The Bodyguard

By nonabulanseptember

12.8K 1K 176

[15+] Sebagai seorang putri dari Presiden, Kendall Jenner membutuhkan pengawalan ekstra di setiap kesempatann... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6

Chapter 3

1.8K 204 23
By nonabulanseptember




Kepalaku sedikit pusing, bahkan untuk berjalan saja rasanya seperti ingin tumbang. Tangan kiriku menyentuh kepalaku, berusaha menahan rasa pusing yang tak kunjung hilang. Padahal tadi aku hanya minum sedikit.

Harry berdeham, membuatku berhenti di anak tangga ketiga. "Nona, apa perlu aku antar hingga ke kamarmu?"

"Tidak perlu."

"Tapi, kulihat kau memegangi kepalamu sedari tadi, dan keadaanmu tidak dalam kondisi yang baik-baik saja, Nona. Kau yakin tidak ingin di antar?"

"Tidak perlu."

Saat kaki kananku menginjak anak tangga keempat, suara ayah yang khas dan berat membuatku menoleh lagi. Dia muncul bersama ibu, yang habis keluar dari ruang kerja.

"Kendall."

"Ada apa, ayah?"

Aku menurunkan tangan kiriku dari kepalaku, dan dengan terpaksa aku menaikkan bibirku untuk memberi seulas senyuman. Hanya untuk mengalihkan perhatian, agar aku tidak terlihat seperti orang mabuk.

"Begini, aku akan pergi ke Russia bersama
ibumu selama beberapa hari untuk urusan pekerjaan. Jadi, selama kami tidak ada di rumah, tolong jangan berbuat macam-macam."

Aku melirik Harry, dari wajahnya tampak sekali dia gelisah dan bingung, dan aku baru ingat bahwa dia berbohong pada ayah mengenaiku tentang tadi, "Ya." Jawabku.

"Harry, jangan lupa untuk mengawasi dan menjaga Kendall dengan baik, ya. Kami mempercayaimu." Kata ayah.

"Ya, aku akan selalu menjaga Nona dengan baik, Tuan Presiden."

***

Ketika mobilku sudah sampai-eh, ralat-tepatnya mobil ayahku, karena ini mobil miliknya. Dengan gerakan yang terburu-buru, aku langsung membuka pintu mobil dan merangkak turun, tidak menutupnya lagi.

"Nona-" aku memotong ucapannya dengan cepat sebelum Harry melanjutkan pertanyaannya yang sudah bisa kutebak apa yang akan ia tanyakan.

"Tunggu saja di mobil, aku akan segera kembali, tidak lama, kok." Kataku dengan suara yang sedikit kencang.

Kemudian aku pun berjalan memasuki gedung fakultas, aku tahu hari ini ada mata kuliah siang. Tapi, tujuanku kesini bukan untuk itu. Aku sudah berencana untuk membolos, namun ada satu hal yang membuatku kesini. Aku harus menyelesaikan urusanku dengan Sean.

Aku terus berjalan hingga tiba di sebuah ruangan-dulunya adalah gudang yang tidak terpakai. Lalu, sekarang sudah diubah menjadi sebuah markas-tempat Sean dan teman satu kelompoknya berkumpul. Kubuka pintu kayu berwarna coklat itu, lalu perlahan aku pun memasukinya.

Setelah kulihat nyatanya tidak ada Sean disitu, hanya ada Matt dan George. Si kembar pemalas yang menjalani hidupnya hanya dengan makan dan tidur. Dan, lihat saat aku memasuki markas ini. Betapa kaget dan bingungnya mereka, mulutnya menganga dan matanya melongo melihatku. Seperti orang tolol.

"Dimana Sean?" tanyaku pada mereka dengan tatapan tajam.

"Tadi dia pergi ke taman dekat perpustakaan kampus-bersama Isabelle." Jawab George takut-takut.

"What?!" pekikku.

Matt menatapku dengan tatapan ngeri, tangan kirinya menjewer telinga George seolah dia berbuat nakal.

"Sudah kubilang untuk jangan memberitahunya." Bisiknya di telinga George, lalu dia menunduk memanyunkan bibirnya seperti anak kecil yang takut dimarahi jika berbuat nakal.

Aku pun berbalik dan berjalan secepat mungkin, berharap Sean masih ada disana. Jika dia hanya selembar kertas, pasti sudah kuremas dan kubuang ke tempat sampah.

Belum sampai di taman, aku berpapasan dengan Sean dan juga ada Isabelle disitu. Saat melihatku dia seperti orang yang ketakutan, dia pun menelan salivanya sendiri. Aku melipat kedua tanganku di dada, dan tersenyum kecut padanya.

"Hai Sean! Bersama Isabelle rupanya, hmmm?" mataku menatap sinis pada wanita berambut pirang itu, dasar tidak tahu malu!

"Menurutmu?" Isabelle melepas kacamata hitamnya yang dia pakai, dia pikir ini di pantai memakai kacamata berwarna hitam, dasar gila. Norak. Jalang. "Kau tidak keberatan kan jika aku bersama Sean-mu?"

"Oh! Tentu saja aku keberatan." Kataku lalu mengacungkan jari tengahku padanya, dia hanya memutar matanya dan seperti bergumam.

Isabelle pun pergi tanpa kusuruh, aku menoleh pada Sean. Memajukan kakiku beberapa langkah hingga aku tepat di hadapannya, aku menatap matanya dengan tatapan sinis dan perasaan kesal sementara dia terlihat santai dan tidak ada rasa bersalah apapun.

Aku berdeham. "Ada hubungan apa antara kau dengan Isabelle?"

"Bukan apa-apa, hanya teman."

"Kalau begitu, kemarin kau kemana saja?"

"Aku tidak kemana-mana. Kemarin kan aku bersamamu."

"Kau tidak menyadari? Disaat aku habis dari toilet, ketiga temanmu itu menggangguku!"

Dia memutar matanya, lalu tangannya menyentuh pipiku. "Mereka hanya bercanda."

"Bercanda? Mereka hampir menyentuhku! Tidakkah kau peduli denganku? Kau kemana saja disaat aku memanggilmu untuk meminta pertolongan?! Aku kan kekasihmu!" aku menepis tangannya dari pipiku.

"Kau kenapa, sih? Kau terlalu berlebihan, Kendall!"

"Oh! Begitu katamu? Oke, dan jangan temui aku lagi!"

Aku membalikkan badan, berjalan dengan secepat mungkin karena aku sudah tidak mood lagi.

Beberapa kali Sean meneriakkan namaku, tapi aku tidak peduli. Aku tetap berjalan hingga pergi menjauh darinya, aku tidak akan bertemu dengannya untuk sementara waktu. Keputusanku sudah bulat.

Langkah kakiku berhenti ketika sampai tepat di depan mobil, aku pun membukakan pintu mobil dan merangkak masuk dengan tampang yang kusut.

"Nona, ada apa denganmu? Apakah terjadi sesuatu?" suara Harry terdengar panik namun tatapan matanya dingin sama seperti biasanya.

"Tidak usah banyak tanya!" bentakku.

"Baik, dan aku hanya ingin mengingatkanmu, Nona, kalau hari ini kau ada kuliah sampai jam 3 sore, dan sekarang waktunya masuk kelas."

"Aku tidak peduli!" bentakku padanya sekali lagi, dan aku pun langsung membuka tasku, mengambil ponselku. Aku melirik sang supir mobil yang berambut keemasan-aku tahu warnanya pirang-tapi lebih cocok disebut keemasan, entah kenapa. "Mr. Damanik, tolong pergi sejauh mungkin dari area kampus." Perintahku.

"Baik, Nona."

Jari tanganku mulai mengetikkan nomor ponsel Mia, aku juga tidak tahu mengapa aku bisa kepikiran untuk menelponnya. Mungkin setelah ini aku akan menceritakan semuanya pada Mia.

"Halo, Mia Maksimov sedang sibuk. Ada yang ingin disampaikan?" Lagi-lagi tersambung ke mailbox.

"Mr. Damanik, tolong antarkan aku ke kafeteria di 1055 Thomas Jefferson St Nw, ya." Perintahku padanya.

Selama di perjalanan, aku terus melihat layar ponselku. Tidak ada pesan apapun, atau panggilan masuk dari Sean. Kali ini dia sudah kelewat menyebalkan.

Lalu akhirnya kami sampai di tempat tujuanku, yaitu kafe. Aku pun keluar dari mobil, dan seperti biasa, Harry mengawalku hingga kedalam kafe.

Mood-ku sedang buruk, alhasil aku ketus kepada semua orang di kafe ini. Mereka semua melihatku, menatapku dengan tatapan seolah-olah bertanya ada apa denganku. Hampir semua orang melihatku dengan tatapan yang berbinar-binar, aku yakin sebagian dari mereka tahu kalau aku anak seorang Presiden. Tapi, karena aku risih dengan tatapan mereka, kutatap tajam dan sinis pada mereka semua.

Ada satu tempat kosong di bagian pojok, aku pun duduk di situ. Harry juga ikutan duduk, kami berhadapan karena dia duduk di hadapanku yang jaraknya terpisahkan dengan sebuah meja makan.

Lalu, datanglah seorang pelayan pria ke meja kami. Dia mengeluarkan sebuah bolpoin dan catatan kecil dari kemejanya, "Ingin memesan apa?" tanyanya dengan ramah.

Aku melirik pada Harry, "Kau ingin memesan apa?" tanyaku padanya. Namun dia hanya mengerutkan dahi, bingung antara 'ingin pesan apa' atau 'untuk apa aku menawarinya'. "Katakan saja apa yang ingin kau pesan. Aku akan mentraktir apapun yang kau mau. Jadi, kau ingin pesan apa? Makanan? Minuman? Atau dua-duanya? Itu terserah padamu."

Wajahnya tidak lagi menampakkan rasa bingung, namun kemudian wajahnya tampak santai kembali seperti biasanya.

"Aku tidak ingin memesan apapun, Nona."

"Berhenti memanggilku dengan sebutan 'Nona'. Panggil saja aku 'Kendall'."

Lalu, karena dia menolak untuk memesan sesuatu. Aku pun memesankan dua es krim kepada si pelayan, satu untukku dan satunya lagi untuk Harry. Aku tahu sebenarnya dia tidak menolak kupesankan es krim, dia hanya pura-pura menolak. Wajahnya tampak malu-malu.

Si pelayan pria itu pun pergi meninggalkan kami, dan Harry menatapku. "Nona-eh, maaf-Kendall, kau seharusnya tidak usah repot-repot memesankan aku es krim, aku sendiri merasa tidak enak."

"Tidak apa-apa, hari ini saja."

"Ya sudah, baiklah."

Setelah itu pesanan kami pun datang, kemudian keadaan diantara kami hening. Aku pun mulai memecah keheningan. Dan, Harry nampak mendongak padaku.

"Harry, mengapa kemarin kau tidak bilang pada ayahku tentang kejadian yang sebenarnya? Mengapa kau malah berbohong padanya?" tanyaku tanpa ada sedikitpun rasa keraguan dalam pertanyaanku.

Awalnya dia hanya terdiam, seperti mencari-cari alasan untuk menjawab pertanyaanku. "Aku sendiri tidak tahu." Jawabnya kemudian.

"Apa maksudmu kau tidak tahu?"

"Mengapa kau membolos hari ini?" dia mengubah topik, dan jari-jarinya mulai mengetuk-ngetukkan meja.

Aku tidak mungkin jawab yang sebenarnya pada Harry, karena bisa-bisa dia keceplosan berkata pada ayah. Huh, aku sedang tidak ingin membahas dan mengingat tentang Sean.

"Aku hanya sedang tidak ingin belajar saja." Dustaku. "omong-omong, apakah aku boleh bertanya sesuatu tentangmu?"

"Ya, kau ingin bertanya apa?"

Aku berdeham, lalu mendongak padanya. "Kau berasal dari mana? Lalu, dimana keluargamu?"

Harry menghela napas sebelum akhirnya dia menjawab pertanyaanku, "Aku berasal dari Inggris, dan aku sudah tidak memiliki keluarga lagi. Mereka sudah meninggal karena kecelakaan pesawat." dia terdiam sebentar. "Aku hanya tinggal bersama Nenek dan Kakekku saat aku masih di Inggris"

"Oh begitu, aku turut berduka. Omong-omong kau anak ke berapa? Mengapa kau memilih pekerjaan sebagai Bodyguard? Aku ingin mengetahui seputar tentangmu, Harry."

"Karena aku anak tunggal, jadi, aku tidak memiliki saudara. Alasan aku memilih pekerjaan ini adalah karena aku ingin menjadi orang yang berguna terhadap semua orang dengan kemampuan yang kupunya." Lanjutnya.

"Jauh-jauh ke Amerika hanya untuk menjadi Bodyguard? Jangan-jangan kau mata-mata yang dikirim Ratu Inggris kemari, ya?" candaku.

Lalu, boom! Aku sugguh tidak percaya ini, Harry tertawa hanya karena candaanku yang terdengar tidak begitu lucu. Tapi, sungguh dia benar-benar tertawa dan tersenyum. Itu menarik. Aku belum pernah melihat tawanya, dan itu menarik. Dia menarik.

"Tidak juga. Impianku sebenarnya adalah menjadi seorang penyanyi."

Aku tersenyum, "Memangnya kau bisa menyanyi?"

"Tentu saja!" Jawabnya bersemangat.

"Apa kau sudah mempunyai seorang kekasih?" tanyaku dengan nada suara yang terdengar tidak begitu yakin.

Namun dia hanya diam, dan membuang muka. Dari sini aku bisa melihat kalau pipinya mengeluarkan semburat berwarna pink, dan itu lucu. Aku belum pernah melihatnya malu-malu yang seperti itu.

"Oh, tentu saja kau punya, kan? Apa kekasihmu cantik? Seperti apa dia?"

Ia mendongak padaku, wajahnya tidak mengeluarkan semburat berwarna pink lagi. Kali ini dia seperti terlihat menahan senyum, dan bibirnya yang terkatup rapat mulai terbuka.

"Aku tidak mempunyai kekasih, hal itu tidak menarik perhatianku untuk saat ini."

"Lalu, apa yang menjadi perhatianmu?" tanyaku penasaran. Setidaknya aku yakin, ada hal lain selain kekasih yang menarik perhatiannya.

"Kau." Jawabnya.

Aku? Haha, aku pasti salah dengar. Tanganku mulai menyentuh rambutku, mengesampingkan rambutku. Tidakkah aku kelihatan begitu salah tingkah di hadapannya? Sialnya, sih, begitu. Lalu, aku berdeham.

Bibirku ini kenapa, sih. Tapi, aku tidak bisa menahan senyum yang menghiasi wajahku. Untuk mengalihkan perhatian, aku pun menggaruk kepalaku yang tidak gatal itu. Setelah itu, aku menoleh padanya.

"Tuan Presiden menitipkanmu padaku, oleh sebab itu kau yang satu-satunya menjadi perhatianku sekarang." Katanya.

Rupanya aku salah mengartikan, lagipula untuk apa juga aku memikirkan kata-katanya itu. Benar kan aku salah dengar. Dia hanya menjalankan tugasnya yang dititipkan oleh ayah, untuk menjagaku.

"Oh." Kemudian aku pun berubah dingin lagi pada Harry. "Kita pergi, yuk."

"Kemana?"

"Aku ingin berbelanja keliling mall."

***

Sudah cukup banyak belanjaanku, namun Harry tidak mengeluh kalau aku banyak membeli pakaian dan barang lainnya. Aku sudah terlalu asik untuk memilih-milih pakaian di toko baju ini, Harry hanya duduk di tempat duduk khusus untuk menunggu, di samping sana. Dari tadi dia memperhatikanku, hanya karena untuk menjagaku agar aku tidak hilang mungkin.

Aku merasa ada yang bergetar di dalam tasku, lalu kubuka tasku, mengambil ponselku. Ada panggilan masuk dari ayah, dan aku mematung seketika, menelan salivaku sendiri. Ibu jariku mengklik tombol hijau di layar ponsel.

"Halo?"

"Kendall, dimana kau?" tanya ayah dari seberang telepon.

"Aku sedang di kampus." Dustaku. "bagaimana kerjaanmu, ayah? Apakah berjalan lancar?"

"Ya, tentu saja. Bagaimana harimu? Kau tidak berbuat macam-macam kan selama aku tidak ada?"

"Oh, tentu saja tidak."

"Harry menjagamu dengan baik, kan?"

"Ya, tentu."

"Baiklah, aku tutup dulu, ya, teleponnya. Sampai jumpa, anakku."

"Ya, sampai jumpa."

Sambungan telpon pun terputus, dan aku menghela napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya. Untung saja dia tidak bertanya yang macam-macam tentangku, aku aman kalau begitu.

Aku pun berjalan menghampiri Harry, tidak jadi berbelanja di toko ini, "Kita pulang saja." Kataku dingin.

"Baiklah."

"Harry, kau tidak akan memberi tahu ayahku bahwa hari ini aku membolos, kan?" tanyaku dengan suara yang sedikit bergetar.

Dia pun menjawab. "Mungkin ya, mungkin juga tidak."

Aku terkejut mendengar jawabannya, tidak mengerti apa maksudnya dia menjawab seperti itu padaku. Tadinya aku kira dia akan berbohong lagi pada ayah tentangku sehingga aku tidak perlu khawatir lagi, tapi bagaimana? Bagaimana jika dia benar-benar mengatakan yang sebenarnya pada ayah kalau aku membolos. Dia juga tidak akan mungkin terus-terusan berbohong, kan.

Kalau begitu, aku dalam posisi yang tidak begitu aman.






TO BE CONTINUED!

Halo, lama ya? sorry, ya. Jadi, abis gue udah selesai ukk itu, gue dkk berbondong-bondong untuk menginap di rumah temen jadi ketunda dulu, deh. Untungnya hari ini bisa lanjut, dan taraaaaaa! Doain gw naik kelas ya kawan kawan (:

Picture of Isabelle Hart in multimedia!

Continue Reading

You'll Also Like

77.2K 7.5K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
244K 36.6K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
164K 15.6K 38
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...
313K 23.8K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...