I Wuf U

By wulanfadi

12.6M 490K 81.8K

I Wuf U: Ketika terlalu takut mengatakan "I Love You". Bila saja semua orang bisa berani menyatakan perasaann... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17 (a)
BAB 17 (b)
BAB 17 (c)
BAB 17 (d)
BAB 18 (a)
BAB 18 (b)
BAB 18 (c)
BAB 19 (a)
BAB 19 (b)
BAB 19 (c)
BAB 20 (a)
BAB 20 (b)
QUESTION AND ANSWER - 1
PEMENANG CHALLENGE
ONESHOT - 1
ONESHOT - 2
Sedikit Membagi Kisah
ALTERNATE ENDING IWY

BAB 13

185K 13.7K 2.9K
By wulanfadi




AIR mata Ira kering karena menguras tangis. Di sampingnya terbaring Alden dengan ditemani selang infus di punggung tangan kiri cowok itu. Sejak tadi Alden belum siuman dari pingsannya. Bunda cemas, begitu pun Ira. Saat ini Bunda sedang salat di masjid. Sementara Ira tidak karena sedang berhalangan.

"Kamu bisa jahat ya, sama aku?" tanya Ira lebih kepada angin malam. "Kamu sakit kayak gini karena seseorang yang sama sekali nggak peduli sama kamu. Sementara aku yang sangat peduli sama kamu, kamu buang kayak sampah."

Ira mendongak. Mempertanyakan pada diri sendiri kenapa orang seberuntung Iris harus menyia-nyiakan Alden. Iris memiliki apa pun yang dia mau. Talenta, cowok, bahkan hal-hal yang Ira inginkan ada pada Iris. Lalu kenapa tidak sekali pun Iris peduli pada Alden? Kalau jadinya seperti ini, Ira rela Alden bersama Iris... yang tidak Ira rela adalah bila Alden menderita.

Tidak apa bagi Ira. Toh, patah hati sudah menjadi makanan sehari-harinya.

Krieeet....

Pintu depan menggeser terbuka. Ira menoleh perlahan, terkejut melihat Iris berada di sana bersama Ari. Ira memang menelepon Ari untuk segera ke rumah sakit karena penyakit Alden kambuh. Namun dia tidak menyangka bahwa Ari akan membawa Iris. Dari sekian banyak orang yang bersama Ari, kenapa harus Iris yang melihat ini?

Ada raut bingung sekaligus cemas di wajah Iris ketika melihat Alden. Hal ini membuat Ira mendengus geli. Kadang cewek akan baru nyesel kalau sudah terjadi sesuatu yang buruk. Contohnya adalah wajah Iris sekarang. Sangat menyebalkan.

"Alden...?" tanya Iris, ling-lung. Matanya kini mengarah pada Ira. "Ra, Alden kenapa?"

Ira sepenuhnya mengabaikan Iris. Dia berdiri. Berjalan menuju Ari dan Iris hingga mereka berhadap-hadapan. Jarak mereka hanyalah batas pintu.

"Kayaknya lebih baik kalo lo pulang dulu, Ar. Biar gue di sini yang jaga Alden."

Tidak mendapatkan jawaban Ira, Iris menoleh ke arah Ari, menuntut penjelasan. Namun Ari hanya menatap Ira dalam diam. Membuat Iris bingung setengah mati. Baru saja Iris hendak mengambil langkah menuju Alden, Ira menghalanginya.

"Lo nggak berhak ke sana," ucap Ira dingin. Tangannya mencengkeram erat pergelangan tangan Iris. "Lo sama sekali nggak berhak."

"Maksud lo apa, sih? Apa salah kalo gue jenguk Alden?"

Cewek berengsek.

Menurut Ira, Iris adalah antagonis yang bersemayam menjadi protagonis gadungan. Dia lebih kejam dibanding Ira. Dia tidak memiliki perasaan, apatis, bahkan yang terpenting dia tidak peduli dengan perasaan orang lain. Mengapa Alden bisa menyukai cewek seperti itu?

Keadaan hening dan canggung untuk sesaat. Iris dan Ira saling pandang sengit. Sementara Ari hanya menghela napas berat.

"Is... Iris...."

Suara parau itu memecah keheningan di antara mereka berempat. Tiga kepala menoleh ke arah satu, yang terbaring di tempat tidur. Memanggil salah satu dari tiga kepala, mungkin merasakan kehadirannya.

"Airysh...."

Ira tidak percaya ini. Saat Ira melakukan segalanya untuk Alden, cowok itu malah memikirkan Iris. Menurut Ira, Alden sama saja. Di otak Alden mungkin Ira hanya... 0,05 persen.

Dengan perasaan terluka, Ira mengambil tas jinjingnya dan berderap keluar kamar rawat. Ira sempat menyenggol keras bahu Iris, tapi bahkan cewek itu tidak melawan sama sekali. Iris hanya terpaku melihat Alden.

Lagi-lagi hening ketika Ira berlalu pergi. Ari merasa sesak saat melihat Iris menatap Alden. Seolah sahabatnya itu bisa kapan pun merebut Iris dari sisinya.

"Ris, kita pulang aja, yuk?" ajak Ari lembut. "Hari ini cukup."

Masih dengan mata terpancang pada Alden, Iris menjawab, "Nggak. Kalo lo mau pulang, silahkan." Sadar apa yang ia katakan salah, Iris menoleh ke arah Ari. Ada binar menyesal di matanya. "Sori, Ar, gue nggak bermaksud. Gue cuma... kaget."

Ari mencoba tersenyum. Ini situasi yang menyebalkan. Iris melupakannya karena Alden. Ya, seharusnya Ari cemas karena kondisi Alden memburuk. Hanya saja dia tidak bisa membohongi diri sendiri kalau dia kesal.

"Gue tunggu di luar, kalau gitu," ucap Ari pelan, menepuk puncak kepala Iris sebelum keluar kamar rawat. Terdengar suara pintu menggeser menutup. Ari meninggalkan Iris berdua dengan Alden.

Iris duduk di kursi di samping tempat tidur Alden. Mata Iris menyusuri punggung tangan Alden dimana jarum infus menusuk di sana. Iris mengambil tangan itu dan mengusapnya dengan ibu jari.

"Alden...," panggil Iris. "Maaf, gue baru tahu kalo lo nunggu di kafe. Gue matiin hape gue, Den, gue nggak lihat pesan lo."

Tidak ada balasan dari Alden. Cowok itu tetap diam. Matanya menutup damai, seolah tidur, tanpa merasakan sakit apa pun.

"Alden, lo sakit apa? Lo nggak pernah cerita apa-apa ke gue."

Lagi-lagi Alden tidak menjawab. Iris ingin Alden merespon ucapannya. Karena kalau tidak, Iris tidak akan bisa pulang dengan hati tenang.

"Alden...?"

Iris menghela napas berat karena Alden tidak menjawab. Kepalanya ia tundukkan di samping tempat tidur. Air mata mulai merebak akan rasa bersalah. Iris tidak tahu kenapa, tapi perasaannya bilang kalau semua ini karenanya. Kalau bukan karena Iris, tidak mungkin Ira menatapnya sebenci itu.

"Iris...."

Mendengar suara itu, Iris mendongak. Dilihatnya Alden yang sudah membuka mata, menatap ke arahnya sangat lembut. Senyum terukir di wajah Alden.

"Belajar... yuk...," ucap Alden parau. Untuk mengucapkan satu kata saja, Alden sangat sulit. Hati Iris remuk mendengarnya. Apalagi dalam kondisi seperti ini... Alden masih memikirkannya. "Besok... Iris ulangan, harus... belajar."

"Alden, kenapa harus sejauh ini?" tanya Iris. Lelehan air mata jatuh mengenai sprei tempat tidur Alden.

Sekuat mungkin, tangan Alden terulur ke arah Iris untuk mengusap air matanya. "Jangan... nangis...."

Hati Iris semakin remuk. Tangisnya berubah menjadi isakan. Iris membekap mulutnya dengan kepalan tangan seiring isakannya mengencang. Dia merasa sangat bersalah karena disayangi oleh orang yang sudah Iris perlakukan jahat.

"Iris... aku... sayang... kamu...."

Alden, berhenti, batin Iris. Ingin dia mengatakannya tapi kata-kata itu seolah masuk kembali ke kerongkongannya. Dia tidak bisa mengatakan satu patah kata pun.

"Kasih aku waktu... dua bulan... untuk nunjukkin... perasaan aku...," ujar Alden, senyum terukir di wajahnya. Dia tampak terlihat damai seolah sebentar lagi akan meninggalkan Iris. "Beri aku waktu... dua bulan untuk bahagia."

Iris menggamit tangan Alden yang dingin, menempelkannya pada pipinya. Dia menatap Alden tak percaya.

"Kenapa harus gue, Den? Lo... lo punya Ira. Dia bakal lakukan apa aja buat lo. Gue nggak... gue nggak pantes buat lo. Kenapa harus sejauh ini?"

Alden lama terdiam. Matanya menerawang pada langit-langit rumah sakit. Kemudian dia kembali menatap Iris.

"Karena saat aku berpikir... aku bakal mati... aku melihat kamu... dan keinginan aku untuk bertahan hidup itu kembali. Karena kamu, aku merasa kuat."

Tangis Iris pecah. Selama ini Iris selalu bersikap dingin pada Alden. Dia tidak peduli pada eksistensi Alden. Menganggap Alden adalah orang luar pada dunia Iris. Namun ternyata orang yang Iris anggap sebagai orang luar adalah orang yang benar-benar menyayanginya secara tulus.

Lalu ketika tangis Iris berhenti, dia berkata. "Gue nggak bisa janji untuk ngasih lo dua bulan itu, Den. Tapi gue janji bakal mempertimbangkannya."

Binar senang menari-nari di wajah Alden. Sekuat tenaga dia mengacungkan jari kelingkingnya. "Janji...?"

Iris terenyuh. Dia mengaitkan jari kelingkingnya pada jari Alden, mengangguk.

"Janji."

Seperti yang kita semua tahu, hanya Alden yang berani mengungkapkannya perasaannya. Dia tidak takut mengatakan "I love you" ketimbang "I wuf you".

Sementara itu, Ari mendengar segalanya. Dia terduduk di kursi panjang koridor, termenung. Apa ini artinya ia akan kehilangan Iris? Direbut oleh sahabatnya sendiri?

Bagaimana bila saat Alden memiliki Iris dan Ari belum pernah sekali pun mengungkapkan perasaannya? Seharusnya Ari berani seperti Alden, tapi Ari takut akan kemungkinan terburuknya. Ari takut Iris pergi. Karena berada di samping Iris pun cukup bagi Ari.

Pintu kamar menggeser terbuka. Di sana muncul Iris dengan mata sembab. Ari langsung berdiri dan berhadapan dengan Iris, memeluk cewek itu. Iris membalas pelukan Ari, menangis di sana.

"Alden sakit apa, Ar?" tanya Iris, suaranya pecah akan tangis.

Ari kaku, diam. Bahkan Iris masih mencemaskan Alden saat mereka bersama. Ah, bukan. Bahkan saat kedua lengan Ari merengkuh Iris, menjaganya, Iris tetap mempertanyakan soal Alden.

"Ar... jawab."

Helaan napas berat meluncur keluar dari bibir Ari.

"Thalasemia... thalasemia mayor."

"Sejak kapan? Udah seburuk apa? Kenapa dia masih ke sekolah?"

"Sejak kecil, Ris. Itu penyakit genetis," Ari mengusap puncak kepala Iris. "Keadaannya makin memburuk sekarang. Cuma transfusi darah yang bisa membantu. transplantasi sumsum tulang juga nggak gampang untuk nyari pendonornya. Dia memang keliatan baik-baik aja, tapi Alden sering merasa pusing dan wajahnya pucat. Apa kamu nggak sadar, Ris?"

Isak tangis Iris mengencang. Ari pun menenangkannya, mengatakan bahwa mungkin masih ada kemungkinan Alden bertahan. Tapi Iris sangat syok. Dia tidak pernah tahu bahwa cowok baik seperti Alden mengidap penyakit seperti itu.

Hati Iris remuk hari ini.

Dan malam itu pikirannya hanya dipenuhi oleh Alden, Alden, dan... Alden.

A.N

for those who said that iris is a bitch, she doesn't. she just doesn't know the truth. plus, she's a total introvert after all. she scared that alden could bring nothing but hurt to her scars

i hope that you like this chapter! i promise in the next chapt is more lovely

xx, wulanfadi

Continue Reading

You'll Also Like

5.7M 381K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5M 284K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
1.1M 152K 25
Series Pertama #2A3Series Semenjak ada murid baru itu, Jevon memberi usul pada sang ketua kelas untuk membuat grup chat kelas. Pada nyatanya i...
864K 67.4K 35
[Sudah terbit dan bisa didapatkan di Gramedia dan toko buku terdekat atau WA ke nomor : 0857 9702 3488] Aldeo punya mantan namanya Sandria. Sedangkan...