The Bodyguard

By nonabulanseptember

12.8K 1K 176

[15+] Sebagai seorang putri dari Presiden, Kendall Jenner membutuhkan pengawalan ekstra di setiap kesempatann... More

Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6

Chapter 1

5.3K 262 41
By nonabulanseptember

Kuikat rambutku menjadi kuncir kuda dengan ikatan berwarna merah maroon, lalu mengoleskan lipstik berwarna natural agar tidak terlihat menor. Saat mengoleskan lipstik pada bibirku, tiba-tiba James memanggilku sehingga membuat lipstik yang kuolesi pada bibirku menjadi berantakan.

"Kendall," panggilnya yang sudah berada di depan pintu kamarku. "Ikut aku ke ruang pertemuan."

Ruang pertemuan? Tapi, untuk apa aku diajak ke ruang pertemuan, itu kan ruang yang bisa dibilang penting. Lalu, apa urusannya denganku sehingga aku disuruh ikut ke ruang penting itu, aku kan hanya seorang putri Presiden yang tidak diharuskan mengikuti hal penting di ruangan penting itu. Mungkin sekiranya bisa dibilang begitu, atau mungkin juga aku diwajibkan.

Dengan sigap aku mengambil tisu untuk membersihkan lipstik yang berantakan di sekitaran bibirku. Setelah membersihkan lipstik yang berantakan, aku menoleh ke belakang menatap ke arah James yang ada di depan pintu kamarku. Dia adalah asisten ayahku.

"Untuk apa?" tanyaku agak sedikit penasaran. Kemudian, aku segera mengambil tasku yang bermerk dior dan bisa dibilang tas mahal. Karena aku akan pergi ke kampus pagi ini.

James berjalan keluar dari kamarku, lalu aku pun mengikutinya untuk ke ruang pertemuan. Kami melewati beberapa ruangan yang aku pun tidak tahu apa isinya karena aku baru saja tinggal di Gedung Putih ini jadi tidak semua ruangan aku hafal isinya, James memasuki ruangan yang terkesan sedikit tertutup yang sudah bisa kutebak itu adalah ruang pertemuan. Aku pun mengikutinya dari belakang, memasuki ruangan itu dengan sedikit rasa canggung karena baru pertama kalinya aku memasuki ruangan itu.

Kulihat ada beberapa laki-laki yang berpenampilan formal, kebanyakan dari mereka adalah pengawal ayahku. Ya, ayahku punya banyak sekali pengawal untuk melindunginya dari orang-orang jahat ataupun orang yang tidak penting. Bisa dibilang mereka adalah 'haters', semenjak ayah dilantik menjadi Presiden dia merekrut banyak pengawal ditambah lagi semakin hari penjagaan kami semakin ketat. Aku melihat ada satu laki-laki yang sama sekali tidak berpenampilan formal, dia hanya memakai baju kaus yang ketat berwarna hitam dan juga celana jeans panjang yang membuatku heran siapa dia sehingga bisa masuk ke sini.

Laki-laki yang memakai baju kaus ketat dan berambut ikal itu menatapku dengan tatapan yang seperti mengintimidasi, sangat menyeramkan. Aku membuang muka untuk menghindari tatapannya yang membuatku jijik, rupanya dia berusaha untuk membuatku takut padanya. Memangnya siapa dia? Asisten baru ayahku atau seseorang yang mungkin berperan penting bagi Presiden sehingga dia berani menatapku seperti itu. Laki-laki itu memasukkan kedua tangannya ke saku celananya seolah bersikap sok keren di hadapanku, tapi sayangnya dia tidak ada keren-kerennya sama sekali. Sangat menjijikan.

James berdiri disamping laki-laki berambut ikal itu, dan memberikan senyuman tipis padanya. Kemudian, James beralih menatapku, "Kendall, dia adalah Harry Styles...- " dia memperkenalkan laki-laki yang berada di sebelahnya itu padaku. "-pengawal barumu yang akan menemanimu kemanapun kau akan pergi."

Aku membelalakkan mata mengetahui bahwa laki-laki berambut ikal yang memakai baju kaus ketat berwarna hitam serta celana jeans panjang itu adalah pengawal. Seseorang yang menjadi pengawalku kemanapun aku akan pergi. Dia bercanda? Demi Tuhan aku tidak membutuhkan pengawal apalagi seperti dia-Harry Styles-yang sangat menjijikkan itu, memangnya ada pengawal bertubuh kecil seperti dia. Tubuh yang tergolong kecil di antara para pengawal pada umumnya, setahuku seorang pengawal kebanyakan bertubuh besar seperti para pengawal ayahku yang berpenampilan formal. Harry bahkan tidak berpenampilan formal melainkan kasual atau bisa dibilang biasa saja.

"Kau bercanda?" aku menyilangkan kedua tanganku di dada. "Aku tidak membutuhkan seorang pengawal untuk menemaniku kemanapun aku akan pergi, aku tidak perlu lagi untuk dikawal karena aku sudah dewasa dan bisa menjaga diriku sendiri."

Sekarang ini aku sudah dewasa, usiaku 18 tahun dan aku sudah memiliki kebebasan untuk melakukan apapun sesuai dengan keinginanku tanpa dihalang-halangi.

Aku melihat ayah bangkit dari kursinya dan menatapku dengan tatapan sangar, pasti dia ingin memarahiku karena aku menolak untuk dikawal dengan seorang pengawal yang ia pilih untukku. Namun untung saja, Ben, salah satu pengawal ayah menghalanginya untuk memarahiku sehingga aku merasa aman karena tidak jadi dimarahi. Kalau saja dia tidak menghalangi ayah, mungkin aku sudah dimarahi habis-habisan karena telah menjadi seorang putri yang pembangkang.

"Lihatlah dia, tubuhnya saja bahkan tidak sebanding dengan para pengawal bertubuh besar pada umumnya, jadi kupastikan dia tidak bisa melindungiku dari orang-orang jahat yang berada di luar sana."

"Jangan menilai orang dari luarnya, tapi lihatlah orang dari dalamnya. Harry adalah orang yang tidak bisa diremehkan, walaupun tubuhnya tidak sebesar pengawal pada umumnya namun dia sanggup untuk melindungimu. Dia punya keahlian khusus yang kuyakin kau akan berhutang budi jika ditolong oleh Harry dalam sebuah masalah, dia sangat menguasai bela diri-menguasai karate, tae kwon do, judo, dan kickboxing yang sempurna. Jadi, jangan menganggap remeh pengawal barumu itu." James berusaha meyakinkanku dengan berkata panjang lebar, dengan dia berkata seperti itu tidak akan mengubah keputusan penolakanku terhadap si pengawal baruku itu.

"Sudah kubilang bahwa aku tidak membutuhkan seorang pengawal!" bentakku. Persetan dengan si pengawal bernama Harry Styles itu, lagipula dia tidak ada keren-kerennya sama sekali sebagai pengawal. Bahkan, Ben, pengawal pribadi ayahku lebih keren dan lebih gagah dari seorang Harry Styles itu.

James mengambil segulung kertas berwarna kecoklatan yang ada di saku depan celana formalnya, kemudian membuka kertas gulungan itu dan membacanya.

"Peraturan Keluarga Presiden nomor 10 pasal 1 ayat 2; bahwa setiap anggota keluarga Presiden harus memiliki seorang pengawal dan dikawal kemanapun dia pergi."

Sialan. Aku tidak bisa berkutik sama sekali, aku juga tidak mungkin mengalah kalau tidak itu akan membuatku malu terutama di hadapan teman-temanku. Tapi, peraturan itu berlaku dan diwajibkan. Jika aku tidak mematuhi peraturan itu mungkin saja aku akan diusir dari Gedung Putih. Mau tidak mau aku harus menerima Harry sebagai pengawalku walau resikonya aku akan ditertawakan oleh teman-teman satu kampus, aku menatap Harry dengan tatapan dingin memendam rasa kekesalan di dalam hatiku.

"Well, aku akan menerima Harry sebagai pengawalku."

***

Kami pun sampai di Washington University. Kemudian, aku memasuki gedung fakultas bersama si pengawal sialan itu. Teman-temanku yang sedang mengumpul menjadi satu langsung melihat ke arahku, aku langsung buru-buru kabur untuk menghindari mereka yang pasti akan menanyakan banyak pertanyaan padaku tentang si pengawal sialan yang berada di sebelahku ini. Namun sialnya salah satu dari mereka-Lauren-temanku yang selalu saja penasaran tentang apa yang terjadi itu memanggilku, mau tidak mau aku menoleh ke arah mereka dan menghampiri mereka dengan langkah kaki yang sangat pelan diikuti dengan Harry yang kini berjalan di belakangku.

Aku menunduk berharap agar mereka tidak menanyakan apa-apa tentang Harry, tapi kurasa mereka benar-benar akan menanyakan tentang Harry, dan kemungkinan besar dia akan jadi bahan perbincangan para mahasiswa dan mahasiswi di kampus ini. Kehadiran dia sebagai pengawalku sepertinya akan membawaku pada musibah.

"Hai, Kendall," Lauren melambaikan tangannya padaku dan menunjukkan senyumannya yang cantik itu, maklum saja karena dia mempunyai bentuk bibir yang bagus dan sempurna sehingga membuatnya cantik kala ia tersenyum maupun tidak. "siapa orang yang ada di sebelahmu itu?"

Sudah kuduga dia pasti akan menanyakan itu padaku. "Dia pengawal baruku."

Lauren yang mendengar pengakuanku pun langsung menutup mulutnya menahan tawa begitupun dengan teman-temanku yang lainnya, mereka sama-sama menyebalkan.

Tiba-tiba datanglah Sean yang kedatangannya membuatku kembali senang, dia melingkarkan tangannya di pinggangku dan mengecup bibirku dengan lembut. Dengan sekejap mata, teman-temanku pun berhenti mentertawakanku, mereka diam melihat kedatangan Sean kemari.

"Hai, Sayang," Sean memberiku senyuman tulus padaku kemudian beralih menatap Harry yang berada di sampingku, dia mengerutkan kening. "siapa dia?" pertanyaan yang sama. Lagi.

Aku pun menjawab kalau Harry hanyalah seorang pengawal karena ayahku yang terlalu protektif dan tidak bisa mempercayai putrinya sendiri. Sean langsung mentertawakan Harry karena dia tidak kelihatan seperti pengawal sama sekali, bahkan tubuh Sean jauh lebih besar dari Harry. Mungkin jika Sean diadu dengan Harry, Sean akan menang karena tubuhnya yang lebih besar dari Harry.

Tapi, itu mungkin benar. Sean pasti akan menang dari Harry. Aku pun tertawa mendengar ungkapannya sementara Harry hanya diam dan tidak berkomentar apapun. Bahkan sejak tadi aku belum sekalipun mendengar suaranya. Namun bisa kupastikan dia menggerutu dalam hati karena diremehkan oleh Sean, masa bodoh dengan Harry. Aku pun tidak peduli.

"Sean, aku ke kelas dulu, ya, sebentar lagi mata kuliahku akan segera dimulai." Kataku. Kemudian, Sean melepaskan tangannya yang melingkar di pinggangku dan memberikan senyuman hangat padaku.

"Well, sampai jumpa." sebelum aku pergi ke kelas, Sean mengecup keningku dengan lembut setelah itu barulah aku pergi meninggalkannya dan berjalan menuju kelas. Didampingi dengan si pengawal sialan ini.

Aku berjalan ke kelasku dengan langkah yang terburu-buru agar tidak ketinggalan pelajaran, bukannya Harry meninggalkanku tapi dia malah ikut masuk ke kelas. Dia bahkan bukan mahasiswa di kampus ini jadi seharusnya dia tidak boleh memasuki kelas dan mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung.

"Tidak usah ikut masuk ke kelas, tunggu saja di mobil." Kataku pada si pengawal sialan ini.

"Maaf, tapi, paling tidak aku harus berada di jarak tiga meter darimu, Nona."

Aku kaget mendengar perkataannya, semua mahasiswa dan mahasiswi di kelas ini menatap ke arahku dan juga Harry. Tatapan mereka seakan bertanya-tanya siapa orang yang berada dihadapanku ini, beberapa dari mereka ada yang berbisik-bisik sembari melihat ke arah kami. Aku malu, sangat malu karena membawa seorang pengawal ke dalam kelas. Tapi, bukan aku yang membawanya justru Harry yang mengikutiku hingga ke dalam kelas. Aku berjalan sembari menunduk malu, duduk di kursi paling pojok yang ada di barisan tengah. Sementara Harry duduk di barisan paling pojok sembari menatapku dengan tatapan mengawasi, lalu aku pun membuang muka agar menghindari tatapan dari mereka semua yang menatapku. Sungguh memalukan. Sejauh ini menjadi putri dari seorang Presiden tidak ada keren-kerennya sama sekali, bahkan jauh lebih memalukan dari kehidupanku yang sebelum-belumnya.

Tidak lama kemudian seorang wanita tua yang bertubuh kecil dan kurus datang memasuki kelas sambil membawa buku yang sedikit tebal serta kotak pensil. Wanita tua itu menaruh kotak pensilnya di meja, dan hanya mengambil satu spidol berwarna hitam untuk menulis. Kemudian, si wanita tua itu berdiri di depan papan tulis dan menuliskan sesuatu di sana.

"Perkenalkan, namaku adalah Rhowena Parkinson jadi kau bisa memanggilku Mrs. Parkinson," wanita tua yang mempunyai nama Mrs. Parkinson itu memperkenalkan dirinya di depan kami semua. "Pada awal-awal semester pertama, aku akan mengajari kalian tentang Psikologi Kepribadian."

Mrs. Parkinson menuliskan 'Trait & Tipe' di papan tulis, aku dengan semangat memperhatikan mata kuliahku yang sedang berlangsung tanpa melihat Harry di pojok karena aku sudah bisa memastikan bahwa dia sedang mengawasiku saat ini. Jika aku tidak mengikuti mata kuliahku pagi ini dengan baik, dia mungkin bisa saja mengadu pada Ayah. Jadi, kuputuskan untuk menyimak dengan baik.

"Dalam teorinya, kepribadian terdiri dari trait dan tipe," wanita tua itu menjelaskan sementara aku sedikit mengantuk dan sesekali menguap. "Trait dijelaskan sebagai bla bla bla." Saking mengantuknya sampai-sampai tidak mendengar sudah sampai mana penjelasan yang diarahkan oleh Mrs. Parkinson.

Masih mendengar samar-samar suara Mrs. Parkinson yang lantang sehingga terkadang membuatku kaget mendengar suaranya yang membuatku terbangun dari keadaanku yang setengah tertidur, aku bahkan sudah tidak peduli lagi dengan Harrry yang sedari tadi mengawasiku karena aku sudah keburu mengantuk mendengar penjelasan dari Mrs. Parkinson yang membuatku seperti dibacakan dongeng sebelum tidur.

Hingga akhirnya Mrs. Parkinson menyudahi mata kuliah pagi ini, "Kita sudahi mata kuliah pagi ini, sampai bertemu minggu depan." Aku pun berdiri dari kursiku sambil mengerjap-ngerjapkan mata yang setengah mengantuk akibat mendengar penjelasan panjang lebar dari Mrs. Parkinson.

Harry pun berdiri dari kursinya. Dan menghampiriku serta berkata, "Ayo, kita pulang, Nona." Kali ini aku tidak bisa ikutan berkumpul dengan teman-temanku. Padahal hari ini aku hanya mempunyai satu mata kuliah, dan seharusnya setelah ini aku bebas namun kenyataannya tidak.

Aku pun berjalan keluar dari kelas diikuti dengan Harry disampingku, kakiku yang jenjang melangkah lebar-lebar. Dengan terburu-buru aku berjalan untuk sampai ke parkiran namun teman-temanku membuatku menghentikan langkah kakiku.

"Hai, Kendall," Mia menubrukkan tubuhnya pada tubuhku, dia memelukku dengan pelukan yang bersahabat, rasanya seperti sudah setengah abad tidak jumpa dengannya.

"Selama dua minggu ini kau kemana saja, Mia?" tanyaku memasangkan tatapan kerinduan.

"Aku ikut ayahku ke Miami karena beberapa kepentingan," jawabnya kemudian aku hanya menganggukkan kepala dan membentuk bibirku menjadi huruf 'O'. "Oh iya, hari ini aku mengadakan pesta ulang tahun di Midtown Partyplex. Kuharap kau mendatangi pestaku, Ken."

Aku mengangguk. "Aku pasti akan mendatanginya bersama Sean." Sudah pasti iya aku akan datang, siapa yang tidak suka dengan pesta sekeren itu. Mungkin hanya orang bodoh yang tidak menyukainya.

Harry sudah memberi kode bahwa aku harus segera pulang ke rumah kalau tidak akan dimarahi oleh Ayah, kemudian aku melambaikan tangan pada Mia dan sekelompok teman-temanku. Setelah itu aku melangkahkan kakiku dengan gerakan yang tidak seburu-buru tadi. Tapi, tiba-tiba saja langkah kakiku terhenti setelah Harry berbicara padaku memberikan sebuah peringatan.

"Nona, kau tidak diperbolehkan mendatangi pesta."

Apakah aku tidak salah dengar mengenai ucapannya. Dia sinting? Sampai-sampai melarangku berpesta di Midtown Partyplex, klub malamnya sangat keren dan menyenangkan aku pun tidak bisa menolak untuk kesana. Tidak akan mungkin aku menolak, apalagi diantar dengan Sean. Itu membuatku tambah semangat untuk mengikuti pesta.

"Mengapa kau melarangku? Itu hakku, jadi kau tidak berhak untuk melarangku." Aku berkacak pinggang dan menggerutu kesal pada Harry.

"Maaf, Nona. Tapi, hal itu-datang ke tempat umum semacam klub-dilarang demi nama baik Gedung Putih dan keluarga Presiden."

Aku menghela napas panjang. "Kau tidak perlu khawatir, tidak akan ada media manapun yang tahu kalau aku datang ke acara itu. Maka dari itu kau harus tutup mulut dan jangan berkata pada siapapun termasuk ayah kalau aku datang ke pesta ulang tahun Mia."

Harry terdiam beberapa saat, kemudian menyilangkan kedua tangannya di dada. "Aku khawatir kalau aku tidak bisa melakukannya. Lagipula, Nona tidak tahu, ya? Paparazzi itu bisa menjelma menjadi siapa saja, jadi jangan main-main."

"Pokoknya kalau kau memberi tahu tentang ini, aku akan membuatmu kehilangan pekerjaan." Ancamku.

Namun dari ekspresinya dia tidak terlihat takut sama sekali, seolah-olah dia ingin menantangku. Ditambah lagi dia menatapku dengan tatapan sinisnya yang lebih menyeramkan ketimbang tatapanku.

Dia memang pengawal yang tidak tahu diri dan suka sekali mencampuri urusanku, membuatku ingin menendang bokongnya karena rasa kesalku yang semakin menjadi-jadi.

***

Aku menatap diriku pada cermin, memastikan bahwa penampilanku cukup memuaskan untuk berpesta malam ini. Terlihat jelas perempuan yang berada di dalam cermin itu sangatlah cantik. Rambut brunettenya yang indah dibiarkan tergerai, perempuan di dalam cermin itu mengenakan dress pendek dari satin berwarna merah muda yang membuat dirinya tambah cantik. Aku bahkan terpukau melihat perempuan di dalam cermin itu betapa cantiknya dia sehingga bisa membuatku tersenyum bangga terhadap dirinya. Ya, perempuan di dalam cermin itu adalah diriku.

Terdengar bunyi klakson mobil, aku berpikir itu sudah pasti Sean. Aku melihat keluar jendela kamarku memastikan bahwa orang yang membunyikan klakson mobil itu adalah Sean, dan benar nyatanya itu adalah Sean dengan mobil jeep hijaunya. Dia tidak memasukkan mobilnya ke dalam rumah tapi malah membiarkan mobilnya berada di luar gerbang, entah karena tidak diperbolehkan memasukkan mobil ke dalam rumah oleh si pengawal ataupun karena alasan lain. Sean keluar dari mobil, dia berniat ingin memasuki rumah tapi gerbangnya ditutup dan tidak dibuka. Kulihat saat ia mencoba untuk membuka gerbang rumahku, ada sekitar tiga orang pengawal yang berpenampilan formal sedang mencegatnya, batinku khawatir mengapa mereka mencegat Sean untuk masuk ke dalam rumah.

Aku menggigit kuku jariku, rasa khawatir sekaligus takut menjalar dalam diriku. "Apa yang harus kulakukan?" aku bertanya pada diriku sendiri, mencari-cari jalan keluar bagaimana caranya agar Sean diperbolehkan masuk ke dalam rumah

Aku melihat ke arah bawah dari dalam jendela kamarku, disana Harry ikut muncul. Mengapa si pengawal sialan itu ikut serta. Terlihat Harry yang sedang menghadang Sean untuk masuk ke dalam rumah, dia seperti sedang memarahinya. Dengan sekejap mata aku melihat Sean menonjok perut Harry dengan keras sehingga membuat Harry memegangi perutnya yang habis ditonjok Sean, kupastikan rasanya sakit. Lalu, Sean berhasil menerobos masuk namun lagi-lagi para pengawal berpenampilan formal lainnya menahannya untuk masuk ke dalam rumah sehingga terlihat sekali ekspresi Sean yang sangat kesal.

Harry yang sepertinya sudah kembali normal lagi dari pukulan yang diberikan Sean itu setengah berlari menghampiri Sean yang sedang ditahan dengan para pengawal lainnya yang berpenampilan formal, ia kemudian menarik Sean keluar dengan kasar.

Demi Tuhan aku tidak sanggup melihat Sean seperti itu, aku tidak sanggup melihat keadaan yang terjadi di luar rumah. Namun aku juga tidak mungkin hanya menonton saja, aku harus bertindak sesuatu. Tiba-tiba muncul pikiran dalam benakku kalau aku harus mengatakan hal ini pada ayah, mengatakan hal tentang Harry yang membuat keributan dengan Sean di luar rumah.

Dengan terburu-buru aku membuka pintu kamarku, dan langsung berlari ke lantai bawah melewati banyak anak tangga. Aku berjalan menghampiri ruang kerja ayah, lalu dengan sigap aku membuka pintu ruang kerjanya. Melihat ayah yang masih berkutat dengan macbooknya namun saat ia menyadari bahwa ada yang datang ke ruangannya, ia melihatku dengan tatapan yang bertanya-tanya.

"Ayah!" aku berjalan menghampiri meja kerjanya yang tertata rapi. Melihat ke sekeliling ruangan, ada satu pengawal pribadinya yaitu Ben. Dan juga asistennya, James.

Aku menghela napas panjang, sebelum berkata yang sebenarnya terjadi. Wajahnya yang terlihat keheranan dengan penampilanku saat ini membuatku lupa bahwa aku belum memberi tahu apa-apa pada ayah. Gadis batinku menggerutu kesal, menghentak-hentakan kakinya di atas tanah.

"Para pengawalmu itu melarang Sean untuk masuk kedalam rumah, dan Harry memperlakukannya dengan sedikit kasar. Yang kulihat dari luar jendela kamarku, Harry memarahi Sean dan menghadangnya agar tidak bisa menerobos masuk." Aku berkata pada ayah dengan perasaan khawatir yang sangat berlebih.

"Untuk apa dia kesini? Dan mengapa kau memakai pakaian seperti ini, Kendall?"

"Aku ingin menghadiri pesta ulang tahun Mia di klub dengan Sean, tapi Harry Styles-si pengawal sialan itu melarangku untuk menghadiri pesta." Aku memberi penjelasan secara rinci kepada ayah.

"Tindakan yang dilakukan Harry itu benar, Kendall."

Mulutku mengaga mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya. Dia lebih setuju dengan tindakan Harry daripada aku, putri kandungnya sendiri. Justru menurutku tindakan Harry itu adalah salah karena dia melarangku untuk bersenang-senang, aku tidak ingin dikekang seperti ini. Seorang Kendall sangat menginginkan kebebasan yang bisa membuat dunianya menjadi berwarna seperti dulu.

Ayah melihat ke arah James lalu menganggukan kepalanya seperti memberi instruksi kalau Sean harus diusir dari sini. "Tapi, Sean sudah menungguku diluar." Kataku dengan tatapan yang memelas.

"Maaf, dengan berat hati ayah harus mengusir Sean dari sini. Jadi, pergilah ke kamar dan ganti pakaianmu karena kau tidak akan pergi kemana-mana malam ini, Kendall."

Aku mendengus kesal mendengar pernyataan bahwa aku tidak boleh kemana-mana malam ini. Rencanaku untuk menghadiri pesta ulang tahun Mia gagal sudah. Semakin ayah menjadi seseorang yang sangat penting, semakin dia mengekangku sehingga membuatku muak dengan semua ini.

Kakiku yang jenjang melangkah lebar untuk keluar dari ruangan ini, sebelum aku membuka pintu untuk keluar dari ruangan ini. Aku menoleh ke belakang melihat ayah untuk memberi kepastian bahwa dia akan mengubah keputusannya, namun nyatanya tidak sama sekali. Sia-sia aku menghampirinya kalau pada kenyataannya dia sama sekali tidak membelaku. Saat aku keluar dari ruangan kerjanya, Harry sudah berada dihadapanku yang sontak membuatku kaget.

Aku menatapnya dengan tatapan penuh kebencian serta kekesalan yang bercampur menjadi satu sebelum akhirnya aku pergi ke kamarku. Harry menatapku dengan tatapan mengintimidasi yang membuatku jijik padanya. "Sean-kekasih kesayanganmu-sudah pergi, Nona." Aku membelalakkan mata mendengar ungkapan dari Harry yang membuat emosiku semakin menjadi-jadi.

"Damn, Harr! Itu keterlaluan!" tadinya aku berhendak ingin melayangkan satu tanganku dipipinya dan memberi tamparan keras untuk Harry namun aku mengurungkan niatku, dan mengubur emosiku dalam-dalam.

Lalu kemudian aku menyenggol pundak Harry dan berjalan untuk pergi ke kamarku dengan meninggalkan jejak-jejak kebencian dihatiku yang mendalam.

TO BE CONTINUED!

Ini ceritanya baru awal-awal aja sih jadinya kurang panjang mungkin, atau kurang percakapan antara Harry dan Kendall juga. But, Thanks ka firaa a.k.a sfdlovato udah ngasih ide yang berlebih.

Continue Reading

You'll Also Like

197K 24.5K 43
Sentuhan cinta, kasih sayang, dan kehangatan yang hanya untuknya. Dimohon untuk membaca season pertama dulu ya luv agar tidak bingung saat membaca s...
85.2K 8.6K 36
FIKSI
791K 58.2K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
84.3K 8.1K 32
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...