A Short Journey (3)

By Kupukupukecil

3.9M 255K 20.2K

Orang bilang, seseorang yang dilangkahi menikah oleh adiknya akan lama sekali mendapatkan pasangan. Bagi Iska... More

a short journey
1 - Gift
2 - Manis di luar Anarkis di dalam
3 - You're in Danger
4 - Let's Get Out of this Town
5 - This is Gonna Take Me Down
6 - Painful
7 - Drive Out of The City
8 - Little Love and Little Simpathy
Just For Fun
9 - Inside of Pocket of Your Ripped Jeans
10 - I Fell Under Your Spell
11 - A Love No One Could Deny
12 - Ter'Lena'
13 - Kencan
14 - Bali dan dirimu
15 - Antara Bandung dan Bali
16 - Lovely Day
17 - Wrecking Balls Inside My Brain
18 - All I wanted was to break your walls
19 - Tell Me Where It Hurts
20 - Can You Feel My Heartbeat?
QnA
21 - Kenyataan Yang Tak Pernah Bisa Disembunyikan
22 - Kulkas dengan Fitur Pemanas Terbaru
L.O.V.E
24 - A Short Journey (Bag 1)
25 - a Short Journey (END)
AKHIR KATA (WAJIB BACA :D)
FOR THE REST OF MY LIFE
Found You

23 - Special Day For My Girl

117K 8.5K 1K
By Kupukupukecil



Dari semua kata yang bisa ku ungkapkan,

Aku hanya ingin mengatakan ....

I Just wanna be your teddy bear.

-

Alena menahan senyumnya, sejak tadi mencuri-curi pandang pada Muda yang kini tengah menggendong Dylan dan berbicara dengan keluarganya.

Tepat hari ini adalah acara lamaran mereka, satu minggu setelah pernikahan Astrid. Semua keluarga besar pak Haris Iskandar datang, termasuk nenek Muda yang kini duduk di samping Alena dengan wajit di tangannya.

"Neng!" panggilnya. Alena menoleh, tersenyum pada nenek Muda.

"Oh, nin?"

Jujur, Alena masih canggung memanggil nenek Muda dengan sebutan seperti itu.

"Jadi, gimana cucu nenek si Muda teh?" tanyanya.

Alena menahan senyum, "Ganteng, nin. Baik, Sholeh, alhamdulillah ... Aa bisa jadi imam yang baik buat Lena." Kekehnya.

"Euleuh! Aing mah meni gararetek ningalina ge. Abong budak ngora, gusti ngomongkeun lalaki teh siga ngomongkeun naon wae."

(Aduh, saya geli melihatnya. Mentang-mentang anak muda, gusti... ngomongin cowok udah kayak ngomongin apa aja.)

Alena menutup wajahnya karena malu, "Ih, nin. Lena malu."

"Ya allah, ieu budak. Naon atuh, kakah eeraan kieu?"

(Ya allah, ini anak. Apa atuh, malah malu-malu begini?)

"Lena emang gitu Nin, emangnya si Icha, suka malu-maluin." Muda tiba-tiba saja sudah berada di sampingnya, duduk merapat pada Alena dan merangkul bahunya.

Aih, tidak tahukah ia kalau Alena sedang malu? Sekarang Muda malah membuatnya semakin malu.

"Geuleuh siah Muda, abong geus boga anu bisa dibela. Ayeuna mah dibelaan wae lah, naon atuh nin mah eleh."

(jijik banget Muda, mentang-mentang udah punya yang bisa dibela. Sekarang mah dibelain terus. Apa atuh nin mah kalah.)

Alena kembali menutup wajahnya, kali ini ia bersembunyi di balik pelukan Muda.

"Udah ah, nin. Kasian, Alena malu." Sahut Muda. Dengan menggerutu penuh keirian, akhirnya neneknya beranjak dan menjauh dari mereka sehingga kini tinggalah Alena dan Muda berdua di teras rumahnya. Duduk merapat dengan tangan Muda yang merangkulnya dengan erat.

"Udah, Len. Nin udah ke dalem lagi." Bisik Muda.

Alena mengangkat kepalanya dan menatap Muda. Ada yang berbeda dengan Muda hari ini. pria itu terlihat lebih santai, lebih bersahabat, dan juga lebih ... apa ya, bahagia? Mungkin.

"Kenapa?" Muda bertanya dengan wajah datarnya, tetapi dengan suaranya yang terdengar agak geli.

Alena tersenyum, "Nggak, Lena seneng tahu, liat Aa hari ini. Kok kayaknya seneng banget, ya."

Muda tersenyum, "Memangnya kamu pernah melihat ada yang lamaran sedih?"

"Pernah."

"Siapa?"

"Siti Nurbaya."

"Loh? kata siapa?'

"Kata mami!" Alena terkekeh, "Tadi waktu Lena lagi dandan, mami bilang nggak boleh cemberut A. harus seneng, jangan kayak Siti Nurbaya yang cemberut waktu lamaran."

Muda mengerutkan keningnya, "Memangnya mami kamu lihat ekspresinya Siti Nurbaya waktu lamaran?"

Alena terdiam sejenak, "Nggak tahu juga sih, A. Siti Nurbaya cerita jaman dulu, kan? mungkin mami juga di ceritain sama yang lain."

Muda menggerutu seraya tertawa dalam hatinya.

Itu mah mami kamu aja! yang selalu aneh-aneh persepsinya! Batinnya.

"Tadi kamu bilang mami kamu suruh kamu jangan cemberut, emang tadi kamu cemberut?"

Alena menjauhkan tubuhnya dari Muda. Ia bergeser dan memberi jarak kemudian memiringkan tubuhnya. "Nggak sih, bukannya cemberut. Tapi Lena lagi kepikiran sesuatu aja."

"Apa?" tanya Muda. Terdengar seperti desakkan sebenarnya.

"Hmmm ... gini loh, A. kita kan, yah ... ya, oke. Kita kan udah lamaran, tapi ...."

Muda mengerutkan keningnya, ia dapat melihat dengan jelas ekspresi Alena yang kini mulai menunjukkan tanda-tanda keresahan yang sepertinya harus secepatnya ia musnahkan.

"Tapi apa, Lena?"

Alena memainkan jarinya, ia tidak mau melihat Muda. Tetapi tangannya tiba-tiba menghangat ketika Muda meraihnya dan menggenggamnya.

"Tapi apa?"

"Tapi a, bisa aja kan kalau pernikahan kita gagal?"

Setelah mengatakannya, Alena menggigit bibirnya karena ketakutan dengan apa yang sudah ia ucapkan. Memikirkannya saja sudah membuatnya resah, dan mengatakannya rasanya seperti mengakui sebuah kemungkinan terburuk yang akan menghancurkan kebahagiaannya.

Menyeramkan sekali, bukan?

Muda tidak menjawabnya, pria itu terdiam kemudian berkata dengan dingin, "Aa mau ke dalam dulu."

Setelah itu, Muda menghilang dari pandangannya entah kemana. Sementara Alena malah merasa bersalah pada Muda karena sudah mengatakan yang tidak-tidak.

"Nah, nah! Nyesel kan lu Noy!"suara Icha tiba-tiba menginterupsinya. Alena menatapnya dengan tatapan bingung, "Sejak kapan lo di sini Cha?"

"Sejak lo bilang kalau lo takut pernikahan kalian gagal!" gerutu Icha. Ia duduk di samping Alene kemudian menepuk-nepuk pundak Alena dengan keras, "Kenapa sih lu, Noy? Sini coba, curhat sama mama! Udah kayak mamah dedeh belum nih gue?"

Apaan sih? Alena hanya mencibir.

Icha menggerakkan bibirnya dengan kesal karena tak mendapat respon apapun dari Alena.

"Noooy, gue pernah denger sih ya kalau orang yang mau nikah emang pasti begitu, takut kalau nikahannya nggak jadi, lah sementara persiapan udah siap semuanya."

Alena mengangguk dengan yakin.

"Tapi, lo nggak boleh berburuk sangka kali Noy, ah. Atau lo mau gue kasih campuran obat di minuman abang gue biar dia khilaf terus berbuat yang enak-enak sama lo dan kalian nikah besok?"

Icha tertawa dengan kencang, teringat dengan efek dari minuman yang dimaksudkan olehnya. Betapa menyeramkannya minuman itu, benar-benar membuatnya tidak sadar dan hilang kendali.

"Campuran minuman? Maksudnya apa?" tanya Alena. Icha tertawa. Ia sudah bisa menduga, bahwa Alena pasti tidak mengerti mengenai hal itu.

Aneh, padahal dulu Icha menganggap Alena agak 'liar' ketika wanita itu mengirimnya foto ketika dirinya sedang berciuman dengan Mushkin. tapi rupanya Alena hanyalah gadis polos yang tak tahu apa-apa.

"Nggak usah dipikirin lah, gue mah ngelantur barusan." Kekeh Icha. Bisa berabe urusan kalau Alena tiba-tiba bertanya pada Maryam atau Muda.

Yah, bagaimana pun juga sampai saat ini tidak banyak orang yang tahu, mengenai insiden sebelum mereka menikah.

Menatap Alena, Icha tersenyum dengan begitu tulusnya kemudian berkata, "Percaya sama gue, semua bakalan baik-baik aja, Noy."

****

Iskandar Muda langsung pulang tanpa berbicara apapun ketika acara lamaran mereka selesai. terakhir Muda berbicara adalah ketika Alena mengatakan ketakutannya mengenai pernikahan mereka yang mungkin bisa saja batal karena berbagai macam kemungkinan. Setelah itu Muda mengatakan bahwa ia mau masuk ke dalam bukan? Tapi pria itu tidak kembali lagi, bahkan lebih parahnya pria itu tidak berpamitan pada Alena sama sekali.

Menyebalkan tidak, sih?

Ya, menyebalkan.

Harusnya Alena kesal. tetapi seperti biasanya, Alena tak pernah bisa kesal pada Muda ketika pria itu bertindak seperti itu padanya.

Alena tidak bisa marah-marah pada Muda ketika pria itu mengacuhkannya.

Tentu saja, karena Alena takut.

Alena takut, ketika ia hendak marah pada Muda, pria itu malah jauh lebih marah padanya hingga pada akhirnya akan meninggalkannya dan membuatnya menderita.

Ah, pikiran menyebalkan!

Moodnya jadi hancur sekarang, karena memikirkan hal itu.

Padahal kan ia baru saja melaksanakan lamaran, dan pernikahannya akan dilaksanakan dalam waktu sekitar tiga minggu lagi.

Alena tidak bisa seperti ini. Ya, ia harus menghubungi Muda.

Mengambil ponselnya, Alena mengirimkan pesan pada Muda.

Aa sayang...

Hanya dibaca saja!

Apa-apaan.

Pria itu sengaja kah?

Aihs, sungguh luar biasa!

Setelah menunggu sampai tiga puluh menit lamanya, berpikir bahwa mungkin Muda tengah menyelesaikan pekerjaannya dan belum sempat membalasnya, Alena akhirnya menyerah dan memilih untuk menghubungi pria itu.

"Kenapa?"

Sahut Muda di sebrang sana.

Alena mengerucutkan bibirnya.

Kenapa?

Dasar tidak peka!

"Ekhm! Nggak apa-apa, Lena cuman telpon Aa. Mau ingetin kalau tadi ada yang belum pamit."

"Oh...."

Oh? Saja? OH?

Ha! Alena tidak menyangka.

Apa pria ini kembali menjadi kulkas menyebalkan?

"Aa marah?"

"Kamu merasa Aa marah?"

Oh, masih 'Aa', belum 'saya'. Berarti Muda tidak marah.

Alena terkekeh, "Nggak."

"Ya sudah, berarti tidak."

Tapi Muda menjawab 'Tidak', bukan 'Nggak' . ya, walaupun memang biasanya 'Tidak' sih, tapi akhir-akhir ini Muda sering menjawab 'Nggak.' Jadi, yang mana yang benar? Marah atau tidak?

Alena berdehem, "Kalau nggak marah, kenapa tadi nggak pamit?" Protesnya.

"Kamu lagi di kamar mandi tadi."

"Kan bisa kali A, nungguin Lena sebentar."

"Kata mami kamu, kamu suka lama kalau di kamar mandi."

Oh, MAMI!!!!

Alena mengerucutkan bibirnya lagi, "A, face time yuk!"

"Aa sibuk."

Sial! Alena baru saja ditolak.

"Ya udah, emang Aa aja yang sibuk. Lena juga sibuk. Semua orang juga sibuk."

"Iya, sibuk mempersiapkan pernikahan kita."

IH! APAAN SIH!

Seketika sebuah senyuman langsung tersungging di bibir Alena.

"Hiii ... iya, yah. Kita mau nikah."

"Tidak tahu juga, kata kamu kan bisa saja batal."

Damn!

Kau terbangkanku ke awan lalu hempaskan ke dasar jurang!!!!

"Aa kok gitu sih, nggak boleh berprasangka buruk sama Allah. Memang sih, manusia hanya bisa berencana, Allah yang menentukan. Tapi, ya berbaik sangkalah gitu loh A."

"Nah, itu kamu tahu sendiri. Lalu, kenapa tadi malah bilang begitu?"

Asfskjdhnf!!!

Iskandar Muda selalu bisa membuat Alena bungkam sebungkam-bungkamnya! Sadar sesadar-sadarnya! Dan malu semalu-malunya! Jangan lupa juga rindu serindu-rindunya, tapi tidak sampai pilu sepilu-pilunya.

Baiklah, pikiran Alena sudah kacau sekarang.

"Hmmm ... ya udah, maafin Lena. Aa tadi sengaja kan, nggak pamit? Karena marah sama Lena. iya, kan?"

"Iya. Itu kamu sadar."

Ya iyalah sadar! Lah Muda kalau marah begitu. Pendiamnya berkali-kali lipat!

"Terus kenapa Aa nggak bilang aja kalau Aa marah?"

"Kalau Aa bilang, kita pasti bertengkar Lena, dan kamu pasti nangis. tahu apa yang terjadi terakhir kali waktu kamu nangis? kamu putuskan hubungan kita."

Ini Muda sedang menceramahinya kan? tapi kenapa Alena malah senyam-senyum tidak jelas?

"Perasaan terakhir kali Lena nangis, Lena peluk Aa deh. Waktu di makam."

"Ya, sudahlah. Kenapa jadi mempermasalahkan itu?"

Cieee yang takut diledekin salah!

Ingin sekali Alena mengucapkan kata itu. Sayang sekali, ia tidak berani macam-macam pada Iskandar Muda.

"Ya udah. Tapi Aa udah nggak marah kan sama Lena?"

"Selama kamu menghilangkan pikiran itu, Aa baik-baik saja."

"Ih, Aa makin hari makin so sweet ya! I Love you sayang." Alena kembali terkekeh.

"Iya, Love you too." Sahut Muda di sebrang sana. Suaranya datar, dan ekspresinya juga pasti datar. Pasti hanya sekedar ucapan belaka, bukan murni dari hatinya.

Alena mengerucutkan bibirnya, "Tiap denger mas Reno atau si Al bilang cinta ke istrinya kok kayaknya so sweet ya, tapi Aa kok selalu datar gini sih? Lena nggak ngerasa dag dig dug tuh." Protes Alena.

"Nanti, setelah kamu jadi istri Aa." Ucapnya.

Aaah, apa-apaan sih!

Alena jadi malu sendiri.

"Ekhm! Ya udah, Lena mau tidur. Nggak usah bilang ini itu, sekarang mau langsung Lena tutup telponnya. Bye!"

Dan Alena benar-benar menutup sambungan telponnya secara sepihak.

******

"Abang? Seriusan ini abang mau beginian?" Icha menatap Muda dengan geli ketika ia mendapati kakaknya yang nyaris tidak seperti dirinya sendiri saat ini.

Dengan menggaruk kepalanya, Muda menatap cermin sama menggelikannya dengan Icha, "Jangan ketawain abang ya, Cha."

"HAHAHAHA! ENAK AJA LU BANG JANGAN NGETAWAIN! SI MUSH SIH MEMPAN DIANCEM. ICHA MANA BISAA!!"

Aishh... adiknya ini.

"Ya udah, kalau gitu nggak usah teriak-teriak juga."

"Ya abang kayak nggak tahu aja Icha gimana."

"Kamu juga kayak nggak tahu aja abang gimana. Abang nggak suka kamu ketawain!"

"Halah, kalau Alena yang ngetawain mah suka-suka aja kan bang?"

"Ya nggak apa-apa. berarti dia bahagia sama abang."

"ASTAGFIRULLAH! JANGAN BILANG BABANG MUS SAMA ABANG TUKERAN JIWA? KOK ABANG JADI BEGINI SIH? ANJIR GELI BANG GELI!!!"

"SSST!!!! Cha! Jangan teriak! Berisik!!" Pekik Muda. Kali ini Icha menelan ludahnya. Sudah lama ia tidak dimarahi kakaknya, sekarang kembali di marahi rasanya nyesek sekali Tuhaaan.

"Ekhm, oke. Icha diem."

"Nah, gitu. Sekarang telpon suami kamu, sudah siap belum semuanya?"

"Sama hp abang Ah! Hp icha nggak ada pulsanya."

"Kok nggak ada pulsa?"

"Panjang ceritanya bang! Pokonya pake hp abang aja udah sini."

Dengan berdecak kesal, Muda menyerahkan ponselnya pada Icha, kemudian Muda bisa mendengar Icha berteriak dengan kencang ketika Icha menatap ponselnya.

"UCEEEEET! SI ABANG WALLPAPERNYA FOTO SI ALENA YANG LAGI TIDUR! BAAANG JANGAN BILANG KALAU UDAH NIKAH FOTONYA NANTI FOTO SI ALENA TELANJANG! BAZEEEENG LO BANG BAZEEEENG!!!!"

*****

Alena baru saja selesai memakai pelembab di wajahnya ketika ia mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.

Siapa yang datang ke kamarnya? kenapa harus mengetuk pintu dulu?

Berjalan dengan ragu, Alena membuka pintunya dan mengerutkan keningnya ketika ia tidak mendapati siapa-siapa di luar kamarnya.

Ini pasti pekerjaan orang iseng, kan?

Siapa? Seingat Alena di rumah ini hanya ada dirinya dan Maryam. Karena ayahnya sedang ke luar kota sementara Reno tidak menginap di sini.

"Mamiii..." panggilnya pada Maryam.

Tidak ada sahutan apapun di sana. Alena berjalan menuruni tangga, menyusuri setiap sudut rumahnya tetapi tidak ada siapa-siapa di sana.

Honey yang sedang bermain meloncat padanya.

"Hai! Sayang! Morning!" sapanya pada Honey ketika ia memeluknya.

Alena melupakan ketukan misterius yang mengganggunya hari ini. Ia memeluk Honey seraya mengusap-usap lembut bulunya kemudian menyalakan TV di hadapannya dan duduk dengan santai di depan TV.

Ada yang aneh hari ini, Remote di rumahnya tidak berfungsi. Alena membuka penutupnya kemudian melihat keadaan batu batrai yang masih utuh.

Apa batrainya habis, ya?

"Ekhm!"

Tiba-tiba saja Alena mendengar suara deheman. Ia menolehkan kepalanya, tapi tidak mendapati satu orang pun di sekitarnya. Kemudian tanpa sengaja matanya menatap layar TV dan mendapati wajah Muda di sana.

Di belakang Muda adalah lautan luas yang sangat ia kenali.

Well, Nusa Dua.

Ini siaran langsung? Tapi tidak ada tulisan Live at Nusa Dua Bali.

Ah, sepertinya ini video.

Kapan Muda kesana?

Dan, siapa yang memutar video ini?

Lalu, sedang apa Muda di sana?

"Ekhm!" sekali lagi Muda berdehem di dalam video. Alena tertawa. Pasti tidak mudah untuk Muda melakukan semua ini. bukan tipenya sekali.

Jadi sebenarnya apa yang sedang Muda lakukan sekarang?

Melamarnya kah?

Ya, sepertinya melamarnya. Karena Muda belum memberikan lamaran manis padanya, bukan?

Alena memeluk Honey dengan erat kemudian menatap wajah Muda yang tengah kebingungan di sana.

"Hmm ... dari mana ya, mulainya. Menggelikan sekali sebenarnya." Ucap Muda di sana. Alena tertawa. Syukurlah kalau pria itu menyadari tingkahnya yang sekarang menggelikan.

"TARAAAA." Tiba-tiba saja Muda merentangkan tangannya,jangan harap suaranya terdengar begitu meriah seperti tukang sayur. Suara Muda tetap dengan nadanya yang datar dan miskin intonasi. Bedanya, kali ini suaranya terdengar lebih keras dari biasanya. Ya, jelas lah! Muda berteriak barusan!

Pria itu meraih cameranya yang sepertinya ia letakkan pada tripod sebelumnya untuk menyoroti sebuah istana pasir yang berada di sana.

Bentuknya tidak seperti istana pasir kebanyakan, tetapi lebih seperti miniatur sebuah rumah.

Alena mengerutkan keningnya, kemudian wajah Muda dengan senyumannya muncul di sana.

"Kamu bilang, kamu ingin membuat istana pasir sama orangtua kamu..."

Mendengar hal itu, Alena langsung meraih ponselnya dan melihat tanggal di sana.

Astaga! Sekarang hari ulangtahunnya! Kenapa ia bisa lupa, sih?!

Alena kembali menatap Muda yang kini tengah tersenyum padanya, "Sekarang mereka tidak bisa, tapi Aa bisa. Aa bisa menemani kamu membuatnya."

Ya Tuhan...

"Tapi, Aa belum pernah buat sebenarnya. Makanya Aa latihan dulu, dan tiba-tiba saja waktu Aa latihan, Aa memikirkan sesuatu. Kamu tahu Calvin Seibert? Dia banyak membuat istana pasir yang benar-benar menakjubkan. Arsitek seperti kita pasti senang melihatnya. Dan sekarang, Aa persembahkan istana pasir untuk kita berdua. Bukan untuk kamu saja."

Benar, memang untuk mereka berdua karena di sana Alena melihat tulisan 'Our Home', yang berarti rumahnya dan Muda, kan?

"Nanti, kita akan membuat istana ini bersama. Sesuai keinginan kamu, bahwa kamu ingin membuat sebuah istana pasir. Dan kita akan membuat istana yang sesungguhnya nanti. Di dalamnya ada Aa, kamu, dan anak-anak kita. Kita hidup disana, bersama, dan hidup kamu akan ramai, hidup kamu akan bahagia, Aa jamin itu."

Alena menelan ludahnya, bibirnya mulai bergetar ketika mendengar Muda mengucapkan hal itu padanya.

Istana pasir impiannya bersama orangtuanya, kini tengah diwujudkan oleh pria yang akan hidup bersamanya.

"Sekarang, Aa mau menunjukkan kamu sesuatu."

Alena tetap memperhatikan layar TV di hadapannya.

Sekarang camera berpindah, tak lagi di tangan Muda karena pria itu tengah berdiri seraya memegang sebuah kertas yang sepertinya banyak sekali.

Alena memicingkan matanya agar ia bisa membaca semua tulisannya.

Kertas yang pertama bertuliskan 'I'm sorry I couldn't express my heart for all this time'

Bukan Muda sepertinya kalau bisa mengekspresikan semuanya dengan gamblang. Alena tertawa kemudian membaca kembali tulisan berikutnya.

'I guess i was too shy to say I Love you'

Ya, saking malunya Muda nyaris terdengar tak pernah tulus ketika mengucapkan kata cinta pada Alena.

Dasar.

'Congratulation, Happy birthday My Love'

Muda tersenyum dengan lebar ketika menunjukkan kertas tersebut sementara Alena tersenyum dengan haru.

'I won't change'

'I'll make your heart race every day'

'I promise you'

Kelingking Muda terangkat keatas, bergoyang-goyang seolah mengajak Alena melakukan hal yang sama. kemudian pria itu membuang kertasnya dan kembali menunjukkan sebuah tulisan untuk Alena.

'Thank you so much'

'Thank you for my love'

'For being born today'

'For coming to me'

Seumur hidupnya, Alena banyak menyesali kelahirannya di dunia ini karena ia harus menghadapi kejamnya dunia seorang diri. Tetapi rasanya begitu menakjubkan ketika seseorang berterimakasih atas kelahirannya sendiri. Rasanya seperti Alena benar-benar berharga untuk Muda, dan itu semua membuat Alena meneteskan air matanya.

Meeting you was a great fortune in my life

I Love you ...

Dan tulisan terakhir membuat Alena benar-benar menangis dengan kencang.

Dimana Muda sekarang? dimana pria itu?

Alena butuh untuk memeluknya!

Sekarang. juga!

Ah, tapi tayangan sialan ini sepertinya belum berakhir.

Alena harus menguatkan dirinya dan bersabar.

Ia menatap kembali TV di hadapannya.

"Hadiah pertama kamu, istana pasir. Yang kedua, jalan-jalan ke pantai ... kita lakukan setelah menikah, sambil berfoto bersama. Dan, hadiah terakhir kamu ... "

"Boneka beruang setinggi Lena?" gumam Alena pada dirinya sendiri.

Dalam video, Muda tersenyum, "Ada di halaman belakang rumah kamu." Ucapnya.

Seketika itu juga Alena meletakkan Honey di atas sofa kemudian berlari menuju halaman belakang rumahnya. Tidak ada siapa-siapa di sana, tetapi ada satu kotak besar berwarna pink yang Alena yakini isinya adalah boneka beruang yang begitu di idamkannya selama ini.

Alena ingin tertawa, sepertinya ia terlihat konyol sekarang.

Tapi ia tidak peduli, ia berjalan dan meraih pita yang tepat berada di tengah kotak tersebut kemudian membukanya.

Matanya terbelalak dengan lebar ketika mendapati seorang Iskandar Muda yang memakai tuxedo dengan pita kupu-kupu, dan pita besar yang menempel di kepalanya.

Pria itu menggaruk kepalanya, "Pasti ini sureprise teraneh, ya?" tanyanya.

Hendak berteriak mengatakan 'Sureprise' tapi ia terlalu malu untuk itu.

Alena tersenyum, menggelengkan kepalanya kemudian menatap Muda dari bawah sampai atas, "Setahu Lena, Lena pengen boneka beruang yang setinggi Lena, kenapa isinya malah Aa?" tanyanya dengan geli.

Muda tertawa, "Yah, kita sebentar lagi menikah, dan Aa nggak rela kalau kamu keasyikan meluk boneka beruang kamu."

"Yey, bilang aja Aa nggak nemu bonekanya."

Ekspresi Muda tak terbaca, "Aa sudah pesan, sebenarnya. Tapi Aa batalkan."

"Kenapa?"

"Karena boneka saja nggak akan membuat kamu bahagia."

"So?"

"So, biar Iskandar Muda yang terlihat menggelikan ini yang membuat kamu bahagia."

Alena tertawa mendengarnya.

"Kamu nggak butuh boneka beruang yang setinggi kamu, Aa lebih tinggi dari kamu dan sudah pasti bisa melindungi kamu. Aa akan berusaha untuk selalu ada bersama kamu, memeluk kamu, mendengarkan segala hal dalam hidup kamu yang kamu bagi bersama Aa dan membuat kamu nyaman ketika bersama Aa. Aa akan berusaha untuk selalu membuat kamu tersenyum bagaimana pun caranya. Yah, dari semua kata yang bisa Aa ungkapkan buat kamu, Aa hanya mau bilang ... I Just wanna be your teddy bear, Lena."

Muda mengucapkannya seraya merentangkan tangannya di hadapan Alena.

Sekarang, tidak ada yang bisa Alena lakukan lagi selain melemparkan tubuhnya dalam pelukan hangat yang penuh cinta milik Muda.

"Makasih, Aa... Lena bener-bener bahagia." Gumamnya.

Muda membalas pelukannya, dan sebuah suara terompet kencang terdengar, disusul dengan teriakan kekompakan dari semua orang yang bersorak, "HAPPY BIRTHDAY ALENA! WE LOVE YOU!!"

Alena melepaskan pelukan Muda, melihat setiap orang yang berada di sana. Keluarganya, keluarga Muda, Icha dan Mushkin, ibu Mushkin, bahkan Renita yang tinggal di Malaysia sejak setahun yang lalu, Ah ... dan jangan lupa ada Riri di sana. Semuanya berkumpul dan memeluknya satu per satu.

Alena tak bisa lagi menyembunyikan tangisannya. Ia menangis dengan kencang di tengah keramaian orang-orang yang berteriak dengan gembira untuknya.

Semuanya kompak sekali, membawa sebuah banner bertuliskan 'Thank You for Being Born, Alena'

Dan hal apalagi yang bisa membuat Alena menangis terharu selain ini?

Luar biasa sekali!

Maryam memeluknya dengan erat seraya menangis, "Lihat kan sayang, semua orang berterimakasih untuk kelahiran kamu sayang. Semua orang bahagia. Semua orang menyayangi kamu. Termasuk mami. Mami orang yang paling menyayangi kamu di dunia ini. jadi sekarang, kamu tinggal bahagia sayang."

Alena menganggukkan kepalanya, "I Love you, mami." Ungkapnya. Maryam menciumi kepala anaknya. "I Love you more sayang. Sana, balik lagi ke calon suami kamu." Sindir Maryam.

Alena tertawa. Ia kembali pada Muda, sementara semua orang mulai digiring oleh Maryam untuk masuk ke dalam. Memberi waktu berdua pada Muda dan Alena untuk berbicara atau sekedar menunjukkan perasaannya masing-masing.

Alena menatap Muda seraya tersenyum dengan lebar.

"Kapan Aa ke Nusa Dua?"

"Beberapa hari yang lalu."

"Ah, yang bilang sibuk itu?"

Muda mengangguk "Sibuk latihan membuat istana pasir sebenarnya."

Melihat Muda seoerti itu, kok Alena gemas ya?

"A, ulangtahun tuh ngurangin umur, masa di kasih selamet?" ucapnya.

Muda menggaruk tengkuknya, "Ya, memang. Tapi Aa cuman mau kasih tahu semua orang bahwa hari ini, dua puluh tujuh tahun yang lalu, lahir seorang wanita luar biasa yang akan Aa jaga seumur hidupnya." terangnya.

Alena memukul dadanya pelan, "A, belajar bilang begini dari mana? Al, ya?"

Muda mengangkat bahunya, "Mungkin bisa disebut otodidak juga."

"Oh, ya? Aa nonton film romantis?"

"Hmm, lebih ke video. Kalau film sepertinya Aa tidak kuat."

"Well, video apa A?"

"Yah, Video ucapan begini."

"Jadi, Aa niru dong? Yah, nggak rame." Alena mendesah kecewa.

"Tidak, kok. Pita besar ini," Muda menunjuk kepalanya dengan geli, "Kemudian istana pasir tadi, semua murni karya Aa." Ucapnya dengan datar.

Alena mencium pipinya, "Tahu, kok." Ucapnya.

"Kalau tahu, kenapa kamu harus bertanya?"

"Biar Aa banyak bicara sama Lena." ucapnya dengan manja.

Muda tertawa, "Tapi yang tulisan tadi, itu sekertaris Aa yang kasih. Katanya itu lirik lagu korea, itu terjemahannya dalam bahasa inggris."

Alena mengerucutkan bibirnya, "Kirain Aa merangkai kata sendiri. jangan bilang yang Aa bilang pengen jadi teddy bear nya Lena juga dari google."

Muda tertawa, "Sayangnya iya." Akunya.

"Ihhh! Apaan! Kok kejutan modal google sih." gerutu Alena.

Muda tertawa lagi. ia menarik tubuh Lena dan memeluknya dengan erat, "Yah, kejutan yang sesungguhnya bukan berasal dari google."

"Apa, memangnya?"

"Pernikahan kita. Aa sudah memutuskan, semuanya di majukan. Bukan tiga minggu lagi, tapi sepuluh hari lagi."

"APA?!!"

"Itu semua biar kamu tidak berpikiran macam-macam. Jadi, kita menikah sepuluh hari lagi."

Tu... tunggu dulu!

Apa maksudnya?!

Mereka? menikah? Sepuluh hari lagi?

SEPULUH HARI?

LUAR BIASAAA!!!!

Ini memang sungguh-sungguh kejutan yang mengejutkan. Kejutan sebenarnya yang bahkan google saja tidak punya!

****

Dari kejauhan, Mushkin melepaskan tangannya yang membekap tangan Icha sejak tadi. Ia menggoyang-goyangkan tangannya karena pegal kemudian napasnya pun tersengal-sengal.

"Ih, yaang! Kok tega-teganya kamu bekap mulut aku sih?"

"Aduh, sorry nih yaaang. Aku nggak mau abang kamu hancur kejutannya gara-gara teriakan kamu."

"Yaelah yang, aku teriak kan bahagia."

"Iya, aku tahu. Tapi kamu bisa rusak momen mereka."

"Oh, gitu ya? jadi kamu lebih memilih kebahagiaan mereka daripada kebahagiaan aku?"

"Lah, bukan gitu yaang."

"Terus? Udah mah kamu rusakin remote TV rumah kita gara-gara samaan merknya sama TV tante Mar, sekarang malah kamu nyiksa aku begini. Bekap-bekap orang, kalau aku kehabisan napas, kamu mau gimana? Emangnya enak menduda? Kagak ada yang belai kamu nanti yaang."

"Aduh, udah dong yaang kok jadi merambat sih. Kan aku cinta kamu."

"Kenapa jadi bilang cinta?"

"Ya karena aku cinta kamu." Ucap Mushkin seraya terkekeh.

Icha menahan senyumnya. Kemudian ia berteriak, "NOY! MANTAN PACAR LO SEKARANG UDAH MENTOK CINTANYA SAMA GUE! LO MAMAM AJA ABANG GUEE!!!" Teriaknya. Mengundang tawa dari semua orang yang masih mengintip di balik pintu yang menyambungkan rumah dengan halaman belakang.

END

HAHAHAHAHAHA

NGGAK DENG BELUM.

INI TBC

CATAT,

TBC.

HAHAHAHAHAHAHAHA KETAWA DULU BOLEH KALI YAAAA WKWKWK

Maafkan aku yang lupa diri ini ders. Sesungguhnya aku stress banget nggak ngeluarin Muda. Kepala terasa penuh sesak dan sakit dengan semua kenangan tentangnya BHAAKSS!

Aku emang sibuk sih ya, sibuk kesana kemari dan sibuk menghapus perasaan cintaku untuknya wkwkwk

Tapi sekarang mah udah free, minggu depan libur kuliah ahiwww tapi jadi teteh rumah tangga nggak libur wkwk

Itu ucapan si muda yang ceritanya dikertas ngalay dikit gapapalah yang penting romantis. Itu lirik lagunya VIXX – THANK YOU FOR BEING BORN! Ucapan khusus selamat ulangtahun yang emang manis aneeet aaakk bapel eyak aku alay aneeet *pingsan

Niatnya part ini tuh partnya mudal nikah, eh gajadi deh maapin aku jimmars tersayang yang udah pada siapin baju buat kondangan wkwkwk

YU AH SETELAH INI MAH KITA BAHAGIA-BAHAGIA AJA.

Aku sudah datang untuk menghibur kalian.

Sekarang ayooo kalian yang menghibur aku yaaaah cintaku sayangku kasihku~ ku serahkan hannya kepadamu~ *joget

Maaf ya kalau gak ngena karena aku gak nganu makanya gak ngena *apa coba -_- 

jangan bilang pendek ya ini 16 halaman wkwkwk

Intinya semoga mengobati kerinduan kalian pada mudal dan kerinduanku pada ocehan kalian :*

Aku mau meluruskan badanku yang pegal ini sementara kalian baca.

Yuk ah markibaaaa.. mari kita bahagiaaaa..

Aku sayang kalian :* 

Continue Reading

You'll Also Like

68.9K 5.5K 26
Karmila ingin menenggelamkan dirinya ke dalam Samudra Atlantik, tenggelam dan mati membeku ketika tahu kalau tetangga baru di samping unit apartemenn...
564K 39.8K 39
Sepuluh tahun sejak ditinggal oleh cintanya, Nico Hartawan pun berhasil menjadi seorang bedah saraf yang dikenal sebagai 'Tangan Tuhan' karena kepand...
14.8K 3.5K 32
Apa kalian pernah mendengar cerita tentang seorang abang yang melamar adik perempuannya? Mustahil bukan? Tapi hal tersebut terjadi pada Clara Hafizah...
1M 106K 43
Serendipity Usiaku 30 tahun, high quality jomblo, lalu tiba-tiba diminta pertanggungjawaban seorang Duren alias Duda keren? Aku kudu eotteoke miskah...