Smile

Par ShimJaeCho

96.8K 7.4K 418

Jaejoong akan melakukan apapun agar bisa dekat dengan Yunho. Romance, School Life, Hurt/Comfort, Friendship... Plus

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
End
Sekuel B
Sekuel C
Sekuel D
Special Chapter

Sekuel A

8.7K 701 57
Par ShimJaeCho

"Yeeeyyyy! Selesai!"


Seorang namja berkaos putih itu merenggangkan tubuhnya dan berjalan riang menuju kendaraannya, sepeda. Dia kemudian mengemudikan sepedanya dengan pelan dan menikmati pemandangan yang ada dikanan dan kirinya. Sawah – sawah menyapa matanya dengan indah, dia senang sekali melihat pemandangan ini.

"Pagi Jejun"

"Ah pagi Bibi Gou, Bibi Ling"


Namja tampan itu berhenti ketika bebrapa wanita paruh baya menyapanya, para wanita paruh baya itu bekerja di sawah luas ini dan menyapa namja tamoan itu adalah suatu kebiasaan karena dulu sang namja tampan yang menyapa mereka terlebih dahulu.


"Bagaimana kabarmu hari ini?" Tanya salah satu wanita paruh baya itu

"Seperti biasa, melihat bibi – bibi tersenyum, aku bahagia"

"Hahahahaha bagaimana bisa kau menggombal pada wanita tua seperti kami?"

"Bibi belum tua, bahkan masih cantik"

"Ck, berhentilah menggombal Jejun. Kau ini! Ah! Ambil ini, aku membuatkannya khusus untukmu dan papamu"

"Eh?"

Namja bernama Jejun itu mengambil sebuah rantang dua tingkat dari tangan wanita bermarga Gou dan menatapnya dengan bingung.

"Itu ayam kukus buatan kami, kau harus makan bersama papamu"

"Kenapa bibi repot – repot? Ck"

"Sudahlah, kami tidak merasa direpotkan malah kami yang sering meropotkanmu dan papamu bukan? Sudah sana pulang dan sampaikan salam pada papamu"

"Oke, terima kasih bibi – bibi sekalian" Jejun membungkkukan tubuhnya kemudian menaruh rantang yang diterimanya tadi pada keranjang depan sepedanya

Jejun pun melanjutkan perjalanannya, beberapa orang pun menyapanya saat Jejun lewat. Dia memang populer seantero desa karena sifatnya yang tidak sombong dan rendah hati. Jejun menghirup udara segar sekelilingnya, rasanya dia sangat bersyukur bisa ada disini.

Jejun memparkirkan sepedanya di halaman rumah sederhananya malah terbilang cukup kecil. Dia masuk dan langsung melihat sang appa di ruang tengah sedang mengerjakan sesuatu.


"Papa, makan siang dulu. Aku dapat ayam kukus dari para bibi – bibi" Ucap Jejun mendekat dan menaruh rantang pada meja di depan papanya

"Kau sudah pulang? Bagaimana?"

"Pekerjaannya nanti dulu, makan siang dulu"


Jejun menaruh tas selempang yang dia pakai pada sebuah meja dan berjalan menuju dapur. Dia kembali dengan membawa piring serta alat makan dan beberapa lauk yang dia sudah siapkan untuk papanya.


"Selamat makan" Jejun memakan dengan lahap makanan yang ada di depannya


Sedangkan papanya menatap dengan senang saat pipi anaknya menggembung karena memasukkan begitu banyak makanan kedalam mulutnya. Sungguh menggemaskan.


"Makanlah dengan pelan Jaejoong ah..."

"Ugh..."

Jejun menelan makanannya dan segera minum kemudian dia mengerucutkan bibirnya dan menatap sebal pada papanya.


"Aku tidak suka dipanggil seperti itu" Ucapnya merajuk

"Mau bagaimana lagi, kau lahir dengan nama Jaejoong... Sudah jangan merajuk dan bantu appa meyelesaikan pembukuan bulan ini"

"Arasseo"


Jejun atau yang dulu bernama Jaejoong itu tersenyum dan melanjutkan makannya. (Oke... Untuk selanjutnya Cho akan panggil dia Jaejoong). Sang appa melanjutkan makannya dengan tenang tapi ada beberapa hal yang mengganjal pikirannya, sebuah berita yang membuat dunianya seakan goyang. Sebuah berita yang pasti akan membuat anaknya bingung tapi dia belum bisa mengatakannya pada sang anak.
.
.
.
.
.
.
.
"Hah..."

Jaejoong merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur singlenya, menatap langit – langit kamarnya yang kecil namun nyaman dan memejamkan matanya. Dia menyukai tempat ini, dia menyukai bagaimana warga disini menyukainya. Dia bahagia saat appanya kembali bangkit dan membuat semuanya bagitu indah pada akhirnya.

Jaejoong menolehkan kepalanya, disamping tempat tidurnya ada sebuah meja nakas dengan hiasan sebuah figura diatasnya. Foto dirinya bersama appanya lima tahun yang lalu saat mereka bangkit dari segala macam keterpurukkan.

Jaejoong tidak menyangka sudah tujuh tahun dia hidup di desa kecil ini, mobil didesa ini bahkan bisa dihitung dengan jari dan udaranya masih belum terkontaminasi dengan polusi. Jaejoong senang berada disini, memulihkan semua walau pada dasarnya luka sekecil apapun akan terus membekas pada dirinya.

Jaejoong ingat bagaimana usaha keras appanya yang membeli satu petak tanah mentah setelah enam bulan kepindahannya kesini, appanya mengubah tanah itu menjadi petak sawah, ingat bagaimana appanya bekerja sendirian disawah karena Jaejoong belum bisa berjalan. Dengan kerja keras itu semakin lama usaha appanya membuahkan hasil.

Appanya pindah ke desa ini dengan alasan sederhana, desa ini penuh dengan potensial namun tidak ada yang mengembangkannya. Bahkan di desa banyak sekali pengangguran, sehingga sang appa yang merasa jiwanya terpanggil berusaha keras memajukan satu petak sawahnya. Saat satu petak sawah itu menjadi tiga petak sang appa mulai mempekerjakan beberapa warga desa. Dan bibi Gou dan bibi Ling adalah salah satu perkerja di sawah milik appa Jaeoong.

Memberikan pelajaran bagaimana bercocok tanam dari dasar dengan sabar hingga akhirnya mulai maju dan sang appa membeli petak – petak tanah kemudian dan jadilah appa dari Jaejoong memiliki dua puluh petak tanah dan perkebunan yang luas untuk beberapa macam buah. Jaejoong sendiri tidak tinggal diam, walaupun saat itu tangannya masih di perban dan kakinya digips dia mengerjakan pembukuannya. Kerjasama tim yang baik membuat warga desa mempercayakan semua pada Jaejoong dan appanya.

Karena larut dalam pekerjaannya membuat kedua namja beda usia itu dapat mengalihkan perasaannya dan sedikit demi sedikit melupakan apa yang sudah menjadi sakit hatinya. Mereka tidak membicarakan tentang Korea jika Jaejoong tidak membicarakannya terlebih dahulu. Sang appa amat sangat menjaga perasaan Jaejoong dan tidak mau melukai hati Jaejoong lagi.

Dan soal nama, Jaejoong memakai marga appanya Han dan mengubah namanya menjadi Han Jejun sedangkan appanya memakai nama aslinya Han Hangeng.


"Sudah tujuh tahun ya? Bagaimana kabarmu Suie ah..." Lirih Jaejoong



Bagaimanapun dia tidak bisa melupakan bagaimana baiknya sang sahabat bukan? Jaejoong merindukan Junsu, Hyun Joong, Kyuhyun bahkan Changmin yang sudah banyak membantunya dulu. Dia merindukan semua sahabatnya hanya saja dia tidak mau mengabari mereka, Jaejoong masih ingin seperti ini, egois untuk mendapatkan kebahagiaan walaupun masih terasa hampa tanpa kehadiran mereka.

Bukannya Jaejoong tidak berteman disini, dia bahkan berkencan dengan yeoja ataupun namja yang dikenalkan oleh warga, temannya pun terbilang banyak termasuk Yihan yang masih menunggu jawaban Jaejoong sampai saat ini. Tapi sosok Junsu yang selalu menemaninya tidak bisa begitu saja hilang dalam pikirannya. Apa lagi Jaejoong sering sekali menghabiskan waktu menemani Jaejoong bercerita.
.
.
.
.
.
.
.
"Papa, kenapa?"



Jaejoong yang baru saja keluar dari kamarnya bingung melihat Mr. Han termenung seakan memikirkan sesuatu yang berat. Jaejoong langsung mendekat dan duduk disamping appanya yang memberikan sebuah senyuman.



"Tidak apa – apa Jejun, kau kesiangan hari ini hm?"

"Iya, aku kesiangan. Tadi malam aku bermimpi indah jadi malas untuk bangun deh"

"Ckckckck..."

"Papa lapar? Aku akan buatkan sarapan dulu oke?"

"Ya"



Jaejoong segera beralih ke dapur tanpa tahu sang appa menatap punggungnya dengan sendu. Mereka menghabiskan sarapan tanpa banyak kata – kata. Setelah ini appanya akan pergi ke sawah memeriksa beberapa petak tanah sedangkan Jaejoong akan berada dirumah dan mengantarkan makan siang untuk appanya siang nanti.

Jaejoong akhirnya menghabiskan paginya dengan membersihkan rumah kecilnya yang nyaman, mencuci pakaian dan menjemurnya. Jaejoong menyeka keringat yang mengucur dari dahinya, musim panas tahun ini terasa begitu menyengat hingga kulit Jaejoong memerah dengan cepat. Tapi, bagaimana ya... Jaejoong menyukai sinar matahari jadi tidak masalah baginya berada dibawah teriknya matahari.



"Hey Jejun"

"Oh! Pagi Yihan, Yifan"



Jaejoong tersenyum menyambut kedua temannya, dia membereskan wadah tempat cucian basahnya dan menghampiri kedua temannya. Mereka berdua adalah kakak adik yang sangat baik, mereka berteman dengan Jaejoong sejak Jaejoong datang ke desa ini.


"Kenapa?" Tanya Jaejoong

"Apa kau sibuk malam ini?" Yihan malah balik bertanya

"Kenapa?" Tanya Jaejoong lagi

"Nanti malam pembukaan festival desa"

"Whooaaa! Ayo kita kesana!" Pekik Jaejoong antusias

"Kami datang kemari memang untuk mengajakmu, ya sudah nanti malam kami jemput jam tujuh ya"

"Oke"


Setelahnya Jaejoong merasa jam berputar dengan cepat, setelah mengantarkan makan siang untuk appanya, Jaejoong ikut berkeliling bersama sang appa dan bercengkrama dengan ramah dengan para pekerja dan mereka pulang saat jam menunjukkan pukul lima sore.



"Papa yakin tidak mau ikut?" Tanya Jaejoong saat mereka baru saja tiba dirumah

"Tidak, ini kan acara anak muda"

"Tapi papa juga masih muda" Jaejoong mempoutkan bibirnya

"Sudah sana siap – siap saja dan pulang bawa menantu untuk papa"

"Papa! Ish!" Jaejoong menepuk – nepuk pipinya yang terasa panas "Kalau papa ikut papa juga bisa membawakanku mama baru untukku dari sana bukan?"

"Ish anak ini! Sudah sana mandi dan bersiap" Ucap appanya berpura – pura kesal



Jaejoong tertawa keras melihat appanya yang marah, dia kemudian meninggalkan sang appa menuju kamarnya. Dia akan bersiap untuk pergi malam ini. Mr. Han menghela nafasnya, dia berpikiran bahwa Jaejoong sudah bisa menerima kehidupannya yang sekarang bahkan Jaejoong berkata apa? Membawakan mama baru untuknya?


"Aku bisa apa tentang itu..." Lirih Mr. Han



Sudah tujuh tahun dan dia masih memikirkan mantan istrinya itu, seseorang yang selalu ada dipikirannya terlebih beberapa hari belakangan ini. Cinta? Mr. Han tidak tahu harus berkata apa, bahkan setelah tujuh tahun tidak ada sosok lain yang bisa menggantikannya.
.
.
.
.
.
.
.
Jaejoong, Yihan dan Yifan sudah berdiri berdampingan, masing – masing dari mereka membawa sebuah lampion yang akan diterbangkan malam ini. Jaejoong menatap lampion berwarna merah muda yang ada ditangannya. Dari sekian banyak warna kenapa juga dia mendapatkan warna merah muda?

Pada kertas lampion itu Jaejoong menuliskan kata "Bahagia bersama papa selamanya". Permohanan sederhana yang selalu dia tulis setiap ada acara penerbangan lampion. Yihan menoleh dan menatap Jaejoong yang sangat cantik disampingnya, Yihan tidak tahu masa lalu Jaejoong tapi saat melihatnya datang kedesa dengan perban dikaki, tangan dan kepalanya membuatnya jatuh cinta. Setelahnya Yihan berteman dengan Jaejoong dan melihat bagaimana kerasnya kehidupan Jaejoong walaupun akhirnya Jaejoong bisa cukup bahagia melihat kemajuan appanya.

Yihan sungguh kagum dengan kegigihan dan ketekunan yang dimiliki Mr. Han, Yihan belajar banyak dari appa Jaejoong itu. Dan lihat hasilnya? Mr. Han menjadi sosok yang disegani di desa. Mata Yihan kemudian melihat kearah lampion yang dipegang Jaejoong, permohonan yang sama tertulis pada kertas lampion itu setiap tahunnya.

Jaejoong tidak pernah menuliskan mama atau kata – kata lain dilampionnya. Jaejoong pernah menghindar saat Yihan bertanya tentang mamanya dan matanya menatap penuh luka pada dirinya. Sejak itu Yihan tidak pernah lagi bertanya tentang masa lalu Jaejoong. Dia tidak mau dihindari oleh sosok cantik yang dia sukai itu.



"Hey! Terbangkan lampionmu Yihan" Ucap Jaejoong

"Eh? Ya"

"Kenapa malah melamun!"

"Maaf"



Jaejoong melepaskan lampion yang ada digenggamannya, pergi tinggi dan berharap permohonannya itu selalu terkabul. Jaejoong terpekik heboh saat melihat pemandangan malam desanya yang indah dihiasi dengan lampu lampion serta lampion warna – warni yang cantik itu terbang dilangit desanya. Jaejoong tersenyum bahagia, dia harap Tuhan mengabulkan permintaannya lagi untuk sepanjang tahun ini. Bahagia... Bersama appanya... Selalu...

Sementara itu, Mr. Han menatap langit desa yang indah dengan pandangan datar, dia baru saja mendapatkan sebuah pesan. Awalnya memang dia yang mengirimkan pesan terlebih dahulu pada orang itu namun sekarang kenapa dia jadi menyesal?


Drrtttt... Drrtttt...




Mr. Han menatap ponsel sederhana miliknya, dia menatapnya beberapa detik sebelum memutuskan mengangkat panggilan tersebut.



"Hallo"

"....."

"Ya, aku akan mengatakan padanya besok"

"....."

"Aku tahu tapi aku tidak bisa memaksanya"

"...."

"Ya"



PIK


Mr. Han menghela nafasnya, bagaimana dia bisa enceritakan semua ini pada anaknya? Apa yang harus dilakukannya sekarang? Dia sudah tidak bisa lagi bersembunyi disini, dia pasti menemukan Mr. Han dengan mudah.



"Chullie..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hoooaaammmmmmm, pagi papa"



Jaejoong menyapa appanya yang sedang meminum teh di ruang televisi, dia bergabung dan duduk dihadapan appanya. Sang appa menuangkan secangkir teh untuk Jaejoong dan Jaejoong menerimanya dengan senang hati.



"Maaf papa, aku pulang malam dan kesiangan lagi hari ini"

"Tidak apa – apa, jarang – jarangkan kau pulang malam seperti tadi malam"

"Hehehehe, habis menyenangkan sekali papa"



Mr. Han tersenyum dan meminum tehnya kembali, dia kemudian meletakkan cangkir tehnya dan menatap Jaejoong.



"Jejun" Panggil Mr. Han

"Ya?" Jaejoong mengerutkan keningnya saat suara datar appanya terdengar, dia menatap appanya

"Eommamu kritis"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jaejoong menghela nafasnya, dia menatap pemandangan indah desa dari atas bukit. Dia mengerjabkan matanya berkali – kali dan tersenyum kecut mengingat percakapannya tadi pagi bersama appanya. Dia bingung harus menjawab apa jadi dia pergi begitu saja membawa sepedanya dan berakhir duduk diatas bukit dibawah sebuah pohon yang cukup rindang.
.
.
- FLASHBACK -
.
.
"E-eh?"

"Dia dirawat di rumah sakit Seoul sebulan yang lalu"


Jaejoong menatap appanya, bagaimana bisa?



"Papa tidak tahu apa yang terjadi, tapi kemarin sebuah berita di koran membuat papa terkejut. Eommamu sudah dirawat di rumah sakit sejak sebulan yang lalu karena depresi" Jawab Mr. Han seakan mengerti apa yang akan diucapkan oleh Jaejoong

"Depresi?"

"Ya... Dan harabojimu menelepon, memintamu untuk datang ke Korea"

"Apa?"

"Eommamu terus menyebut namamu Jaejoong ah... Pergilah dan temui dia" Ucap sang appa diakhiri dengan sebuah senyuman menyakitkan diakhir katanya

"Bagaimana bisa Mr. Kim menghubungi papa? Kita kan sedang-"

"Bersembunyi. Papa tahu, maafkan papa. Kemarin papa mengirimkan pesan padanya, bertanya tentang eommamu. Dan tak lama dia menelepon papa" Mr. Han memotong ucapan Jaejoong

"Papa..."

"Dia meminta dirimu untuk pulang ke Korea"

"Aku..."



Jaejoong menatap appanya dengan tajam, kenapa semua ini terjadi setelah Jaejoong merasa bisa melupakan semuanya? Apa Tuhan tidak bisa mengabulkan permintaan sederhananya? Pergi ke Korea hanya membuka luka lamanya, lagipula bukankah eommanya sudah bahagia dengan lelaki pilihannya?



"Pikirkanlah dulu, bagaimanapun juga dia eommamu... Orang yang melahirkanmu dan membesarkanmu"

"Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Song ahjumma bukan dengannya"

"Kau hanya tidak tahu bagaimana bahagianya eommamu saat mengandung dirimu, mengelus penuh kasih sayang dirimu saat didalam kandungan dan selalu bersenandung untukmu juga menceritakan sesuatu dengan antusias pada dirimu"

"Tapi dia tidak memberikannya lagi setelah aku lahir bukan?"

"Jae..."

"Hentikan itu papa!"

"Dia eommamu"

"Aku tidak akan kemanapun walaupun Tuan Kim datang kesini"

"Kim Jaejoong!"

"Dan namaku Han Jejun!" Ucap Jaejoong dengan datar kemudian dia berlari meninggalkan sang appa yang meremas rambutnya kasar, menyesali nada tingginya pada sang anak
.
.
- FLASHBACK OFF -
.
.
Sebenarnya bukan hanya eommanya yang menjadi halangan bagi Jaejoong untuk pulang ke Korea, dia ingin pergi ke sana paling tidak untuk bertemu Junsu dan Hyun Joong. Memeluk mereka dan mengobrol bersama seperti dulu tapi Jaejoong mengingat bahwa jika dia kesana mungkin saja dia bertemu dengan lelaki yang sudah membuat hatinya hancur berkeping – keping.

Jaejoong tidak sanggup, nyatanya dia belum mampu melupakan lelaki itu, dia tidak bisa melupakan apa yang sudah dilakukan lelaki itu padanya, dia belum mampu untuk bertemu dengannya, dengan Yunho. Jung Yunho yang sudah membuatnya seakan jatuh dari jurang.


"Bagaimana ini?"



Jaejoong menggigit bibir bawahnya, dia bingung dengan keadaannya sekarang. Tidak bisakah dia hidup bahagia disini berdua saja bersama sang appa?

Walaupun larut dalam pikirannya Jaejoong menoleh saat merasa seseorang berjalan mendekat kearahnya, ada Yihan yang berjalan santai kearahnya. Yihan. Namja itu tersenyum saat Jaejoong menyadari kedatangannya, Yihan duduk disamping Jaejoong yang masih berbaring dan menatapnya.



"Sedang apa?"

"Menatap langit" Jawab Jaejoong sekenanya

"Tapi tadi aku lihat kau memejamkan matamu"

"Itu karena terlalu silau" Jawab Jaejoong

"Ada apa? Tadi aku lihat paman Han tidak fokus saat paman Lee berbicara padanya dan menjawab pertanyaan warga dengan asal. Saat aku mendekat dan menanyakanmu dia malah terlihat murung"

"Papaku? Seperti itu?"

"Ya, akhirnya para pekerja meminta paman Han untuk pulang dan beristirahat saja"



Jaejoong terdiam membuat Yihan makin yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi antara Jaejoong dan Mr. Han.


"Hey Yihan" Panggil Jaejoong

"Ya?"

"Bagaimana jika kau bertemu orangtuamu?"



Yihan tersentak, dia hanyalah anak yang ditinggalkan kedua orangtuanya adiknya Yifan lahir. Dia hanya tinggal bersama kakek dan neneknya, tidak pernah mengenal dekat dengan kedua orangtuanya karena saat Yihan lahir kedua orangtuanya langsung meninggalkannya begitu saja dan kembali hanya untuk menitipkan Yifan. Lalu pertanyaan Jaejoong... Bagaimana juga dia bertemu orangtuanya?


"Bagaimana ya?"

"Bagaimana jika kedua orangtuamu memintamu untuk bertemu?"

"Aku mungkin akan memaki mereka" Jawaban Yihan membuat Jaejoong menatapnya

"Memaki?"

"Ya, mengeluarkan apa yang aku rasakan selama ini, memaki mereka kenapa meninggalkanku, tidak memberikan kasih sayang seperti yang teman – temanku dapat, memaki mereka karena sudah menyusahkan kakek juga nenekku dan kemudian... Memeluk mereka"

"Eh?"



Yihan ikut berbaring disamping Jaejoong, menatap langit siang terang benderang disela – sela pohon maple.



"Satu sisi aku sangat marah namun satu sisi aku bersyukur bisa bertemu mereka, bisa melihat mereka secara nyata dan mengucapkan terima kasih"

"Kenapa?"

"Karena mereka tidak menggugurkanku, karena aku bisa lahir dan menyayangi kakek dan nenekku, bisa menjadi kakak bagi Yifan, bertemu dengan Tao dan juga dirimu"

"Oh..."



Jaejoong memejamkan matanya, meresapi sinar matahari yang hangat mengenai permukaan wajahnya. Panas namun Jaejoong menyukainya. Apa dia bisa berlaku seperti apa yang ingin Yihan lakukan jika bertemu kedua orangtuanya?



"Semua orang tidaklah sempurna Jejun... Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Semua pasti memiliki alasan untuk berbuat bukan? Itu yang ingin aku tanyakan pada kedua orangtuaku. Kenapa mereka meninggalkan kami. Satu – satunya jalan agar aku merasa lega dan bahagia tanpa beban adalah memaafkan mereka apapun alasan mereka meninggalkan kami"



Jaejoong kembali membuka matanya dan memberikan senyuman pada Yihan.



"Terima kasih" Ucap Jaejoong tulus

"Untuk?"

"Semua kata – katamu"

"Kau kenapa sih? Mendadak melankolis"

"Hahahaha, hanya ingin meminta pendapat saja"

"Jadi... Apa... Ng... Bagaimana ya? Boleh aku bertanya?"

"Tanya saja"

"Apa ini menyangkut ib-ibumu?" Tanya Yihan ragu

"Ya"

"Dia ingin bertemu denganmu"

"Ya"

"Lalu tunggu apa lagi?"

"Bukan hanya ibuku yang ada disana, tapi... Seseorang yang sudah menyakitiku" Jawab Jaejoong dengan wajah sendu

"Hey... Kau ingin bahagia bukan?" Tanya Yihan

"Ya"

"Kau pasti bisa melakukannya, temui dan hadapi, selesaikan dan semua akan menjadi indah pada waktunya"

"Aku takut"

"Kenapa?"

"Aku takut Yihan..."

"Hadapi ketakutanmu agar kau bisa bahagia"




Yihan memberikan sebuah senyuman tulus pada Jaejoong membuat Jaejoong ikut tersenyum. Akhirnya Jaejoong dan Yihan bersepeda untuk kembali ke desa. Jaejoong memutuskan untuk pulang menemui appanya.



"Aku pulang"



Jaejoong berjalan kearah ruang tamu, disana dia melihat appanya tengah menerima telepon dan wajahnya sangatlah serius. Jaejoong langsung tahu siapa yang menelepon karena appanya berbicara menggunakan bahasa Korea.



"Berikan teleponnya padaku papa"



Mr. Han langsung mengerutkan keningnya namun mengikuti apa keinginan anaknya. Jaejoong menghembuskan nafas dan mendekatkan ponsel sang appa pada telinganya.



"Yeobosseo?"

"Jaejoongie?"



Suara itu terdengar parau, kemana perginya Mr. Kim yang terkenal tegas dan angkuh itu? Kenapa suaranya terdengar lemah.



"Pulanglah"

"Aku..." Jaejoong menatap appanya "Tidak akan pergi ke sana tanpa papaku" Lanjut Jaejoong dengan nada datar
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jadi disinilah mereka, menunggu taksi untuk membawa mereka menuju mansion keluarga Kim, rumah seorang Kim Jae Suk ayah dari Kim Heechul. Jaejoong memeluk lengan appanya dengan erat, dia merasa gugup sekarang namun sang appa mengelus pelan tangan Jaejoong yang melingkar pada lengannya dan terus berkata tidak apa – apa.

Jaejoong sudah berpesan pada Yihan akan kembali secepatnya untuk memancing bersama juga berjanji pada Yifan mengunjungi semua festival desa tahun ini. Jaejoong juga melihat bibi pekerja menahan tangis saat Jaejoong mengatakan akan pergi sementara ke Korea. Juga paman pekerja yang memberikan semangat padanya, jangan lupakan para namja dan yeoja yang mengenalnya memberikan pelukan hangat satu persatu padanya sebelum pergi ke bandara.

Jaejoong menatap kota Seoul yang belum banyak berubah sejak tujuh tahun yang lalu, deretan toko – toko menuju mansion Kim juga masih sama ah... Beberapa memperbaharui cat toko mereka. Jaejoong berhenti memperhatikan pemandangan saat taksi yang mereka tumpangi berhenti disebuah gerbang besar.

Jaejoong dan appanya keluar dari taksi membawa ransel mereka masing – masing. Jaejoong membawa sedikit pakaian karena memang dia tidak ingin berlama – lama di Korea sedangkan appanya... Jaejoong tidak tahu, yang pasti dia tidak mau ditinggalkan appanya di Korea. Setelah membayar ongkos taksi Mr. Han mendekat kearah intercon dan berbicara pada petugas disana.

Gerbang besar itu terbuka saat mereka mendengar suara mantan majikan mereka. Jaejoong melihat bangunan itu masih berdiri kokoh dengan indah. Beberapa bunga menyapa Jaejoong saat memasuki halaman mansion Kim tapi untuk saat ini Jaejoong tidak bisa fokus pada bunga itu. Dia melangkah bersama sang appa kepintu utama mansion keluarga Kim.

Pintu itu terbuka dan menampilkan wajah seseorang yang Jaejoong kenal namun dalam versi lebih kurus. Mr. Kim, ayah dari eommanya berdiri dengan pandangan sendu menyambut mereka berdua. Jaejoong melangkah dibelakang appanya yang kini membungkukkan tubuhnya memberi salam, Jaejoong mau tak mau ikut membungkukkan tubuhnya, dia masih ingat sopan santun yang diajarkan sang appa pada dirinya.



"Masuklah"



Jaejoong dan appanya masuk mengikuti Mr. Kim keruang tamu, mereka berdua duduk berhadapan dengan Mr. Kim yang duduk pada sofa single ruang tengah keluarga.



"Terima kasih sudah mau datang kemari"



Tidak ada yang menjawab ucapan Mr. Kim, keduanya terpaku. Mr. Kim berterima kasih? Apa mereka tidak salah dengar?



"Aku tidak tahu harus memulainya darimana tapi semua begitu kacau sejak kalian pergi. Terutama kau" Mr. Kim menatap Mr. Han yang tengah bingung dengan tatapan Mr. Kim padanya "Tidak lama kau pergi aku mencoba menaruh kepercayaan pada Hongki, kekasih Chullie tapi dia memanfaatkan segalanya, mengambil saham dan pergi setelah mendapatkan semua yang diinginkannya"



Jaejoong membulatkan matanya, tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Sedangkan Mr. Han duduk dengan tenang, dia memang sudah membaca berita dikoran tentang beberapa anak cabang perusahaan Kim yang ditutup karena bangkrut. Namun tidak bagi Jaejoong, dia menutup dirinya dari berita apapun yang menyangkut Korea sehingga tidak kaget jika Jaejoong bereaksi seperti itu.



"Beberapa anak cabang sudah ditutup karena kami mengalami kebangkrutan dan cabang – cabang besar lainnya mengalami penurunan laba dan saham yang sangat drastis hingga dapat menyebabkan kebangkrutan. Meminta bantuan sudahlah terlambat bagi kami dan semua perusahaan sudah tidak ada yang mau membantu kami"

"Lalu hubungannya apa dengan Heechul sshi?" Tanya Mr. Han

"Kalau hanya perusahaanku yang dia buat seperti itu tidak masalah, tapi semua yang dimiliki Heechul pun diambil dan semua karya yang dia buat namun belum dipublikasikan dijual tanpa sepengetahuan Chullie. Semua butik Chullie berganti nama dan pemilik, kami tidak bisa mengambilnya kembali karena entah bagaimana caranya ada surat pemindahtanganan seluruh butik Chullie untuk Hongki"


Kali ini Mr. Han kaget, dia belum mendengar berita tentang itu, yang dia tahu bahkan Heechul akan menikah dengan Hongki lima tahun yang lalu sehingga dia sudah tidak mau lagi membaca berita yang menyangkut nama Heechul.



"Chullie menjadi depresi terlebih dia harus menerima kenyataan bahwa rumah yang dibeli olehmu pun dijual oleh Hongki"

"M-mwo?"



Mr. Han ingat benar bagaimana bisa dia membeli rumah itu dengan susah payah dan menghadiahkannya pada sang istri tercinta. Tinggal disana dan saling bertukar kasih satu sama lain. Dan kini dijual?


"Ya, Chullie dan Song ahjumma tinggal disini setelah rumah itu dijual, Chullie menjadi penyendiri dan pendiam. Hingga setelah dua tahun menahan semuanya dia pingsan dan aku membawanya ke rumah sakit. Depresi... Dia juga pernah melakukan percobaan bunuh diri di rumah sakit dengan memotong urat nadinya namun dapat digagalkan walaupun lukanya dalam. Saat ini dia tengah kritis, beberapa kali pingsan bahkan dokter sudah angkat tangan tentangnya karena Chullie tidak berniat hidup lagi"



Pandangan Mr. Han berubah menjadi sendu, sedangkan Jaejoong merasakan hatinya sakit mendengar eommanya seperti itu tapi dia masih tidak bergerak. Dia tidak tahu harus bagaimana, diliriknya sang appa, mata appanya sudah berkaca – kaca tapi appanya seakan berusaha untuk menahan semua rasa sedih itu.



"Aku berterima kasih karena kau mengirimkan pesan padaku sehingga akhirnya aku tahu dimana kalian berada"

"Tapi... Kenapa tidak mencari kami?" Tanya Jaejoong

"Aku melakukannya Jaejoong ah... Saat keadaan mulai memburuk aku mencari kalian tapi aku tidak bisa menemukan kalian dimanapun untunglah Hankyung menghubungiku saat itu aku baru tahu bahwa kalian mengganti nama kalian"

"Hangeng adalah nama asliku jika tuan ingin tahu"

"Bahkan kau tidak tahu nama asli papaku?" Ucap Jaejoong dengan nada datar, ucapannya memang sedikit tidak sopan tapi... Jaejoong bersikap masa bodo "Kau bahkan mencari kami setelah keadaan mulai memburuk? Astaga..."



Jaejoong tidak mempercayai ucapan kakeknya itu, bagaimana bisa sang kakek mencari mereka saat keadaan memburuk? Saat dibutuhkan barulah dicari... Memangnya mereka ini apa? Bukannya mereka, tapi memang kakeknya pikir appanya itu apa?


GREP



Jaejoong menunduk saat merasakan kehangatan pada tangannya, dia melihat tangan appanya menggenggam tangannya. Jaejoong menatap sang appa yang hanya memberikan senyum dan menggelengkan kepalanya.



"Aku minta maaf jika kalian tersinggung, aku tidak tahu harus berucap bagaimana lagi. Aku pun malu harus mengakuinya bahwa ternyata namja yang aku pikir bisa membahagiakan anakku malah menghancurkannya. Aku menyesal tidak pernah merestui hubungan Chullie dengan appamu" Ucap Mr. Kim menatap sendu pada Jaejoong



Mr. Han menatap mantan mertuanya dengan tatapan yang sulit diartikan, Mr. Kim memang tidak pernah merestui hubungannya dengan Heechul bahkan Mr. Kim terlihat senang saat akhirnya Mr. Han memutuskan untuk bercerai.




"Bukan hanya itu, para karyawan membicarakanmu. Mereka merindukanmu, kau bersikap tegas namun ramah membuat mereka mengagumi sikapmu. Mereka ingin kau kembali keperusahaan"

"Aku... Tidak bisa" Ucap Mr. Han

"Aku meminta kalian kembali kemari selain untuk menemui Chullie juga memintamu kembali ke perusahaan"

"Meminta kami kembali? Papa bilang hanya aku..." Jaejoong memandang appanya meminta penjelasan

"Maafkan papa... Saat itu papa... Papa memang tidak ingin kembali kemari, datang kemari hanya mengingatkan dengan semua kenangan buruk itu Jejun... Maafkan papa"



Jaejoong memeluk appanya, bukan hanya dirinya yang menderita karena semua ini tapi appanya pun kehilangan banyak hal disini. Mr. Kim merasakan rasa bersalah menyelimuti dirinya semakin banyak, bagaimana bisa dia membuat dua orang didepannya ini menderita begitu banyak?


CEKLEK



"Tuan besar!"



Jaejoong melepaskan pelukannya saat mendengar suara yeoja yang dia kenal, Song ahjumma. Yeoja yang sudah menua itu menatap kaget pada Jaejoong dan Mr. Han, matanya berkaca – kaca.



"Ada apa?" Tanya Mr. Kim

"Jo-joongie?" Pekik Song ahjumma

"Ahjumma.."

"Ada apa?" Sekali lagi Mr. Kim bertanya

"Tuan... Tuan Heechul tidak sadarkan diri, dia dibawa ke ruang ICU"

"Kenapa tidak menghubungiku?"

"Dokter baru saja mengabari saat saya sedang diantar pulang karena tuan Heechul menginginkan boneka kesayangannya"

"Eh?" Mr. Han tahu boneka satu – satunya yang menjadi kesayangan Heechul "Dimana boneka itu sekarang?" Tanyanya

"Ada di kamar Tuan Heechul"

"Aku akan mengambilnya, kalian pergilah lebih dulu ke rumah sakit" Ucap Mr. Han "Tolong tunjukkan dimana kamarnya"

"Baik Tuan"



Song ahjumma berjalan mendahului Mr. Han menuju kamar mantan istrinya, Jaejoong sendiri masih berdiam diri diruangan itu. Mr. Kim melirik Jaejoong, cucunya terlihat sangat tampan walaupun kecantikan yang diturunkan Heechul ada di wajahnya.



"Ayo Jaejoong ah"

"Tunggu papaku"

"Kau dengar ucapannya tadi bukan?"



Jaejoong menghela nafasnya dan akhirnya mengikuti sang haraboji yang mengajaknya menuju ke mobil. Dalam perjalanan Jaejoong hanya diam menatap keluar jendela, memikirkan apa yang akan terjadi nanti di rumah sakit membuat dirinya agak mual. Perasaan bercampur aduk dan jaejoong tidak mengerti rasa apa yang lebih mendomonasi.

Marah?

Kesal?

Kecewa?

Sedih?

Kasihan?


Semua bercampur aduk hingga Jaejoong tidak bisa mengetahui mana yang dia rasakan lebih. Baginya sekarang adalah meraih kebahagiaan, jika dia bertemu dengan orang – orang dari masa lalunya apakah dia akan bahagia? Eomma... Junsu... Belum lagi Changmin, Kyuhyun juga... Yunho.

Yihan berkata memaafkan akan memuatnya lebih mudah meraih kebahagiaan, tapi bagaimana Jaejoong bisa berdamai dengan masa lalunya?





"Kita sudah sampai Jaejoong ah"

"Oh"



Jaejoong tersentak saat suara harabojinya menggema pada telinganya, Jaejoong menoleh dan menganggukkan kepalanya. Dia keluar dari mobil yang dikendarai oleh supir sang haraboji dan mengikutinya dibelakang, bertanya pada resepsionis tempat baru eomma dari Jaejoong dirawat dan mereka memasuki lift untuk menuju lantai lima rumah sakit itu dan berjalan mengikuti lorong rumah sakit hingga Mr. Kim berhenti saat tiba disebuah pintu.



"Masuklah, aku rasa dia lebih ingin bertemu denganmu" Ucap Mr. Kim

Jaejoong mengangguk pelan, dia melangkah pelan menuju pintu dan membukanya. Seorang dokter menyambutnya dan meminta Jaejoong memakai pakaian khusus jika ingin bertemu dengan pasien. Setelahnya Jaejoong berjalan masuk dan melihat bagaimana mengenaskannya seorang Kim Heechul.

Eommanya terbaring lemah dengan alat bantu pernafasan dan matanya tertutup. Tubuhnya terlihat seperti penderita anorexia, sangat kurus dan terlihat tulangnya menonjol dibeberapa bagian tubuhnya. Jaejoong mendekat, berhenti di samping tempat tidur eommanya dan melihat wajah tirus eommanya. Kecantikannya tidak terlihat, wajahnya tidak tenang walaupun tengah tidak sadarkan diri.

Seketika airmata Jaejoong keluar, keluar deras dan tidak bisa dihentikan. Jaejoong menaikkan pergelangan tangannya dan menggigitnya demi menahan isakan yang keluar namun gagal saat melihat pergelangan tangan eommanya yang terluka, luka bekas sayatan bukan hanya satu sayatan tapi ada lebih dari lima.



"Eomma..." Lirih Jaejoong disela isakannya


Jaejoong mendekatkan wajahnya dan mencium kening eommanya kemudian bibirnya mendekat kearah telinga eommanya.



"Eomma... Hiks... Ini Joongie... Aku disini... Eomma..."



Pertahanan yang Jaejoong bangun runtuh sudah, dia tidak sanggup melihat eommanya menderita seperti ini. Walaupun dulu memang dia sering tidak mendapatkan kasih sayang eommanya tapi kilasan masa kecilnya berputar dalam ingatannya. Dia ingat sang eomma sering menggendong dan bernyanyi riang untuknya, menyuapinya dengan kue kesukaan dan bermain kejar – kejaran didalam rumah.

Tangan Jaejoong terulur untuk memeluk eommanya dan Jaejoong segera sadar bahwa tubuh eommanya sangatlah ringkih, Jaejoong bahkan takut meremukkan tubuh eomma jika Jaejoong memeluknya terlalu erat.



"Eomma... Bangun dan lihat aku disini"



CEKLEK



Jaejoong menjauhkan tubuhnya, dia melihat appanya masuk dan tengah menggunakan pakaian khusus untuk bertemu pasien. Jaejoong melihat wajah sendu appanya, Jaejoong juga melihat sebuah boneka beruang yang mulai usang pada tangan kanan appanya. Apa itu boneka kesayangan eommanya?

Mr. Han memejamkan matanya saat melihat kondisi mantan istrinya, airmatanya mengalir namun dia berusaha untuk tidak terisak. Dia harus kuat dan tegar menghadapi ini semua.



"Tenanglah Jaejoong" Mr. Han merangkul Jaejoong dengan tangannya yang bebas

"Ne"



Mr. Han melepaskan rangkulannya dan mendekat kearah Heechul, dia mengambil kursi dan duduk disamping tempat tidur itu.



"Hey princess, aku datang. Apa kau masih mengharapkan kedatangan kami? Anakmu dan aku sudah datang... Bangunlah dari mimpi panjangmu princess" Lirih Mr. Han "Lihat, aku bahkan membawakan boneka kesayanganmu. Boneka yang aku berikan padamu saat aku menyatakan cinta padamu"



Ah...
Jadi itu alasan boneka itu menjadi kesayangan eommanya? Itu semua karena appanya yang membelikannya? Jaejoong memundurkan langkahnya, mungkin dia lebih baik pergi dan memberikan waktu bagi appanya bersama sang eomma.

Jaejoong keluar dari ruangan namun tidak menemukan kakeknya, dia hanya menemukan Song ahjumma yang menatapnya penuh kerinduan.



"Harabojimu sedang menemui dokter"

"Terima kasih untuk selalu ada disamping eommaku ahjumma" Ucap Jaejoong dengan tulus

"Ya... Tidak apa – apa, itu sudah menjadi tugas ahjumma"

"Terima kasih, aku merindukan ahjumma"




Jaejoong kemudian memeluk Song ahjumma dengan erat, menyalurkan rasa rindunya pada ahjumma yang sudah merawatnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Ini semua gara – gara kau!"

"Hey, kenapa aku dimarahi juga sedangkan kau selalu minta tambah dan tambah setiap kita melakukannya"

"YAK!"

"Tapi itu benarkan Suie... Sudah jangan merajuk, kasihan baby"

"Hiks... Tapi aku belum mau menikah denganmu"

"Hey hey jangan menangis oke? Nanti baby ikut sedih"

"Kau jahat, aku bahkan belum menemukan Joongie dan kau membuatku hamil dua bulan"

"Suie..."



Ya... Mereka adalah Yoochun dan Junsu, Yoochun mendekat dan memeluk Junsu dengan erat. Kekasihnya ini baru keluar dari ruang pemeriksaan dan sungguh marah karena hasilnya adalah Junsu positif hamil. Bukannya Junsu tidak senang tapi dia tidak mau menikah sampai dia menemukan Jaejoong, sahabatnya yang hilang dan belum juga dia temukan hingga saat ini.



"Aku harap kita bisa menemukan Jaejoong secepatnya, oke?" Ucap Yoochun sembari mengelus punggung Junsu

"Aku ingin hari ini kita bertemu dengan Joongie, aku sungguh merindukannya"

"Tenanglah... Ayo kita pulang"

"Ya..."



Yoochun menggandeng tangan Junsu dan membawa Junsu menuju pintu keluar, Yoochun terus saja menggumamkan kata maaf dan menenangkan kekasihnya yang masih juga menangis sampai matanya menangkap sesuatu. Ah bukan... Seseorang yang mereka kenal sedang berjalan bersama seorang ahjumma.



"Suie ya!" Pekik Yoochun hingga membuat Junsu tersentak

"Kenapa kau berteriak?!" Pekik Junsu kesal

"Doamu terkabul!"

"Mwo? Apa? Cumi – cumi bakar?"

"Aish! Lihat itu"



Yoochun menangkup wajah Junsu dan membuat wajah Junsu menghadap kearah taman rumah sakit, seketika mata Junsu membulat dan mengangakan mulutnya. Tapi kemudian nafas Junsu memburu, dia berjalan cepat meninggalkan Yoochun dibelakangnya.



TAP

TAP

TAP

TAP

PLAAKKK!



Jaejoong membatu saat seseorang menamparnya dengan keras sedangkan Song ahjumma membulatkan matanya, Jaejoong yang tidak terima dan segera menatap orang yang menamparnya namun dia tertegun mendapati satu wajah yang tidak berubah sejak tujuh tahun yang lalu dan kini airmata menggenang pada wajahnya.


"Su-suie.."



PLAAKK



"Pabbo! Hiks... Huwwweeeee!"


GREP


"Suie..."

"Joongie... Hiks... Bogoshippo"

Junsu terus memeluk erat leher Jaejoong hingga membuat Jaejoong kesulitan untuk bernafas tapi dia membiarkan saja Junsu berbuat seperti itu. Jaejoong pun merindukan Junsu, sangat.



"Kau kemana saja eoh? Hiks" Junsu melepaskan pelukannya tapi airmatanya terus mengalir

"Hey, aku sudah disini. Jangan menangis" Jaejoong mengusap wajah penuh airmata Junsu dan menunjukkan senyum lembutnya

"Hiks..."

"EHEM!"



Yoochun berdehem untuk mengganggu kedua namja didepannya yang sepertinya melupakan kehadirannya. Sebenarnya dia senang karena akhirnya Junsu bisa bertemu dengan Jaejoong hanya saja melihat keintiman dan kemesraan yang dilakukan Jaejoong pada Junsu membuat dirinya sedikit panas.


"Eh? Yoochun?" Jaejoong melirik bergantian antara Junsu dan Yoochun

"Annyeong Jaejoong ah, annyeong Song ahjumma" Sapa Yoochun

"OH! Annyeong Song ahjumma" Junsu ikut menyapa Song ahjumma

"Annyeong anak – anak. Jja... Ahjumma akan kembali ke kamar tuan Kim, jangan pergi jauh – jauh Jaejoongie"

"Ya ahjumma" Jaejoong menganggukkan kepalanya



Junsu membawa Jaejoong kesebuah kafe dekat rumah sakit, mengambil kursi paling pojok agar tidak terlalu mengganggu.



"Kau kemana saja?" Tanya Junsu sembari menggenggam tangan Jaejoong

"Aku ada di kampung halaman papaku"

"Eh? Aku sudah mencari Guangzhou tadi tidak ada dirimu disana"

"Papaku memang berasal dari Guangzhou tapi kami tidak tinggal disana. Kami tingga di desa kecil yang sulit terjangkau"

"Kami mencarimu disetiap sudut negara itu"

"Han Jejun"

"Eh?"

"Namaku disana Han Jejun" Ucap Jaejoong

"Han Jejun?"

"Aku memakai marga asli papaku, Han dan merubah namaku menjadi Jejun. Sedangkan papa memakai nama aslinya Han Hangeng"

"Mwo? Aku kira nama appamu Kim Hankyung? Dan kenapa kau memanggilnya papa?"

"Nama asli papaku Han Hangeng Suie ya... Sejak aku tinggal disana aku memang memanggilnya papa"

"Kau berhutang banyak cerita padaku Joongie"

"Ya... Kita akan membahasnya saat memiliki banyak waktu"

"Aku memiliki banyak waktu untukmu"

"Kita tidak bisa berlama – lama Suie ah" Yoochun ikut dalam obrolan Jaejoong dan Junsu membuat Junsu mengerucutkan bibirnya "Eomonim sedang menunggu dirumah bukan bersama eommaku, kau lupa?"

"Keunde..." Junsu menatap sendu Jaejoong

"Pergilah, kita pasti bisa bertemu lagi" Ucap Jaejoong

"Kau harus ada disini sampai kami selesai dengan urusan kami Joongie ah" Ucap Yoochun

"Urusan kalian? Kenapa?"

"Suie menolak menikah kalau kau tidak juga ditemukan padahal dia sedang hamil sekarang"

"Eh? MWO?!"

"Dua bulan" Yoochun menambahkan

"Ka-ka-kalian..."

"Dia bahkan tidak mau menikah denganku walaupun nanti anak kami lahir kalau tidak juga menemukanmu. Syukurlah kami bertemu denganmu. Bagaimana... Hmm... eommamu?" Tanya Yoochun, dia tahu berita mengenaskan yang terjadi pada keluarga Jaejoong dari televisi dan membuatnya iba

"Eomma... Masih belum sadar" Lirih Jaejoong

"Kami akan menjenguk eommamu besok" Ucap Junsu

"Ya, terima kasih"

"ISH! Awas saja si bebek itu memanggil kita kesini hanya karena hal tidak penting! Aku ku jadikan bebek peking dia"




Suara itu membuat Jaejoong menoleh, dia sangat kenal suara yang dia kenal ini. Jaejoong membatu saat melihat dua orang namja berjalan masuk ke dalam kafe dan menolehkan ke kanan dan ke kiri.


"Eii... Anak itu masih berisik seperti dulu. YAK! Changmin ah! Disini" Junsu berteriak dengan suara cemprengnya



Untung saja suasana kafe sedang sepi jadi tidak mereka tidak menjadi pusat perhatian. Namja yang dipanggil oleh Junsu itu segera menoleh kesumber suara, berdecih kemudian berjalan kearah Junsu. Namun langkahnya terhenti saat namja yang ada dibelakangnya menarik lengan Changmin.



"Kenapa Kyu?" Tanya Changmin dengan heran

"Jo-joongie hyung..." Jawab namja itu, Kyuhyun



Kyuhyun segera berjalan cepat, meninggalkan Changmin yang masih mencerna semuanya sampai dia sadar apa yang diucapkan oleh Kyuhyun. Changmin langsung melihat Kyuhyun yang saat ini memeluk seorang namja dengan erat, Changmin langsung menghampirinya memastikan bahwa apa yang dia lihat tidaklah salah.



"Aku senang akhirnya kau kembali hyung" Lirih Kyuhyun

"Ya Kyu, aku disini" Ucap Jaejoong membalas pelukan Kyuhyun



Tak lama Kyuhyun melepaskan pelukannya dan Changmin mengambil alih tubuh Jaejoong, dia memeluk Jaejoong dengan erat. Kyuhyun hanya bisa tersenyum karena melihat kejadian itu.



"Maafkan aku hyung" Lirih Changmin

"Aku yang meminta maaf karena sudah menyusahkanmu. Maaf ya?" Balas Jaejoong

"Tidak..."


Changmin mengecup puncak kepala Jaejoong hanya sebentar karena tidak ingin ada yang salah paham, dia kemudian melepaskan pelukannya dan merangkul pinggang Kyuhyun.


"Terima kasih karena sudah kembali hyung" Ucap Changmin

"Aku kembali untuk bertemu dengan eommaku, jika dia tidak sakit aku tidak akan pernah kembali" Jawab Jaejoong

"Itu berarti kau menyiksaku Jaejoong ah, Suie tidak akan pernah menikah denganku kalau kau tidak kembali" Ucap Yoochun



Jaejoong tertawa mendengarnya, mereka kemudian berbincang sebelum akhirnya Junsu dan Yoochun memutuskan untuk pamit pulang setelah meminta nomor ponsel Jaejoong dan tinggalah Jaejoong, Changmin dan Kyuhyun. Jaejoong lega karena Changmin tidak membicarakan Yunho sama sekali, Jaejoong yakin namja itu sudah bahagia bersama yeoja pilihannya.



"Aku melihat semua berita tentang keluargamu hyung. Kau bisa datang ke perusahaan Jung jika membutuhkan bantuan"

"Eh..."




Jung...
Marga itu mengingatkan Jaejoong pada Yunho, walaupun Changmin pun bermarga Jung hanya saja... Yunho yang lebih melekat dengan marga itu.



"Jangan khawatir hyung, aku sudah bekerja juga pada perusahaan Jung. Kau bisa menemuiku bukan dia"


Jaejoong mengembangkan senyumnya.


"Terima kasih Changmin ah, akan aku pertimbangkan penawaranmu" Ucap Jaejoong tulus

"Tunggu, hyung juga bisa meminta bantuan perusahaan keluargaku hyung" Ucap Kyuhyun tidak mau kalah

"Ne, terima kasih semua. Aku akan pertimbangkan ya? Hmm" Jaejoong melirik jam tangannya "Aku harus kembali ke rumah sakit"

"Baiklah, aku jangan lupa hubungi kami ya?"

"Ne, annyeong Min, Kyu"

"Annyeong hyung"




Changmin memperhatikan punggung Jaejoong yang menjauh dari mereka, Jaejoong sudah banyak berubah. Terlihat lebih dewasa mungkin karena semua yang terjadi dalam hidupnya membuatnya makin matang dan dewasa.


"Hei..."



Changmin menoleh saat mendengar panggilan dari sebelahnya, dia menatap Kyuhyun yang tengah memandangnya. Sedetik kemudian Kyuhyun mengecup bibir Changmin dan menangkup pipi Changmin.



"Saranghae" Lirih Kyuhyun

"Aigo... Istriku kenapa hmm? Nado saranghae"

"Aku hanya-"

"Tidak Kyu, kau satu – satunya namja yang aku cintai. Ayo pulang Jungkookie pasti sudah menangis karena eomma dan appanya belum pulang"

"Ne" Kyuhyun tersenyum kemudian melingkarkan lengannya pada lengan Changmin



Changmin mengelus pelan rambut Kyuhyun dan mereka berjalan berdua menuju rumah orangtua Changmin untuk mengambil anak mereka yang dititipkan disana hari ini, Jungkook.
.
.
.
.
.
.
.
Jaejoong terdiam saat melihat seseorang menatapnya dengan sayu, mata yang dulu bulat indah memancarkan kebahagiaan itu menatapnya sendu. Sang appa membiarkan Jaejoong menatap eommanya yang baru saja sadar dari pingsannya.



"J-jo-joongie..."



Bibir itu mengeluarkan suara yang sangat kecil saat memanggil Jaejoong. Suaranya sungguh hampir tidak terdengar kalau Jaejoong tidak menajamkan pendengarannya.




"Joong-ie..."

"Eomma"



Jaejoong segera mendekat dan memeluk eommanya, menyalurkan rasa lega karena eommanya sudah sadar. Dia juga bahagia melihat eommanya membuka matanya.



"Maafkan eomma" Lirihan itu terdengar sungguh menyedihkan ditelinga Jaejoong



Jaejoong menjauhkan wajahnya dan mengelus pipi eommanya yang tirus kemudian menganggukkan kepalanya.



"Gwaenchana... Aku disini untuk eomma"


Jaejoong kemudian mengecup kening eommanya kemudian dia berdiri dibelakang appanya yang duduk di kursi samping ranjang rawat eommanya.


"Dengar itu? Kami ada disini untukmu. Bangkitlah, tunjukkan kembali padaku seorang Kim Heechul yang angkuh dan arogan juga percaya diri"

"Hanie..."



Mr. Han rasanya meleleh saat penggilan sayang itu keluar dari bibir mantan istrinya, Mr. Han memberanikan diri untuk menyentuh telapak tangan Mrs. Kim dan menggenggamnya erat.

"Terima kasih karena sudah kembali" Ucap Mrs. Kim dengan lirih

Ada satu hal yang Jaejoong pelajari datang kemari, bertemu eommanya membuat rasa sedihnya menguap berganti dengan rasa lega. Dia mengetahui apa yang terjadi selama tujuh tahun ini, sedih memang tapi dia bahagia bisa bertemu dengan eommanya bahkan memeluknya.

Memberikan semangat untuk bangkit pada eommanya hal yang sangat penting untuknya sekarang. Entah seburuk apa perlakuan eommanya dulu pada mereka, maaf dan memaafkan adalah perbuatan yang sangat indah. Jaejoong sedang melakukannya, memaafkan agar dia bisa meraih kebahagiaannya. Benarkan yang dia lakukan?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Tidak pulang hyung?"

"Pekerjaanku masih banyak Min"

"Jangan terlalu keras, eomma akan khawatir dan meminta hyung untuk kembali kerumah"

"Hmm..."

"Aku pulang hyung"

"Ya sampaikan salamku untuk Kyu dan Jungkook"

"Pasti"



Changmin keluar dari ruangan kakaknya, meninggalkan namja penggila kerja itu sendirian. Changmin tersenyum miris melihat bagaimana kehidupan kakaknya selama tujuh tahun ini. Walaupun sang kakak sudah menjelaskan semua padanya tetap saja Changmin tidak bisa berbuat banyak. Penyesalan memang selalu datang terlambat bukan?

Namja yang dikatakan penggila kerja oleh Changmin itu melepaskan kaca matanya kemudian memijat pelipisnya, kepalanya terasa pusing dan dia mungkin butuh istirahat sejenak sebelum melanjutkan pekerjaannya.

Namja itu kemudian membuka matanya dan mengeluarkan sebuah figura dari dalam laci mejanya. Foto seorang namja cantik yang dia sia – siakan. Namja itu tengah tersenyum didalam foto dengan tangannya menggenggam susu kotak rasa strawberry.


"Hey, belum puas menghukumku selama tujuh tahun? Kembalilah... Kembali"

.
.
.
.
~ TBC ~

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

98.6K 16.8K 25
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...
79K 5.1K 68
Why did you choose him? "Theres no answer for choosing him, choosing someone shouldn't have a reason." - Aveline. ------------ Hi, guys! Aku kepikir...
48.1K 3.5K 50
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...
175K 14.9K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...