki.

"Yah, bisa dibilang begitu. Menjadi asisten pribadi Ryoichi memang tidak mudah, tapi aku menyukai pekerjaanku."

"Begitu ya."

Suasana tiba-tiba hening. Entah mengapa untuk beberapa detik, wajah Shizuki berubah muram. Yui pun merasa kalau ia harus mengatakan sesuatu untuk menghindari atmosfir ini.

"Bagaimana denganmu Shizuki? Apa kau kembali ke Jepang hanya untuk mengurusi bar itu?"

"Sebenarnya... Tidak juga."

Yui menyeringai. "Sudah kuduga!" serunya. "Pasti ada tujuan lain."

"Yah, sebenarnya aku juga datang untuk menemui seseorang." Shizuki menggaruk tengkuknya dan tersenyum canggung.

"Benarkah? Siapa? Pasti orang yang penting bagimu." Yui memandangi Shizuki dengan penuh rasa penasaran.

"Bisa dibilang begitu. Dia cinta pertamaku."

"Wah, romantis sekali!" seru Yui sambil terkikik. "Dia benar-benar beruntung!"

Shizuki tiba-tiba saja terbelalak. "Beruntung? Benarkah?"

Yui mengangguk mantap. "Tentu saja! Memiliki orang yang mencintai kita adalah sebuah keberuntungan."

Shizuki memandang Yui sejenak kemudian tersenyum. "Baguslah kalau begitu."

"Memangnya siapa dia? Apa aku mengenalnya?" tanya Yui lagi.

"Mungkin saja," jawab Shizuki sambil tersenyum misterius.

Tiba-tiba ponsel Yui berbunyi dan ternyata ada telepon dari Ryoichi.

"Moshi moshi, Ryoichi?" Yui mengangkat telepon.

"Yui, kau sedang apa?" tanya Ryoichi dari ujung telepon.

"Aku sedang minum kopi di kafe dekat taman kota. Memangnya ada apa?"

"Apa kau bersama seseorang?"

"Oh, iya, aku sedang bersama Shizuki. Apa kau butuh sesuatu?"

Ryoichi tidak menjawab.

"Hei, Ryoichi apa kau masih disana?"

"Tidak. Nikmati saja waktumu, maaf sudah mengganggu."

Setelah mengatakan itu, Ryoichi menutup teleponnya.

Yui memandang ponselnya dengan bingung. Ryoichi benar-benar aneh. Ia tak seperti orang sakit tapi nada bicaranya tadi benar-benar tidak seperti biasanya. Mungkin marah? Tapi kenapa? Yui juga tidak tahu.

Sementara itu, Ryoichi yang sedang berada di apartemennya kini merasa tak karuan. Tadinya ia berniat untuk mengajak Yui jalan-jalan, namun tampaknya Shizuki mendahuluinya. Kini ia terbaring lemas di atas ranjangnya, tak tahu harus berbuat apa. Kalau begini terus, ia mungkin saja akan kehilangan Yui.

***

Pagi itu seperti biasa Yui datang ke apartemen Ryoichi. Yui yang biasanya menemukan Ryoichi tertidur di kamarnya, pagi ini merasa terkejut karena menemukan Ryoichi tertidur di atas sofa di ruang tengahnya. Kantung matanya yang menghitam menandakan ia belum lama tidur.

Yui berlutut di samping sofa itu dan memandangi wajah Ryoichi. "Dia benar-benar manis saat sedang tidur." Yui mengelus rambut Ryoichi perlahan seakan Ryoichi akan pecah jika ia memperlakukannya terlalu keras.

Akhirnya Yui memutuskan untuk membiarkan Ryoichi tidur sedikit lebih lama dan mulai menyiapkan sarapan untuknya. Ia pergi ke dapur dan mulai memasak.

Tak lama kemudian, aroma masakan Yui menyebar ke seluruh ruangan apartemen. Ryoichi yang semula tertidur pun terbangun saat mencium aroma masakan Yui yang sangat ia kenal. Saat ia membuka mata, ia melihat Yui sedang sibuk memasak di dapurnya. Ia tersenyum lebar namun senyumnya itu seketika sirna saat ia teringat kejadian kemarin.

"Oh, kau sudah bangun, Ryoichi?" ujar Yui saat ia melihat Ryoichi.

Ryoichi hanya mengangguk tanpa melihat ke arahnya.

"Ayo sarapan dulu. Aku sudah membuat banyak makanan kesukaanmu. Aku juga sudah menyiapkan bekalmu."

"Aku tidak mau," kata Ryoichi pelan, namun tajam.

Yui terkejut. Ia menghampiri Ryoichi kemudian bertanya, "Ada apa? Apa kau sakit?"

Ryoichi terdiam. Ia hanya memalingkan wajahnya dari Yui. Ekspresinya pun dingin, tidak seperti Ryoichi yang biasanya ceria.

"Ryoichi, ada apa denganmu? Kau sudah aneh sejak kemarin."

"Tak usah pedulikan aku."

Merasa terhenyak dan bingung, Yui kembali bertanya, "Apa maksudmu? Bagaimana bisa aku tidak mempedulikanmu?"

"Aku yakin sebentar lagi kau tak akan perlu repot-repot bekerja di sini lagi. Kau tak akan butuh apapun jika kau menikah dengan pemilik bar yang kaya raya itu."

Yui membeku. Ia tak tahu apa yang harus dikatakannya. Ia benar-benar tak mengerti kenapa Ryoichi mengucapkan hal seperti itu.

"Apa yang kau bicarakan?"

"Jangan tanya aku. Kau lebih tahu tentang hal itu."

"Kenapa kau bersikap seperti ini Ryoichi? Ada apa denganmu?"

"Kau tak perlu mengurusiku lagi. Aku yakin kau bersenang-senang kemarin."

"Ryoichi, cukup."

"Itu kenyataannya. Kau pasti lebih bahagia saat kau bersama lelaki itu kan?"

"Hentikan, Ryoichi!"

"Aku sudah tahu kalau dia teman lamamu, dan aku juga tahu dari caranya menatapmu. Dia sangat menyukaimu."

"Itu tak ada artinya bagiku."

"Jangan berpura-pura! Kalau kau begitu menyukainya, kenapa kau tidak terus saja bersamanya dan tinggalkan saja aku sendirian?!"

PLAK! Tiba-tiba terdengar suara telapak tangan Yui yang menghantam pipi kiri Ryoichi. Yui dan Ryoichi sama-sama terbelalak kaget, namun Yui segera memandang tajam ke arah Ryoichi.

"Aku membencimu, Ryoichi."

Yui mengatakannya dengan pelan, namun tegas. Kata-kata itu terasa seperti pedang yang menghunus jantung Ryoichi. Sebelum Ryoichi sempat mencerna kata-kata itu, Yui segera berlari keluar dari apartemen dan menghilang dari pandangan Ryoichi.

Suasana seketika hening. Ryoichi menjatuhkan dirinya ke sofa dan mengacak-acak rambutnya sendiri dengan frustasi.

"Apa yang telah kulakukan?" gumamnya.

***

Di saat yang sama, Yui berlari secepat yang ia bisa menuju apartemennya. Sesampainya dia di rumah, dia segera masuk ke kamarnya dan mengunci dirinya di dalam. Ia meringkuk di atas tempat tidurnya dan menangis sejadi-jadinya. Ia tak tahu kenapa tapi dadanya sesak. Hatinya benar-benar terasa hancur.

Setelah puas menangis dan berangsur tenang, Yui hanya duduk diam di atas tempat tidurnya. Ia menyentuh pergelangan tangannya, dimana gelang pemberian Ryoichi masih tersemat. Ia mengelus gelang itu dengan lembut, seakan gelang itu adalah hartanya yang paling berharga.

Yui memang sudah sepantasnya marah pada Ryoichi. Tapi yang tak bisa ia mengerti adalah rasa sakit yang teramat dalam saat Ryoichi mengucapkan hal yang menunjukkan bahwa ia tak percaya padanya. Mengapa ia merasa begitu sedih saat Ryoichi tidak percaya padanya? Padahal bisa saja ia mengabaikan kata-kata Ryoichi dan berhenti dari pekerjaannya. Tapi baginya, semua ini tak semudah membalikkan telapak tangan.


Continue lendo

Você também vai gostar

6.1M 707K 53
FIKSI YA DIK! Davero Kalla Ardiaz, watak dinginnya seketika luluh saat melihat balita malang dan perempuan yang merawatnya. Reina Berish Daisy, perem...
17M 753K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
1M 147K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...