Twin Princess - Save The Lost...

By LilianaTan1708

73.4K 1.9K 111

Rank #722 : 05/12/17 Note : PRIVATE. HANYA UNTUK FOLLOWERS. Beberapa Part DIHAPUS untuk kepentingan Penerbita... More

Cara Buka Lock
Prolog
Chapter 1 : Runaway
Chapter 4 : Save The Lost Princess
Chapter 6 : That Feeling
Chapter 7 : The Truth
Chapter 8 : Finding The Princess
Chapter 9 : Not Every Fairytale Have Beautiful Ending
Chapter 13 : Putri Yang Tertukar
Testimoni Readers : Thank For Buying

Chapter 3 : I'm Not Her!

3.7K 240 15
By LilianaTan1708

Putri Mathilda sama sekali tidak menyangka dia akan dibawa ke tempat yang sangat asing baginya, terlebih lagi ada seorang pria mesum yang mendadak berlari menghampirinya dan langsung memeluk dan menciumnya.

Sebagai seorang Putri Yang Mulia, tidak ada seorangpun yang berani berbuat kurang ajar seperti ini padanya, mereka semua menaruh hormat dan takut padanya. Tapi pria tidak dikenal ini justru berani mencium bibirnya di depan semua orang, merebut ciuman pertama yang selalu dia bayangkan akan dilakukannya dengan seseorang yang dicintainya dan dalam suasana yang romantis. Spontan dia menampar pipi pria itu keras-keras dengan marah.

PLAAAKKKKKK... Tamparan keras mendarat di pipi Anthony yang tampan, dia terkejut karena Lily yang selama ini lemah lembut berani menamparnya, well, dia tahu kalau tindakannya mencium gadis itu di depan banyak orang adalah salah, tapi dia tidak menyangka akan dihadiahi tamparan oleh gadis itu. Tanpa dia sadari, gadis yang diciumnya itu bukanlah Lily tapi saudara kembarnya.

"Beraninya kau menciumku? Kau pikir siapa dirimu? Apa kau tidak tahu siapa aku? Aku adalah Putri Mahkota Valenzia." seru Mathilda dengan marah, yang disambut dengan tawa oleh semua orang kecuali Anthony dan Albert.

"Kau? Putri Mahkota Valenzia? Hahahaha...Sejak kapan kau jadi Putri Mahkota Valenzia? Jangan buat kami tertawa Lily. Jika kau Putri Mahkota maka aku adalah Yang Mulia Baginda Raja." seru seorang pria berbadan besar yang tadi membawanya kemari. Sementara Mathilda hanya bisa bengong mendengar pria itu memanggilnya.

"Jaga ucapanmu! Jika Ayahku mendengarnya, kau pasti akan langsung dihukum pancung." seru Putri Mathilda dengan marah sambil menatap tajam ke arah pria itu, tapi mendadak dia menyadari satu hal.

"Kau bilang apa? Lily? Siapa itu Lily? Dan tempat apa ini?" tanya Mathilda dengan polosnya seraya melemparkan pandangannya ke sekeliling mansion ini. Ketiga bersaudara Woodville hanya bisa menatapnya dengan bingung. Sikap Lily sangat aneh, dia seolah tidak mengenali dirinya sendiri.

"Lily, aku tahu aku salah karena tiba-tiba menciummu. Aku benar-benar minta maaf, aku tidak bisa mengendalikan perasaanku. Tapi apa yang sebenarnya terjadi denganmu? Kenapa sikapmu sangat aneh? Kenapa seolah-olah kau tidak mengenali dirimu sendiri? Apa telah terjadi sesuatu?" tanya Anthony lembut, seolah menyelidikinya.

"Kak, kurasa memang telah terjadi sesuatu. Mungkin kepalanya terbentur atau apa, itu sebabnya dia tidak mengenali dirinya sendiri dan juga kita." ujar Albert pelan.

"Benar. Yang terjadi adalah kalian telah salah mengenali orang. Sekarang tolong antarkan aku kembali ke Istana jika kalian tidak keberatan. Aku ingin pulang." jawab Mathilda, merasa lebih baik jika dia kembali ke Istana sekarang.

Lagi-lagi kalimatnya hanya disambut dengan tawa.

"Lily, tapi ini adalah rumahmu. Kau tinggal di sini sejak kau kecil karena orang tuamu adalah kepala pelayan di rumah kami. Kau ini sebenarnya kenapa? Kenapa selalu menyebut soal Istana? Apa kau tahu jika ada orang lain yang mendengarnya mereka pasti akan menangkapmu karena kurang ajar." ujar Andrew sambil cekikikan.

Putri Mathilda diam dan berpikir, dia sadar apa pun yang diucapkannya mereka tidak akan percaya.

"Aku tidak mengerti ada apa sebenarnya? Kenapa mereka selalu memanggilku Lily? Siapa itu Lily? Kenapa mereka sampai bisa salah mengenali orang? Jika mereka salah mengenali aku sebagai Lily, lalu di mana Lily yang asli? Baiklah, untuk sementara aku ikuti saja permainan mereka, mungkin dengan begitu aku bisa mencari tahu ada apa sebenarnya? Siapa Lily dan benarkah dia mirip denganku? Dan di mana dia berada sekarang? Well, Mathilda, anggap saja ini hiburan sebelum kau menikah. Oke, aku akan tetap di sini sementara sambil mencari tahu yang sebenarnya." batin Mathilda memutuskan.


"Baiklah, sekarang apa pun yang kukatakan kalian juga tidak akan percaya kan? Terserah kalian saja, tapi jangan sampai kelak kalian menyesal andai mengetahui kebenarannya." jawab Mathilda dengan tegas dan angkuh. Well, memang seperti itulah sikap seorang Putri kan?

Anthony hanya diam memandang dengan heran seraya menatap Albert. "Albert, bawa semua barang Lily ke kamar tamu. Sampai masalahnya jelas, kita tidak bisa membiarkannya tidur di kamar belakang. Aku tidak mau mereka menyakitinya lagi. Dan kau, Andrew, tolong panggil Dokter Keluarga kemari. Kurasa sesuatu telah terjadi pada Lily sehingga dia jadi aneh seperti ini. Dan Mr. Ferguson, Anda tidak keberatan kan jika Lily kupindahkan ke kamar tamu? Kita semua lihat sendiri jika kondisinya sedang tidak baik." ujar Anthony memberi perintah.

"Terserah Anda saja, Tuan Muda!" jawab ayah angkat Lily patuh.

"Baik Kak, akan segera kubereskan barang-barangnya." jawab Albert lalu segera meluncur pergi.

"Akan kuminta Dokternya segera kemari." lanjut Andrew lalu bergegas pergi.

"Aku akan mengantarmu ke kamar tamu. Kurasa kau sudah lelah karena seharian menghilang. Ayo!" sahut Anthony ramah, mencoba menggenggam tangan Lily tapi gadis itu menghempaskannya.

"Aku bisa jalan sendiri. Kau jalanlah lebih dulu, aku akan mengikutimu dari belakang." jawabnya ketus. Anthony hanya menarik napas pasrah lalu berjalan di depan gadis itu dan mengarahkannya ke kamar tamu.

"Untuk sementara kau tinggal di kamar ini. Sampai aku menemukan sesuatu yang bisa menjerat mereka, kurasa di sini lebih aman untukmu. Maaf Lily, hanya ini yang bisa kulakukan untuk melindungimu. Aku tahu aku tidak berguna, tapi jika kau sendiri tidak mau memberitahuku yang sebenarnya, aku tidak tahu bagaimana caranya aku bisa melindungimu." ujarnya lirih dan menyesal, membuat Mathilda tersentuh.

Dari caranya bicara dan sorot mata Anthony, Mathilda bisa melihat bahwa pria itu menaruh perasaan yang dalam pada gadis yang dipanggilnya Lily itu.

"Kau mencintai gadis itu kan? Gadis yang bernama Lily itu, kau mencintainya kan?" tanya Mathilda tiba-tiba. Anthony terkejut mendengar pertanyaan gadis itu, dia bertanya seolah sedang membicarakan orang lain.

"Kenapa kau bicara seolah sedang membicarakan orang lain?" tanya Anthony bingung.

"Sudah kubilang kalau aku bukan Lily, tapi kalian tidak percaya. Terserah saja. Satu yang pasti, jika kau memang mencintai gadis itu, kelak jika dia kembali kau harus katakan padanya." jawabnya jujur dan tulus.

"Kurasa kau memang memerlukan seorang dokter untuk memeriksamu." Anthony mengalihkan pembicaraan.

"Tapi aku tidak sakit." bantah Mathilda.

"Aku tahu. Sudah malam. Tidurlah!" jawab Anthony canggung lalu berjalan ke arah pintu.

Tapi sebelum dia menutupnya, dia berkata lagi "Maafkan aku telah lancang menciummu." ujarnya dengan gugup lalu menutup pintunya perlahan. Mathilda merasakan jantungnya berdetak kencang setiap mengingat ciuman itu.

"Kau sudah mencuri ciuman pertamaku. Suatu hari nanti kau harus membayarnya padaku." batin Mathilda seraya memegangi bibirnya. Tidak berapa lama kemudian, terdengar suara ketukan di pintu.

"Lily, aku datang membawakan barangmu." ujar seorang pria lain. Dengan enggan Mathilda melangkah ke arah pintu dan membukanya. Dia melihat pria yang tadi dipanggil Albert berdiri seraya membawa dua buah koper yang terlihat kusam. Mathilda menatapnya curiga.

"Itu barangnya?" tanyanya ragu. Albert mengangguk lalu segera membawanya masuk dan meletakkannya di sudut ruangan.

"Aku tahu kau lelah, Istirahatlah! Dokternya akan datang besok pagi." dengan kalimat itu diapun melangkah pergi.


Mathilda menutup pintu kamar itu dan menguncinya. Dengan rasa penasaran, dia mulai membongkar koper Lily. Dia membongkar dan terus membongkar hingga akhirnya dia menemukan foto seorang gadis yang sebaya dengannya. Dia terkejut bukan kepalang, apalagi saat melihat Kartu Pengenal gadis itu alias KTPnya, wajah yang terpampang di foto Kartu Pengenal itu PERSIS SEKALI dengan wajahnya, bagaikan pinang dibelah dua. Mathilda mencengkeram foto itu dengan tangan gemetar.

=======

Sementara itu, di Penjara Bawah Tanah Bangsawan Woodville, ketiga bersaudara Ferguson sedang cemas menunggu kabar soal Lily, saat tiba-tiba pintu penjara terbuka dan seseorang melangkah masuk.

"Keluarlah! Lily sudah pulang. Lord Anthony menyuruh kami melepaskan kalian." ujar salah seorang pengawal.

"Lily sudah pulang? Bagaimana keadaannya? Apa dia mati? Apa dia..." kalimat Joanita terpotong tatapan marah kakaknya.

"JOANITA FERGUSON, TUTUP MULUTMU!" ancam kakaknya tegas. Pengawal hanya menatap bingung ketiga gadis jahat itu.

"Bagaimana keadaan Lily? Apa dia baik-baik saja?" tanya Josephine sok tenang, walau hatinya gugup tak karuan.

"Lily pulang dalam keadaan tidak kurang suatu apa pun, kecuali ingatannya." jawab pengawal itu.

"Apa maksudnya?" tanya Johanna bingung.

"Dia seperti orang yang kehilangan ingatan. Tidak ingat siapa pun, bahkan namanya sendiri." jawab pengawal itu yang disambut seruan kebahagiaan dari Josephine.

"Bagus sekali. Sempurna!" ujarnya senang, tanpa sadar pengawal itu menatapnya aneh.

"Ahhh...maksudku, aku senang Lily sehat-sehat saja. Kami juga sangat cemas." jawabnya berpura-pura.

Lalu saat dalam perjalanan ke kamar, mereka mulai membicarakan masalah ini. "Ini tidak masuk akal. Jatuh dari jurang yang begitu tinggi tidak mungkin bisa pulang dengan selamat. Aku sendiri yang mendorongnya, aku melihat bagaimana dia dengan kerasnya menghantam dasar jurang dan menjerit keras, bagaimana bisa..." Johanna Ferguson terlihat merinding ketakutan.

"TUTUP MULUTMU! Jika ada orang lain yang mendengarnya kita bisa tamat. Yang penting sekarang dia selamat, soal bagaimana dan kenapa, kita akan cari tahu pelan-pelan." ujar Josephine Ferguson yang penuh perhitungan seraya melirik kiri dan kanan seolah takut ada yang mendengar percakapan mereka.

========

Di kamar tamu itu, Mathilda masih terpaku memandang KTP ditangannya, gadis itu, Anastasia Lily Ferguson, memang sangat mirip dengannya. Dengan rasa kaget bukan kepalang, Mathilda memandang foto itu tanpa berkedip, beribu pertanyaan campur aduk dalam hatinya.

"Anastasia Liliana Ferguson? Kenapa dia bisa sangat mirip denganku? Siapa dia sebenarnya? Ada di mana dia sekarang?" beribu pertanyaan campur aduk dalam benaknya. Mendadak kalimat yang diucapkan Anthony tadi terngiang di kepalanya.

"Sampai aku menemukan sesuatu yang bisa menjerat mereka, kurasa di sini lebih aman untukmu. Maaf Lily, hanya ini yang bisa kulakukan untuk melindungimu. Aku tahu aku tidak berguna, tapi jika kau sendiri tidak mau memberitahuku yang sebenarnya, aku tidak tahu bagaimana caranya aku bisa melindungimu." Mathilda tercekat.

"Melindungi? Melindungi dari siapa? Apa ada yang ingin menyakiti gadis ini? Tapi siapa? Dia terlihat sangat lugu dan baik. Jangan-jangan hilangnya gadis itu ada hubungannya dengan orang-orang itu? Oh Tidak. Jika mereka mengira aku adalah dia, pasti hidupku dalam bahaya." Mathilda mendadak ketakutan.

Kenangan lain melintas, kenangan saat tidak sengaja dia melihat Ibunya menangis seraya memeluk sebuah foto sepasang bayi perempuan kembar.

Flashback...

"Ibu, itu siapa? Kenapa Ibu menangis?" tanya Mathilda yang saat itu masih berumur dua belas tahun.

"Kau tahu kenapa kami selalu menyuruhmu mengenakan cadar?" tanya Ibunya lembut. Mathilda kecil mengangguk.

"Agar tidak ada yang bisa menyakitiku. Jika mereka melihat wajahku, mereka pasti akan berusaha menyakitiku. Ini semua demi melindungiku, benarkan?" tanya Mathilda pengertian. Ibunya mengangguk.

"Apa kau tahu kalau kau terlahir kembar, Sayang? Tapi sebulan setelah kalian dilahirkan, seorang pembunuh menyusup ke dalam istana dan membunuh adikmu, Margareth. Seseorang dengan keji menyabet punggung mungilnya dan adikmu terdiam tak bersuara. Dia pergi. Kami tidak akan pernah lagi mendengar suara tangisnya. Dia bahkan masih terlalu kecil untuk memahami konflik di Istana. Margareth yang malang, dia bahkan tidak sempat melihat dunia," Sang Ratu terdiam sejenak seraya mengusap airmatanya.

"Sejak itulah demi melindungimu, kami menyuruhmu memakai cadar. Kami tidak ingin ada seorang pun yang melihat wajahmu karena takut mereka akan kembali mencarimu dan membunuhmu seperti mereka membunuh adikmu. Hanya kau yang kami miliki. Kau yang tersisa. Kau harapan kami, Mathilda." Mathilda mengenang ucapan Ibunya dan airmata mengalir pelan membasahi pipinya. Dia ingat saat itu Ibunya menangis tersedu setiap mengingat peristiwa mengerikan itu.

End Of Flashback..

"Margareth? Adik kembarku? Bagaimana jika seandainya Margareth tidak mati malam itu? Bagaimana jika seandainya dia hanya mati suri? Dan bagaimana jika seandainya Lily adalah Margareth, adikku? TIDAK! Jika itu benar, aku tidak akan membiarkan mereka menyakitinya lagi. Aku akan membawanya pulang ke Istana, ke tempat di mana seharusnya dia berada, ke pelukan Ayah dan Ibu. Ibu tenanglah, aku akan bawa adik pulang." janji Mathilda pada dirinya sendiri, walau dia tidak tahu harus mulai darimana.

To be continued...

Continue Reading

You'll Also Like

21.2K 823 31
Rasa persahabatan berubah menjadi cinta dan diakhiri oleh sebuah pengkhianatan. Aoi mempunyai 5 sahabat, mereka bersahabat sejak kecil seiring berjal...
703K 54.6K 30
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
429 66 5
Kompetisi terbesar yang pernah diadakan di Cherionty, Mirror Game. Hanya kompetisi ini saja yang masih diadakan oleh kelima kerajaan meskipun sedang...