A Short Journey (3)

By Kupukupukecil

3.9M 255K 20.2K

Orang bilang, seseorang yang dilangkahi menikah oleh adiknya akan lama sekali mendapatkan pasangan. Bagi Iska... More

a short journey
1 - Gift
2 - Manis di luar Anarkis di dalam
3 - You're in Danger
4 - Let's Get Out of this Town
5 - This is Gonna Take Me Down
6 - Painful
7 - Drive Out of The City
8 - Little Love and Little Simpathy
Just For Fun
9 - Inside of Pocket of Your Ripped Jeans
10 - I Fell Under Your Spell
11 - A Love No One Could Deny
13 - Kencan
14 - Bali dan dirimu
15 - Antara Bandung dan Bali
16 - Lovely Day
17 - Wrecking Balls Inside My Brain
18 - All I wanted was to break your walls
19 - Tell Me Where It Hurts
20 - Can You Feel My Heartbeat?
QnA
21 - Kenyataan Yang Tak Pernah Bisa Disembunyikan
22 - Kulkas dengan Fitur Pemanas Terbaru
23 - Special Day For My Girl
L.O.V.E
24 - A Short Journey (Bag 1)
25 - a Short Journey (END)
AKHIR KATA (WAJIB BACA :D)
FOR THE REST OF MY LIFE
Found You

12 - Ter'Lena'

140K 9.6K 1.2K
By Kupukupukecil


Jadi, siapa yang berharap Aa Muda khilaf? HAHAHAHA

Atau siapa yang berharap Musicha Insiden terulang kembali? Dan kalau terulang aku langsung seret ariel buat nyanyi bareng 'Dan terjadi lagi, ena ena yang terulang kembali~' BHAHAHAHA

EH CIEEE JUDULNYA. NYANYI BENTAR..

Masih terngiang.. di telingaku, bisik cintamu

Betapa lembut dan mesranya.. aku.. terlena~

Terlenaa.. ku terlenaaa...


-

-

-

-


"Alena, apa kata kamu?"

"Ih, A Muda pasti gak denger ya? Lena bilang.. Aa tidurnya di kamar Lena aja."

Muda menatap Alena tak percaya, "Kamu serius?"

Alena mengangguk yakin, "Serius dong A.. kan katanya hotel yang lain penuh, terus kamarnya si mas Reno katanya mau di renovasi. Jadi ya udah, Aa sama Lena aja." terangnya. Berkata seolah-olah ia sedang mengajak teman perempuannya untuk menginap bersama.

Muda menatapnya dengan serius, "Saya laki-laki, Alena."

"Emang Lena bilang kalau Aa perempuan? Kan Aa memang laki-laki."

"Bukan begitu, tapi.."

Alena mengajaknya tidur di kamarnya! tolong catat. Kamar! Seumur hidupnya, Muda belum pernah berada di kamar yang sama dengan seorang wanita, adiknya sekalipun. Dan saat ini, Alena dengan polosnya mengajaknya tidur di kamarnya? apa mereka.. tidur bersama?

Oh, hentikan pikiran macam itu Iskandar!

"Kayaknya Aa cape banget, ke kamar dulu aja A.. istirahat. Yuk!"

Tanpa bisa menolak, Muda membiarkan Alena menarik lengannya dan membawanya berjalan menuju kamarnya.

Selama tiga puluh dua tahun hidupnya, Muda belum pernah segugup ini, bahkan saat mempresentasikan rancangannya pun ia masih bisa berjalan dengan tegap dan penuh percaya diri. Tetapi sekarang, ia malah membiarkan dirinya diseret oleh Alena menuju kamarnya.

Alena sendiri menyesali keputusannya yang menarik tangan Muda untuk mengikutinya. Karena begitu tangan mereka bersentuhan, jutaan aliran listrik langsung merambat ke dalam dirinya. Alena benar-benar merasa bahwa dia tengah di setrum dengan tegangan tinggi. Mengerikan sekali. ini baru tangan Muda saja, belum bagian tubuhnya yang lain.

Apa? Apa maksud dari pikirannya yang satu itu!

"Aah, sampe juga A.." akhirnya, sampai juga di kamarnya. Alena melepaskan genggamannya di tangan Muda dan membuka pintu kamarnya. pria itu terlihat ragu, kenapa?

"A.. masuk. Gak apa-apa." Ucapnya.

Mau tidak mau, Muda meneguhkan tekadnya dan melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam kamar Alena.

Baiklah. bernapas.. muda, bernapas!

Mulutnya terbuka karena terkejut, melihat pemandangan dari kamar seorang Alena yang benar-benar di penuhi oleh stiker, dan gambar Minnie Mouse. Bahkan di tembok yang berada di balik kepala ranjang, terdapat stiker Minnie Mouse super besar. Ranjang nya pun berlapiskan seprai berwarna hitam dan pink. Tentu saja dengan corak polkadot. Oh, anak-anak sekali.

Kenapa Muda merasa seperti mengunjungi kamar keponakannya ya? Ya Tuhan..

"Ini, kamar kamu?" Tanyanya.

Alena meraih tas yang di genggam oleh Muda dan menyimpannya, "Iya A.. ini kamar Lena. lucu kaaaan?"

Lucu? Ha!

Muda yang merasa lucu sekarang.

"Iya, saya pikir itu lucu."

"Ini Lena sendiri yang desain."

Muda menganggukkan kepalanya.

"A Muda mau minum? Sebentar ya, Lena ganti baju dulu."

Ga..

Apa katanya? Ganti baju?

"Ganti baju?!" Tanyanya. Tanpa sengaja menyuarakan isi pikirannya. Ah, Muda mengutuk mulutnya yang sudah keceplosan.

"Iya, ganti baju A.. gerah nih, gak enak kalau pake sweater begini."

Gerah..

Oke,.. gerah.. bicara soal gerah..

Muda juga mulai merasa gerah sekarang.

"Aa tunggu disini ya, Lena ganti baju sebentar." Alena membuka pintu lemarinya dan memilih beberapa baju lalu menjatuhkan pilihannya pada gaun tidur berwarna ungu yang berbahan satin. Tidak! Muda membelalakkan matanya, "Jangan pake itu!" Sungutnya.

Alena hampir saja terjengkang dari tempatnya berdiri, "Ihhs.. Aa ngagetin aja! Lena gak akan pake ini, Lena cuman liat-liat baju ini aja."Alena menutup pintu lemarinya kemudian menatap Muda seraya bersandar di dekat lemari, "Kata mami, kalau tidur itu pake baju panjang. Gak boleh pake baju yang terbuka, baju yang ini satu-satunya baju Lena yang pendek buat tidur. Itu juga gak pernah di pake, soalnya Lena kalau tidur kan gak bisa diem A.."

"Lari-lari?"

"Bukan, tidurnya muter. Gak anggun banget, makanya mami suka marahin Lena. kata mami, cewek tidurnya harus diem. Masalahnya, kalau tidur kan kita gak sadar. Iya gak A?"

Muda menganggukkan kepalanya dengan kaku.

"Kalau gitu Aa tiduran aja dulu, biar rileks."

APA? Tiduran?

"Saya?"

"Iya, Aa.. tiduran dulu aja. itu di belakang Aa ada sofa besar, lumayan enak kok A tidur di situ. Lena juga biasanya nyenyak kalau tidur disitu." Alena masuk ke kamar mandinya, membawa satu piama nya, sementara Muda malah mengerjapkan matanya.

Tubuhnya secara otomatis berbalik untuk memastikan apa yang di katakan oleh Alena kepadanya. Satu buah sofa panjang yang cukup besar berdiri dengan kokoh disana. Muda mendengus, kemudian tertawa dengan kencang, menertawakan dirinya sendiri dan pikiran-pikiran kotor yang mendadak melintas dalam benaknya.

Dasar sinting!

Apakah beberapa saat yang lalu ia benar-benar berpikir bahwa Alena mengajaknya ke kamarnya untuk berbagi ranjang bersama?

Hey! Jangan berpikir yang macam-macam! Seolah ia buaya yang sedang mengintai mangsanya.

Tentu saja Alena mengajaknya ke kamar untuk menampungnya, karena merasa kasihan melihatnya terlantar di lobby hotel, tolong. Jaga pikiranmu agar tetap waras, bung!

Muda memukul kepalanya. dasar bodoh! Bodoh sekali. astaga, ternyata ia masih pria. Masih memiliki pikiran macam-macam saat keadaan menghendakinya. Tsk!

Kenapa pula sofa besar ini tidak terlihat ketika dia masuk tadi? Kalau terlihat kan, Muda tidak akan seperti ini. belingsatan sendiri atas pikirannya yang tidak-tidak. Ah, salah. Pikirannya yang iya-iya.

Sungguh mengerikan.


*****


Alena terpaku sejenak ketika membuka pintu kamar mandi dan melihat Muda yang sedang duduk di depan laptopnya dengan wajah yang sangat serius. Jari jemari pria itu menari-nari dengan lincah di atas keyboard laptopnya dan matanya bergerak-gerak menatap layar dan keyboard secara bergantian.

Kemeja yang di kenakannya juga sudah berganti dengan kaus tanpa lengan yang berwarna abu-abu. Sepertinya Muda menggantinya selagi Alena di kamar mandi. Tidak hanya kaos, celana nya pun sudah berganti menjadi celana boxer selutut yang menampilkan kaki nya yang ternyata.. yah, banyak bulu nya.

Alena menggelengkan kepala, kenapa pula ia memperhatikan kaki dan bulu? Apa urusannya dengannya?

Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dalam tampilan super santai seperti ini, Muda lebih terlihat bersahabat, lebih terlihat dekat, dan tentu saja lebih tampan.

Oh, wajah Alena memanas karena pikirannya sendiri.

"A Muda udah makan belum? Lena belum makan nih A, mau makan." Alena berjalan menuju sofa dan duduk di samping Muda. Pria itu meliriknya sekilas, "Saya biasa minum kopi kalau malam."

"Bohong! Bohong banget, bilang aja A Muda males makan." Sindirnya. Muda mengangkat bahunya, "Saya punya pekerjaan."

"Lena juga punya, A."

"Harus selesai."

"Memang semua pekerjaan itu harus selesai A.. tapi, mengurus diri kita harus lebih dulu di selesaikan. Sekarang, Lena mau masak. Aa kerjain aja kerjaannya, nanti kalau makanannya udah jadi Lena kasih tahu, dan Aa harus makan semuanya."

Alena bangkit dari sofa, berjalan menuju dapur kecilnya untuk melihat bahan makanan apa yang ia miliki. Sementara Muda tidak menjawabnya, tetapi begitu Alena menghilang di sampingnya, Muda memutar tubuhnya sehingga menghadap dapur.

"Kamu, bisa masak?" Tanyanya.

Alena yang sedang membuka pintu kulkas, menatapnya sejenak, "Kalau Lena gak bisa masak, mami bakal cincang Lena habis-habisan." Tangannya menutup pintu kulkas kemudian Alena bersandar disana, "Kata mami.. cewek itu harus bisa masak A. kalau gak bisa masak, nanti masa udah nikah suaminya makan di luar."

"Icha gak bisa masak." Sahut Muda. Alena tersenyum, "Gak tahu ya, a? Icha kan belajar masak. Sekarang udah lumayan masakan dia."

"Sejak kapan kamu memasak?"

"Sejak sekolah, mami sering ajarin Lena masak."

Muda menganggukkan kepalanya. ia menatap Alena yang kini tengah memakai celemek bergambar Minnie Mouse nya. Tangannya meraih-raih rambut panjangnya, mungkin berusaha untuk mengikatnya.

Tanpa sadar bibir Muda tersenyum tipis, menatapi pemandangan indah di hadapannya.

"A Muda, suka makanan pedes? Lena gak suka, jadi A Muda mau makan apa? rencananya Lena mau bikin nasi goreng aja. gak apa-apa kan? atau mau makanan dari restoran hotel aja, a?"

Muda tersenyum, "Saya ikut kamu saja."

"Oke!" Alena mengucapkannya dengan suara yang sangat menggemaskan, dan kepalanya yang di miringkan ke sebelah kiri, oh.. tidak lupa juga senyuman manis dari bibirnya.


*****


"Jadi, kapan Aa kenal Astrid?"

Selesai makan, Muda kembali bertukar email dengan rekannya sementara Alena duduk bersila di atas ranjang, menatapnya seraya memeluk bantal, sejak tadi tak henti-hentinya ia bertanya banyak hal pada Muda.

"Kalau tidak salah, waktu Astrid bekerja di kantor saya."

"Kapan?"

Muda mengangkat bahunya, "Lupa."

"Masa sih, sama mantan lupa?" Cibir Alena. Muda tidak memberikannya jawaban apapun, membuat Alena mendengus dengan kesal.

"Terus, kenapa Aa bisa pacaran sama Astrid? Aa yang ngajak dia pacaran? Atau dia yang deketin Aa? Atau ada yang mengenalkan Astrid sama Aa? Atau bukan juga, ya? Jadi gimana coba a?"

Muda mengangkat wajahnya, menatap Alena datar seraya bertanya, "Yang mana dulu yang harus saya jawab?"

Hanya kekehan yang terdengar dari Alena. Gadis itu sepertinya terlalu bersemangat.

"Jawab yang Lena tanyain aja deh.." Ucapnya.

Muda tak menjawab.

"Apa yang Aa suka dari Astrid?"

Muda mengangkat kepalanya, menatap langsung pada Alena, "Kenapa bertanya itu?" Tanyanya. Alena mengeratkan pelukannya pada bantal hitamnya, "Pengen aja. Lena pengen tanya itu, Aa jawab dong. Apa yang aa suka dari Astrid?"

Jadi, Alena memaksanya? Muda menghela napasnya, "Dia wanita."

Apa?

Alena kehabisan kata-kata. HAHAHA.. dasar pria kulkas! Jawabannya, wow! mencengangkan sekali.

"Jadi, kenapa Aa putus sama Astrid?"

"Semesta tidak menghendaki kami."

Ebuseeeet.. jawabannya!

Alena tertawa, "Aa bisa lebay juga ternyata ya, ih gemes deh. Eh, Aa ngapain sih?"

"Berkirim email."

"Sama siapa?"

"Rekan kerja."

"Email apa? masalah kerjaan ya? dia dimana? Di Bandung, ya? laki-laki?"

"Iya."

Alena mengerucutkan bibirnya. Memang, mengajak Muda berbicara itu butuh inisiatif penuh dari diri sendiri. Alena harus selalu bertanya, padahal kan ia juga ingin ditanya.

"A, Lena cape nanya terus. Gantian dong, Aa yang tanya."

Muda menahan senyumnya, menatap Alena dengan datar, "Saya tidak punya pertanyaan." Ucapnya.

"Masa sih, Aa pasti punya deh. Aduh, Lena mau pipis dulu A. sebentar ya," Gadis itu berlari masuk ke dalam kamar mandi, sementara Muda hanya menggelengkan kepalanya.

Matanya kembali fokus pada layar di hadapannya, sementara bibirnya tersenyum penuh arti seraya bergumam, "Sebenarnya saya mau bertanya, apa kamu mau.. menjalin hubungan dengan saya?"

Menggelengkan kepalanya,Muda mencoba membuang jauh-jauh pikiran yang membuatnya gugup luar biasa.


******


Muda baru melipat laptop nya ketika jarum jam menunjuk angka dua belas. Sudah tengah malam rupanya. Alena sudah tertidur, mungkin kelelahan bertanya banyak hal sehingga ketika Muda menyadari gadis itu tidak bertanya apapun padanya, Alena sudah memeluk gulingnya dengan laju napas yang tenang.

Mata Muda menatap lurus-lurus pemandangan di hadapannya. Duduk mengerjakan pekerjaan seperti ini dengan Alena yang menemaninya dan menanyakan hal-hal yang tidak penting, kenapa terasa penting sekali untuknya?

Setelah ini, pasti terasa sangat membosankan kalau Muda hendak mengerjakan pekerjaannya sendiri. karena suara Alena, meskipun terus menerus merecoki indra pendengarannya, tetapi justru terdengar seperti alunan indah dari sebuah melodi yang membuatnya tenang, dan rileks.

Muda tersenyum lagi. bersama Alena, sudah berapa kali ia tersenyum? Rasanya ia jadi lebih banyak tersenyum.

Seraya merenggangkan ototnya, Muda berjalan menghampiri Alena dan membungkukkan badannya untuk membenahi selimut Alena yang belum menutupi sebagian tubuhnya.

Mata Muda kembali menelusuri Alena. Wajah cantiknya yang polos ketika tidur, Muda suka melihatnya. Hidungnya yang mancung, serta bibir tipis nya membuat Muda kembali tersenyum.

Pandangannya beralih pada kepala Alena yang ternyata tidak menempel pada bantal. Kenapa? Gadis ini tidak memakai bantal kalau tidur?

Muda berjongkok, wajahnya tepat berhadapan dengan Alena yang sedang tertidur menyamping ke arahnya.

Tangannya meraih ponselnya, kemudian dengan lancang ia mengambil foto Alena yang sedang tertidur.

"Maaf, tapi saya harus mengabadikan ini." Gumamnya seraya terkikik.

Muda menatapnya lagi. keseluruhan wajah cantik Alena benar-benar menarik setiap pria untuk berdekatan dengannya, dan Muda sudah tidak bisa lagi memutuskan dirinya untuk menjauhi Alena. Tidak, dia sudah sedekat ini, dan hampir meraih Alena.

Tersenyum pelan, Muda mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Alena, membenahi juntaian-juntaian rambut yang terjatuh menghalangi wajah cantik Alena, dan.. jantungnya tiba-tiba saja berpacu dengan cepat ketika matanya menatap lurus pada bibir Alena.

Darahnya berdesir, dan kerja organ-organ tubuhnya menjadi tak terkendali. Muda terpaku di tempatnya, ia ingin menjauh tetapi yang ia lakukan adalah mendekat, dan semakin dekat, hingga jarak wajahnya hanya beberapa centi saja dengan wajah Alena.

Iskandar Muda menelan ludahnya, kali ini ia seperti pria cabul yang memanfaatkan kesempatan untuk mencium seorang gadis yang sedang tertidur.

Oh, sadarlah!

Tidak, ia tidak bisa tersadar karena sepertinya bibir Alena memiliki magnet tersendiri yang terus menerus menariknya untuk mendekat, melumat, dan mencecap keseluruhan rasanya.

Muda benar-benar tertantang untuk melakukan hal itu!

Maka saat ini, ia mendekatkan kembali wajahnya, lebih dekat dari sebelumnya, dan semakin dekat, sangat dekat.. hingga ketika Muda hendak menyatukan bibirnya pada bibir Alena yang menggodanya, mata Alena terbuka. Menatap tepat pada kedua manik matanya.

Gadis itu terdiam, berkedip-kedip dan terkunci di tempatnya. Sementara Muda malah menyeringai dan berkata, "Maafkan saya untuk hal ini."

Kemudian tanpa ada yang bisa mencegahnya lagi, Muda menyatukan bibir mereka. mencium Alena dengan sepenuh hati seraya menahan sekuat tenaga laju jantungnya yang tak terkendali.

Alena sendiri hanya bisa membelalakkan matanya. Sentuhan di bibirnya, membuat Alena membeku, dan tidak bisa berpikir sama sekali.

Kapan terakhir kalinya ia berciuman? Alena tidak tahu. tetapi rasanya sudah lama sekali, dan kali ini. entah mengapa tetapi rasanya begitu berbeda dari pengalamannya yang sudah-sudah.

Dan ketika bibir Muda mulai bergerak di atas bibirnya, Alena memejamkan matanya, mengalungkan kedua tangannya, dan membalas ciuman yang Muda berikan untuknya.

Hingga bibir mereka bergerak perlahan, semakin cepat, membuat napas keduanya tersengal-sengal.

Ini tidak bisa di biarkan! Tetapi ini terlalu sayang untuk di hentikan!

Batin Muda berperang, ia seorang pria yang memiliki kebutuhan biologis, dan semua orang tahu kebutuhan pria jauh lebih besar. Kalau ia terus menerus melakukannya, maka ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan pada Alena saat ini. tidak ada yang bisa menjamin, kalau ciuman ini tidak akan berlanjut pada hal lain yang lebih menyenangkan.

Muda tentu tidak mau, maka dengan berat hati ia menjauhkan dirinya, melepas pertautan mereka berdua, dan membuat lubang kekosongan yang besar dalam hatinya.

Keningnya saling menempel dengan Alena, kemudian senyuman manisnya, yang begitu manis hingga lesung pipit kecilnya terlihat ia tampakkan untuk Alena.

Wajahnya menjauh, sementara tangannya membelai kepala Alena.

"Lanjutkan tidur kamu, semoga mimpi indah." Ucapnya. kemudian berbalik, mematikan lampu dan berbaring di atas sofa yang sudah menantinya sejak tadi.

Sementara Alena, ketika lampu sudah mati, kesadaran penuh baru menghampirinya.

Astaga! Ia.. barusan..

Oh, tuhan..

Mereka berciuman??!!!


*****


Mushkin tersedak dengan nasi goreng yang baru saja di lahapnya ketika membaca pesan dari kakak iparnya.

Saya mencium Alena semalam

APAA? Yang benar saja!

"Yaang..air!" Mushkin memukul-mukul dada nya seraya mengisyaratkan air minum pada Icha.

"Hih, kenapa sih yaang? Makanya kalau makan itu pelan-pelan. Sebegitu enak ya masakan aku? ciee anak pak Iskandar udah bisa masak." Icha terkikik geli di tempatnya tetapi Mushkin tidak menghiraukannya karena ia sibuk meminum air putihnya sampai tandas.

"Hah.. lega juga." Gumam Mushkin.

"Emang kenapa sih yaang? Liat apa di Hp?"

"Itu, abang kamu yaaang.. katanya semalem cium Alena."

Icha mengerjapkan matanya, "Apa, yaang? Bisa di ulang?"

"Itu, abang kamu. Semalem cium Alena. Cium yaang.. cium, yang kita lakuin tadi subuh."

"APAAA? SI ABANG? CIUM? WOOY! YAANG!! Berarti si abang nyosor? Gitu?"

Mushkin mengangkat bahunya, tidak tahu.

"Edaaan.. si abang! Bisa nyosor juga, dia? HAHAHAHA wanjerr yaaaang terus gimana?"

Mushkin tertawa, mendengar Icha yang begitu antusias dengan kabar yang di dengarnya.

"Seneng banget yaang, mereka yang ciuman masa kamu yang seneng?"

"Yaang.. tanyain dong, apa si bang Muda pas cium Alena bilang 'Sorry, tapi gue butuh lebih' . atau langsung samber aja?"

Dan ucapan Icha membuat Mushkin mengerucutkan bibirnya. Icha sudah menyindirnya barusan.

"Kalau mau nyindir boleh kok yaaang, asal pake reka ulang." Kekehnya. Sementara Icha malah memberenggut kesal dan menatapnya nyalang, "Enak aja reka ulang! Perut aku masih sakit, luka caesar nya kan belum sembuh semua. Kalau di lanjutin nanti perut aku ngebuka lagi kamu mau?"

Dan Mushkin hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dengan ngeri.


*******


"Jadi, hari ini gimana? Hmm.. Aa mau ke kantor dulu atau anter kakak dulu?"

Alena tersenyum menatap suaminya yang sedang menyantap sarapannya, juga jagoan kecilnya yang sedang meminum susunya.

"Anter kakak." Ucap suaminya. Alena mendengus, jawaban irit itu lagi!

"Jadi, aku gak usah ikut, ya? soalnya mau ketemu Riri nih A. gak apa-apa?"

"Iya."

Nah, kan.

"Kalau kakak, gimana? Gak apa-apa kalau bunda gak ikut?"

Anaknya mengangguk.

"Rotinya enak?"

Anaknya mengangguk lagi.

"Aa, udah makannya?"

Sekarang suaminya yang mengangguk.

"Jadi, kalau udah beres. Sekarang kalian berangkat?"

Keduanya, anak dan suaminya mengangguk.

Oh, My God!!

Like father, like son! Kalau dalam masalah mengangguk mereka jagonya.

"Ngangguk, geleng, ngangguk, geleng. Hellooowww... gak ada kah yang bisa bicara disini?"

Kedua laki-laki di hadapannya terkekeh.

Arggg,, cukup sudah!!!

Alena tidak tahan lagi. bagaimana bisa, setiap harinya rumah ini begitu sepi karena kedua laki-laki yang berada di dalamnya hanya mengangguk, menggeleng, dan mengatakan beberapa kata-kata yang selalu mereka katakan.

Dan satu-satunya yang Alena benci adalah kata 'OH' milik mereka berdua.

"Arg,, bisa stress tau lama-lama. Aa. Gimana sih, masa aku yang ngomong terus? Aa ngomongnya kalau ada butuh aja, itu juga gak pernah basa-basi. Arrggg.. aku stresssssssss..."


Mata Alena terbuka dengan seketika.

Kesadaran menghampirinya, bahwa ia berada di dalam kamarnya yang penuh dengan Minnie Mouse. Bukan berada di dalam rumah dan di hadapan pria dewasa dan anak laki-laki yang di panggilnya kakak.

Oh, Tuhan..

Mimpi apa Alena barusan?

Ya ampun!!!

Kenapa menggelikan sekali sih?

Ia mimpi menikah dengan Iskandar Muda? Dan menghasilkan satu keturunan yang merupakan copy an dari ayahnya?! Ough, menyeramkan!

Alena menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat.

Ini pasti gara-gara semalam. Gara-gara ia dan Muda....

Ah, pipinya malah terasa panas. Senyumnya tak bisa ia hentikan, terus menerus menarik bibirnya untuk tertarik lebar ke samping. Dan, oh.. Alena butuh udara.

Apa-apaan! Kenapa ini? kenapa dia?

Ada apa dengan semalam?

Apa yang di lakukannya semalam?

Hyaahhh.. mana Alena membalas ciuman itu lagi!

Arggg... sekarang, apa yang akan Alena lakukan saat bertemu dengan Muda?

Bertemu..

Tunggu dulu!

Pria itu kan..

Pria itu menginap di kamarnya!!

Alena buru-buru bangkit dari atas ranjangnya, menatap sofa di hadapannya yang kosong sementara telinga nya mendengar suara gemericik air di dalam kamar mandi.

Gawat! Muda pasti sedang mandi. Haaah. Bagaimana ini? bagaimana ya?

Oke, cermin! Mana cermin!

Alena buru-buru berlari menuju cermin, menatap wajahnya yang masih sayu kemudian menatap bibirya yang semalam..

Arg! Lupakaan! Tolong, jantung, pikiran, bekerja samalah dengannya hari ini!

Baik. Lupakan.

Berjalan lagi, Alena mengambil satu gelas air kemudian mencuci muka nya di washtafle dapurnya.

Masa bodoh, daripada Muda mendapati wajah bangun tidur Alena yang berantakan, kan?

Alena kembali ke meja rias nya, menyisir rambutnya kemudian memoleskan lip balm sehingga bibirnya tidak terlihat terlalu pucat. Atau, terlihat bekas di cium?

HAHAHAHA pikiran macam apa itu!

Dan suara pintu yang terbuka membuat Alena segera bangkit dari kursi meja riasnya, ah.. tetapi dasar hidupnya kurang beruntung, Alena malah terjatuh. Ya Tuhan.. matilah dia!

Muda yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung menolehkan kepalanya, ke arah Alena yang tengah meringis di lantai.

Dengan handuk yang menggantung di pinggangnya, Muda menghampiri Alena.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanyanya.

Gadis itu menggelengkan kepalanya seraya menunduk, "Gak apa-apa A.. ini kaki Lena belum berfungsi dengan baik kalau baru bangun tidur." Ucapnya dengan gugup.

Tetesan air menetes di hadapannya. Alena bisa menyimpulkan dari mana datangnya itu. dan tentu saja Alena tidak mau mengangkat wajahnya karena takut terpesona oleh keindahan yang Muda miliki.

"Ya, sudah kalau tidak apa-apa. hati-hati."

Kemudian pria itu menjauh, dari ekor matanya ketika Alena mengangkat kepalanya, Muda meraih beberapa pakaiannya dan masuk kembali ke kamar mandi untuk berpakaian.

Hah.. syukurlah. Alena bisa bernapas sekarang.


******


Penyesalan itu selalu datang terlambat. Benar, kan?

Dan Iskandar Muda sedang menikmati masa-masa penyesalannya yang tengah menggerogoti kepercayaan dirinya secara perlahan.

Saat keluar dari kamar mandi pagi tadi, Alena sudah tidak ada di kamarnya dan mengirimkan pesan padanya bahwa hotel memiliki masalah yang membuatnya harus cepat-cepat menanganinya sehingga mau tidak mau harus meninggalkan Muda tanpa berpamitan padanya.

Bohong. Alena pasti sedang berusaha untuk menghindarinya.

Arg. Dasar bodoh! Memangnya, siapa wanita yang akan bersikap biasa-biasa saja saat kau mencuri ciumannya ketika tidur? Tidak ada!

Alena pasti marah padanya. Ia, kan? Alena pasti marah karena.. oh, tidak. Bagaimana kalau Alena menganggap yang semalam adalah sebuah pelecehan seksual?

Mati sajalah kau, Iskandar Muda!

Alena pasti marah padanya, dan sengaja menghindarinya.

Dasar bodoh! Seharusnya ia bisa mengetatkan penjagaannya pada dirinya sendiri. kemana perginya Iskandar Muda yang hidup penuh pengendalian? Kenapa sekarang tingkahnya malah di luar kendali, dan tentu saja di luar batas kewajaran.

Tapi semalam Alena membalas ciumannya! Mereka berciuman, bukan Muda mencium Alena.

Satu pikiran berteriak dalam dirinya, menjerit ingin di perjuangkan oleh Muda.

Benar juga, memang semalam mereka berciuman, bukan Muda mencium Alena.

Itu berarti Alena tidak keberatan kan?

Hahaha, kenapa jadi geli begini sih?

Sudahlah. Lupakan!

Sore ini, niatnya adalah bermain sebentar ke pantai dan melepaskan seluruh penatnya.

Bekerja seharian cukup melelahkan, dan ketika pantai yang eksotis ini mengundangnya untuk bergabung, kenapa ia harus menolaknya?

Muda tersenyum, membuka kaos yang di pakainya kemudian berjalan ke arah pantai.

Biasanya ia pantang membuka kaosnya di depan umum seperti ini, tetapi tidak apa-apa, suasana pantai sepi dan tak banyak orang yang berlalu lalang. Muda bisa dengan leluasa berada disini.

Baru berjalan beberapa langkah, matanya menangkap seorang wanita yang hanya memakai bikini berwarna biru terang tengah meloncat-loncat saat air pantai menghampirinya. Baik, sebenarnya tidak terlalu terbuka karena wanita itu memakai luaran lengan panjang yang ukurannya cukup panjang untuk menutupi pantatnya tetapi tetap saja luarannya transparan dan bikini biru terang itu tetap mengundang setiap pria untuk melihat kemolekan tubuh wanita tersebut.

Sebenarnya masa bodoh, masa bodoh kalau wanita itu adalah turis asing atau pun pribumi yang tidak di kenalinya. Tetapi ini, wanita ini adalah Alena.

Muda langsung tahu, begitu melihat cara wanita itu meloncat-loncat.

Dengan langkah penuh, Muda menghampiri Alena yang masih meloncat-loncat. Gadis itu menjerit-jerit karena air dingin yang merambat melalui kakinya.

"Alena.."

Alena berhenti. Mulutnya langsung terkatup dengan rapat, perlahan ia menoleh dan yang di lihatnya tepat di hadapannya adalah dada bidang seorang pria. Baik, pria ini lebih tinggi darinya. Alena mengangkat wajahnya dan mendapati wajah datar seorang Iskandar Muda di hadapannya.

Matanya tanpa sengaja menatap bibir Muda yang semalam..

Oh, sayang. Singkirkan dulu pikiran-pikiran itu dalam kepalamu!

"Eh.. a Mudaa.. mau berenang A?" Tanyanya. Basa-basi. Mencoba biasa saja, padahal dirinya bahkan tak sanggup untuk berdiri karena berada dalam jarak yang sedekat ini dengan Muda.

"Kamu bersama siapa?" Muda menatapnya lurus-lurus, sementara Alena malah tersenyum.

"Lena sendiri, sekarang berdua. Sama Aa.." Sahutnya.

"Sejak kapan disini?"

"Baru aja A, Lena baru keluar dari hotel."

Ah, syukurlah. Kalau Alena baru keluar dari hotel, setidaknya belum terlalu banyak orang yang melihat Alena dalam pakaian seperti ini. walaupun Muda merasa kesal, karena setidaknya tetap ada beberapa orang yang melihatnya.

Muda mengedarkan pandangannya pada seluruh penjuru pantai. Sepanjang penglihatannya, tidak terlalu banyak pria di sekitar sini, dan tentu saja mereka yang berada di pantai sedang sibuk bersama pasangannya. Syukurlah.

"A Muda cari siapa?" Alena menatapnya heran, melihat gelagat Muda yang sepertinya tengah mencari-cari seseorang di sekitar mereka.

"Tidak." Jawab Muda. Saya hanya melihat-lihat, barangkali ada lelaki mata keranjang yang melihat tubuh kamu, lanjutnya dalam hati.

"Masa sih, gak nyari-nyari orang tapi sibuk clingak clinguk."

Muda memokuskan perhatiannya pada Alena, "Kamu mau apa? berenang?"

Gadis itu menggeleng, "Lena main aja.."

"Gak dingin?"

"Nggak, malahan panas. Kan pantai panas A.."

Ya, pantai memang panas. Tapi Alena seperti ini, terasa lebih panas.

Bagus, pikiran macam apa itu!!!

"Ekhm." Muda berdehem pelan, mengusir seluruh pikiran macam-macamnya. Ia mengalihkan tatapannya pada pantai di hadapannya. Kalau menatap Alena, Muda pasti menatap sesuatu yang menyembul di balik bra yang Alena kenakan. Terkutuklah hasratnya sebagai seorang pria!

Situasi mendadak canggung, Muda tidak bersuara sementara Alena kebingungan untuk bersuara. Tenggorokannya terasa kering sampai ia ingin terus menerus berdehem dan berdehem, tidak bersuara.. karena suaranya hilang, tak bisa berkata-kata begitu bayangan tadi malam berputar dengan indah dalam benaknya.

"Alena.." Muda memanggilnya dengan lirih, dan keseluruhan organ tubuh Alena memberikan respon yang luar biasa aneh baginya. Alena tersenyum, berjalan ke hadapan Muda dan mengangkat wajahnya, "Kenapa A?"

Nah, kan. sudah menjauh pun, tetap saja. Alena malah berhadapan dengannya.

Muda mencondongkan wajahnya, membuat Alena memundurkan kepalanya seraya menatapnya dengan polos.

"Kamu tahu arti te amo?" Tanyanya.

Muda menertawakan dirinya sendiri. cara macam apa ini? apa mengutarakan perasaan caranya seperti ini? tolol!

"Te Amo?" tanya Alena. Muda menganggukkan kepalanya, "Ya, te amo." Ucapnya penuh perasaan.

Alena terkekeh, "Kalau gak salah, itu bahasa spanyol ya?"

Muda mengangguk.

"Lena gak bisa bahasa spanyol A. dulu mau belajar, kata mami Bahasa Inggris aja. toh orang Spain juga kalau ketemu yang lain ngomongnya bahasa inggris."

APAA?

HAHAHAHA LUAR BIASA!!!

Menggelikan sekali, Tuhan!

Batin Muda tertawa dengan puas di dalam sana. percuma saja, percuma saja mengutarakan maksudnya dengan penuh debaran dahsyat dalam jantungnya. Gadis ini tidak mengerti Muda!!!

"Ekhm.. ya sudah, kalau tidak mengerti." Ada nada dongkol yang terselip di dalam ucapannya.

Lama mereka terdiam lagi. Membiarkan deburan ombak yang menjadi satu-satunya suara yang terdengar oleh telinga keduanya. Bagaikan sebuah soundtrack untuk keadaan mereka saat ini.

Kenangan akan kebersamaan mereka yang begitu dekat tadi malam membuat keduanya saling memalingkan wajahnya sejauh mungkin dari masing-masing.

Tetapi, Muda tidak bisa menahan dirinya lagi.

Ia tidak bisa.

Kalau terus menerus seperti ini, ia bisa kecurian start oleh orang lain. Dan ia tidak mau.

Sekarang, kalau Alena sudah bersamanya. Ia juga lebih leluasa untuk memberitahu Alena dalam masalah pakaiannya kan?

Jujur saja, Muda tidak bisa membiarkan pria lain melihat Alena dalam pakaian yang selalu kurang bahan tetapi entah mengapa terasa pas dan manis jika gadis itu yang mengenakannya.

Selalu cantik, selalu sempurna, dan tanpa sadar membuatnya tergila-gila hingga terlena.

Astaga, Mudaaa.. kau sudah cukup tua untuk merasakan hal seperti ini!

"Soal tadi malam.."

Jantung Alena berdebar dengan keras. Muda mengungkit masalah tadi malam? Ada apa?

Jangan bilang, pria itu mengatakan bahwa dia khilaf? Ah, hancur sudah hatinya kalau Muda mengatakan hal seperti itu.

"Ehm! Oke, lupain aja A.. itu kayaknya kita khilaf."

Nah, kan.. malah ia yang mengatakannya.

"Ya, kita khilaf." Sahut Muda. Alena mengerucutkan bibirnya.

"Khilaf yang di sengaja."

APAAA?

Jantung Alena berdetak lebih, dan lebih cepat lagi dari sebelumnya hingga Alena bahkan ketakutan kalau-kalau jantungnya meledak dalam dadanya.

Sekarang, apa yang harus Alena lakukan? Diam? berteriak? Ah, pikirannya tidak dapat di kendalikan!

Muda menatap dalam-dalam di kedalaman mata Alena, Mushkin bilang.. Alena seseorang yang tidak pernah mau berkomitmen, dia selalu ingin bebas, tetapi sebenarnya bukan itu. Alena hanya takut, dia takut akan kehilangan seseorang yang bersamanya kalau mereka terjebak dalam sebuah komitmen, terutama sebuah pernikahan.

Dan mengajak Alena menikah akan membuat gadis itu lari terbirit-birit secara ketakutan dan perlahan menjauhinya. Tentu saja bukan hal itu yang Muda inginkan.

Walaupun sebenarnya untuk usianya, berpacaran rasanya terlalu kekanak-kanakkan, tetapi demi Alena.. sepertinya Muda akan berusaha.

Oh, sial. Jadi.. dia sudah menyadari betul bagaimana perasaannya pada Alena? Dan pengaruh Alena terhadapnya?

"Alena.."

"Hng? Yah.. Apa?"

"Mari kita saling mengenal lebih jauh lagi."

YA? Maksudnya?

Alena mengerjapkan matanya dengan polos, "Maksud Aa?"

Nah, kan. kalau bersama Alena.. muda tidak boleh berbelit-belit. Otak gadis itu tidak akan sampai, seperti kata Mushkin.

"Ehm.. begini. Aduh, masa kamu tidak mengerti?"

Nah, kan.. muda belingsatan sendiri.

"Nggak ngerti apa? aa sih, ngomongnya suka gitu. Nggak pernah di beresin, suka setengah-setengah. Kan jadinya Lena bi―"

CHUP!

Alena mengerjapkan kembali matanya. Apa yang baru saja ia dapatkan di bibirnya?

Bungkaman manis dari Muda?

Aaah, ribuan kupu-kupu terbang di perutnya. Apa ini?!

"A Muda.. cium Lena?" Bisiknya tak percaya. Muda tertawa, melihat tingkah Alena yang begitu menggemaskan.

"Saya bingung, supaya kamu mengerti."

"Mengerti apa?"

"Mengerti. Kalau saya, hanya ingin menjalin sebuah hubungan bersama kamu."

Menjalin..

Sebuah hubungan.. bersama..

Bersamanya?

Alena menatap Muda tak percaya, "Aa ngajak Lena pacaran?" Tanyanya.

Ah, akhirnya gadis ini mengerti juga maksudnya. Setelah sekian lama.

Muda mengangkat bahunya, "Sebenarnya untuk usia saya rasanya kekanakkan sekali. tapi.. yah, ayo kita coba."

Ayo..

Kita..

Coba.

"Pacaran? Maksudnya? Pacaran?" Alena memastikannya sekali lagi.

"Anggap saja begitu." Jawabnya datar.

Alena menahan senyumnya, "Jadi.. A Muda nembak Lena? gitu?"

"Kalau saya tembak, kamu mati."

"Ih, dasar gak bisa di ajak pake perumpamaan. Jadi gimana, harusnya Aa tanya Lena.. Alena.. apakah kamu mau berpacaran denganku?, gitu."

"Tidak, itu menggelikan."

"Huh.. Aa gak asik!"

"Saya memang gak asik, yang asik itu kamu. Makanya saya membutuhkan kamu untuk membuat saya asik."

Apa-apaan pria ini!!!

Alena kembali menahan senyumnya. Oh, Tuhan.. senang sekali rasanya!

"Oke.. jadi, sekarang Lena harus jawab?"

Muda menggeleng.

"Kok nggak?"

"Saya gak butuh jawaban, karena sepertinya kamu juga menerima saya."

APAAA???

Kenapa bisa mudah ditebak seperti ini sih?

Alena memainkan kakinya di atas pasir yang di injaknya.

"Ih, bisa aja kan.. Lena nolak Aa. Huh, pede banget sih."

"Kalau kamu nolak saya, semalam kamu sudah tampar saya."

Hyaaah.. bisa-bisanya pria ini!

Alena menatapnya dengan tajam, "Nyebelin.." Rajuknya.

Astagaa.. menggemaskan sekali!

Muda meraih kepala Alena dan mengusapnya dengan lembut, "Ya sudah, kita kembali ke hotel saja." Ucapnya. Alena menggelengkan kepalanya. ia mendekat ke arah Muda dan dengan berani langsung menggenggam tangan Muda. Mengisi kekosongan jemari nya dengan jemari Muda.

"Kita jalan-jalan dulu.. perayaan, jadian.." Ucapnya terkekeh. Muda menggelengkan kepalanya, tetapi ia membiarkan Alena menariknya dan membawanya untuk berjalan-jalan di sekitar pantai.

Dengan suara ombak yang merdu menenangkan hati, dan sinar matahari yang mulai menghilang karena sang surya telah kembali ke peraduannya.

Jadi, matahari terbenam hari ini.. adalah awal dari kebersamaan mereka.


Sementara di ujung sana, Riri terkikik saat mengambil foto Muda dan Alena yang tengah berjalan-jalan berdua, bersama.

Setelah mengabadikannya, ia mengirimkannya pada Maryam.

Tante Mar, selamat! Alena gak jomblo lagi..



TBC


CIEEEE YANG JADIAAAN! CIEEE SI OM OM DAPET DAUN MUDAA !! CIEEE AKU JUGA MAU JADIAAAN TT.TT HAHAHAHA

Sekarang aku update nya agak lama ya, gak setiap hari. biasakan ya ders, wkwkwkwk

Pinggang aku sakit nih, main laptop terus soalnya bhahahaha

Tadinya mau malem aja aku update nya, sekalian malam mingguan gitu loh.. tapi ah da udah beres sih wkwk

Ya sudah sekarang aku posting. Selamat menikmati ya..

Sekarang saatnya aku kembali jadi teteh rumah tangga hahahaha

Sampai jumpa di part depan.

Aku sayang kaliaan :* 

Continue Reading

You'll Also Like

564K 39.8K 39
Sepuluh tahun sejak ditinggal oleh cintanya, Nico Hartawan pun berhasil menjadi seorang bedah saraf yang dikenal sebagai 'Tangan Tuhan' karena kepand...
1.5M 13.3K 23
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
1.2M 58.1K 67
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
73.2K 6.9K 27
#TrioTamvanGendengTheSeries Galaksi menamakan pertemuan mereka sebagai takdir. Bagaimana tidak, selama 28 tahun hidupnya, baru kali ini dia menemukan...