Bad Juliet?

By graciawee

255K 19.8K 863

[ Silahkan dibaca. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Juliet yang bukan sekedar misterius. ] Juliet Assandra di... More

P R O L O G
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
E P I L O G
Mau Bilang Doang [Author Note]
Mau Bilang Doang [Author Note 2]
SEQUEL BAD JULIET!!!
TRAILER SEQUELL
Mau Bilang Doang [Author Note 3]

19

4.4K 381 14
By graciawee

Juliet menyusuri koridor sekolah yang ramai dengan senyum samar. Meski tidak begitu terlihat, namun bagi yang sudah terbiasa memandang ekspresi datar Juliet bisa tahu jelas kalau suasana hati gadis itu sedang bagus-bagusnya. Dia bahkan tidak mendengar apapun yang sedang dibicarakan seisi sekolah pagi ini. Pikirannya terlalu berisik akan seseorang yang semalam mengajaknya belajar bersama hari ini. Ya karena itu juga ranselnya terasa lebih berat dari biasanya. Juliet membawa beberapa buku pelajaran yang biasa dibacanya. Siapa tahu saja Rafael masih tidak mempercayai ucapannya semalam.

Setelah masuk ke kelas, Juliet menggeleng-gelengkan kepala karena bangku Rafael masih saja kosong. Dia langsung berinisiatif memindahkan bangku itu di samping bangkunya. Begitu duduk, Juliet tersenyum samar lagi sambil sibuk mengeluarkan buku-buku yang dibawanya untuk ditaruh di atas meja. Tak lupa gadis itu menaruh salad buatan Mbok Laras di laci meja Rafael. Lagi-lagi dia membawa dua bekal. Merasa semuanya sudah beres, Juliet tinggal menunggu kedatangan Rafael sambil mendengarkan lagu-lagu di kaset favoritnya dengan walkman.

Sudah beberapa lagu yang didengarnya, namun yang ditunggu Juliet tidak kunjung datang. Kelas bahkan sudah ramai sejak tadi. Agak aneh karena Rafael biasanya selalu datang duluan dibandingkan dirinya. Dia mulai kesal begitu mendengar lonceng sekolah dibunyikan. Juliet jadi tidak berselera mendengarkan lagu lagi. Apalagi setelah melihat Shania yang berada di ambang pintu kelasnya, bersiap-siap untuk berteriak heboh.

"JULIET!!!!"

Tidak mau merusak hari yang cukup baik baginya itu, Juliet jadi berusaha sabar menghadapi Shania. Ya meski tatapan sinis darinya tidak bisa ditahan. Gadis heboh itu datang setelah berlari kecil dan langsung duduk di kursi depannya, menatap Juliet dengan serius – seperti bukan Shania yang biasanya.

"Mau denger kabar nyebelin dulu atau berita buruknya?"

Juliet mengerutkan dahi, "Gak mau denger apapun."

"Gue serius, Jul.."

"Gu-"

"Kemarin Rafael nyariin lo tapi ternyata kabur dari sekolah bareng si adek kelas murahan itu."

"Udah tahu," respon Juliet setelah memutar kedua bola matanya.

"Kalau berita so-"

"Bentar gue mau nelpon El dulu."

Shania jadi terdiam masih dengan mulut menganga, agak kesal karena ucapannya dipotong Juliet. Padahal dia mau memberitahu berita yang sedang heboh di sekolah dan mungkin secara nasional alias masuk berita. Gadis heboh itu tak punya pilihan selain menarik napas maklum. Dilihat dari gerak-gerik Juliet, dia yakin kalau Rafael setidaknya sudah berbaikan dengan sahabatnya itu.

"Iya deh. Iya. Kayaknya keberadaan Rafael emang lebih penting daripada ber-"

"Gak diangkat, Shan!!" seru Juliet, tiba-tiba membuat Shania kaget. Dia pikir Juliet mau membentaknya. Bahkan seisi kelas ikut terkejut mendengar seruan Juliet barusan.

"Apa masih tidur, ya?"

"Ah, gak mungkin. Dia kayaknya lebih suka bangun pagi dibanding gue."

Kali ini Juliet malah bicara sendiri, mulai membuat berbagai dugaan sebab Rafael tidak menjawab panggilannya. Shania jadi senyam-senyum sendiri melihat tingkah Juliet yang mendadak begitu cerewet seperti ini. Kapan lagi melihat Juliet dingin mendadak mengkhawatirkan seseorang?

"Kayaknya suasana hati lo emang lagi bagus. Gak tega ngomongin berita yang mungkin emang gak sepenting itu juga buat lo," gumam Shania, samar-samar didengar oleh Juliet.

"Lo ngomong apaan, Shan?" tanya Juliet sembari memasukkan kembali buku-buku pelajarannya ke dalam tas.

"Lo mau ngapain sekarang?" tanya Shania, meski dia mungkin sudah menduga apa yang akan dilakukan Juliet.

"Kayak lo gak tau aja."

Tuh, kan? Juliet mau bolos lagi.

"Percuma," ujar Shania, sudah siap untuk menyampaikan informasi paling hangat dan mungkin bisa jadi kisah horor Citra Bangsa di masa depan nanti.

"Hari ini sekolah cuma sampai jam istirahat aja. Palingan juga gak ada guru yang masuk hari ini."

"Ya makanya gue mau pulang duluan aja," ucap Juliet, kini mengambil salad yang sempat ditaruhnya di laci meja Rafael.

"Lo gak penasaran kenapa kita pulang cepat?" tanya Shania, tidak jadi menunda berita tersebut.

"Rapat guru? Ultah sekolah udah dekat? Ada perayaan spesial? I don't care, Shan!" celetuk Juliet.

Dia akhirnya berdiri dari kursinya, menenteng ranselnya kembali, sudah bersiap untuk beranjak pergi dari Citra Bangsa. Namun baru saja ingin pamit ke Shania, mata gadis itu melihat ke arah tiga ambulans yang terparkir di lapangan dari jendela kelasnya. Benar. Juliet baru sadar suasana tampak lebih ramai namun suram dari biasanya.

"Ada yang sakit, Shan?" tanya Juliet, bingung.

"Tiga serangkai tewas bunuh diri di gudang sekolah kita, Jul."

Deg.

Pikiran Juliet seketika berubah kacau, hari baiknya mungkin tidak dapat diselamatkan lagi. Terutama saat sosok yang pernah dia selamatkan dari tiga serangkai itu tampak berdiri dari pinggir lapangan sambil tersenyum samar. Rafael tidak ada hubungannya dengan peristiwa mengerikan ini, kan?

***

Mobil Juliet berhenti tepat di depan area apartemen yang ditempati Rafael. Segera dia masuk ke apartemen tersebut, mencari tempat Rafael. Sorot matanya cukup serius. Dia sedang menenangkan dirinya, tidak mau berpikir banyak apalagi mengait-ngaitkan Rafael, Cikita, dan kematian tiga serangkai itu. Lagipula telponan semalam tidak menunjukkan tanda-tanda Rafael berada dalam bahaya atau semacamnya. Mungkin saja laki-laki itu hanya tertidur pulas atau sedang sakit? Ya, Juliet dapat mengetahui hal itu kalau Rafael membuka pintu apartemennya. Namun tidak ada respon apapun bahkan setelah beberapa kali Juliet memencet bel yang ada di situ.

"El?"

"Bangun, El!!"

"Ini gue, Juliet! Bukain pintunya!!"

"El!"

Bahkan setelah Juliet beralih mengetuk pintu, tidak ada tanda-tanda respon dari Rafael. Ingin sekali dia mendobrak pintu itu, namun tidak mungkin juga dia membuat keributan seperti itu. Apalagi masih ada satu tempat yang bisa memastikan keberadaan Rafael.

Cepat-cepat Juliet kembali ke mobilnya. Jarak ke tempat itu lebih jauh dari apartemen Rafael namun Juliet tidak mementingkan jarak sekarang. Bahkan siang hampir berganti sore kalau Juliet tidak membawa cepat mobilnya. Hingga akhirnya dia sampai di gedung tua itu. Tidak perlu berlama-lama, Juliet turun dari mobil, tentu saja masih dengan seragam sekolah. Dia mulai menaiki tangga demi tangga, hingga akhirnya dia tiba di depan sebuah pintu besi yang sudah tidak asing lagi baginya. Dengan napas yang terengah-engah, Juliet mulai mengetuk pintu itu.

"El?"

"Bukain pintunya!!"

"Gak lucu ya El!!"

"Rafael!!"

Juliet dipenuhi kegeraman dan ketakutan saat ini. Dia sudah tidak bisa berpikir bahwa Rafael sedang baik-baik saja sepertinya. Merasa kelelahan, Juliet duduk bersandar di depan pintu. Dia jadi tidak peduli dengan suasana yang cukup menyeramkan di koridor gedung itu. Yang dia pikirkan sekarang adalah keberadaan Rafael. Bisa gila dia kalau sesuatu tiba-tiba terjadi pada Rafael. Juliet memilih mengambil teleponnya dan langsung menghubungi Cliff. Siapa tahu Rafael hanya sedang mencoba untuk bolos sekolah? Ya meski itu agak mustahil kecuali kemarin.

"Kenapa, Dek?"

"Lo lagi sama El, gak?"

"Gak tuh. Emang kenapa? Dia gak masuk sekolah?"

"Gue gak tahu El di mana. Dari tadi dia gak angkat telepon, gak ada di apartemen dan tempat yang sering kita kunjungin, Kak."

"Juliet.. tolong tenang dulu. Siapa tahu dia lagi ketemuan sama teman-temannya dulu?"

"Sampai bela-belain gak masuk sekolah?" Juliet makin tidak bisa tenang kalau seperti ini.

"Oke. Gue ngerti. Bakal gue bantu nyari dia ke tempat yang biasa dia kunjungin."

"Bilang ke gu-"

"Lo tenangin diri dulu. Biar gue bantu, sementara itu lo coba terus hubungin Jordan. Gue yakin dia baik-baik aja."

"Harus baik-baik aja, Kak.."

Juliet mengakhiri panggilannya. Dia kembali berdiri dan bergegas keluar dari gedung itu sembari tangannya beberapa kali sibuk menghubungi Rafael. Hasilnya nihil. Tidak diangkat sama sekali meski tersambung. Juliet makin bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan Rafael sampai-sampai tidak bisa mengangkat teleponnya.

"PAM!!"

Suara tembakan. Dan tembakan itu terkena tepat di lengan kanan Juliet. Tangannya jadi begitu gemetar dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Sakit pada lengannya terasa begitu tajam. Juliet melihat ke segala arah, mencari pelaku yang menembaknya. Namun tak ada siapapun yang dilihat. Menahan sakit di lengannya, Juliet masuk ke dalam mobil dan melaju cepat meninggalkan tempat itu.

"Hishh.."

Juliet mulai meringis kesakitan. Dia berusaha untuk menahan rasa sakit di lengannya. Tidak ada pilihan lain untuk berusaha tenang apalagi setelah penyerangan misterius tadi. Dia tetap harus mencari Rafael. Sambil menunggu kabar dari Cliff, gadis itu memutuskan untuk kembali lagi ke apartemen Rafael, berharap laki-laki itu mungkin sudah ada di sana. Sesampainya di apartemen, Juliet mengenakan jaket berwarna merah agar darah yang ada di lengannya tidak menjadi perhatian orang-orang.

"Tiga siswi tewas bunuh diri di gudang sekolah CB. Sejauh ini belum ditemukan surat bunuh diri. Sementara itu, diduga mereka sering melakukan aksi pembulian di sekolah. Polisi masih akan memastikan apakah ada kemungkinan bahwa peristiwa ini adalah kasus pembunuhan bukan bunuh diri semata.."

Sebuah berita yang disiarkan lewat televisi di lobi apartemen, membuat perhatian Juliet teralihkan. "Bukan bunuh diri semata?" Jadi dapat diartikan senyum samar Cikita di sekolah tadi juga sebuah petunjuk bahwa tiga serangkai itu benar-benar dibunuh? Apa gadis murahan itu sebenarnya adalah psikopat gila yang hanya ingin ke sekolah untuk membantai?

"El.." gumam Juliet, semakin mengkhawatirkan Rafael.

Juliet berlari menuju apartemen Rafael dan kembali mengetuk-ngetuk pintunya. Lagi dan lagi, tidak ada respon. Juliet jadi makin khawatir. Dia tidak bisa menenangkan diri lagi. Dia hanya ingin tahu keadaan Rafael baik atau tidak. Saking frustasinya dia mencoba untuk mendobrak pintu tersebut dan konyolnya dia ketika mengetahui bahwa pintu apartemen tersebut tidak terkunci.

"El???"

Tidak ada Rafael di apartemen itu. Juliet dapat melihat jelas ponselnya hanya terbiar di atas ranjang. Begitu juga kamera yang pernah dilihatnya waktu mereka pergi ke pantai kala itu. Juliet semakin kesal. Dia mencari keberadaan Rafael di setiap sudut apartemen itu namun percuma saja. Rafael benar-benar tidak ada.

"Lo di mana sih, El?" gumam Juliet, merasa begitu kelelahan, dan memilih duduk bersandar di depan tempat tidur.

Dia kembali melirik kamera Rafael. Rasanya Juliet mau menangis sejadi-jadinya ketika melihat berbagai potret hitam-putih yang diambil Rafael. Salad buah sewaktu di pantai, wajahnya yang tidak senyum, ekspresi datarnya, dan beberapa foto lainnya. Juliet akhirnya membenamkan wajahnya di balik kedua lutut setelah menaruh kembali kamera itu di tempat semula. Firasatnya sangat buruk. Dia takut sesuatu yang mengerikan terjadi di hidup orang-orang terdekatnya lagi.

"Rafael Jordan adalah nama yang bagus. Bukankah begitu?"

Ucapan penelepon misterius itu jadi teringat dalam ingatan Juliet. Dia makin frustasi memikirkan kalau-kalau sesuatu yang diduganya mungkin berhubungan dengan para brengsek itu. Tanpa dia sadari, air mata perlahan turun. Apalagi tembakan yang kena tepat di lengannya tadi membuat Juliet jadi makin meringis kesakitan.

"Kalau dia memang bukan untuk selamanya, jangan buat dia pergi selamanya.."

"Jangan lagi."

"Jangan ambil El!"

Tangisnya pecah. Di ruang yang sedang begitu sepi, Juliet tidak dapat menahan kekhawatirannya lagi. Dia tak tahu apa bisa dia benar-benar akan membiarkan Rafael menetap di kehidupannya. Meski sejak awal Juliet tidak mau membiarkan laki-laki periang itu menjadi penyelamatnya. Entah dari bahaya, rasa bersalah, atau sekedar sepi.

"Jangan pergi, El.."

"Julie?"

Continue Reading

You'll Also Like

574K 38.8K 41
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
135K 27.2K 69
"Kadang kala, kau akan menemukan manisnya cinta dalam setiap tarikan napas seorang pendosa" -Dark Angel- *** Kehidupan Eliza Harada menjadi tidak ten...
3.9M 232K 59
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
2.1K 555 22
Cek instagram @.stora.media untuk ikut pre-order S!! Dia bukan baja yang terkenal kuatnya, ataupun dandelion yang terlihat rapuh namun kuat di dalam...