Love Monkey

By degrion

107K 7K 262

"Aku bakal inget saat ini. Aku dan kamu menanam pohon ini. Aku janji aku bakal rawat pohon cinta ini. Aku bak... More

Love Monkey ~2
Love Monkey ~3
Love Monkey ~4
Love Monkey ~5
Love Monkey ~6
Love Monkey ~7
Love Monkey ~8
Love Monkey ~9
Love Monkey ~10
Love Monkey ~11
Love Monkey ~12
Love Monkey ~13
Love Monkey ~14
Love Monkey ~15
Love Monkey ~16
Love Monkey ~17
Love Monkey ~18
Love Monkey ~19
Love Monkey ~20
Love Monkey ~21
Love Monkey ~22
Love Monkey ~23
Love Monkey ~24
Love Monkey ~25
Love Monkey ~26
Love Monkey ~27
Love Monkey ~28
Love Monkey ~29
Love Monkey ~30
Love Monkey ~31
Love Monkey ~32
Love Monkey ~33
Love Monkey ~34
Love Monkey ~35
Love Monkey ~36
Love Monkey ~37
LOVE MONKEY

Love Monkey ~1

18K 589 7
By degrion

Rrttt... rrrttt...

Hapeku yang sengaja ku setting silent seperti itu bergetar di saku celanaku. Aku senyum-senyum sendiri sembari mengawasi apa Pak Unsur mendengar. Tentu saja aku tak mau guru killer itu merampas hapeku dengan alasan mengganggu proses belajar mengajar. Ku buka pesan di hapeku.

'Emangny km tw rmahq?' begitulah bunyi SMS-nya.

Senyumku makin lebar.

'Tentu saja.' pekikku dalam hati.

SMS yang dikirim oleh gadis tomboy yang sudah dari kelas satu SMP jadi gadis impianku telah beratus-ratus memenuhi inbox-ku. Sudah seminggu aku dan dia aktif berkomunikasi lewat SMS. Tapi hingga saaat ini dia masih belum tahu dengan siapa dia ber-SMS. Yang dia tahu hanyalah aku adalah teman SMP-nya.

Besok adalah hari ulang tahunnya. Namanya Bayu. Jangan heran kenapa namanya seperti nama anak lelaki. Sebenarnya namanya Yulandari, tapi karena sikapnya yang menyerupai lelaki maka di kesehariannya dia lebih dikenal dengan nama Bayu.

Aku sudah janji padanya bahwa aku akan datang ke pesta kecil-kecilan yang dibuat oleh orangtuanya. Dan ketika aku sedang khusyuk mengetik untuk membalas SMS-nya, tiba-tiba aku merasa ada orang yang berdiri dibelakangku.

'Mampus.' pikirku.

Ternyata benar, Pak Unsur sang suhu pelajaran kimia sedang tersenyum memperhatikanku dari belakang. Sebenarnya beliau bernama Undang Suryana, tapi karena beliau adalah SUHU pelajaran kimia yang salah satu babnya mengajarkan unsur-unsur kimia, bergelarlah Mister Unsur. Mungkin juga merupakan akronim dari namanya yang aduhai itu. 

Dengan gerakan secepat kilat tangannya menyambar hapeku dan langsung berjalan ke depan kelas. Suasana menjadi sunyi. Seluruh siswa diam dan sebagian menundukan kepala. Akupun hanya melongo ketika hapeku dirampas. Wah, bencana. 

Aku hanya bisa senyum getir membayangkan apa yang akan terjadi. Aku celingukan menengok kanan kiri, tapi teman-temanku memandang iba padaku. Mulai terbayang apa sanksi yang akan ku terima, hape ditahan, angka raport merah, dijemur, diskors, semakin parah lagi diarak keliling sekolah.

Arrgghh....makin sadis saja hukuman yang kubayangkan.

Aku mencoba berdiri hendak bernegosiasi dengan beliau. Tapi belum tegak kakiku, telunjuk beliau bergerak turun mengisyaratkan agar aku duduk kembali. Aku melihat beliau menaikkan kacamatanya yang melorot, lalu tersenyum sinis dan melirik ke arahku sebentar. Aku mulai panik dan perasaanku jadi gak enak. Beliau berjalan mondar-mandir di depan. Aku yakin dia sedang membaca semua pesan masuk dan keluarku.

'Kurang ajar.' pikirku.

Setahuku, etika dalam teknologi informasi dan komunikasi kita dilarang keras membaca pesan keluar masuk punya orang lain, dosanya setingkat dengan mengintip seorang nenek yang sedang mandi di sungai. Tapi aku yakin, beliau tak tahu soal peraturan baru yang entah ada atau tidak itu, dan kalaupun beliau tahu, pasti beliau akan masa bodoh. 

Kadang kala jenjang hierarkhi adalah hal yang paling ku benci. *(Kenapa kita harus tetap menghormati orang yang lebih tua, padahal orang itu suka berkata cabul. Atau kenapa guru wanita boleh berdandan menor sedangkan setiap minggu ada razia bedak untuk siswa putri. Atau kenapa guru boleh merokok ketika mengajar dikelas sedangkan siswa kena skors saat ketahuan merokok secara sembunyi-sembunyi di WC. Memang tidak adil. Oke, kembali ke benang merah.) 

Jantungku berdetak lebih dari sepuluh kali perdetik dan degupannya hampir mengalahkan bunyi bedug saat malam lebaran. Aku mencium ada rencana jahat. Tiba-tiba dengan suara lantang beliau membaca salah satu isi SMS-ku.

"Ah..yang bener? emang sejak kapan kamu suka aku?" katanya dengan suara dihalus-haluskan dimirip-miripkan suara imut perempuan, yang menurutku kedengarannya lebih rombeng dari suara kaleng butut diikat tali dan ditarik oleh seekor kucing pasar.

Kulihat sekeliling teman-temanku menahan tawa sambil tertunduk dan memegangi mulut atau perut mereka. Mukaku terasa panas. Dan kalau aku lihat mukaku dicermin, mungkin mukaku akan mengalahkan warna merah terasi. Sumpah, ini kejadian paling memalukan yang pernah aku alami. Dan terdengar suara rombeng itu lagi.

"Aku tuh sebenernya suka kamu dari pertama liat kamu di kebon ubi waktu nyari jangkrik..."..

Hah..aku terperangah. Dan kini suara tawa tertahan itu meledak. Suasana menjadi riuh-gemuruh. Kurang ajar betul, dengan sengaja dia merubah isi pesanku yang sangat gombal-romantis menjadi kata-kata yang memalukan. Mukaku semakin panas. Diam-diam aku berdo'a kurang ajar semoga atap kelas roboh dan menimpanya. Tapi ternyata Tuhan tidak mengabulkan do'a jelek itu. Sumpah, kalau aku bisa berubah jadi cacing, aku akan masuk ke lubang.

"Masa sih? kamu pasti yang waktu itu pakai celana kedodoran, ingus meler, yang rupawan itu kan?"

Semakin kurang ajar saja. Jelas-jelas Pak Unsur memang harus segera memeriksakan matanya pada spesialis di Amerika sana. Ini sangat jauh melenceng dari konteks. Semua murid terpingkal-pingkal mendengarnya, bahkan si Didit yang duduk di sampingku sampai meneteskan air mata terharu sambil tangannya memukul-mukul meja saking gelinya. Yang lain bahkan ada yang minta izin ke toilet karena gak kuat pengen kencing. Tapi rasakan olehmu hai kawan durjana, Pak Unsur tak memberikan izin, dan cer...kencing di celana. Semakin riuhlah suasana kelas.

Aku yang sedari kecil memang diajarkan untuk berjuang mati-matian mempertahankan harga diriku, berdiri dan dengan lantang berkata dengan tegas walau malu setengah mati

"Pak.." kataku ragu.

Suasana menjadi hening seketika. Semua memandang ke arahku dengan roman ngeri. Tentu saja, mereka pasti berpikir aku cari mati dengan berkata seperti itu. Aku memang terkesan menantang Pak Unsur. Tapi aku tak rela harga diriku yang tak terlalu mahal ini diinjak-injak. Pak Unsur menatap dengan tajam ke arahku. Pikiranku berkecamuk, antara mempertahankan harga diri dengan melanjutkan pertempuran atau bertekuk lutut memohon kekonyolan ini dihentikan.

"Apa?" pertanyaan simpel tapi ngena.

Aku gelagapan mencari jawaban. Kucoba dengan rumus phitagoras, tak mungkin, rumus aljabar, pasti ngawur. Hemm..

"Ehm... anu Pak.." kataku gelagapan. Ternyata nyaliku menciut. Sialan.

"Anunya kamu kenapa?" kata beliau. Masih pantaskah ku sebut beliau .

Kutengok kiri kanan masih ada yang cekikikan, sebagian lagi menunduk khidmat. Sebagian lagi sumringah, mungkin menantikan pertempuran sengit antara Rama dan Rahwana yang buruk rupa ini.

"Kamu ini, bukannya belajar malah asik-asikan SMS-an, mau jadi apa kamu?" omelan standar. Aku mulai menunduk.

"Yang parahnya lagi, sayang-sayangan sama anak laki-laki."

Deg. Nah loh, kok?

Aku terperanjat. Semua siswa pun terperangah.

"Bapak tahu sekolah ini tuh gersang, cuma ada 20 anak perempuan, tapi...," menggantung. "bapak nggak menyangka anak se-alim kamu itu...jeruk makan jeruk."

Deg.

Aku merasa seperti kejatuhan durian, benar-benar durian yang mateng nimpuk kepalaku. Wah, aku harus segera meluruskan kesalahpahaman ini. Aku melihat sekeliling, semua temanku memandangku risih, bahkan jijik.

"Pak..." baru terucap tiga huruf langsung dipotong,

"Jadi selama ini kamu ikut Rohis hanya untuk menutupi ini? Ckckck, dosa sangat besar. Apa Pak Karman nggak mengajarkan akan hukumnya menyukai sesama jenis? Ingat kisah nabi Luth...kaumnya di azab dengan hujan batu. Kamu mau azab itu terulang lagi?"

Wah, makin parah. Mimpi apa aku semalam. Aku bertekad akan mengklarifikasi sebelum semua siswa memercayai persepsi itu. Ketika beliau hendak melanjutkan ceramahnya aku langsung berkata dengan ditegas-tegaskan.

"Pak, ini tuh gak seperti yang Bapak pikirkan. Namanya memang nama laki-laki, tapi dia itu perempuan tulen." kataku sambil terengah-engah menahan malu, emosi dan perasaan yang campur aduk.

"Lagipula apalah arti sebuah nama..." kataku dramatis.

"Yang penting berlubang?" celetuk Didit, temanku itu langsung menutup mulutnya dengan tangannya karena Pak Unsur langsung menatap tajam kearahnya seakan hendak memakannya.

"Widi, Dian, Tata, itu nama-nama yang binomial, bisa dipake oleh semua gender." aku menggunakan kata-kata ilmiah yang sebenarnya aku sendiri tak begitu paham.

Kelas masih hening. Tiba-tiba beliau berjalan meninggalkan kelas. Aku terpaku, tak tahu harus berbuat apa. Didit memberi isyarat agar aku mengejarnya dan meminta maaf. Lalu aku berlari mengejarnya. Tapi kemana beliau? Di ruangannya gak ada. Aku menenyakan pada semua guru yang aku temui dan hanya gelengan kepala yang ku dapat. Waduh, mampus gue.

Akupun berniat kembali ke kelas dengan langkah gontai. Ketika kakiku baru melangkah ke pintu kelas, semua langsung mengerubutiku seperti lalat mengerubuti sampah dengan masing-masing mengajukan minimal tujuh pertanyaan yang tak satupun ku jawab.

Arrgghh....Sial....

Akhirnya bel istirahat pun berbunyi. Ketika yang lain langsung berhamburan keluar aku menjatuhkan kepalaku ke meja. Kepalaku terasa pusing sekali.

****

Ketika aku melangkah menginjakkan kantin karena cacing di perutku protes. Semua orang memandangku aneh seperti melihat zombie. Ada apa lagi ini? Mereka memandangku lalu berbisik-bisik tetangga. Sialan, pasti ini gara-gara tadi. Berita hangat seperti ini pasti langsung meledak seperti mercon. Tapi kenapa seisi sekolah langsung tahu dalam hitungan menit?

Aku melihat sekeliling dan mendapati si Hilceu yang bernama asli Hilman itu dengan mulut monyongnya dengan gesture tukang gosip handal berbisik-bisik pada si Januar. Sialan, pasti ketua geng Cumi Girl, geng cowok-cowok tomboy se-STM yang menyebar isu. Nafsu makanku langsung sirna, dan aku memutuskan untuk kembali ke kelas. 

Saat aku berjalan di koridor menuju ruang kelasku, diam-diam aku merasakan kalau Ragil, yang sekarang duduk di kelas tiga tersenyum padaku. Aku jadi salah tingkah. Lalu aku melanjutkan langkahku, dan lagi-lagi aku berpapasan dengan dua orang cowok yang kalau gak salah dia itu anak kelas dua. Dia berjalan sambil melirik-lirik ke arah saku depan celanaku yang agak menonjol, dan lebih ngerinya lagi ku dengar dia setengah berbisik pada temannya bahwa dia mengagumi pantatku yang tepos. 

Haduh... apa lagi sih?

Bahkan ketika memasuki kelaspun kelas yang tadinya riuh langsung sepi. Tiba-tiba Didit datang menghampiriku.

"Bener?" katanya dengan mimik penasaran.

Langsung aja kujitak kepalanya yang plontos.

"Sial, emangnya gua cowok apakah!" kataku kesal.

"Jadi... lo..nggak..masih.."katanya gelagapan.
Saking kesalnya kujawab aja ngasal.

"Kalo iya emangnya kenapa? Lo naksir sama gua?!" kataku setengah berteriak.

Semua menoleh ke arahku. Upss, salah lagi.

"Eng..eng..nggak kok, gua cuma bercanda. Elo sih Dit!" kataku sambil mengepalkan tangan kearahnya.

Tiba-tiba hapeku yang lain berbunyi. Aku emang bawa dua hape ke sekolah, yang satu GSM yang satu lagi Esia. Maklum, dulu kan belum ada hape dualsim. Ku langsung buka isi SMS-ku.

'Ehm..hi there...ketemuan yuk bis skul, w tngg ya d ptung kuda. Dont miss it!! Daniel'

Brak!

Anjrit, kaget. Ternyata si Didit mengintip dan membaca SMS ku dan saking kagetnya dia terlonjak dan menggeser kursinya dan menabrak meja di belakang. Mukanya yang polos terperangah, tapi aku melihat ada raut sumringah di mukanya.

"Kaget gua, apaan sih Dit?" kataku sambil menjatuhkan badan ke senderan kursi.

Kalau gak salah Daniel itu anak kelas tiga yang katanya seorang model sampul. Tak berselang lama hapeku bunyi lagi dan tak tanggung-tanggung, 5 pesan masuk dari nomer gak dikenal yang ternyata isinya gak jauh beda, dating. Dari Jefry si anak menteri, Angga anak basket, Ceuceu yang bernama asli Cepi anggota Sekertaris Umum Cumi Girls, Farid dan satu lagi Jamal. 

Sial, gak tanggung-tanggung, ajakan dating dari enam orang. Terbersit sedikit rasa bangga bahwa ternyata aku cowok idaman juga, tapi kenapa jadi cowok idaman pria? Halah, aku menampar-nampar pipiku sendiri.

"Napa lu Bob? Stres lo?" kata Didit sekenanya.

"Hajuh..ini mimpi kan?" kataku sambil mengacak-acak rambutku yang plontos.

"Hahaha sabar. Lo mestinya bangga, hal-hal tersebut diatas itu menunjukkan bahwa anda itu orangnya berkharisma, memiliki aura seorang...,"menggantung. "...gigolo hahahaha..." katanya sambil tertawa lebar memamerkan rentetan giginya yang amburadul. 

Langsung saja kujitak kepalanya.

"Seneng lo ya temen menderita? Apalah artinya persahabatan kita yang telah kita bina dari orok wahai sahabatku yang durjana?!" dramatis.

"Lo bantuin gua ngapa, nyari solusinya." kataku sambil garuk-garuk pantat.

"Hmmm... gua punya ide." katanya pasti dengan mata berbinar.

Sontak akupun seperti mendapat cahaya lilin di dalam gua hantu.

"Apa?" tanyaku penasaran.

"Lo jabanin aja semuanya bro, lumayan kan? Daripada lo jomblo dari orok, hahaha..." katanya sambil berlari keluar.

Sialan. Ku kejar dia. Ternyata arah larinya ke perpus. Ku kejar terus dia dan kulihat dia mengendap-ngendap dibalik rak buku.

"Heh, kagak bisa baca ya?"

Astaga. Bu Hesti, penjaga perpus yang gembrot memarahiku. Aku cuma hahahehe sambil berjalan kembali ke luar dan melepas sepatu. Aku lupa bahwa alas kaki wajib hukumnya dilepas.

'Seperti mau sholat di mesjid aja.' pikirku.

"Mau ngapaen kemari? Bikin rusuh aje." kata dia dengan logat Betawinya yang kental.

Sambil garuk-garuk kepala aku berdalih, "anu Bu, saya ada tugas Kimia. Pak Unsur nyuruh nyalin Susunan Berkala Unsur-Unsur alias S-B-U." kataku.

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh sentuhan tangan dipundakku. Sontak aku menoleh ke belakang dan...

Deg. Mampus gua.

"Gua punya, mau gua pinjemin?" kata orang yang menepuk pundakku.

Aku paksakan tersenyum.

"Gak usah, Kak. Gua nyalin aja."

Haduh, kenapa Jamal ada di sini? Apa dia dari tadi ngikutin kemana aku pergi? Halah jadi repot begini. Kulihat Didit cekikikan melihat tingkahku.

Tiba-tiba bel tanda istirahat telah usai berbunyi. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupku aku bersyukur dan berterima kasih pada pasapon yang tidak pernah lupa nyeting bel. Akhirnya aku terbebas dari Jamal. Tapi sebelum pergi dia membisikan sesuatu ke telingaku.

"Besok ya..." katanya sembari tersenyum yang ku yakin itu senyum paling maksimal. Aku hanya melongo dan tiba-tiba dikagetkan oleh bisikan yang sudah tak asing lagi.

"Besok jangan lupa ya sayang..."

Sialan! Didit mengejekku sembari keluar buru-burumemakai sepatu. Kalau saja bukan di perpus, sudah ku timpuk kepalanya denganbuku paket.

****

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

9.7K 778 11
Ketika sebuah hobi yang sangat kau sukai sekarang menjadi sesuatu yang kau benci. Itulah yang dirasakan oleh Refly sekarang. Ballet adalah kehidupann...
48.6K 3.9K 18
Kamu pernah nyari pacar lewat aplikasi kencan nggak? Seperti Tinder, Grindr, Badoo dan lain-lain. Adam melakukan hal itu dan menemukan seseorang yang...
127K 5.8K 20
❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : Stephan Frans ❌Homophobic Diharap Menjauh
FANBOY! By KKJung

Teen Fiction

96.6K 9.3K 14
Buat Eka, Habi adalah partner terbaik di lapangan rumput hijau. Permainan tidak pernah seru tanpa striker bernomor punggung 10 itu. Tapi tiba-tiba Ha...