A Short Journey (3)

By Kupukupukecil

3.9M 255K 20.2K

Orang bilang, seseorang yang dilangkahi menikah oleh adiknya akan lama sekali mendapatkan pasangan. Bagi Iska... More

a short journey
1 - Gift
2 - Manis di luar Anarkis di dalam
3 - You're in Danger
4 - Let's Get Out of this Town
5 - This is Gonna Take Me Down
6 - Painful
7 - Drive Out of The City
8 - Little Love and Little Simpathy
Just For Fun
9 - Inside of Pocket of Your Ripped Jeans
10 - I Fell Under Your Spell
11 - A Love No One Could Deny
12 - Ter'Lena'
13 - Kencan
14 - Bali dan dirimu
16 - Lovely Day
17 - Wrecking Balls Inside My Brain
18 - All I wanted was to break your walls
19 - Tell Me Where It Hurts
20 - Can You Feel My Heartbeat?
QnA
21 - Kenyataan Yang Tak Pernah Bisa Disembunyikan
22 - Kulkas dengan Fitur Pemanas Terbaru
23 - Special Day For My Girl
L.O.V.E
24 - A Short Journey (Bag 1)
25 - a Short Journey (END)
AKHIR KATA (WAJIB BACA :D)
FOR THE REST OF MY LIFE
Found You

15 - Antara Bandung dan Bali

129K 9K 988
By Kupukupukecil

Jadi, sudah berapa jam sejak aku update terakhir kali?

-

-

-

-

"A Muda belum tidur?" Tengah malam, ketika Alena tidak bisa tidur (padahal tubuhnya lelah karena perjalanannya dari Bali kembali ke Bandung) Muda mengiriminya pesan, bertanya apakah Alena sudah tidur? Dan ketika Alena membalasnya, pria itu langsung menelponnya.

Kebiasaan Iskandar Muda. Pria itu tidak pernah repot-repot mengetikkan pesan untuknya, kalau Alena membalas pesannya selalu di balas oleh telpon darinya.

"Saya belum ngantuk." Jawab suara di sebrang sana. Alena memiringkan tubuhnya, menatap boneka Minnie Mouse besar miliknya yang sedang tersenyum.

"Kangen Lena ya?" Godanya. Tidak ada suara apapun di sebrang sana. Muda pasti sedang menatap dinding dengan datar.

"Aa lagi apa? ngerjain kerjaan?"

"Iya..Kalau mau cepat beres, ya harus cepat diselesaikan."

"Tapi kan udah malem, memangnya Aa gak salah gambar? Atau salah hapus eh hati-hati loh nanti Aa malah gambar muka Lena disana."

"Saya gak bisa gambar muka."

Nah, kan..

Selalu saja ada ucapan Muda yang membuat senyuman Alena menghilang seketika.

"Terus Aa bisanya gambar apa?"

"Hmm.. mungkin.. masa depan kita?" Suara Muda terdengar geli di sebrang sana. Alena menahan senyumnya, apa sih..

Kenapa Muda membuatnya begini..

"Alena?"

"Hng?" Alena tersadar dari lamunannya, "Apa A?"

"Kamu sudah ngantuk ya?"

"Nggak kok.."

"Kalau memang sudah ngantuk, gak apa-apa. besok saya telpon lagi."

"Gak mau.. Lena takut kangen sama Aa, jangan dulu putusin telponnya." Alena merengek, sementara Muda terdengar tawa nya di sebrang sana.

"Disini jam satu, disana jam dua belas kan? memangnya kamu gak punya rencana buat pergi besok?"

"Nggak, kan Lena pengangguran A.. besok palingan ke rumahnya mas Reno aja."

"Kok kamu manggil kakak kamu mas? Kenapa gak Aa?"

"Itu karena si Reno gak suka di panggil Aa. Lagian yang Lena panggil Aa juga A Muda aja."

Ada jeda beberapa saat di sebrang sana, Alena tidak tahu apa yang sedang di lakukan oleh Muda. Tetapi kemudian mereka kembali berbincang-bincang sampai Alena tanpa sengaja tertidur saat mendengarkan Muda menceritakan pekerjaannya bersama Kenzo.

Yah, untuk malam ini, beberapa jam pertama hubungan jarak jauh mereka, semua terlihat baik-baik saja.

Semoga saja, mereka bisa tetap menjaga komunikasinya.

*******

Bencana besar di hari terpentingnya.

Muda terlambat bangun pagi dan terlambat menuju lokasi tempatnya berjanjian bersama Kenzo pagi ini. Astaga, dalam hidupnya Muda belum pernah seteledor ini. Bagaimana bisa, ponselnya lupa untuk ia charge, sampai benar-benar mati sepenuhnya dan bahkan alarmnya tidak bisa berfungsi dengan baik.

Muda ketar-ketir, melakukan persiapan dengan sangat cepat dan berharap bahwa apa yang di butuhkannya tidak terlewatkan olehnya.

Semoga saja.

Tetapi begitu sampai lokasi, meminta maaf kemudian berdiskusi sebentar, Muda merutuki dirinya yang bisa-bisanya meninggalkan ponselnya di kamar hotelnya.

Dasar bodoh! Kenapa ia bisa sekacau ini hari ini?

Ponsel.. oh, sekarang ia harus mengabari Alena pakai apa kalau ponselnya ketinggalan?

"Muda, kamu kenapa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Kenzo bertanya padanya. Cepat-cepat Muda tersenyum dengan kaku padanya, "Saya tidak apa-apa. Mari pak, kita lanjutkan." Ucapnya.

Semoga saja ia bisa segera kembali ke hotel dan menghubungi Alena nanti.

******

"By.. nanti aku ke rumah mama ya? Lena katanya mau ikut, jadi biar dia aja yang nyetir. Kamu gak usah pulang." Sharen mengelus dada suaminya, tangan kirinya tengah membenahi letak kerah Reno yang baru saja ia pasangkan dasi beberapa saat lalu.

Reno tersenyum, meraih pinggang Sharen dan menariknya agar mendekat kepadanya, "Oke, aku full kerja hari ini Sha.. aku percaya kok, si Lena gak akan macem-macem."

"Ih! Emang Lena apaan, macem-macem." Gerutu Alena. Ia yang tengah mengoles pelan rotinya, menambah kecepatan gerakan tangannya. Kesal melihat orangtua anak tiga itu bermesraan sejak tadi. Padahal kan hanya memakaikan dasi saja. Kenapa sampai drama begitu sih?

Anaknya sudah menunggu di meja makan, mereka berdua malah asik bertelenovela.

"Aduh, cikembal ponakan tante sabar ya? mama sama papa nya shooting mulu." Gerutu Alena. Ia mencubit pipi Hasya, dan mendapat balasan gelak tawa dari Hasya.

"Hiiii.. embul banget pipi kamu sayaaang. Tante jadi gemes."Alena mencubit pipinya lagi. dan lagi-lagi Hasya tertawa. Sementara Putra yang duduk di kursi berwarna biru di samping Hasya sibuk memegangi sendok seraya memukul-mukulkannya dengan keras.

"Mamaa.. roti Haru mana?"

Ini dia.. keponakannya yang paling menggemaskan.

"Halo tante Lenaa.." Sapa Haru. Anak itu sudah berbalut seragam SD dan duduk di kursinya. Alena melirik ke arah dua orang yang sedang bersinetron tadi. Kali ini mereka memisahkan dirinya, Sharen langsung menghampiri Haru dan menyerahkan rotinya kemudian Reno menyuapi Hasya dan Putra secara bergantian.

Kedua manusia yang sejak tadi sibuk berdua kini sibuk masing-masing dengan anaknya. Alena malah jadi seperti penonton mereka saja.

Tetapi melihat satu keluarga ini, senyuman di bibirnya tertarik dengan sempurna dan perasaannya menghangat dengan seketika.

Rasanya, Alena juga ingin merasakan momen seperti itu.

Eh, apa?

Tidak.. tidak..

Alena menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran-pikiran aneh yang berkelebat di kepalanya kemudian memfokuskan diri pada makanan di hadapannya.

Ia harus makan.

Ya, demi kelangsungan hidupnya.

Selesai sarapan, Alena lagi-lagi menjadi penonton invisible di rumah Sharen dan Reno.

Kedua orangtua itu tengah berpelukan dengan Sharen yang terus menerus membujuk Reno untuk pergi dan Reno yang terus menerus memegang tangan Sharen karena tak rela pergi.

Dasar lebay!

Bahkan sinetron, drama, dan telenovela, atau apalah itu namanya, tidak ada yang seperti mereka.

"Haru.. emangnya tiap pagi, mama sama papa kamu begitu terus ya?" bisiknya pada Haru. Haru menganggukkan kepalanya, "Iya tante. Mama bilang papa sayang mama, papa bilang juga mama sayang papa. Makanya mereka begitu. haru juga sayang papa sama mama."

Hm.. baik, Alena mengerti sekarang.

"Aku sama Alena By.. bukan sama siapa-siapa. Udah ah, kamu manja. Kebiasaan. Kerja sekarang. Haru kan mau sekolah." Ucap Sharen. Pada akhirnya tangannya yang digenggam oleh Reno terlepas.

"Oke Sha.. aku berangkat ya? jangan lupa kabarin aku."

"Iya By.."

"Dah sayang.." Reno mencium bibir Sharen dengan cepat, dan Alena yang mendapati keduanya malah memalingkan wajahnya karena malu.

"Love you Sha.. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam By.. Love you too."

Arrgggg.. cukup! Hentikan semua ini!

Alena jadi tidak nyaman melihat dan mendengarnya.

Ia jadi berpikir yang macam-macam.

Mungkin berpikir.. bagaimana kalau seandainya yang jadi Sharen itu dia dan Reno itu Muda?

Arrrgh.. hentikan! Hentikan pikiran itu sebelum kau tak bisa menghentikannya Alena!!!

Oh, Alena jadi menyesal pagi-pagi sekali sudah bermain di rumah Sharen dan Reno.

******

"Dah mamaaa! Dah tante Lenaaa.." Haru melambaikan tangannya begitu sampai di gerbang sekolahnya. Alena tersenyum, kemudian masuk kembali ke dalam mobil Reno. Di jok belakang, Hasya dan Putra sedang tertidur di Car Seat nya sementara sharen duduk penuh dengan senyuman di sampingnya.

"Mbak.. bahagia banget ya?" Tanyanya tiba-tiba. Sharen menatapnya heran, "Bahagia gimana?" tanyanya.

"Ya.. itu.. mbak sama si mas Reno, kalian bahagia?"

Alena tidak tahu kenapa tiba-tiba ia bertanya seperti ini pada Sharen. entahlah, sepertinya ia hanya penasaran. Mungkin saja.

"Yaah, apalagi dong Len.. udah nikah, punya anak, masa gak bahagia. Lagian kan bahagia kita sendiri yang mewujudkannya." Sahut Sharen.

"Si Reno cinta mati banget ya mbak, sama mbak Sharen?"

Mendengar pertanyaan polos dari Alena, Sharen tertawa dengan kencang, "Yaah.. butuh perjalanan panjang buat Reno cinta mati sama aku. Dulu aku malah ngerasa di nikahin sama dia buat pajangan aja Len."

"Hah? Maksudnya?"

"Aku curhat aja ya, tapi kamu jangan bilang-bilang Reno. Jadi dulu, awal kita nikah.. Reno gak pulang selama dua bulan. Eh, pulang-pulang malah marah-marah, aku marah sama dia, konyol banget sih kalau inget. Kamu percaya gak? Aku marah dan bicara sama dia cuman pake daleman aja, dan hebatnya si Reno gak tergoda sama sekali."

Sharen tertawa, mengingat hari-harinya dulu bersama Reno, dan melihat Sharen yang tertawa, tanpa sengaja Alena pun ikut tertawa.

"Pokonya nih Len.. aku kasih tahu. kalau nanti kamu nikah, terus kalian terpisah jarak.."

Entah mengapa tiba-tiba saja Alena menelan ludahnya. Ia ingat keadaannya bersama Muda yang terpisah jarak saat ini.

"Pokonya kalau kalian LDR, dan laki kamu gak hubungin.. ada dua kemungkinan."

"Apa?"

"Dia marah sama kamu, atau dia kepalang nafsu sama kamu. Makanya dia jauhin kamu."

Marah? Rasanya kalau marah tidak mungkin, Muda dan Alena baik-baik saja. tapi kalau nafsu...

Astaga..

Alena merinding memikirkannya.

"Pacar aku kerja kok mbak, makanya kita LDR." Belanya. Sharen tertawa, "Ini kan bahas suami Len. Si Reno juga dulu kerja, eh masa ia kerja sampe berbulan-bulan. Eh.. pacar? Kamu? Jangan bilang pacar kamu si bang Muda!" Tuduh Sharen. Alena terkekeh, tidak mengiyakan, tidak juga menolak pernyataan Sharen.

"Cieee.. jadi bener ya? kamu sama bang Muda? Ih, kok bisa sih Len? Dia yang nembak duluan?"

Aaarg.. mungkin karena sudah menjadi ibu-ibu, Sharen hampir mendekati ibunya ketika menanyakan soal hubungannya bersama Muda. Dan bicara soal pria itu, kemana Iskandar Muda? Kenapa tidak menghubunginya sih? sudah jam berapa sekarang?

Ah, sudahlah.

Mungkin pekerjaannya sedang banyak-banyaknya.

"Hm.. mbak.. kalau Lena boleh tau, mbak Sharen kan panggil Reno By.. itu apa? abi?"

Daripada menjawab pertanyaan Sharen, lebih baik Alena mengalihkan saja pembicaraannya.

Ia menatap lagi wanita itu, Sharen tersenyum, "Hubby." Sahutnya.

Dan Alena langsung menganggukkan kepalanya. jadi, hubby ya? lalu apa yang harus ia katakan untuk nama panggilannya pada Muda. Honey kah?

Ihsss.. terlalu menggelikan!

"Hmm.. Len berhenti dulu ya? aku mau beli brownies buat mama. Eh, kamu hari ini gak kemana-mana kan? kita jalan-jalan ya hari ini. nanti kita belanja juga, aku mau beli kemeja buat Reno."

Ah.. manisnya. Alena kira Sharen berbelanja untuk dirinya sendiri. Rupanya, untuk suaminya.

Kenapa Alena juga ingin melakukan hal yang sama, ya?

*****

Muda bergerak gelisah ketika menyantap makan malamnya. Sudah berniat kembali ke hotel tetapi Kenzo dan beberapa rekannya malah mengajaknya untuk makan malam bersama. Muda sebenarnya bisa saja menolak ajakan mereka, tetapi ia menghargai Kenzo yang sudah mengajaknya makan malam. Lagipula, hanya makan malam. Tidak apa-apa, semoga saja tidak terlalu lama.

"Muda.. sudah menikah?" Rekan Kenzo yang bernama Aditya bertanya padanya. Muda tersenyum tipis, "Secepatnya, semoga." Ucapnya.

Pria-pria di hadapannya menyenggol lengan Kenzo, mengatakan padanya bahwa Kenzo juga harus merencanakannya secepatnya. Pria itu tidak menjawab apa-apa. hanya tersenyum tipis. Sementara Muda malah mengingat wajah cantik Alena dan senyumannya juga sikap manjanya yang luar biasa menggemaskan.

Aah, sedang apa Alena disana?

Baru satu hari berpisah, kenapa sudah tidak betah begini sih?

*****

Kalau saja sinar yang dipancarkan oleh mata Alena saat ini bisa menghancurkan sebuah benda, mungkin ponsel dalam genggamannya sudah pecah saat ini juga.

Sudah seharian penuh Alena tidak mendengarkan deringan ponselnya yang berasal dari Muda. Kemana pria itu? apa saking sibuknya sampai menghubunginya saja sulit?

Alena menggeram tertahan, kesal dengan sikap Muda seharian ini.

Sudah tahu mereka berpacaran, sudah tahu mereka baru saja berjauhan, kenapa malah membiarkan mereka tanpa komunikasi sama sekali sih?

Sekarang apa yang harus Alena lakukan? Menenggelamkan kepala Muda bukan lagi hal yang melintas di kepalanya.

Apa ia harus diam-diam pergi ke Bali dan bertanya pada Muda?

Sungguh memalukan. Tidak.. Alena tidak boleh begitu.

Hingga hampir tengah malam menunggu kabar dari Muda, pada akhirnya Alena tertidur dengan sendirinya seraya menggenggam erat ponselnya.

******

"Aa kemana aja? lupa ya kalau punya orang yang nungguin kabar Aa?"

Muda memejamkan matanya ketika pagi mendatang dan menghubungi Alena, nada suara Alena terdengar kesal padanya.

"Buka Line kamu, kita video call saja." Tawarnya.

"Nggak mau."

"Kenapa?"

"Ceritanya kan Lena lagi marah sama Aa, kalau liat muka Aa pasti Lena makin marah, malah pengen tenggelemin Aa ke lautan lepas."

Muda tertawa, "Di Bandung gak ada laut."

"Justru itu, lagian kan Aa nya juga jauh. Aa lagi apa? baru bangun? Kemarin kemana aja?"

"Maaf, kemarin Hp saya ketinggalan."

Di sebrang sana Muda mendengar Alena mendesis kesal.

"Saya gak sengaja, kemarin buru-buru. Kamu sudah sarapan?"

"Belum. Saya belum sarapan."

Loh, kok?

Muda mengerutkan keningnya.

"Lena?"

"Ya, ada apa? ada yang salah dengan saya?"

"Kamu aneh."

Kemudian Muda mendengar Alena kembali mendesis kesal, "Aa yang aneh.. deketan bilangnya saya-saya an. Masa jauhan juga masih saya-sayaan. Kalau deket sih Lena maklum, mungkin Aa malu, tapi jauh.. kan kalau malu juga nggak ada Lena disana. Ih, Aa nyebelin."

Muda tertawa dalam diamnya.

"Maaf ya, sa―EKHM!― Aa gak biasa seperti itu."

"Hng? Apa? Lena gak denger."

Muda menggaruk kepalanya, arrgg.. kan ia malu.

"Aa masih ada kerjaan, mau mandi dulu. Kamu jangan lupa sarapan. Nanti siang Aa kabari lagi." Ucapnya dengan kaku.

Di sebrang sana Muda bisa mendengar dengan jelas sorak sorai bergembira milik Alena. Mendengarnya Muda jadi tertawa sendiri.

"Gitu dooong.. kan Lena jadi makin sayang sama Aa."

Eh, apa katanya? Muda membeku di tempatnya.

"Ya udah, Lena mau sarapan dulu. Dah kekasih.. sampai jumpa nanti."

Setelah itu sambungan mereka terputus, seharusnya Muda masuk ke dalam kamar mandinya. Tetapi ia masih betah duduk di atas ranjang seraya menahan senyumnya.

Ah, kenapa sih? ingatlah umur. Ingatlah umur! Tidak sepantasnya ia bertingkah seperti ini!

******

"Huuuu.. senyam senyum aja lu noooy!" Alena menangkap bantal Dylan yang melayang ke arahnya. Dasar ibu-ibu tega! Bisa-bisanya Icha melemparkan bantal ke arahnya.

"Cieeee.. halooo calon kakak ipar. Dih, lo harusnya kesini sambil bawa restoran padang. Buat bujuk gue biar bisa restuin lo sama si abang. Mana tahu kan, gue gak sudi sama lo?" Icha tertawa dengan sangat lebar, sementara Alena malah menggerutu kesal.

"Ih.. nyebelin lu Cha! Tega banget bilang begitu."

"Idihh.. lo kali yang lebih tega, dulu yang nekat nekat sampe serem ke suami gue kan elo." Sindir Icha. Alena tertawa, "Kan khilaf Cha.. Khilaf yang di sengaja." Ucapnya seraya terkikik. Teringat ucapan Muda ketika mengajaknya berpacaran beberapa waktu yang lalu.

"Eh, eh.. kenapa lo senyam senyum lagi? lo gak kesambet kan Lenoy? Lo dikasih apa sama abang gue? dia gak suntik elo kan?"

"Hah? Suntik? Suntik apa?"

"Suntikan energi." Sahut Icha. Dia tertawa dengan keras, sementara Alena malah menatapnya tak mengerti, sehingga membuat Icha segera menghentikan tawanya dan menatapnya dengan jengah.

"Lo kan berpengalaman jadi orang ketiga, masa istilah begitu aja gak tau? Sini.. lo les sama gue yuk? Gue ajarin kosakata luar biasa yang bisa membuat abang gue menganga dengan lebar."

Alena menggeleng dengan ngeri, dan Icha tertawa lagi.

"Jir.. pantes aja Lenoy, pantes aja laki gue dulu mantan lo. Dan pantes aja abang gue kepincut lo, elo lucu sih. aduh, untung tipenya si Mustopa sayang udah bergeser dan mentok di gue. kalau nggak, gue pasti gak akan ngebiarin lo dateng ke rumah gue. nih ya, Len. Mentang-mentang cantik, lo cengo aja bikin orang gemes. Lah gue kalau cengo, bikin orang pengen bunuh. Ya ampun, untung gue udah laku."

Alena tertawa mendengar ucapan Icha.

Lihat, Icha lucu sekali. sekali dia berbicara, orang-orang akan tertawa bersamanya. Memangnya Muda, sekalinya berbicara Alena malah kesal padanya.

Akan tetapi, ada saat dimana Muda berbicara, Alena justru malah tersipu malu dibuatnya.

Ah, sedang apa ya kekasihnya sekarang?

Alena meraih ponselnya kemudian menghubungi nomor Muda, tetapi malah suara operator yang di dengarnya.

"Yah.. kok sibuk sih." Keluhnya.

Icha yang sedang memakan kue di hadapannya tertawa, "Masih mending sibuk. Daripada jawabannya 'Maaf, nomor yang anda tuju sedang selingkuh' atau yang lebih parah lagi 'Maaf, nomor yang anda tuju sedang bersama jablay'" Oceh Icha.

Alena tertawa, "Lo ngarang terus ah Chaa..." protesnya.

******

"Jadi sekarang, kalian sudah sejauh mana?"

Muda menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ditanya sudah sejauh mana, ia juga bingung.

"Muda juga nggak tahu, pa.." Ucapnya. ia sedang berbicara dengan ayahnya. Seperti biasa, Icha sudah heboh memberitahukan ayahnya masalah hubungan Muda bersama dengan Alena, dan sekarang begini kan, Muda di wawancarai oleh ayahnya. Dan demi Tuhan, lewat telpon. sungguh tidak nyaman sekali.

"Kok nggak tahu. kamu niat serius tidak sama dia?"

"Ya, sudah. Muda sudah menyampaikan maksud Muda sama ibunya. Masalahnya Alena agak takut berkomitmen, jadi Muda butuh waktu untuk membuatnya percaya."

"Ya sudah, selama itu baik papa dukung aja. jangan kelamaan menikmati waktunya, nanti kamu kebablasan loh. inget umur, kamu kan udah gak muda lagi. Masa nanti Icha udah punya anak banyak terus kamu malah baru nikah."

"Iya pa, nanti Muda bicara pelan-pelan."

"Iya, pelan-pelan aja bicaranya. Jangan keliatan ngebetnya."

"Iya.."

"Kalau gitu papa mau lanjutin kerja dulu. Kamu cepet beresin kerjaan disana, hubungan jarak jauh kan gak enak."

Muda menahan senyumnya, setuju dengan ucapan ayahnya barusan.

Ya, hubungan jarak jauh itu tidak enak. Sangat.

Bagaimana tidak, hanya bisa melihat wajah di layar ponsel saja. tanpa bisa menyentuhnya, bukannya mengobati rindu justru malah memperparah rindu.

Arg.. kalau begini caranya, Muda tidak akan tahan berlama-lama disini.

Baiklah, Muda memutuskan untuk membuat pesan terjadwal yang akan terkirim secara otomatis di ponselnya pada nomor Alena tanpa harus susah payah ia kirimkan. Kemudian Muda menyimpan ponselnya ke dalam laci dapurnya. Sama seperti ketika dulu ia hendak mengerjakan pekerjaannya.

Selamat berjuang menahan rindu Iskandar Muda !

*******

Jarak mengajarkan kita, betapa berharganya kehadiran seseorang yang kita sayangi walau hanya dalam hitungan menit.

Alena setuju dengan ungkapan yang satu itu.

Sudah dua minggu. Tepat hari ini, dua minggu ia tidak berbicara banyak dengan Muda. Setiap harinya Muda selalu mengirimkan pesan yang sama padanya, dan ketika Alena membalasnya, Muda tidak membalasnya lagi.

Alena pikir mungkin situasi ini akan bertahan untuk beberapa hari saja, tetapi Alena tak habis pikir bahkan sudah dua minggu situasinya masih tetap seperti ini.

Sekarang, sedang apa Muda disana? apakah sedang bekerja? Menatap pantai? Atau merindukan Alena seperti Alena merindukannya?

Ah, Alena benar-benar tidak dapat memungkiri kalau kehadiran Muda sudah menjadi sebuah ketergantungan untuknya.

Jika dulu Mushkin, ia masih bisa menahannya. Alena bahkan tidak merasakan apa-apa ketika hanya berkomunikasi satu bulan sekali saja. tetapi, untuk lelaki bernama Iskandar Muda yang menyebalkan satu itu, Alena merasa bahwa ia tidak bisa menahannya.

Berkali-kalipun Alena meyakinkan dirinya bahwa Muda menyelesaikan pekerjaannya untuk kembali padanya, tetap saja pikiran-pikiran lain muncul dalam benaknya.

Bagaimana kalau Muda bertemu dengan seseorang disana?

Bagaimana kalau ternyata seseorang itu benar-benar bisa membuat Muda berpaling darinya?

Ah, baiklah. hentikan pikiran yang tidak-tidak itu! lagipula Riri sudah mengatakannya kan, kalau Muda jarang terlihat melewati lobby. Kalaupun terlihat paling hanya untuk bertemu kliennya saja. sudah, berarti Muda memang bekerja di kamarnya.

Tetapi apa pekerjaannya lebih penting dari Alena?

Mendadak Alena merasa iri dengan tumpukan pekerjaan Muda. Mereka selalu bersama dengan Muda, bahkan di prioritaskan. Alena juga ingin seperti itu. Alena ingin di nomor satukan oleh Muda.

Ia kan kekasihnya, Alena kekasih Muda jadi Alena harus mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari Muda.

Tetapi kenapa pria itu malah memperlakukannya seperti ini?

Kalau di pikir-pikir..

Muda juga tidak pernah mengucapkan kata cinta padanya. Jangan dulu bicara soal cinta, bilang sayang saja tidak.

Jangan-jangan Alena benar-benar sebagai persinggahan sementara bagi Muda?

Astaga.. kenapa sih! kenapa sejak tadi ia terus menerus berpikiran macam-macam?

Alena harus mempercayai Muda. Karena Muda juga mempercayainya.

Yakin, Muda mempercayainya? Bisa saja Muda malas padanya makanya tak mencampuri urusannya. Memangnya ia, mengganggu Muda terus-terusan.

Arggg!!!

Apa sih! sudah cukup! Alena sudah lelah memerangi pikiran-pikiran jahat yang menyerang kepalanya.

Muda di Bali, bekerja. Sudah, itu saja. cukup itu yang di percayainya. Jangan yang lain-lain lagi!

Tetapi.. bagaimana kalau Muda bertemu dengan Astrid disana?

Apa? Astrid?

Ah.. ya, bisa saja kan.. kebetulan Astrid berlibur ke Bali lalu mereka bertemu.. lalu Astrid mendekati Muda.. lalu Muda..

Lalu. .

Bisa saja kan kalau mereka mungkin... balikan?

Apa? Tidak! Itu berlebihan! Khayalannya berlebihan!

Arrgg..

Alena menenggelamkan kepalanya di atas bantal, lama-lama dia mulai terisak karena merindukan Muda sebegini beratnya.

Ponselnya berbunyi tiba-tiba, Alena mengambilnya tanpa mengetahui siapa yang menelpon.

"Halo.." Ucapnya. ia mengeluarkan suara hidungnya yang tengah menyedot habis ingusnya.

"Kamu nangis?"

Apa? ini kan..

Cepat-cepat Alena menatap layar ponselnya dan nama 'Kulkas kesayangan' muncul disana. oh, Tuhan.. ternyata itu Muda.

Alena berdehem. Ia mencoba mengontrol perasaannya dan suaranya, Muda tidak boleh tahu kalau ia menangis, dan Muda juga tidak boleh tahu kalau Alena menangis karenanya.

"Ini siapa ya?" Desis Alena.

"Saya? Saya juga gak tahu saya siapa. Kamu tahu, saya siapa?"

Aihhss.. apa-apaan! Tidak lucu!

"Maaf, Aa sibuk.. baru bisa bernafas sekarang."

Oh ya! dan selamat, Muda membuat Alena merasakan hal yang sama. ia juga baru bisa bernafas sekarang, setelah mendengar suara Muda.

"Sibuk apa? Aa sibuk kerja apa sibuk cari yang lain disana?" Suara Alena bergetar lagi. tuh, kan.. malah memelas begini kan terdengarnya.

"Sibuk memikirkan kamu."

Apa? dasar pria menyebalkan! Kulkas gila!!

"Lena gak percaya."

"Saya―Ekhm―maksudnya, Aa gak maksa kamu buat percaya."

Ini apa-apaan maksudnya? Apa dua minggu menghilang membuat Iskandar Muda berubah menjadi pria manis menggemaskan yang membuat Alena semakin suka padanya?

Apa? tidak! Lupakan itu sejenak! Alena masih kesal padanya!

"Ekhm. Masih inget hubungin Lena juga ternyata, baru inget ya? kalau punya pacar."

Tidak ada suara di sebrang sana. Air mata Alena yang sejak tadi hampir mengering sekarang kembali menggenang di pelupuk matanya.

Suasana benar-benar hening dan Alena tidak mengerti kenapa Muda tidak juga berbicara.

"A―"

"Aa kangen sama kamu."

Untuk beberapa saat, Alena lupa bagaimana caranya bernafas. Tubuhnya tengah melayang-layang dengan bebas di udara. Apa katanya? Apa kata Muda barusan? Apa? bisakah Alena mendengarnya sekali lagi?

"Apa, A? Lena gak salah denger kan?"

Muda tertawa di sebrang sana, "Tidak.. kamu tidak salah dengar."

"Jadi, Aa bilang apa barusan?" Tanyanya, hanya ingin memastikan bahwa ia tidak salah mendengar dan mengartikan ucapan Muda.

"Aa kangen sama kamu, Lena."

APA????

APA KATANYAAA???

Alena ingin tersenyum, tetapi entah mengapa justru tubuhnya bereaksi lain. Air matanya justru malah bercuuran dengan deras dan Alena malah menangis dengan kencang, tak peduli bagaimana suaranya yang terdengar seperti suara tangis Haru yang tak dibelikan mainan oleh ayahnya. Alena sedang merajuk sekarang, merajuk dengan air matanya. seperti anak kecil.

"Aa jahaaat! Lena juga kangen Aa, Lena kangen Aa.. tapi kenapa Aanya gak ngerti? Udah jelas-jelas kita jauhan, Lena gak bisa ketemu Aa. Senggaknya Aa hubungin Lena, Aa telpon Lena. tapi dua minggu ini Aa bikin Lena khawatir. Lena malah mikir yang nggak-nggak, gimana kalau disana Aa ternyata nemu yang lain. Lena ta―"

"Ssst.. jangan keras-keras nangisnya. Nanti mami kamu bingung kamu kenapa." Bujuk Muda di sebrang sana.

Alena menggoyangkan kakinya dan mengacak-acak ranjangnya.

"Lena gak peduli! Biar mami tahu, anak gadisnya dibuat nangis sama Aa.. biar mami marahin Aa sekalian. Suruh siapa Aa bikin Lena kayak gini, dasar jahaaat.. Aa nyebeliiin.. Lena kesel sama Aa, tapi Lena lebih kesel sama diri Lena sendiri soalnya Lena gak bisa bener-bener kesel sama Aa."

Di sebrang sana, Muda malah tertawa dengan keras.

"Maaf.. saya gak bermaksud. Sudah dong, jangan menangis."

"Gak bisa berhenti A.. kalau Lena bisa berhenti nangis, Lena juga bakal berhenti."

"Jadi bagaimana dong? Aa harus bagaimana Len?"

"Gak tahu, Lena juga bingung."

"Mau saya―Ekhm―maksudnya Aa nyanyikan lagu?"

Tangis Alena tiba-tiba berhenti. "Emang Aa bisa nyanyi? Ngomong aja Aa cuman gumam gak jelas." Gerutunya.

Lagi-lagi Muda tertawa di sebrang sana, "Aa berusaha.." Jawabnya.

Alena menghisap ingusnya, mau tidak mau ia harus menghargai usaha Muda.

"Ya udah, Aa boleh nyanyi." Ucapnya dengan suara parau.

Hening sejenak di sebrang sana, sampai Muda tiba-tiba saja mulai bernyanyi untuknya.

When you miss me

Close your eyes

I may be far but never gone

When you fall asleep tonight

Just remember

That we lay under the same stars

(Shawn Mendes - Never be Alone)

Suara Muda tergolong biasa untuknya, Reno masih juara dalam hal menyanyi. Tetapi lirik yang di sampaikan Muda padanya, entah mengapa..

Astaga.. air matanya bahkan turun lagi.

Alena benar-benar merindukan Muda.

Ia belum pernah merindukan seseorang se mengerikan ini, tetapi Muda benar-benar membuatnya seperti ini.

"Harusnya Aa gak usah nyanyi. Lena malah makin kangen.." Keluhnya. Muda kembali tertawa di sebrang sana.

"Maaf.." ucapnya.

"Jangan minta maaf, Lena gak suka."

"Yah, pokoknya maaf sudah membuat kamu menangis. Sekarang makan dulu, mami kamu bilang kamu belum makan."

Apa? jangan bilang Maryam menelpon Muda? Ah, ibunya ituu..

"Yah, oke.. Lena makan sekarang. tapi Aa jangan tutup telponnya, temenin Lena makan."

"Iya. Saya temani."

Nah, saya lagi. Alena ingin tertawa, Muda sepertinya berusaha sangat keras untuk menghilangkan embel-embel 'saya' miliknya.

Bangkit dari ranjangnya, Alena berjalan lesu menuju pintu. tangannya meraih daun pintu dengan malas.

Kepalanya tertunduk sementara tangan kirinya memegang erat-erat ponselnya. Begitu pintu kamarnya terbuka,Alena melihat kaki seseorang di hadapannya. Kaki siapa? Kaki Maryam kan tidak sebesar itu.

Kemudian ketika Alena mengangkat kepalanya dan menengadahkannya, seorang pria berdiri di hadapannya, dengan kaos polo putih yang membungkus tubuh tegapnya juga senyuman di wajahnya yang menampilkan lesung pipit kecil di sudut bibir kanannya.

Astaga..

Iskandar Muda? Disini?

Ketika mata Alena menatapnya dalam-dalam, Muda mencondongkan wajahnya kemudian berkata, "Assalamualaikum.." ucapnya.

Suara yang di dengar oleh telinganya, di dengar juga lewat ponselnya yang masih menempel di telinga sebelah kirinya.

Ini sungguhan? Muda ada di hadapannya?

"A Muda?" tanpa menunggu apapun lagi, Alena langsung melemparkan dirinya ke dalam pelukan Muda.

"Hai.." Bisik Muda, seraya mengeratkan pelukannya.

Hyah, Alena malu. Sudah menangis dengan begitu menyedihkan tadi. Tetapi kehadiran pria ini disini.. ya Tuhan..

Kenapa Muda manis sekali sih?

"Aah.. Aa, kenapa gak bilang-bilang kalau udah pulang?" Ucapnya, masih dalam pelukan Muda. Pria itu mencium kepalanya, Ah.. Alena merasa habis tak bersisa karena meleleh bersama perlakuan Muda padanya.

"Kejutan." Ucapnya dengan datar. Baik, jangan harap Muda mengatakan 'Kejutaaaan sayangkuuu!!!' dengan meriah, tidak mungkin. Dunia kiamat kalau Muda mengatakannya dengan nada seheboh itu.

"Ihhh.. Kejutannya sama sekali gak lucu." Alena melepaskan pelukannya, berdiri di hadapan Muda seraya mengerucutkan bibirnya.

Muda masih tersenyum padanya, tangannya ia ulurkan untuk menghapus air mata Alena dan demi apa!!

Alena merasa seluruh tubuhnya lemah tak berdaya. Hanya karena perlakuan Muda padanya.

"Ih.. Aa.."

"Sekarang masih kangen?" Tanyanya. Alena mengangguk malu.

"Masih.. peluk Lena lagi.." Rengeknya.

Muda menarik kembali tubuh Alena dan memeluknya dengan erat.

Ah, ia juga begitu merindukan pelukan ini. pelukan dari kekasihnya yang sangat menggemaskan.

Ya Tuhan.. seandainya Muda bisa membawa Alena ke KUA saat ini juga.

Alena tidak tahu saja, seberapa besar keinginan Muda untuk menikahinya.

Bukan karena untuk memilikinya atau tubuhnya, tetapi untuk hidup bersamanya dan membangun sebuah keluarga yang bahagia.

Ah, Muda benar-benar menantikan saat itu.

Lengannya menarik Alena untuk mengeratkan pelukannya, sejenak mereka tenggelam dalam sebuah pelukan pelepas rindu dan pemisah jarak keduanya. Sampai-sampai mereka tidak menyadari kalau Maryam sudah terkikik dengan bahagia di belakangnya.

Wanita paruh baya itu berjalan melewati keduanya, berdehem kemudian berkata "Ekhm! Bukan Mukhrim!" Sindirnya.

Seketika Alena dan Muda langsung melepaskan dirinya masing-masing, sementara Maryam malah tertawa dengan puas di belakang sana.

Ia sengaja menggoda Alena, padahal justru ia geli sendiri. melihat Alena berciuman ia malah bahagia, sementara melihat berpelukan malah menyindir mereka.

Hahaha biar saja, Maryam kan sedang memerankan peran seorang ibu yang tidak mau anak gadisnya di apa-apakan oleh kekasihnya.

Lagipula menggoda mereka berdua juga menyenangkan.

Maryam mengambil ponselnya kemudian mengetikkan sebuah pesan pada Icha.

'Cha.. apa tante harus buat si Lena kemasukan setan yang ngebet kawin gitu ya biar dia langsung mau waktu diajak nikah sama kakak kamu?'

Setelah mengirimkannya, Maryam kembali tertawa dengan keras.

Ah, putri kesayangannya.. cepat-cepatlah hatimu luluh, Maryam benar-benar menantikan saat-saat bahagia nya ketika Alena menikah nanti.

Semoga saja..

Semoga saja Muda bisa membuat Alena luluh dan mempercayainya.

Ya, Maryam benar-benar mengharapkan itu dalam hatinya.



TBC

Sebodo amat , feelnya gak berasa disini ya karena kelamaan ga lanjutin dan jadinya aku flat -_- menurut aku udah maksimal aku bikinnya, kalau dipaksain ganti pasti mentok.

Gak niat sedih-sedihan kok, ini alena nangisnya nangis manja ya, bukan nangis sedih pilu dengan semua kenyataan ini :") toh si muda aja ketawa waktu alena nangis. hahahaha

Kayak aku ders, kalau aku nangis temen2 aku malah ketawa -_- soalnya aku nangisnya berisik dan meraung raung. Wkwkwkwkwk

Butuh semangat lebih lagi.. AYO KALIAN SEMUA KOMEN! YANG GAK KOMEN MENCRET SEMINGGU LOH!! HAHAHAHAHAHA

Ayo semangatin akuh,,, supaya next part bisa nge feel lagi :D

Ya udah lah aku ngantuk wkwkwk

Sampai jumpa minggu depan..

Aku sayang kalian :*

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 59.1K 68
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
1.6M 15.2K 24
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
123K 18.9K 37
"Btari memang sedang hamil beberapa bulan, tapi sayangnya suaminya lebih dulu meninggal karena covid bahkan sebelum Btari tahu dirinya hamil." Alaska...
145K 18.1K 39
β€’Bittersweet Series 4β€’ _____________ Tuntutan dari orang tua agar ia menikah membuatnya jengah. Ingin rasanya lenyap saja jika setiap harinya di sugu...