Ada sedikit rasa kecewa di dalam hati Alma ketika Rendi menolak ciumanya yang kedua. Rendi masih diam. Alma juga. Suasananya malah menjadi canggung.
Rendi mengumpat didalam hatinya tentang apa yang barusan ia lakukan.
"Kenapa?" Tanya Alma.
"Maksudnya?" Tanya Rendi bingung.
"Kenapa kamu nolak?"
"Mending kamu tetap di Indonesia aja, pergaulan di Amerika nggak bagus buat kamu" jawab Rendi yang entah ngelantur kemana.
"Ini nggak ada hubunganya sama itu. Aku bisa jaga diri aku sendiri. Dan asal kamu tahu, tadi itu first kiss aku! Kamu jahat kalau berpikir aku disana bukan cewek baik-baik. Apa aku salah kalau mencium orang yang aku sayang? Jangan bilang hati kamu udah bukan buat aku lagi?" Kata Alma panjang.
"Lebih baik kamu masuk, udah malam"
Hati Alma seperti hancur berkeping-keping, Ketika ia mencoba untuk mengungkapkan perasaannya, namun hanya dibalas oleh kata-kata yang tidak ada hubungannya sama sekali.
Alma membalikkan tubuhnya hendak masuk kedalam apartmenya. Rendi masih berada di dekatnya. Tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggil Rendi.
Rena, adalah seseorang yang tadi memanggil Rendi.
"Bang! Kok disini? Jemput gue ya?"
Rendi hanya diam. Ia bingung menjawab apa. Ketika ia akan mejawab, Alma mendahuluinya.
"Aku bodoh. Kamu udah punya pacar. Kalau begitu, ciuman tadi jangan terlalu dipikirkan. Itu nggak berarti apapun"
****
Rena berjalan pulang bersama Rendi.
"kok lo bisa ada di sana Ren?" Tanya bang Rendi.
"Itu kan apartmennya Hilda juga. Aku habis ngerjain tugas."
Rendi hanya ber-oh ria.
"Bang Rendi ngapain di sana?"
"Nganter temen" jawabnya singkat.
"Temen apa temenn?" Goda Rena.
"Temen. Nggak usah ngeyel"
"Temen, tapi kok tadi ciuman? Gimana bang rasanya? Aku belum pernah nih. Bang Rendi sering ya?"
"Baru sekali tadi" kata Rendi keceplosan.
"Masih kecil ikut campur aja" kata Rendi setelah ia sadar jika keceplosan sambil mengacak rambut Rena.
"Beda setahun juga" kata Rena kesal.
"Tadi yang namanya Alma ya bang?" Tanya Rena mulai serius.
Rendi menatap Rena. Tatapan yang membuat Rena bergidik ngeri. Itu tandanya jika Rendi sedang tidak mau diganggu atau ditanyai macam-macam. Dan itu juga membuat Rena berpikir bahwa jawaban dari pertanyaannya tadi adalah 'iya'
****
Rendi pergi menghampiri Aldi Dirumahnya. Ia ingin mengkonfirmasi apa yang Alma ucapkan semalam. Ia sangat penasaran. Sebab lain? Apa maksudnya?
Rendi menekan bel yang berada di dekat pintu rumah Aldi. Beberapa saat kemudian pembantunya keluar untuk membukakan pintu.
"Mau cari siapa ya mas?"
"Aldi mbak, ada?"
"Mas Aldinya masih keluar. Nggak tahu kemana"
"Yaudah mbak, nanti saya kesini lagi aja"
Rendi mengumpat dalam hatinya. Ia sudah tidak sabar untuk segera mengetahui jawaban Aldi.
Ketika akan meninggalkan rumah Aldi, tiba-tiba ada sebuah mobil datang. Ada Aldi di dalam mobil itu. Rendi segera menghampirinya. Rendi langsung saja masuk kedalam mobil Aldi dan duduk di samping kemudi.
"Gue ketemu Alma" kata Rendi tanpa basabasi.
"Lo serius? Dimana? Anter gue ke tempat Alma sekarang!" Perintah Aldi.
"Dia nggak mau ketemu sama lo. Lo bohongkan? Dia nggak mau ketemu lo bukan karena masalah kita dulu!"
"Maksud lo apa sih?! Gue ngga ngerti!"
"Alma bilang ada alasan lain! Jujur sama gue. Alasan apa?"
"Alasan lain? Apa mungkin-" kata Aldi menggantung.
Rendi hanya bisa menghela napas. Ia sudah sangat penasaran dengan alasan yang di maksud Alma.
"Dulu, orang tua Alma, itu sahabat bokap gue. Dan waktu Alma umur 7 tahun, Alma sama orang tuanya kecelakaan. Orang tua nya meninggal di tempat, sedangkan Alma masih hidup. Dia di tolong sama orang. Alma langsung dibawa ke rumah sakit. Kata dokter dia amnesia. Bokap gue mutusin buat ngangkat Alma jadi anak. Apa sekarang ingatanya udah balik?"
"Lo serius itu alasannya?" Tanya Rendi memastikan.
"Gue nggak tahu alasannya apa. Cuma itu yang gue tahu."
***
Disekolah, Rendi sedang bermain basket bersama teman-temannya. Tiba-tiba ia merasa kakinya sangat lemas. Sulit sekali digunakan untuk berdiri.
Rendi menhiraukannya. Ia tetap bermain basket di lapangan sekolahnya itu.
Bug!
Richard dan kedua temannya langsung menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat Rendi yang terjatuh.
"Ren lo enggak apa apa?" Tanya Bagas.
"Enggak kok, lanjut main lagi yuk!"
Rendi mencoba untuk berdiri. Tetapi usahanya sia-sia. Ia tetap tidak bisa berdiri.
"Serius? Lo nggak apa-apa?" Tanya Fendi.
"Serius!"
"Goblok! Lo berdiri aja nggak bisa, nggak papa dari mananya?!" Kali ini Richard mulai angkat bicara.
"Bantuin gue, angkat dia ke uks!" Perintah Richard kepada seorang pmr yang sedang lewat.
Rendi langsung di bawa ke uks. Richard menemaninya. Rendi memang selalu begitu. Keras kepala.
"Kok kaki gue lemas banget ya?"
"Gitu ngomongnya nggak papa, nggak papa dari Hongkong??" Jawab Richard.
"Nggak usah di paksa. Lo disini aja dulu" tambahnya.
***
Kemarin...
Richard sedang berjalan-jalan di sebuah mall bersama sepupunya. Ia mampir ke sebuah cafe yang berada di dalamnya.
Richard memesan makanannya dan segera duduk.
Ketika akan duduk ia tidak sengaja bertemu dokter Ardhan. Richard pun memutuskan untuk menyapanya. Karena mereka memang sudah kenal lama.
"Hai dok?"
"Hai Richard! Apa kabar nih?"
"Baik kok,"
"Kalau teman kamu? Rendi?"
"Gitu deh,"
"Kok saya punya firasat buruk tentang dia ya?"
"Maksud dokter?"
"Waktu terakhir kali dia periksa, keadaannya itu malah semakin memburuk."
"Memburuk gimana?"
"Saraf-sarafnya ada yang sudah rusak. Dan kemungkinan besar dia akan lumpuh."
***
Dia bukan Tuhan, tapi kenapa apa yang dia ucapkan benar- benar terjadi? -Richard
MY BEST BROTHER