Bad Juliet?

By graciawee

255K 19.8K 863

[ Silahkan dibaca. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Juliet yang bukan sekedar misterius. ] Juliet Assandra di... More

P R O L O G
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
E P I L O G
Mau Bilang Doang [Author Note]
Mau Bilang Doang [Author Note 2]
SEQUEL BAD JULIET!!!
TRAILER SEQUELL
Mau Bilang Doang [Author Note 3]

13

6.2K 449 20
By graciawee

Gedung tua yang bahkan tampak tak terawat akhirnya menyambut mereka begitu mobil GNR berhenti di depannya. Juliet memutuskan untuk tidak membawa mobilnya dan pergi dengan mobil Rafael saja. Begitu turun dari mobil, Juliet masih terus memandang gedung tersebut dengan tatapan yang cukup membingungkan Rafael. Entah apa yang dipikirkan gadis itu sekarang.

"Kenapa?"

"Tempatnya bukan di rooftop, kan? Gue gak mau ruangan terbuka apalagi buat latihan nembak."

Rafael menghela napas lega. Barangkali dugaan Juliet bertentangan dengan tempat yang dimaksudkan Rafael. "Bukan, Jul. Tempatnya gak di rooftop kok."

"Emang ada tempat yang lebih bagus di gedung tua ini?" tanya Juliet, meragukan gedung tua itu.

"Tenang aja. Percaya sama gue, yah.."

"Sedang diusahakan," saut Juliet, membuat Rafael tersenyum gemas.

Setelah memusnahkan keraguan kecil Juliet, mereka langsung menelusuri gedung tua itu. Pikir Juliet itu hanya gedung tua biasa. Ternyata gedung itu semacam belum selesai dibangun dan terbiar. Tidak ada perabotan usang atau sekedar jejak kehidupan di situ. Hanya ada beragam ruangan yang berpintu maupun tidak sama sekali. Mungkin sudah lantai yang ke-lima dan akhirnya mereka berhenti menaiki tangga. Walau masih siang, namun cahaya matahari tidak banyak yang masuk ke situ. Ciri khas gedung tak berpenghuni.

Mereka mulai menelusuri lantai lima itu. Rafael dengan langkah tanpa keraguan, sedangkan Juliet masih berhati-hati. Dia selalu bersiap akan hal buruk yang tak terduga. Jadi jangan harap Juliet akan gampang percaya. Dia mungkin bisa mempercayai Rafael, tapi tidak dengan keadaan. Bagaimanapun, mereka sudah sampai di depan sebuah pintu. Ukurannya tidak terlalu lebar dan cukup berdebu. Sepertinya pintu itu terbuat dari besi, bukannya kayu seperti pintu-pintu yang sempat dilihat Juliet tadi. Rafael langsung membuka pintu dengan kunci yang dikalungkannya.

"Ayo masuk. Dalamnya beda jauh sama yang dari tadi lo liatin," kata Rafael, masih dapat merasakan keraguan Juliet.

Rafael langsung menarik tangan Juliet supaya dia bisa masuk ke dalam. Kalau menunggu keraguan Juliet sirna, bisa-bisa mereka berakhir dengan perdebatan. Bagaimanapun, ucapan Rafael terbukti benar. Suasana di balik pintu berbeda jauh dengan suasana di luar. Ruangannya cukup luas dan benar-benar bersih. Ruangannya dipisah menjadi dua area. Terdapat sofa berwarna abu-abu dan tv di area yang dapat dilihat langsung begitu pintu terbuka. Di sudut kanannya terdapat sebuah dapur kecil. Ini sudah semacam apartemen tak berkasur saja. Barangkali tempat ini bukan sekedar tempat latihan, melainkan tempat persembunyian seorang Rafael Jordan. Sedangkan di area dominan yang menjadi tempat latihan menembak. Terdapat beberapa pajangan senjata di dinding. Ada pula sebuah lukisan akan seorang penembak berukuran cukup besar yang dipajang di sekitar senjata-senjata tersebut.

"Wah, lo punya tempat ini sejak kapan?" Juliet melupakan keraguannnya dan berubah menjadi sangat antusias. Dia tak berhenti berdecak kagum sehingga Rafael seperti sedang mengalami deja vu. Respon Juliet kurang-lebih sama seperti di apartemennya waktu itu.

"Jawabnya nanti, ya. Sekarang pakai kaca matanya dulu," pintah Rafael. Dia menyodorkan sebuah kaca mata yang biasanya digunakan para sniper atau atlet menembak pada umumya. Juliet langsung memakainya, lalu mengambil pistol yang dibawa.

"Gue gak mau ngajarin lo pakai pistol. Lo udah mahir. Gue rasa lo juga pasti tahu cara kerja revolver. Yang gue mau ajarin itu, penggunaan senjata jenis lain."

"Senjata yang pertama kali gue latih yah itu. Gue harus narik palu ke posisi awal and then, nembak lagi. Gue harap berikutnya revolver bisa berkembang lagi. Ya bayangin aja kalau tiap narik pelatuk, palunya udah otomatis kembali," ujar Juliet, sembari membayangkan betapa lihainya dia berlatih menembak dua tahun lalu.

"Cukup tahu tentang senjata juga ternyata," gumam Rafael, kagum dengan pengetahuan Juliet.

"Sebenarnya, kalau hanya latihan doang, kita bisa pakai airsoft gun. Tapi gue rasa lo bukan amatiran. Jadi, kita bisa latihan dengan senjata asli," ucap Rafael yang kemudian langsung memberikan Remington M40 yang dikagumi Juliet itu.

"Tapi gue belum ngisi peluru untuk latihan pertama," Rafael mengingatkan Juliet, barangkali gadis itu terlalu antusias untuk mempelajari semuanya di hari yang sama.

"It's okay," ucap Juliet, setuju dengan rencana Rafael.

"Ya udah. Sekarang kita mulai dari cara megangnya dulu," pintah Rafael.

Dan akhirnya, latihan menembak ala Rafael dimulai.

"Kaki lo dibuka selebar bahu, tekukin dikit lututnya, terus miringin tubuh lo kira-kira 40 derajat aja. Ingat, jangan dulu nempelin jari lo di pelatuk," jelas Rafael, untuk pertama kalinya dalam latihan ini. Juliet dengan mudah mengerti pada apa yang dijelaskan Rafael dan langsung mempraktikkan sesuai yang dijelaskan.

"Bagus. Lo harus pegang kuat senapannya pakai tangan lo yang paling kuat, di bagian pelatuk. Kayak gini," jelas Rafael untuk kedua kali, lalu mulai memberi contoh pada apa yang dijelaskannya.

"Gini maksud lo?" tanya Juliet. Dia memastikan apakah posisinya sudah benar sesuai dengan arahan Rafael.

"Pinter. Tetep pegang dengan aman, tapi lembut. Bayangin aja lo lagi berjabat tangan ringan," jelas Rafael lagi.

"Sekarang, tarik sedikit senapannya ke bahu lo. Jangan lupa, tangan masih di posisi yang sama, Julie. Arahinnya aja yang ke atas. Tarik bagian popornya yang kuat ke arah bahu lo." Juliet langsung menarik senapannya ke bagian bahu dan tetap fokus pada instruksi awal.

"Nah, udah bagus tuh gaya lo. Pastiin pengamannya kepasang." Juliet pun Rafael memastikan pengaman senapan mereka sudah terpasang,

"Good. Tinggal bagian nembaknya. Dorong senapan lo menjauh dari tubuh lo, terus lemparin gagang senapannya ke bahu. Paham?"

"Hmm," gumam Juliet, mengiyakan pertanyaan terakhir Rafael. Gadis itu segera mencoba semua yang diajarkan Rafael.

Pada akhirnya, apa yang diajarkan Rafael kali ini dapat dengan mudah dimengerti oleh Juliet. Dibanding gadis lain, dia tidak pernah mengeluh selama latihan, melainkan tetap fokus dengan apa yang diinstruksikan.

"Lo udah keren kayak gitu. Diulangin lagi biar makin anteng ngatur posisi buat nembak. Latihan berikut udah pakai peluru karena semuanya bakal tentang membidik target dengan tepat," seru Rafael, tampak bersemangat memberitahukan ajaran untuk pertemuan berikut.

"Can't wait," respon Juliet dengan nada datar. Dia masih terlalu sibuk melakukan gerakan yang sama sesuai ajaran Rafael. Mungkin karena sudah terbiasa menembak, sehingga Juliet tidak tampak canggung dalam memegang jenis senjata lain.

Rafael jadi membalas respon datar Juliet dengan senyumnya. Dia memutuskan untuk memberi ruang sendiri untuk Juliet dengan mengambil air dan menyiapkan beberapa camilan di lemari pendingin yang ada di area sebelah.

"Minum dulu. Gak susah ternyata ngajarin lo."

Rafael menyodorkan air mineral pada Juliet saat gadis itu akhirnya selesai berlatih. Juliet langsung duduk di sofa yang tersedia sembari Rafael memutar film kartun di tv. Setelah itu dia mendapati Juliet yang tidak bisa berhenti tersenyum, meski hanya tersenyum simpul.

"Senang ya bisa diajarin gue?" tanya Rafael, cukup sok tahu.

"Lo senang banget ngajarin gue," balas Juliet, membuat senyum Rafael seketika berubah menjadi cemberut.

Juliet mencegah tawanya dengan meneguk air yang diberikan Rafael tadi. Satu-satunya yang dikhawatirkannya saat ini adalah membiarkan Rafael membuatnya susah payah menahan tawa atau senyum seperti hari ini.

"Btw, lo belum jawab pertanyaan gue. Sejak kapan lo nemuin tempat ini?" Juliet akhirnya mengalihkan pembicaraan sebelum Rafael bertanya lebih tentang dirinya.

"Punya Kakek gue," jawab Rafael sembari membuka snack yang sempat diambilnya tadi.

"Gitu, ya. Terus kenapa suram banget?" tanya Juliet.

"Awalnya Kakek berencana mau buat tempat ini jadi semacam museum senjata. Mengedukasi warga aja biar pada tahu mana sanjata ilegal, aman, dan pihak mana aja yang bisa makai benda itu. Tapi tiga tahun lalu, Kakek meninggal sebelum ngurus ijin dan lainnya. Maag kronisnya kambuh sampai buat Kakek kecelakaan tunggal dalam perjalanan pulang ke kediaman keluarga gue di London."

"Gue turut berduka," ujar Juliet lalu menepuk pundak Rafael dengan lembut.

Cewek sejutek dia, bisa simpati juga ternyata.

"Gue juga bisa lembut. Dikit aja sih," ucap Juliet, seolah dia tahu apa yang baru saja dipikirkan Rafael.

"Kok lo bisa tahu gue mikir apa?" tanya Rafael.

"Lo liatin gue gitu amat sih. Jadi tahu deh lo mikirnya apa," jawab Juliet yang membuat Rafael tersadar bahwa dia sudah cukup lama menatap Juliet.

Juliet menarik napas panjang. Kalau saja dia bisa dengan lega menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun laki-laki itu tampak pengertian dengan keadaan Juliet. Dia bahkan memilih untuk tidak mengungkit lagi perihal masalah hidup Juliet atau melontarkan pertanyaan soal alasan Juliet begitu butuh pengetahuan tentang senjata. Ah, bahkan tidak ada pertanyaan sama sekali terkait urusan TG sepulang sekolah tadi. Entah kapan sosok seperti Rafael akan bertahan di hidupnya. Juliet agak...takut?

"Udah cukup larut. Kita pulang aja sekarang, gimana?" tawar Rafael setelah melirik ke arah jam dinding di sana.

Juliet mengangguk setuju dan bangkit berdiri dari posisi duduknya.

"Lo mau ngobrol sama Cliff lagi setelah nganterin gue?"

Rafael menggeleng, "Next time aja. Lagian seingat gue, dia lagi pacaran, kan?"

"Iya juga sih. Hehe."

Mereka akhirnya keluar dari gedung tua itu. Mereka langsung masuk ke mobil milik Rafael. Kemudian mereka beranjak dari tempat tersebut. Tanpa mereka sadari, ada beberapa pasang mata yang mengawasi Juliet dan Rafael. Pengawasan mereka terkesan lebih tajam, seakan mau melemparkan peluru tak kasat mata, berupa rencana buruk – lainnya.

***

"Sepertinya gadis itu sudah merasa jadi pemenang. Bahkan hari ini dia berani tersenyum."

Seorang pria bertato sedang berbicara dengan seorang gadis di sampingnya. Dua orang itu tengah mengamati sebuah mobil yang baru saja berlalu tanpa menyadari kehadiran mereka. Mereka berada dalam sebuah mobil.

"Akhir-akhir ini sekolah sedang heboh dengan perubahan Juliet yang buruk itu. Lucu saja jika memang benar kedua cucu pengkhianat malah menjadi malaikat penolongnya," sinis gadis itu.

"Jika laki-laki itu kekasihnya, bahkan jika sekedar sahabatnya saja, maka kita harus membuat permainan yang seru lagi. Juliet yang malang. Dia pikir dia bisa bersenang-senang? Hidupnya hancur sebagai pembalasan untuk si pengecut itu," tukas si pria bertato.

"Berkat fakta baru yang terungkap, kita jadi punya cara untuk mendapatkan barang itu dengan lebih mudah. Kita bisa hancurkan Juliet beserta keluarganya perlahan. Lo tahu gue, kan?"

"Baiklah. Saya beri kepercayaan saya untuk misi ini. Jangan buat saya kecewa atau kamu akan ikut kehilangan nyawa," ancam pria itu.

Gadis itu tersenyum sinis, "Gue bakal hancurin hidup Julie dengan senang hati."

"Haha, anak buah termanis."

Continue Reading

You'll Also Like

3.9M 234K 60
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
911 183 9
Menyimpan rahasia selama bertahun-tahun memang menyakitkan, tetapi akhirnya rahasia yang dipendam sendirian bisa ia curahkan agar sekian rasa menggan...
1.9M 95.4K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
2.1K 555 22
Cek instagram @.stora.media untuk ikut pre-order S!! Dia bukan baja yang terkenal kuatnya, ataupun dandelion yang terlihat rapuh namun kuat di dalam...