LOVELY NATALIE ✅ (SUDAH CETAK...

By dindinthabita

67.8K 1.8K 56

Natalie, gadis remaja kelas 3 SMA NEGERI populer di Jakarta. Berwajah ayu dengan gerak geriknya yang anggun d... More

BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
KARAKTER DAN TOKOH LOVELY NATALIE
COMING SOON #LOVELY KARENINA : LOVELY SERIES
TEASER LOVELY KARENINA
SEKUEL SUDAH PUBLISH

BAB 1: PERTEMUAN

8.5K 393 15
By dindinthabita

Suara kicau burung terdengar merdu di pagi hari itu di langit Jakarta. Namun suara kicau itu bukanlah alasan terbangunnya seorang dara remaja dari tidur nyenyaknya di hari Minggu pagi itu, dia terbangun karena suara ocehan ibunya yang saling bersahutan dengan suara wanita lainnya tepat di halaman di bawah balkon kamarnya.

Natasha mengucek matanya dan menggeliat malas seraya meraih ponselnya untuk mengecek jam berapa saat itu dan dia mengerang sambil membenamkan wajahnya pada bantal. Rambut cokelat terangnya menutupi sebagian wajah cantiknya. "Dasar Mama! Suaranya kurang kenceng." Dia menggerutu seraya bangun dari tidurnya. Dia berjalan kearah balkon dan membuka pintunya dan melangkah mendekati pinggiran balkon. Natasha menatap kearah bawah dan mendapati ibunya tengah bercakap penuh semangat pada seorang wanita paruh baya yang seumuran dengan ibunya.

Tanti Widyakusuma menyadari bahwa pintu balkon kamar anak bungsunya telah terbuka dan dia mendongak keatas. Dia tertawa seraya melambai serta berteriak kencang membuat Natasha tidak bisa pura-pura tuli. "Tasha! Turunlah, kenalan dulu sama tante sebelah, tetangga baru kita."

Natasha menundukkan kepalanya dari pinggiran balkon dan meringis. "Tasha belum mandi, Ma..." tapi kalimatnya terhenti saat melihat sepasang mata Tanti melotot padanya meskipun dia tersenyum. Natasha menghela napas dan menegakkan tubuhnya seraya mengibaskan tangannya. "Ya ya, Tasha turun!" dan dia segera membalikkan tubuhnya secepatnya untuk membasuh wajahnya serta menggosok giginya.

Melihat anaknya sudah tidak mampu membantah lagi, Tanti kini berpaling pada Wanda, tetangga barunya yang barusan pindah kemarin malam. "Biasalah jeng, namanya anak abg maunya kalau hari minggu tidur mulu."

Wanda tertawa seraya berkata. "Tapi memiliki anak gadis lebih mudah diatur ketimbang dua jagoan yang punya beda karakter."

Sementara itu sambil menggerutu Natasha keluar dari kamarnya dengan tanpa mengganti pakaian tidurnya yang mengenakan hot pants dan kaos tanpa lengan bersama rambut cokelatnya yang panjang bergelombang. Saat akan menuruni tangga dia melihat kakaknya juga tengah menuju tangga untuk turun dengan menenteng kotak biolanya.

Natalie menatap adiknya yang baru saja keluar dari kamar dengan rambut kusut meskipun dari wajahnya terlihat sudah dibasuh. Aroma pasta gigi tercium samar oleh Natalie. Dia tersenyum melihat wajah cemberut Natasha yang terpaksa bangun dari peraduaannya. Dia menunggu diujung tangga agar dapat bersama-sama turun kebawah. "Terpaksa bangun ya?" tanyanya ringan saat kini mereka sudah bersama turun.

Natasha melingkarkan tangannya dilengan ramping Natalie yang putih. Mereka memiliki tinggi yang hampir sama namun Natasha lebih tinggi beberapa centi sehingga Natalie terlihat mungil karena tubuhnya yang terkesan kecil. Natasha mencium aroma vanilla melingkupi tubuh Natalie yang feminim. "Kamu rapi sekali?" sejak kecil Natasha tidak pernah memanggil Natalie dengan sebutan "kakak". Dia selalu membantah karena umur mereka hanya terpaut satu tahun jadi dia memilih memanggil nama pada kakaknya dan Natalie tidak pernah keberatan.

Natalie tersenyum sambil menyelipkan rambutnya dibelakang telinga. "Aku harus latihan biola pukul 9."

"Kenapa juga kita harus turun secepat ini." Natasha mengeluh saat mereka menuju ruang tengah yang menembus pada taman dimana tengah berdiri ibu mereka bersama tante sebelah rumah.

Natalie menggeser pintu kaca itu dan aroma pagi hari menyambut kulitnya. Dia menatap adiknya dengan sayang. "Karena mama ingin kita berkenalan dengan tetangga baru disebelah rumah". Dan dia keluar mendahului Natasha kearah taman mendekati ibunya.

Natasha mengangkat bahunya dan melangkah dengan ogah-ogahan mendekati ibunya dan Natalie yang kini tengah menjabat tangan tante sebelah.

"Ini anak sulungku, Jeng Wanda. Natalie. Dia kelas 3 SMA". Tanti mendorong halus punggung anaknya yang lembut itu dan dia tersenyum bangga melihat bagaimana sopannya Natalie menyapa Wanda.

"Ma".

Tanti menoleh dan mengerutkan dahinya melihat munculnya Natasha. Matanya menyapu penampilan anak bungsunya yang jelas-jelas tidak berusaha mengganti baju tidurnya dengan pakaian yang lebih normal. Dan rambut itu? Tanti menghela napas melihat Natasha selalu berusaha menjadi kebalikannya Natalie. Dengan halus Tanti meraih lengan Natasha dan mendorong gadis itu untuk berdiri didekat Natalie.

"Ini anak bungsuku. Natasha".

Wanda tersenyum lebar melihat dua gadis cantik jelita didepannya. Sangking sukanya dia dengan mereka tanpa ragu Wanda mencetuskan pujiannya. "Aduh, Jeng. Kamu punya dua anak gadis yang cantik-cantik. Iri sekali melihatnya! Seandainya aku juga punya anak gadis secantik kalian".

"Memangnya anak gadis tante gak cantik ya". Tanpa sadar Natasha bersuara dengan nada polos membuatnya dia disikut Natalie yang akhirnya membungkam mulutnya. Bahkan Tanti semakin melototi anak bungsunya yang bandel itu.

Tanti segera menatap Wanda dengan wajah bersalah. "Maaf...anakku memang suka bicara sembarangan".

Alih-alih tersinggung, Wanda justru tertawa dan menggeleng. "Enggak apa, Jeng. Aku memang gak punya anak gadis di rumah tapi dua orang bocah nakal".

"Yach..jadi tante anaknya masih bocah SD ya?"

"Tasha!" Tanti membentak membuat Natasha menunduk.

Natalie mencubit pelan pinggang adiknya dan menggeleng pelan. Terdengar Wanda tertawa kemudian dia mendengar suara langkah-langkah kaki menginjak rumput taman rumah Widyakusuma. "Ah ini dua bocah nakal yang kami punya".

Natalie dan Natasha terpaku saat mereka melihat dua sosok jangkung muncul dihadapan mereka dengan pesona yang mereka miliki masing-masing. Jantung Natalie berdegup kencang saat dia menatap sosok besar tinggi yang berdiri disamping Wanda.

Dengan rasa bangga akan kehadiran kedua putranya, Wanda menepuk pelan punggung keduanya seraya mulai mengenalkan. "Ini Ali. Dia putra pertama kami. Dia seorang reporter di Stasiun Televisi Swasta Nasional kita. Tahun ini usianya 30 tahun". Wanda tertawa seraya menatap anaknya yang besar tinggi dengan kulit kecoklatan yang kini tengah menatapnya.

"Jangan mengatakan berapa umurku, Ma".

Tapi Natalie tidak terlalu peduli akan umur yang disebutkan oleh Wanda. Sepasang mata beningnya justru hanya terpaku pada sosok maskulin didepannya itu. Jantung Natalie berdebar kencang. Ali berperawakan besar tinggi dengan dada bidang. Wajahnya tampan dengan rambutnya yang panjang hitam diikat ditengkuk. Rahangnya tegas dengan dagu yang terbelah. Sepasang matanya berwarna hitam kelam dan bersinar tajam seperti mata elang. Hidungnya mancung dan sepasang bibirnya seperti jarang tersenyum. Dari semua itu Ali bagai sosok seorang sultan yang ada di dongeng 1001 malam. Dan ketika sepasang mata tajam itu menatapnya, Natalie terpaksa menunduk karena malu kedapatan menatap Ali begitu lekat.

"Itu Natalie. Dia seumuran seperti Marshal".

Ali mendengar suara ibunya yang memberitahunya tentang gadis bermata bening seperti bintang kejora yang barusan menatapnya begitu lekat. Natalie. Dia mengucap nama itu didalam hatinya dan menatap lekat gadis berambut hitam panjang lurus itu. Natalie begitu cantik dan ayu seperti boneka jepang dengan rambut hitam panjang lurusnya yang berponi. Kulitnya putih mulus dengan tubuh ramping mungil. Kedua pipinya meranum kemerahan seperti apel masak, hidungnya mancung kecil dan bibirnya kecil kemerahan seperti kelopak mawar. Gerak geriknya halus dan anggun. Seperti boneka jepang yang terbuat dari porselen. Tapi diantara keindahan itu Ali tertarik pada sepasang mata itu. Sepasang mata yang bersinar terang dan berbinar seperti kerlip bintang seolah menariknya bagai magnet tak berbatas. Ali mengerjabkan matanya seolah menyadarkannya bahwa gadis itu masih begitu muda dan pantas menjadi adiknya.

"Dan ini Marshal. Dia bersekolah sama disekolah Natalie dan Natasha seperti yang tadi disebutkan oleh ibu kalian".

"Hai". Jika Ali seperti langit malam dan batu karang yang kokoh, maka Marshal adalah padang rumput hangat dengan sinar matahari. Marshal bertubuh jangkung kurus namun terlihat sangat distro. Wajahnya tampan ceria dan sepasang matanya bersinar jenaka dan senyum selalu menghiasi wajahnya. Sikapnya supel dan mampu menarik perhatian banyak orang.

Saat itu juga Natasha langsung suka dan tertarik pada Marshal apalagi waktu pemuda itu mengatakan bahwa dia sangat jago bermain basket. Dia bertekad akan mendapatkan Marshal dalam waktu dekat.

Dimata Marshal, Natasha begitu cantik dan lincah dengan gayanya yang juga distro dengan rambut ikalnya yang cokelat terang. Tapi saat pandangan pertama Marshal hanya tertuju pada sosok ayu yang berdiri disamping Natasha. Matanya terpaku pada keindahan Natalie dan membuatnya tanpa sadar berbisik pada Ali.

"Bang, cakep be-eng".

Ali menoleh dan melihat arah tatapan Marshal. Dia berkata pelan. "Kurasa Natasha lebih tertarik padamu".

Marshal mendengus dan menyikut Ali. "Dia memang cantik tapi kakaknya tipeku". Marshal nyengir dan Ali mengangkat bahu.

Ali menatap arlojinya dan menunduk kearah ibunya. "Ma, aku harus pergi sekarang".

Seakan kalimat Ali menyadarkan Natalie bahwa dia juga harus segera pergi kursus biola membuatnya berkata pada Tanti. ""Nata pergi kursus biola, Ma". Natalie meraih kotak biolanya yang terletak diujung kakinya.

"Nata?" Wanda mengangkat alis.

Tanti tertawa seraya menunjuk kedua anaknya. "Iya. Natalie dipanggil Nata dan Natasha dipangggil Tasha. Mereka mempunyai nama yang hampir sama dibagian depan".

Wanda tertawa dan dia melihat Natalie yang dengan sopan mengatakan bahwa dia akan segera pergi. Wanita itu melirik bahwa Ali juga bersiap juga akan berlalu. "Nata, bagaimana kalau bareng dengan Ali?"

Semua terdiam dan Ali maupun Natalie saling pandang dengan terkejut. Namun Ali lebih dulu bersikap biasa dan tenang dan hanya melihat reaksi Natalie yang saat itu tiba-tiba menjadi salah tingkah.

Natalie merasa bahwa semua mata tertuju padanya. Dia memegang erat tangkai kotak biolanya dan segera menjawab halus. Dia menatap mata ibunnya terlebih dulu. "Jangan repot-repot. Nata sudah biasa pergi diantar Pak Mamat, Tante. Mungkin lain kali". Dan sebelum mendengar kalimat lanjutannya, Natalie segera berlalu dengan cepat sambil membawa debaran jantungnya yang kencang.

****

Ali mengganti bajunya sebelum berangkat kerja sebagai seorang reporter saat Marshal masuk ke kamarnya. Dia melihat adiknya berdiri disamping pintu kamarnya. Ali membalikkan tubuhnya sambil menguncir rambutnya dan tersenyum tipis. "Ada apa?"

"Mama pesen kalau bisa jangan pulang malam". Marshal melangkah masuk ke kamar Ali yang bernuansa hitam putih dan menyentuh miniatur pesawat tempur di atas meja kecil khusus pria itu meletakkan kameranya.

Ali melirik sejenak sambil berkata datar. "Jangan sentuh apapun di kamarku jika kamu tidak bisa mengembalikannya seperti semula". Dia mengalungkan tali kamera di lehernya.

Marshal meleletkan lidahnya dan menarik kembali tangannya yang nyaris menyentuh miniatur pesawat tempur itu. Dia mengenal baik bahwa kakaknya itu sangat mementingkan kerapian dan kebersihan kamarnya. Sangat jauh berbeda dengan dirinya yang tipe berantakan.

"Kita akan datang ke rumah tante sebelah untuk makan malam bersama. Semacam acara perkenalanlah". Marshal mengedipkan matanya. "Kesempatan hehehe".

Ali mendengus dan tersenyum kecil. Dia menepuk kepala Marshal sebelum keluar dari kamarnya. "Aku usahakan untuk pulang lebih awal". Dia tahu bahwa adiknya ingin mengenal kedua kakak beradik cantik tetangga sebelah.

Marshal bercakak pinggang melihat kepergian Ali dengan gayanya yang cuek dan dingin. Dia mengelengkan kepalanya. Dia melangkah keluar dan menutup pintu kamar Ali sambil bergumam. "Masih saja seperti batu". Marshal masih ingat hal apa yang menjadikan kakaknya, seorang Ali menjadi demikian dingin sejak tunangannya meninggalkannya untuk pria lain.

Sementara itu Natasha sedang mematut dirinya di cermin sore itu ketika Natalie melewati kamarnya. Dia menjenguk kedalam kamar adiknya dan mendapati Natasha sedang mengeluarkan semua pakaiannya dari dalam lemari.

"Hai. Apa yang kamu lakukan, Tasha?"

Natasha menoleh kearah pintu dan melihat bahwa kakaknya sedang berdiri diambang pintu. Natalie tersenyum melihat bagaimana Natasha ingin berpenampilan feminim dengan dres selutut itu. Tapi dilihatnya adiknya begitu kesulitan karena dia mengenal Natasha selalu mengenakan dandanan distro ataupun gothic.

"Nata, aku kesulitan untuk memadukan rok mini ini dengan atasan yang tidak terlalu terbuka". Natasha cemberut dan melempar beberapa atasan tanpa lengannya diatas tempat tidur.

Natalie menatap semua kekacauan yang diciptakan Natasaha. Dia tersenyum karena dia tahu Natasha melakukan hal itu karena ingin tampak cantik didepan tetangga baru mereka pada saat makan malam nanti. Dia melangkah mendekat dan menatap beberapa potong pakaian yang tersebar diatas kasur. Dengan hati-hati Natalie meraih sebuah blus hitam lengan pendek berbentuk balon dengan aksen kancing kecil disepanjang dada. Ada renda kecil melingkari kerah leher dan dia menyerahkannya pada Natasha.

"Jadikan ini atasan untuk rok mini hitammu. Setelah itu lengkapi kalung sederhana dari bahan perak atau emas putih milikmu".

Natasha menatap pilihan kakaknya yang baru disadarinya bahwa ternyata dia memiliki blus sekeren yang baru saja dipilihkan Natalie. Dia segera bangkit duduk dan memeluk Natalie. "Thanks Nata! Sekarang aku akan mandi dulu".

Natalie tertawa dan memutuskan kembali ke kamarnya sendiri.

Dia membuka kamarnya dan melangkah masuk. Aroma mawar menyeruak diseputar kamar luas itu. Natalie menyukai aroma bunga-bungaan sehingga Tanti telah membuatkannya sebuah alat pengharum ruangan yang dapat diisi dengan minyak aroma bunga yang disukai Natalie. Kamar besar itu berwarna krem dan memiliki sebuah tempat tidur besar yang diletakkan di area tengah kamar. Lemari pakaian yang besar memanjang berwarna putih susu. Ada sebuah meja rias berwarna sama seperti lemari pakaian dan juga sebuah meja belajar yang lengkap dengan laptop yang selalu terletak di meja itu. Ada beberapa lukisan bunga yang tergantung di dinding kosong didepan tempat tidur. Ada meja kecil lengkap dengan sofa tunggal berbentuk setengah lingkaran yang empuk. Natalie tidak menyimpan terlalu banyak barang di kamarnya. Namun dia bisa menyimpan beberapa pernak perniknya di sebuah kamar kecil yang berada di samping kamar mandinya didalam kamar itu. Sebuah kamar kecil yang dilengkapi ayahnya dengan cermin sepanjang dindingnya dan bila pintu cermin itu dibuka terdapat rak-rak berjejer yang berisi semua barang berharga milik Natalie. Dari aksesoris bahkan sampai album masa kecilnya bersama Natasha.


Balkon adalah tempat kesukaan Natalie menghabiskan waktu dengan membaca ataupun hanya sekedar menatap langit sore maupun malam. Maka sebelum mandi untuk bersiap acara makan malam bersama tetangga barunya, Natalie membuka pintu balkonnya dan berdiri diambang pintunya menatap langit sore Jakarta hari itu. Langit tampak mulai merangkak senja dan tatapan Natalie jatuh pada seberang balkonnya. Dulu balkon diseberangnya tampak gelap karena tidak ada penghuninya tapi kali ini dibalik balkon itu terlihat terangnya cahaya lampu dan angin tampak berhembus memasuki celah pintu yang terbuka separuh. Natalie penasaran balkom milik kamar siapakah yang tepat diseberang kamarnya.

Tengah Natalie menatap penuh penasaran pada balkon itu, tiba-tiba pintu balkon itu terbuka lebar dan sesosok besar tinggi tampak berjalan keluar mendekati pinggiran balkon. Wajah tanpa ekspresi dan sepasang mata kelam tajam itu membalas tatapan mata Natalie yang bening bercampur rasa kaget.

Natalie kaget saat melihat bahwa sosok yang muncul diseberang adalah Ali. Ali yang saat itu hanya bertelanjang dada dengan rambut hitam pekatnya yang terurai sebatas bahunya yang lebar dan kini tengah membalas menatapnya dengan sepasang matanya yang kelam dan tajam itu. Natalie sampai termundur menabrak kusen pintu balkonnya dan tanpa menyapa apapun dia membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam kamarnya.

Ali heran melihat bagaimana Natalie kalang kabut melarikan diri dari balkonnya sendiri saat dia muncul. Sebenarnya Ali juga terkejut saat menyadari bahwa kamarnya ternyata bersebrangan dengan gadis ayu itu. Dia juga tidak menyangka bahwa gadis remaja itu akan terbirit birit masuk kembali kedalam kamarnya saat melihatnya muncul. Kemudian Ali menunduk menatap dirinya yang bertelanjang dada dengan rambutnya yang terurai. Ali mendengus tertawa seraya mengusap rambutnya. "Tentu saja dia kabur ketakutan melihat seorang pria muncul dengan setengah telanjang begini". Sambil menggelengkan kepalanya Ali memasuki kamarnya.

Sementara Natalie tampak sedang mengatur napasnya di dalam kamar mandinya sambil menunggu air penuh didalam bathtub dengan busa sabun yang dituangnya. Wajahnya terasa memanas dan sama sekali tidak menyangka bahwa kamar diseberang itu ditempati Ali. "Ya Tuhan, kak Ali gak pake baju. Aku malu seolah sedang mengintipnya". Natalie menutup wajahnya. Itu adalah pertama kalinya dia melihat seorang pria selain ayahnya bertelanjang dada. Apalagi kemunculan Ali dengan rambut tergerai itu persis seperti tokoh tokoh dewa dari Yunani dan Natalie terpaksa mengetuk dahinya sendiri dan tertawa pelan.

"Aku terlalu banyak membaca kisah fantasi dan berkhayal". Dan dia segera mematikan keran air dan masuk ke dalam bathtub yang sudah penuh oleh air berbusa.

****

Natalie mengenakan dress vintage cokelat susu sebatas lutut dengan ujungnya yang mengembang seperti payung dengan kerah sabrina sehingga lehernya yang jenjang dan putih itu terlihat cantik dengan sebuah kalung dari emas putih dengan bandulnya yang berbentuk lonceng mungil tergantung sempurna. Tidak ada aksesoris lainnya yang dikenakan Natalie bahkan untuk hiasan rambut dia hanya menjepitnya dengan sebuah jepitan kupu-kupu diatas rambutnya yang hitam pekat dan sengaja digerainya sebatas pinggang.

Pintu kamarnya terbuka dan dia menoleh bahwa yang muncul adalah Natasha yang menatapnya terpaku. Natasha melihat betapa cantiknya kakaknya itu walau hanya mengenakan dress vintage tanpa detail rumit dan Natalie sama sekali tidak menggunakan aksesoris berlebihan. Kakaknya itu persis boneka hidup, halus dan lembut. Cantik dan ayu dan sebuah rasa titik kecil mengetuk hati Natasha. Sebuah titik iri yang selama ini terpendam baik-baik didalam hatinya. Timbul rasa cemas jika Marshal melihat Natalie yang begitu cantik dan halus. Dan Natasha sangat mengenal Natalie dengan baik. Selain cantik Natalie juga memiliki hati yang baik. Senyum Natasha lenyap berganti oleh debar tak nyaman yang mulai bersemayam di relung hatinya.

Natalie menatap Natasha dengan sayang dan merangkul adiknya itu tanpa memiliki rasa beda sedikitpun. "Apakah mereka sudah datang?" Natalie menyelipkan lengannya pada lengan Natasha dan tidak menyadari bahwa adik yang disayanginya itu melepaskan pegangannya tanpa kentara.

Natasha melangkah lebih dulu menuruni tangga. "Ya. Mereka sudah datang, Nat". dan Natalie bisa melihat bahwa Natasha hampir berlari meninggalkannya.

Dan kecemasan Natasha terbukti, sejak datang bersama keluarganya, Marshal tak pernah melepaskan matanya dari Natalie yang duduk diseberangnya. Semua itu tak luput dari perhatian Natasha meskipun Natalie sendiri tidak menyadari tatapan Marshal yang ditujukan padanya. Sepanjang makan malam itu perhatian Natalie hanya tertuju pada Ali yang duduk disebelah Marshal. Dia tidak sanggup mengalihkan pandang matanya pada pria cuek dan dingin yang ada didepannya. Pada tatapan tajamnya yang seolah ingin menjenguk isi hatinya. Natalie berusaha menyembunyikan tatapannya dari Ali namun Ali adalah pria dewasa yang bisa menyadari itu dengan cepat.

Ali bisa merasakan bagaimana Natalie menatapnya dengan sinar matanya yang indah sekaligus juga bisa menyadari bahwa Marshal, adiknya itu telah terpesona pada Natalie. Belum lagi tatapan Natasha pada Marshal yang penuh ketertarikan dan sangat kontras dengan tatapan gadis itu pada kakaknya yang bahkan sang kakak tidak sadar bahwa sang adik menatapnya dengan tidak senang.

Ali menghela napas. Dia terjepit oleh para remaja labil itu namun sejujurnya dia juga tidak bisa melepas pandang matanya pada sosok Natalie. Gadis remaja mungil itu seolah membuat sesuatu didasar hatinya bergetar dan Ali berusaha keras untuk menepisnya. Ini baru pertemuan pertama. Bagaimana bisa aku bisa tertarik pada seorang remaja yang jauh dibawah umurku?

****

Ali sedang membersihkan lensa kameranya saat Marshal memasuki kamarnya sambil menenteng gitarnya dan sebatang rokok yang tersampir pada mulutnya. Tanpa permisi adiknya itu menjatuhkan dirinya disampingnya dan mulai memetik gitarnya. Sebelumnya Marshal meletakkan asbak yang dibawanya dari kamarnya.

Ali melirik sekilas dan kembali meneruskan kegiatannya. "Kau merokok lagi? Mama tahu enggak?"

Marshal menjentikkan abu rokoknya pada asbak dan menyeringai saat kakaknya menatapnya dengan tajam. "Tenang. Aku enggak bakalan jatuhin setetes abupun pada lantaimu". Dan dia mulai memetik gitarnya menciptakan alunan petikan nada yang indah dari salah satu lagu D'Masive.

Ali kembali membersihkan lensa kameranya menikmati alunan petikan gitar Marshal. Marshal sangat berbakat bermain gitar sejak kecil dan Ali suka akan permainannya. Karena itu pulalah orang tua mereka melengkapi Marshal dengan semua jenis gitar itu. Tengah Ali menikmati musik dari gitar Marshal, tiba-tiba petikan itu berhenti dan berganti kalimat adiknya.

"Gimana menurutmu dengan kedua kakak beradik tetangga sebelah kita?"

Ali menoleh Marshal yang kini bersandar pada tepian tempat tidurnya. Dia menatap adiknya dengan alis berkerut. "Maksudnya?"

Marshal menatap Ali dengan lekat. "Mereka cantikkan?"

Ali meletakkan kameranya dan meraih kotak rokok Marshal dan menghidupkannya. Dia bangkit berdiri dan berjalan mendekati pintu balkon dan membukanya sehingga udara malam memasuki kamarnya dan asap rokokpun keluar bersama udara tersebut. Dia bersandar pada tepian pintu balkon dan tersenyum samar. "Semua mahluk bernama perempuan itu cantik, Shal". Ali menyahut santai sambil menghembuskan asap rokoknya.

Marshal mengusap ujung hidungnya. Dia terlihat tersipu. "Ya. Semua mahluk bernama cewek itu cantik. Tapi bukankah Natalie terlihat lebih cantik?"

Alis Ali terangkat dan dia terkekeh. "Kau naksir Nata?" cetusnya pendek.

Bola mata Marshal membulat. Dia meletakkan rokoknya pada asbak dan bergerak membenarkan duduknya. "Nata? Kenapa Bang Ali memanggilnya 'Nata'"?

Kembali alis Ali terangkat tinggi. "Kau tidak mendengar tante sebelah memberi tahu Mama?"

Marshal tersipu dan menggeleng. "Aku enggak dengar Bang. Seluruh inderaku terpaku padanya? Memangnya kamu enggak?"

Ali terdiam. Sekilas dia membuang tatapan matanya pada balkon diseberang kamarnya yang tampak redup. Dia kembali menatap Marshal dan menggeleng. Dia mendengar suara helaan napas Marshal.

"Kamu masih saja dingin sejak putus dengan Mbak Dewi.."

"Marshal!!"

Marshal terdiam saat mendengar bentakan Ali. Dia melihat rahang abangnya itu mengeras dan sorot matanya yang bersinar tajam. Dia bisa mendengar suara desisan dari celah bibir Ali. "Jangan sebut namanya!"

Marshal menunduk dengan rasa bersalah. "Maaf..."

Ali menghela napas dan mengisap rokoknya dan berjalan kearah Marshal. Dia membungkuk dan mematikan rokoknya di asbak. Dia menuju tempat tidurnya dan membaringkan tubuhnya disana. Dia memejamkan matanya dan bergumam. "Kembali ke kamarmu. Aku mau tidur".

Ali mendengar gerakan pada tempat tidurnya. Dia membuka matanya dan melihat Marshal yang juga berbaring disebelahnya.

"Aku suka Natalie, Bang. Aku bisa mendapatkannyakan?" Marshal berkata sambil menatap langit-langit kamar Ali.

Lama Ali menatap adiknya. Dia memunggungi Marshal seraya berkata datar. "Itu artinya kamu akan berhadapan dengan Natasha", dia mencoba memejamkan matanya.

Marshal menoleh Ali dengan heran. "Eh? Maksudmu?"

Tapi Ali mengibaskan tangannya. "Tolong tutup pintu balkonnya sebelum kamu keluar dari kamarku".

Ali memejamkan matanya dan dia bisa mendengar gerakan adiknya yang bangkit dari tempat tidurnya dan suara pintu balkon ditutup. Dia juga mendengar Marshal keluar dari kamarnya dengan berjinjit dan menutup pintu kamarnya dengan pelan. Sepasang mata Ali terbuka lebar dan dia masih bisa mengingat percakapannya dengan Marshal. Adiknya itu sepertinya jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Natalie.

Ali merasa hatinya sedikit gelisah. Tiba-tiba saja dipelupuk matanya muncul seraut wajah ayu yang jelita. Berambut hitam panjang berponi seperti boneka jepang. Ugh...sialan!

TBC

haaiiiiii......jumpa lagi dengan karyaku yang lainnya. kali ini bukan fanfiction tapi ini adalah pure tulisan dengan karakter khayalanku sendiri. mohon vote dan commentnya ya reader ^^ aku butuh banget atas segala kritik dan saran kalian. oh ya aku ingin memberitahu kalian bahwa Natalie adalah karakter pertama waktu aku mulai menulis. dialah tokoh pertama dalam tulisan pertamaku dan itu terjadi waktu aku duduk di kelas 2 SMP jadi kumohon dukung Natalie ya

Continue Reading

You'll Also Like

144K 6.7K 29
𝙁𝙊𝙇𝙇𝙊𝙒 𝙎𝙀𝘽𝙀𝙇𝙐𝙈 𝘽𝘼𝘾𝘼~ ____________🕳️____________ Jika ditanya apakah perpindahan jiwa keraga lain, kalian percaya? Menurut saya perc...
4.4K 686 22
#1 IN FAIRYTALE [20 APRIL 2022] #1 IN LIGHT ROMANCE [17 JUNE 2024] ...
597K 40.7K 48
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...
2.8K 606 19
Amazing Cover by @hayylaaa (Sebagian besar chapter telah dihapus) Mo Bian seorang dewa musim yang menjalani ujian percobaan dunia manusia. Dilahirkan...