MARRIED Mr. Oh

Od indriyaniriska

110K 2K 43

Namanya Hanifah Amalia. Gadis berusia 24 menuju usia dewasa. Hanifah Amalia hanyalah wanita biasa yang hidup... Viac

pertama
ketiga
Keempat
Kelima
Keenam
Ketujuh
Kedelapan.
Sembilan.
Sepuluh.
Sebelas.
Duabelas.
Tigabelas
Empatbelas
Limabelas
Enambelas
Tujuhbelas

kedua

7.7K 256 5
Od indriyaniriska


Asallamuallaikum, Oh Sehun :)

°°°




Seperti yang diinfokan ibu soal tiket promo dari jakarta ke jogja. Aku pun memesan tiket yang jumlah bangkunya terbatas. Untung masih bisa beli kalau enggak, aku terpaksa beli kelas lain dengan harga 3 kali lipat dari harga promo.

Namanya tiket promo, kita nggak bisa milih jam keberangkatan. Dari stasiun pasar senen aku berangkat sekitar jam 10 malam. Membuatku yang memang sedang dateline kerjaan menyempatkan diri untuk kerja dulu setengah hari lalu izin pulang kampung.

Sesampainya distasiun jogja, aku melanjutkan perjalanan menuju rumah ibuku dengan bantuan transportasi roda tiga. Bukan bajaj atau bemo tapi becak. Salah satu transportasi yang sudah mulai langka peminatnya.

Jarak rumah antara stasiun kerumah tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 30 menit, becak yang dikayuh oleh pak le Sutarjo tiba dipelataran rumah sederhana milik bapakku.

Diteras rumah bercat putih tua itu, nampak bapakku tengah menyeruput kopi panasnya sambil membaca koran ketika aku turun dari becak dan membayar harga kepada pak le Sutarjo.

"Asalamuallaikum." Salamku didepan pintu gerbang yang tingginya hanya sebatas pinggulku.

Bapakku menurunkan korannya sebatas dadanya ketika mendengar salam dariku.

"Lha, beneran muleh kamu nduk?." Setengah percaya dan tidak bapak menghampiriku dan membukakan pintu gerbang untukku.

"Kalau Hanif nggak pulang nanti yang ada ibu ngambek." Gurau ku yang dibalas bapak dengan tawanya.

Dari pada ibuku, jujur orang yang paling membuatku selalu rindu rumah adalah beliau, bapakku yang nampak semakin tua dengan kerutan mulai nampak terlihat dibeberapa sudut wajah dan anggota tubuh lainnya.

"Dapat kereta jam piro mu bengi?." Tanya bapak sembari menggiringku masuk kedalam rumah.

"Jam 10 pak." Jawabku.

"Mana ibu? Katanya nyuruh Hanif pulang. Tapi kok nggak nyambut Hanif." Kataku merajuk ketika mendapati kondisi rumah nampak sepi.

Tidak seperti biasanya ketika aku mengabari akan pulang, maka ibuku adalah orang yang paling antusias menanti kedatanganku.

"Sehabis nyeduhin bapak kopi tadi pagi, ibumu langsung pamit kepasar beli sayuran untuk nanti sore." Jelas bapak membuat keningku mengkerut begitu saja.

"Memang nanti sore mau ada apa, pak?." Tanyaku penasaran.

Masalahnya adalah, ibu tidak pernah seantusias begini. Sampai rela pergi pagi pagi kepasar hanya untuk belanja. Biasanya, ibu pergi kepasar diatas jam 9 pagi.

"Wes. Ndang istirahat. Ngobrolnya nanti saja, ya?." Bapak justru mengantarkanku kekamar tanpa mau menjawab rasa penasaran yang sudah bersarang dikepala.

***

Aku terbangun ketika hari beranjak sore. Matahari berwarna orange langsung menyambutku. Ku toleh jam didinding kamar. Rupanya sudah hampir seharian aku tidur.

"Eh, kirain kamu belum bangun."

Aku menoleh ketika mendengar suara ibuku dari balik pintu kamarku. Ibu tersenyum dengan kepala menyembul. Hal yang jarang ku lihat dari ibu adalah senyumannya. Biasanya, meski aku sudah tinggal jauh dari beliau, ketika aku pulang tetap saja aku akan menjadi santapan hangat untuk dimarahi. Apalagi aku tidur seharian seperti yang ku lakukan hari ini.

"Lho, kamu kok malah pake baju begitu?."

Ibu masuk kedalam kamar. Melihat penampilan ku sehabis mandi yang hanya mengenakan celana pendek diatas lutut juga kaos ketat melekat ditubuhku.

"Perasaan tadi waktu kamu tidur ibu setrikain kamu baju deh." Kali ini ibu membuka lemari kayu milikku.

Menggeledah isi dari lemari dan mengeluarkan sebuah pakaian terusan berwarna biru yang digantung.

"Pakai ini." Ibu memberikan baju ditangannya kepadaku yang masih nampak kebingungan.

Memangnya ada apa sampai harus berpakaian rapih segala?.

"Jangan lupa dandan ya cantiknya ibu. Ibu tunggu diluar." Ujar ibu tanpa memberitahuku acara apa yang akan ku hadiri sampai harus berpakaian pesta begini.

Ibu keluar dari dalam kamar setelah mencium pipiku.

***

Lagi, seperti yang di mau ibuku, aku merias dan memakai gaun yang dipilihkan ibuku.

Ku tatap sekali lagi penampilanku pada cermin panjang dilemariku sebelum turun menemui ibuku.

"Nah, ginikan ayu.." puji ibu ketika aku berdiri disamping beliau yang kini sedang menuang gula kedalam cangkir diatas nampan.

"Ini ayo kamu bantuin ibu. Bawa camilannya ya, ibu bawa tehnya." Ibu memberikan aku nampan berisi aneka camilan ringan untukku bawa mengikuti ibu yang sudah lebih dulu keluar dari dapur menuju ruang keluarga.

Di ruangan hangat itu terlihat ramai dengan adanya beberapa orang yang tidak ku kenal. Dua diantaranya sebaya dengan ibu dan bapakku sedangkan dua orangnya lagi terlihat beda usianya.

Aku tersenyum ketika bapak memperkenalkan aku yang sedang meletakan nampan ditanganku, kepada para tamunya.

"Jadi ini yang namanya Hanif?." Seorang wanita seusia dengan ibuku, bangun dari duduknya hanya untuk memelukku dengan begitu hangat.

"Ya ampun, perawannya Lasmono." Beliau menyebut nama ayahku membuat ibu dan bapakku tertawa.

Wanita yang belum kukenal itu pun akhirnya melepas pelukannya. Merasa canggung meski beliau masih merangkulku, aku memutuskan untuk pamit untuk duduk disisi ibuku.

"Ayune, lho mbak anakmu ki." Aku tersenyum ketika beliau lagi lagi memujiku.

Aku tahu tante, aku ini emang cantik. Sombongku dalam hati.

"Eh, Sehun. Ayok kenalan dong." Beliau menyenggol laki laki muda disebelahnya.

"Hanifah, kenalin. Ini anak sulung tante, namanya Sehun." Aku tersenyum menanggapi teman bapakku yang memperkenalkan putranya kepadaku.

Sekilas ku lihat tampilannya, terlihat begitu kuno. Kemeja kebesaran dan juga celana bahan yang kebesaran melekat ditubuhnya.

"Nak Sehun malu malu gitu." Goda ibuku yang ditanggapi kerutan dikening laki laki bernama Sehun tersebut.

Aku terkekeh melihat reaksinya.

"Terpesona dia mbakyu lihat gimana calon istrinya yang katanya cantik pake banget ini secara langsung."

"Apaan sih, bun." Sehun menegur, kentara sekali kalau dia tidak suka diledek demikian.

Lagian, apa maksudnya coba calon istri? Emang siapa mau nikah?. Dia? Apa gue?.

Eh, jangan bilang..

"Sehun kerjanya lagi nggak sibuk?. Tumben lho ada di jogja." Kali ini bapakku ikut masuk kedalam pembicaraan setelah tadi beliau hanya menjadi penyimak yang anteng.

"Boleh hasil paksaan ini tuh Mas sebenernya. Kalau nggak dipaksa gini,  nggak bisa ketemu Hanif" lagi, ibu dari Sehun mewakili anaknya yang terlihat semakin tidak nyaman duduk ditempatnya.

"Si Hanif juga susah kalo disuruh pulang tuh. Alesannya banyak banget. Kerjaan terus dipikirin sampe lupa dia mikirin masa depannya dia." Ibuku, memang orang yang tidak pernah bisa menjaga aibku.

"Berarti keputusan kita buat jodohin mereka nggak salah ya, mbakyu." Teman ibuku itu tertawa dengan menutup mulutnya. Terlihat anggun dan begitu berwibawa.

"Hanif masih lama kan ya dirumah? Biar tante siapin dulu seserahan yang mau dibawa sebelum ngelamar Hanif buat Sehun." Tanya teman ibuku yang membuatku tercengang saat itu juga.

Jadi ngomong ngalor ngidul nggak jelas dari tadi itu ujungnya begini?.

Ibu dan teman ibuku ini bersekongkol jodohin aku sama laki laki kuno yang dari tadi diem aja itu?.

Siapa tadi namanya?

Bihun?

Mihun?

Sehun?

Siapapun itu, dia bukan tipeku sekali.

"Hanif." Aku tersentak ketika ibuku menyenggol lenganku dengan sedikit keras.

"Ditanya juga."

"Eh. Emm. Gimana ya tante maksudnya?. Seserahan apa sih?." Kataku nyengir pura pura tidak mengerti.

Jelas aku paham. Teman ibu itu secara nggak langsung nanya, mau dibawain apa ketika nanti mereka datang lagi untuk melamarku.

Lagi aku heran. Ini tuh jaman apa sih? Masih jaman gitu jodoh jodohan?.

Ya emang sih cari jodoh itu sekarang susah. Ya tapi nggak gini gini amat kali, bu.

"Ya seserahan sebelum kalian menikah gitu. Mungkin kamu mau minta tas? Minta cincin emas? Atau minta apa gitu?." Dengan sabar, ibu Sehun menjelaskan maksud dari perkataanya.

Aku terdiam seketika. Menolak pun rasanya aku sudah ditodong pisau dipinggangku oleh ibu jika aku benar benar melakukannya.

Tapi menyebut apa yang ku mau untuk dibawa nanti juga rasanya tidak benar.

Aku tidak mengenal siapa laki laki didepanku ini dan menurutku suamiku nanti haruslah orang yang aku tahu dia baik luar dan dalam.

"Hanifah ini pemalu lho, Ajeng. Pilihin aja yang Sehun mau kasih ke Hanif. Pasti Hanif suka. Iyakan sayang?." Ibu merangkul pundaku dan meremasnya membuatku tergagap ditempat.

"Gimana, Sehun?. Tante serahin semuanya sama kamu aja, ya nak." Ujar ibu kepada Sehun yang mengangguk seolah itu bukan masalah besar.

Hell! Kenapa coba dia iyain apa kata ibu.

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

772K 100K 36
Sebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai ya...
1.9M 69.7K 73
Bukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.
2.1M 178K 28
Mati dalam penyesalan mendalam membuat Eva seorang Istri dan juga Ibu yang sudah memiliki 3 orang anak yang sudah beranjak dewasa mendapatkan kesempa...
4.8M 177K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...