A Short Journey (3)

By Kupukupukecil

3.9M 255K 20.2K

Orang bilang, seseorang yang dilangkahi menikah oleh adiknya akan lama sekali mendapatkan pasangan. Bagi Iska... More

a short journey
1 - Gift
2 - Manis di luar Anarkis di dalam
3 - You're in Danger
4 - Let's Get Out of this Town
5 - This is Gonna Take Me Down
6 - Painful
7 - Drive Out of The City
8 - Little Love and Little Simpathy
Just For Fun
9 - Inside of Pocket of Your Ripped Jeans
11 - A Love No One Could Deny
12 - Ter'Lena'
13 - Kencan
14 - Bali dan dirimu
15 - Antara Bandung dan Bali
16 - Lovely Day
17 - Wrecking Balls Inside My Brain
18 - All I wanted was to break your walls
19 - Tell Me Where It Hurts
20 - Can You Feel My Heartbeat?
QnA
21 - Kenyataan Yang Tak Pernah Bisa Disembunyikan
22 - Kulkas dengan Fitur Pemanas Terbaru
23 - Special Day For My Girl
L.O.V.E
24 - A Short Journey (Bag 1)
25 - a Short Journey (END)
AKHIR KATA (WAJIB BACA :D)
FOR THE REST OF MY LIFE
Found You

10 - I Fell Under Your Spell

132K 9.6K 797
By Kupukupukecil

KANGEN? SINI PELUK SATU-SATU!!

CANTENGAN adalah keadaan di mana kuku jempol tidak tumbuh dengan tepat, biasanya salah memotong kuku jadinya kuku malah menancap ke dalam daging dan membuat bengkak yang bikin sakitnya lebih sakit dari di sakitin oleh dia yang menyakiti aku XD . orang sunda menyebutnya keongeun. Sementara untuk bahasa medisnya itu namanya paronikia (saking akrabnya sama si cacan sampe tau bahasa medisnya -__-)

Sengaja aku tulis disini karena seperti biasa banyak yang gak baca author note dan jadinya pada bertanya-tanya, apa itu cantengan? Hahaha

Yang pasti cantengan membawa kesengsaraan untuk para wanita, kalau buat aku.. membawa kekonyolan yang berujung operasi yang penuh kedramatisan hahahaha

Inilah aku, satu dari sekian banyak orang korban si cacan :D

LIHAT MULMED! ITU VIDEO PENDUKUNG SCENE YANG PALING BAWAH, WAJIB DI TONTON BIAR KEBAYANG YA. itu mulmednya aku sama sang pacar hahaha

Ya sudah, males dibaca ya emang karena gaje -__- silakan cuss

-

-

-

Alena terbangun dengan lingkaran hitam yang menggurat tepat di bawah matanya. Semalaman ia tidak bisa tidur, bukan memikirkan ucapan Muda, tetapi memikirkan jawaban Muda padanya. Ketika Alena bertanya, apakah Muda serius dengan ucapannya, pria itu malah mengumbar senyuman penuh misteri padanya.

Hah! Kalau tersenyum, ia juga bisa. Bukan masalah tidak tampan atau tidak indah senyuman Muda itu, tetapi masalahnya yang Alena butuhkan bukan sekedar senyuman, tapi ucapan lebih lanjut yang bisa membuatnya mendapat pencerahan. Kalau seperti ini kan Alena jadi bertanya-tanya sendiri.

Sudah mengatakan ingin membuktikan apa dia bisa menghancurkan hubungannya dengan Astrid, malah mengatakan menganggapnya sebagai wanita. Yang ingin Muda bicarakan itu apa sih memangnya? Intinya apa? alena benar-benar tidak bisa berpikir.

Argggg,... lain kali Alena harus menenggelamkan kepala Muda berkali-kali ke laut agar isi kepala pria itu berceceran terbawa air dan ia bisa memungutnya satu persatu untuk ia pelajari sampai ia pahami dalam-dalamnya.

Laut mana kira-kira yang pantas?

Alena harus melakukan sebuah study dulu nanti!

Ponselnya berbunyi, Alena meraihnya dan melihat ada video call dari ibunya.

"Mamiii!" Teriaknya. Maryam yang berada di sebrang sana tersenyum, tetapi matanya memicing menatap Alena.

"Kenapa kamu mengenaskan begitu? gak tidur?"

"Gak bisa tidur." Adunya. Seraya mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa?"

"Ada orang nyebelin mami! Masa ngomongnya aneh, waktu Lena tanya dia malah senyum. Apa-apaan, kalau senyum kan Lena juga bisa."

"Eh? Emang siapa?"

"Ada deh, kalau Lena cerita nanti mami heboh."

"Oma! Haru mau lihat tante Lena!" Suara Haru menginterupsi video call mereka, layar yang di tatap Alena bergoncang tak tentu arah karena sepertinya Maryam sedang kesusahan bersama Haru, terdengar jelas gerutuan Maryam yang mengatakan untuk pelan-pelan pada Haru.

"Tante Lenaaa!!" Pekik keponakannya. Lena tersenyum, "Haloo.. Haru."

"kata oma tante gak tidur?"

Mau tidak mau Alena mengangguk.

"Kata papa, kalau Haru gak tidur nanti Haru berubah jelek waktu bangun tidur. Kalau kata mama, kalau Haru gak tidur nanti Jino nya gak mau sama Haru."

Alena tertawa dengan kencang, sementara Maryam memperingati Haru untuk tidak membicarakan Jino terlalu keras, bisa repot kalau ayahnya mendengar.

"Haru mau sekolah ya?"

"Iya tante, Haru mau sekolah. Nanti Haru telpon tante pake Hp papa. Tab Haru yang di pake untuk nonton sama Haru di pipisin dede Hasya, kata mama rusak."

Alena tertawa dengan keras, kemudian obrolannya berlanjut bersama Maryam, membicarakan banyak hal yang membuatnya terus menerus tertawa dan sedikit melupakan senyuman ambigu dari Muda semalam.

******

Alena benar-benar seperti sebuah rancangan yang di kerjakan olehnya. Membuat Muda kesulitan menutup matanya karena menginginkan sebuah penyelesaian yang begitu cepat sehingga pikirannya bisa tenang karena tugasnya sudah selesai.

Ia tidak waras!

Sudah seolah-olah menantang Alena untuk merebutnya dari Astrid yang jelas-jelas tidak ada, malamnya malah mengatakan hal seperti itu pada Alena, berharap Alena mungkin akan tersenyum malu dengan cantik di hadapannya, tetapi yang ada gadis itu malah menatapnya penuh pertanyaan dengan wajah polosnya dan mulut terbukanya yang benar-benar menggemaskan!

Sama seperti pekerjaannya, sebuah hubungan juga membutuhkan konsep, analisa, dan design akhir.

Seharusnya Muda menjalankannya dengan sistematis, penuh perhitungan. Jangan asal berbicara seperti itu. ia jadi kesusahan sendiri kan. tetapi, tetap saja memang Muda merasa bahwa ia melakukan hal yang benar. Bahwa ucapannya semalam sudah benar-benar tepat.

Muda hanya tidak mau membuat Alena berpikiran bahwa ia menganggapnya sebagai adik. Adik? Adiknya yang luar biasa itu sudah cukup! Muda tidak membutuhkan adik lagi. karena satu-satunya yang dia butuhkan sekarang adalah seorang wanita! Yang tentu saja akan menjalin hubungan bersamanya.

Tetapi sepertinya Alena belum mengetahui bahwa Muda sudah berpisah dengan Astrid. Demikian pula dirinya yang belum mengetahui bagaimana perasaan Alena untuk adik iparnya. Tidak ada yang tahu, bisa saja Alena masih mencintai Mushkin kan?

Apa Muda harus menanyakannya?

Dan deringan di ponselnya membuat pikirannya teralihkan, Muda melihat Caller Id sang penelpon. Rupanya klien nya.

"Ya, pak Kenzo.. ?"

*******

"Ada beberapa pejabat yang akan menginap di hotel kita. Persiapkan semuanya, untuk bagian dapur, siapkan teh hangat dan antarkan langsung ke kamar mereka begitu mereka sampai. Oke, semuanya.. selamat bekerja!" Alena tersenyum, menyelesaikan brievingnya pagi ini bersama seluruh karyawannya kemudian mereka membubarkan diri untuk kembali pada posisinya masing-masing.

Riri sudah kembali berdiri di balik meja Resepsionis dan tersenyum ramah pada beberapa orang yang mulai berdatangan.

Tangan Alena memegang Tab berisi laporan-laporan yang di buat oleh karyawannya untuk ia pelajari hari ini.

Ya, rupanya pekerjaannya hari ini lebih banyak dari biasanya.

Alena memilih duduk di sofa panjang berwarna hitam yang membentang di sepanjang kaca yang berada di lobi hotelnya.

Setidaknya bekerja mungkin bisa membantunya mengusir seluruh pikiran mengenai Muda dalam benaknya.

Meskipun sebenarnya sepanjang membaca laporannya Alena tidak bisa berkonsentrasi sih. Ya, pekerjaannya memang sudah ia pelajari dengan sempurna, tetapi tetap saja isi kepalanya di penuhi oleh nama Iskandar Muda.

Arg! Dari sekian banyak nama pahlawan di Indonesia, kenapa Iskandar Muda yang selalu di ingatnya? Tidak bisa kah... Imam Bonjol? Atau mungkin... Pattimura?

"Sedang apa?"

Jemari tangan Alena yang tengah menari-nari di atas layar tab nya terhenti. Suara datar yang baru saja di dengarnya terekam dengan jelas oleh gendang telinganya. Tidak salah lagi. ini suara Muda.

Mengangkat kepalanya, Alena menahan napasnya begitu semua pasokan kata-kata yang di koleksinya dalam memori otaknya hilang seketika. Sekarang, ia malah menatap Muda seperti orang bodoh. Argg.. jangan terlihat bodoh! Jangan. percuma cantik kalau terlihat bodoh dan konyol begini, percuma.

"Oh, kamu sedang bekerja?" Rupanya Muda melirik ke arah layar besar yang berada di genggaman tangannya. Alena menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Kalau begitu selamat bekerja, saya juga mau bekerja."

Alena menganggukkan kepalanya lagi. Muda terkekeh, "Lain kali, jawab saya. Jangan ngangguk terus, kalau saya suruh kamu lompat dari lantai atas mau mengangguk juga?"

Lagi-lagi Alena menganggukkan kepalanya. Eh! Apa? tidak! Ia salah. Cepat-cepat Alena menggelengkan kepalanya, meralat perilakunya yang barusan.

Muda tertawa dengan geli, "Kamu kenapa lucu sekali pagi ini?" Muda mencondongkan wajahnya ke arah Alena, "Lanjutkan pekerjaan kamu. Semoga cepat selesai."

Muda menjauhkan kembali wajahnya, pria itu berdiri di hadapannya dengan satu gulungan kertas di tangan kirinya. tangan kanannya tiba-tiba saja terulur dan menyentuh kepala Alena kemudian mengacak-acaknya dan setelah itu langkah lebarnya berjalan menjauhi Alena dan seluruh benda tak terlihat yang membelenggu Alena terlepas begitu saja.

Nafasnya kembali lancar tetapi laju jantungnya benar-benar tidak karuan.

Alena meraih rambutnya, mengulang kejadian dimana Muda mengacak-acaknya disana.

Maksudnya sentuhan barusan, apalagi?

Setelah kata-kata penuh misterinya semalam, sekarang sentuhan penuh misteri?

Argg..

Alena benar-benar akan menjalankan rencana untuk menenggelamkan kepala Muda dan mempelajari isi kepalanya yang mengambang di lautan. Lihat saja nanti.

*****

Muda baru kembali pukul lima sore. Seharian ini ia menghabiskan waktunya untuk menyurvei tempat, menggabungkan dirinya dengan alam di sekitar tempat yang akan di bangunnya, dan berjalan-jalan mencari sebuah inspirasi yang mungkin akan memperlancar ide nya dalam pembuatan rancangan.

Di liriknya kursi hitam panjang yang di duduki Alena tadi pagi. Senyuman tipis tersungging di wajahnya, mengingat betapa lucunya Alena ketika di tanya olehnya tadi. Dasar, gadis itu tahu sekali bagaimana caranya membuat orang gemas padanya.

Tangannya terangkat, dan dalam diam Muda menatap telapak tangannya yang tadi mengusap kepala Alena.

Rasanya..

Rasanya seperti mendapatkan sesuatu yang..

Arg! Sudahlah, lupakan.

Tapi.. Ngomong-ngomong, dimana Alena? Muda tidak melihatnya di sekitar pantai, ia juga tidak melihatnya di lobi hotel ini. apa Alena di kamarnya? tetapi jam segini biasanya Alena berjalan-jalan di pantai.

Muda tertawa geli, sepertinya ia hafal sekali rutinitas Alena.

Berjalan menuju lift, Muda memutuskan untuk kembali ke kamarnya. tangannya membaca beberapa pesan yang masuk ke dalam ponselnya yang sebagian dari ibunya, ayahnya, dan juga dari adiknya.

Ketika pintu lift berdenting, Muda melangkahkan kakinya dan langkahnya berhenti ketika mendapati Alena di hadapannya, gadis itu sepertinya akan pergi ke suatu tempat.

"Eh, a Muda.." Sahutnya, kikuk. Muda mendengus menahan tawa, ia menyingkir dari jalannya yang bisa menghalangi orang-orang yang akan naik lift dan berdiri di samping lift, tepat di hadapan Alena.

"Mau kemana?" tanyanya.

"Lena mau liat sunset."

"Oh.."

Alena berdecak kesal dalam hatinya. OH? Dari semua jawaban yang ada, pria ini memilih OH? Dasar kulkas!!

"Kalau gitu Lena duluan a," Ucapnya berbasa-basi. Muda mengangguk, ia berjalan menjauhi lift sementara Alena kembali menunggu pintu lift untuk terbuka.

Wajah Muda terlihat lelah sekali, pasti pria itu kecapean dengan pekerjaan hari ini. badannya juga terlihat lesu sekali. alena jadi tidak tega melihatnya.

Ah, ya sudahlah. Suka-sukanya saja. yang bekerja kan dia, uangnya juga untuk dirinya sendiri, kenapa Alena harus repot sih?

Senyuman merekah di bibirnya ketika pintu Lift di hadapannya terbuka, Alena melangkah masuk pada lift yang kosong itu. tangannya menekan tombol angka satu, dan menunggu pintu nya tertutup.

Sedikit lagi, menuju pintu tertutup, tangan seseorang menahannya, membuat Alena memekik karena terkejut. Pintu lift kembali terbuka, dan menampakkan satu pria berwajah kelelahan yang tadi berbicara padanya.

"A Muda?" Ucap Alena.

Muda menggaruk tengkuknya, bingung harus berkata apa tetapi ia sudah terlanjur melakukan hal gila ini. maka dengan membulatkan tekadnya, Muda berkata, "Saya minta nomor kamu."

Seketika Alena mematung. Apa katanya? Nomor? Nomor apa?

"Nomor apa A? nomor kamar Lena kan Aa udah tahu."

Muda kembali menggaruk tengkuknya. Memang orang seperti dirinya kalau bicara harus jelas, terlebih pada Alena. Tentu saja nomor ponsel, masa iya Muda meminta nomor pakaian dalam?

Tidak merasa nyaman dengan situasinya, Muda masuk ke dalam lift, menahan pintu untuk tetap terbuka kemudian menyodorkan ponselnya pada Alena.

"Nomor handphone." Ucapnya. alena menelan ludahnya, dengan ragu ia meraih ponsel Muda dan mengetikkan nomornya tapi kemudian ia berhenti di tengah jalan.

"Lena gak hafal nomornya A." Kekehnya.

Gubraaaaak!! Luar biasa sekali!

"Ponsel kamu mana?"

"Gak di bawa, kata mami kalau mau ke pantai jangan bawa ponsel. Sebenernya sih Lena biasanya suka bawa, tapi hari ini baju Lena gak ada sakunya. Kalau di pegang pasti jatuh terus nanti."

Argg,, Muda menggeram dalam hatinya.

"Saya minta pada Icha saja."

Alena mengangguk.

"Kalau gitu Lena ke pantai dulu ya A, daaah."

"Ya."

"Oh iya, A Muda jangan lupa makan ya. kayaknya lesu banget."

Muda tersenyum, ia memundurkan langkahnya kembali keluar dari lift dan menatap Alena yang perlahan-lahan menghilang seiring menutupnya pintu lift di hadapannya.

Kalau harus meminta pada Icha, ya sama saja mengumpankan dirinya sendiri pada paus di lautan.

*****

Hingga sampai tengah malam, Muda masih terjaga di depan meja dengan kertas dan pensil miliknya. Lagi-lagi ia kembali begadang,

Muda menggoyangkan lehernya ke kanan dan ke kiri untuk merenggangkan otot-ototnya.

Tangannya meraih ponselnya, tersenyum kemudian mengirimi pesan pada Icha.

Lagi apa Cha?

Tak ada balasan dari adiknya. Mungkin Icha sudah tidur. Ya, jelas. Jam berapa memangnya sekarang?

Muda memilih untuk beranjak dari karpet, masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil air wudhu, persiapannya untuk tidur. Ini sudah menjadi kebiasaannya, berwudhu sebelum tidur.

Ketika kembali ke kamarnya, ponselnya berdering.

Icha lagi nyusuin Dylan, dia rewel. Abang begadang ya? bilangin mama loh!

Muda terkekeh, ia memutuskan untuk menelpon Icha, adiknya.

"Ih abang! Kenapa? Dylan lagi rewel, abang mau ikut rewel juga?" Ucap suara di sebrang sana, menggerutu kesal.

"Kenapa Dylan rewel?"

"Sebenernya bukan rewel juga sih, emang tiap malem dia suka kebangun begini. Tidur lagi jam dua atau jam tiga. Kata Sharen ini karena pola tidurnya Dylan belum bener, makannya begini."

"Oh.."

"abang kenapa belum tidur? Tahajud?"

"Nggak, abang ada kerjaan."

"Kalau Icha nggak salah nih bang, tiap hari juga abang ada kerjaan."

Muda terkekeh. Kemudian dia ingat tujuannya menghubungi Icha hari ini.

Berdehem, Muda mengatur suaranya kemudian berkata, "Abang mau minta nomor Alena. Dia suruh abang minta ke kamu karena dia gak hafal nomornya."

Hening sejenak.

Kemudian tanpa bisa Muda selamatkan dahulu telinganya, teriakan tiba-tiba adiknya sudah lebih dulu menyakiti gendang telinga nya yang malang, "DASAR ABANG NYEBELIN! ICHA KIRA NELPON KARENA KHAWATIR KARENA ICHA KEBANGUN GARA-GARA DYLAN! TAUNYA ADA MODUS TERSELUBUNG! MINTA AJA SANA SAMA LAUTAN DI BALI."

Kemudian sambungannya terputus. Muda menggaruk tengkuknya, dia salah ya?

******

Sudah dua hari!

Sudah dua hari Alena tidak melihat Muda berada di sekitarnya, sepertinya pria itu sibuk menyelesaikan pekerjaannya, entah di dalam kamarnya atau di suatu tempat, karena Alena juga dua hari ini memiliki banyak pekerjaan. Ada acara besar di hotel yang membuatnya tak bisa bersantai seperti biasanya.

Hari ini Alena memakai gaun one piece berwana putih dan topi merahnya yang setia melindunginya dari teriknya sinar matahari.

Alena duduk bersandar pada batu besar yang berada di belakang hotel, merenung, memikirkan apa-apa saja yang sudah terjadi padanya beberapa hari ini.

Muda..

Nama itu membisik lembut dan membuat hatinya menghangat. Alena menggelengkan kepalanya. Ia seharusnya menjaga jarak dengan Muda, pria itu masih berpacaran dengan Astrid kan? ah, ya.. bisa saja sekarang pria itu menjemput Astrid kesini, misalnya?

Alena tersenyum miris. Kasihan sekali hidupnya. sekali sendiri, ya tetap sendiri. sejak awal juga Alena memang tidak boleh berharap yang lebih pada setiap orang yang di temuinya.

Seharusnya prinsipnya tetap ia jalankan, lagi-lagi Alena malah terlalu terlena dengan situasi yang ada.

"Jadi, ngapain ya sekarang?" Gumamnya pada dirinya sendiri.

"Saya di beritahu kalau tempat paling indah di belakang hotel itu disini, ternyata benar."

Alena menolehkan kepalanya, sosok tinggi berwajah datar yang menantangnya menenggelamkan kepalanya ke laut ada di hadapannya. Alena mendengus, kesal melihat Muda yang malah menghampirinya disini.

"Ngapain a Muda disini?" Ucapnya jutek. Muda mengangkat bahunya, tidak mau menjawab.

Nah, kan! perasaan, pria ini barusan berbicara panjang lebar, kenapa sekarang malah diam?

"Kamu sedang apa?"

Alena mendengus, "Selonjoran A.. gak liat?"

"Oh.."

OH?! Lebih baik tidak usah di jawab saja, daripada hanya menjawab OH!

Suasana menjadi hening, Alena memalingkan wajahnya menatap hamparan bunga di hadapannya sementara Muda tetap berdiri tak jauh darinya.

Situasi akan tetap membeku seperti ini, kalau Alena tidak memulai pembicaraan, Muda tidak akan mengajaknya berbicara. Percuma.

Alena bangkit dari batu yang sejak tadi menjadi sandarannya, ia menatap Muda dan tersenyum tipis, sebenarnya malas untuk tersenyum tapi Alena harus menghormati Muda kan?

"Lena mau ke pantai. Duluan ya, A." Ucapnya. muda menganggukkan kepalanya.

Kemudian Alena pergi melewatinya begitu saja, Muda sempat berbalik untuk melihat Alena yang berjalan menjauhinya dan ketika matanya menangkap sesuatu yang berada di rok Alena, Matanya terbelalak. Sebelum Alena melangkah kembali ke dalam hotel, Muda mengejar langkahnya seraya melepas kemeja yang di pakainya(ia memakai kaos berwarna putih, jadi ia lebih leluasa melepas kemejanya), dan ketika Alena berada tepat di depannya, Muda menutupkan kemeja yang di pakainya kemudian melingkarkan tangannya di pinggang Alena untuk mengikatkan lengan kemejanya di perut Alena.

Tubuh Alena mematung, punggungnya menempel tepat di dada Muda sementara matanya mengerjap karena tangan Muda yang saat ini ada di perutnya.

Alena menundukkan kepalanya, menatap tangan kokoh yang tengah bergerak mengikatkan lengan kemejanya. Jantungnya berdetak dengan kencang, kemudian darahnya berdesir hebat ketika merasakan Muda bergerak mendekat pada telinganya.

"Sebelum ke pantai, ganti baju kamu." Bisiknya.

Kemudian pria itu berlalu di hadapannya sementara Alena yang baru menyadari situasi yang menimpanya, memutar kepalanya, mengangkat kemeja Muda yang menutupinya dan menatap miris pada noda darah yang ada di belakang rok nya.

Matilah dia!

Ya Tuhan, malu sekali rasanya. Aarggg.. kenapa harus Muda yang melihatnyaaa??!!!

*****

Muda menggaruk tengkuknya, kebingungan dengan apa yang di lakukannya barusan. Alena tersinggung tidak, ya? karena jujur saja, sebagai seorang pria yang mendapati wanita dalam situasi seperti itu akan membuatnya benar-benar serba salah. Memberitahu, takut wanita tersebut tersinggung, sementara kalau diam saja, tentu ia membiarkan wanita itu malu ketika orang lain lebih banyak yang melihatnya seperti itu.

Meraih ponselnya, Muda memutuskan untuk menelpon adiknya.

"Abang, Icha lagi ngurusin Dylan. Dia pup nih, mana Icha kan belum bisa gerak bebas, perutnya masih sakit. Kenapa sih?"

"Maaf Cha, abang Cuma mau tanya sesuatu."

"Apa? cepetan! Kalau lama, Icha olesin juga nih pup nya si Dylan ke muka abang."

"Kalau di depan kita ada wanita yang.. yah, tembus, begitu. itu gimana ya?"

"Gimana apanya?"

"Maksudnya kasih taunya."

"Yah, kasih tahu aja 'Mbak, maaf itu tembus;. Beres abang."

"Tapi, abang langsung tutupin pake kemeja abang dan bilang dia untuk ganti baju, gak apa-apa?"

"Tunggu dulu.. itu, Alena kan?"

"Iya, dia tadi tem―"

"CIEEEE ABANG MELINDUNGI ALENA DARI DARAH YANG MENEMBUS DI BAJUNYA! CIEEE ABANG MELINDUNGI TATAPAN PRIA NAKAL YANG PASTI LIAT PANTAT ALENA, CIEEE ABANG KOK SO SWEET SIH."

Muda mendesis menahan kesal, sambungan telponnya langsung ia matikan. Selalu saja begini, bertanya pada Icha tak pernah bisa memberikan jawaban yang puas untuknya. Arg! Dasar kurang waras memang adiknya itu.

*****

Alena memastikan penampilannya di depan cermin, aman. Sudah lebih baik, dan dia jamin bahwa keadaannya yang seperti tadi tidak akan terulang lagi. dia sudah aman. Ya.

Sekarang waktunya untuk berpesta bersama teman-temannya, dan juga waktunya untuk berterimakasih pada Muda.

Alena berjalan keluar kamar dan mengetuk pintu kamar Muda.

"A Mudaaa.." Panggilnya.

Pintunya langsung terbuka, sosok tinggi di hadapannya menatapnya tanpa ekspresi, "Kenapa?"

"Jalan-jalan yu! Sekarang kan malam minggu A, di pantai selalu rame loh!"

Muda menggeleng, "Saya gak suka keramaian."

"Ih, asik tau A. udah ayo, ikut aja. kita jalan-jalan aja di pantai, yah?"

Muda menggeleng lagi, "Saya masih punya kerjaan."

HAHAHA.. Alena menertawakan dirinya sendiri. kasihan, deh.. di tolak. Dua kali pula.

Ia mendengus kesal, menatap Muda dengan tajam dan berkata, "Emang A Muda aja yang punya kerjaan? Lena juga punya kali, emang Arsitek yang sibuk gambar Aa aja? Lena juga sibuk gambar. Lagian emangnya gak malu, Aa nolak niat baik seorang wanita yang mencoba untuk menghibur Aa, heran.. padahal di luar sana banyak yang mau Lena ajak ke pantai, malahan si Agus godain Lena terus. Eh, Lena ajak Aa malah gak mau, apa jangan-jangan Lena kualat sama si Ag―"

"Saya ambil ponsel saya dulu." Muda menyela ucapannya, membuka pintunya lebar-lebar dan masuk ke dalam kamarnya sementara Alena menahan senyumnya seraya menyalakan banyak kembang api dalam hatinya. yuhuu! Berhasil!

*****

"A, makasih ya.. tadi udah pinjemin Lena kemejanya." Alena tersenyum seraya memiringkan kepalanya menatap Muda yang berjalan di sampingnya.

"Maaf, saya takut kamu tersinggung."

"Oh, gak apa-apa kok A.. Lena biasa aja."

Muda mengangguk-anggukkan kepalanya, sementara Alena menatap ponselnya yang baru saja berbunyi karena pesan dari Icha. Wanita itu mengirimkan foto Dylan yang tengah tersenyum ke arah kamera. Tanpa sengaja Alena meloncat karena senang, membuat Muda menatapnya seraya mengernyit.

"Kenapa?"

"Ini A, lihat! Dylan lucu bangeeet.." Alena mendekat, menyodorkan ponselnya pada Muda dan memperlihatkan foto yang sedang di pandanginya.

"Iya , dia lucu."

Alena mengangguk-anggukkan kepalanya. matanya sibuk menatap foto-foto lain yang di kirimkan Icha padanya. Sementara Muda teringat akan sesuatu yang ingin di tanyakannya.

"Sejak kapan kamu berteman sama Icha?"

Oh? Alena menolehkan kepalanya, menatap Muda kemudian berpikir dan mencoba menghitung-hitung, "Kapan ya.. pokonya sejak Icha hamil aja, Lena gak tahu persis kapan-kapannya."

"Bukannya kamu mantan adik ipar saya?"

Alena mengangguk yakin.

Tunggu dulu.. apa Muda berpikir bahwa Alena mendekati Icha karena ada maksud tersembunyi?

Alena berhenti berjalan dan menatap Muda dengan tatapan tersinggungnya, "Yang mau aa tanyain apa?" serangnya. Muda menangkap nada tidak suka dari ucapan Alena. Sepertinya ia salah bicara.

"Saya heran saja, kamu bisa berteman dengan adik saya padahal―"

"Padahal Lena mantan Al? gitu? Emang kenapa? Hanya karena Lena mantan Al, Aa takut kalau Lena mau hancurin hubungan mereka?"

Muda terdiam, karena ia merasa bahwa pikirannya berpikir seperti itu.

Sementara Alena benar-benar merasa rendah sekali, ditanya seperti itu. memang, dulu memang ia merayu Mushkin agar berpisah dari Icha, tetapi itu sebelum Alena sadar bahwa Icha adalah orang yang tepat untuk Mushkin. sekarang, Alena sudah menerima semuanya, dan ia juga sudah menyadari betul bagaimana perasaannya.

Alena masih menatap Muda dengan tatapan yang sama, "A.. Lena lagi masa sensitif, dan Aa sama sekali gak bisa pilih situasi untuk bertanya pada Lena. Memang sih, Lena bukan Astrid.. pacar Aa yang sampe Aa tarik keluar untuk menghentikan dia berbicara hanya karena takut image Astrid jelek di mata teman-temannya. Tapi setidaknya, Aa gak usah berpikir seperti itu. memangnya Lena setidak tahu diri itu, Al sama Icha udah bahagia, dan mereka udah punya Dylan, Lena juga sayang sama Dylan. Jadi untuk apa Lena hancurin hubungan mereka."

Muda terdiam, rahangnya mengeras sementara tangannya mengepal dengan kuat. Bukan itu, sesungguhnya bukan hal itu yang ingin di tanyakannya. Arg, ia terlalu banyak basa-basi!

Muda menatap Alena penuh penyesalan, "Maaf." Ucapnya.

"It's okay, memang image Lena udah jelek sih ya. yah, semua orang juga pasti mandangnya jelek."

Mati-matian Alena mencoba tersenyum, padahal dalam hati ia tidak terima dirinya sendiri mengatai hidupnya seperti ini.

"Pantes aja, kemarin Aa bilang mau buktiin apa Lena bisa hancurin hubungan kalian.. ternyata.. Aa memang mau buktiin, sejalang apa Lena ini."

Mata Muda terbelalak. Tidak. Bukan begitu, sama sekali bukan hal itu yang di maksud olehnya.

"Yah, seharusnya Lena gak maksa Aa keluar hari ini. jadi malah gini kan, aduh.. kok sedih ya, a? ya udah deh, Aa balik kamar lagi aja. lena mau pergi sendiri. bye."

Gadis itu berbalik dengan lemas, dan berjalan dengan lunglai untuk menjauhinya sementara Muda tengah merutuki mulutnya habis-habisan.

Ia mengejar Alena, kembali berjalan di sampingnya tetapi Alena mempercepat langkahnya karena tak mau berjalan bersamanya.

Secepat Alena menambah kecepatan langkahnya, secepat itu pula Muda mengejarnya dan menyamakan langkahnya.

Alena mendengus berkali-kali. Kakinya sudah tidak stabil karena berjalan terlalu cepat tetapi Muda terus menerus menyamai langkahnya tanpa berbicara apapun.

Dengan kesal, Alena menghentikan langkahnya dan menatap Muda dengan nyalang. "Apa?! Aa mau ngomong apa? gak usah ngikutin Lena begini." Protesnya.

Pria itu menggaruk kepalanya, "Saya mau minta maaf."

Minta maaf? Dengan suara datar dan wajah tanpa ekspresi begitu? muda sudah gila?

"Minta maaf bukan begitu caranya, lagipula A Muda gak salah kok."

"Saya merasa salah, makannya saya minta maaf."

Alena mendengus, sadar juga pria ini?

"Maaf, saya tidak bermaksud membuat kamu tersinggung, saya cuman bingung, harus bertanya bagaimana sama kamu."

"Oh.."

Alena bersorak dalam hati, merasa puas karena bisa menjawab kata 'Oh' untuk ucapan Muda. Wah, ternyata menyenangkan juga ya mengucapkannya.

"Ehm. Memangnya A Muda mau tanya apa?"

"Soal kamu dan adik ipar saya."

"Al?"

"Ya."

"Oh, tanya apa?"

"Perasaan kamu."

"Perasaan Lena? Emang perasaan Lena kenapa?"

Muda menjerit dan meronta dalam hatinya, gemas pada dirinya sendiri karena sulit sekali mengeluarkan serentetan kata-katanya dalam satu kalimat panjang dan malah mengucapkannya dengan putus-putus sementara wanita di hadapannya pasti kebingungan mendengarnya.

"Maksud saya, kamu kan mantan dia."

"Ya memang, gak ada yang bilang Lena mantan Aa."

Aaaargggggg..

"Ya, saya mau bertanya."

"Ya, soal apa? kalau bikin wanita kesel, Aa jagonya ya? bilang aja langsung A.. kan Lena bingung kalau Aa bilangnya kepotong begini."

"Maaf, saya juga bingung."

"Nah, kan. kenapa sih! Aa bingung waktu Lena lagi sensitif banget! A, tau nggak? Wanita PMS itu paling berbahaya, gak boleh di ganggu dan di permainkan, sakit rasanya."

Alena menyodorkan ponselnya ke hadapan Muda, "Tulis nomor Aa disini." Ucapnya. muda menurut dan mengetikan nomornya kemudian mengembalikan ponselnya pada Alena.

"Udah Lena Misscall! Aa liat aja, itu nomor Lena. Kalau Aa udah gak bingung, sms Lena aja. dan tolong jangan ganggu Lena, karena Lena gak mau ngamuk-ngamuk sama Aa. Bye."

Memalingkan wajahnya, Alena menghentakkan kakinya dan berjalan dengan penuh kekesalan menuju salah satu Café yang berada di hadapannya.

Muda menggaruk tengkuknya, menatap ponselnya kemudian alih-alih menyimpan nomor Alena, ia kembali menghubungi adiknya.

"Cha.."

"Abang.. kenapa? Icha lagi nyusuin Dylan nih!"

"Sorry Cha, abang mau tanya.."

"Perasaan abang tanya mulu ih bang, kesel deh."

"Ya, maaf, tapi ini darurat. Kalau cewek PMS, memangnya sensitif ya?"

"CIEEEE SI ABANG! JANGAN BILANG ABANG SALAH NGOMONG SAMA ALENA TERUS DIA NGAMBEK? IH ABANG PACARAN MULU! ICHA KASIH TAU PAK ISKANDAR LOH NANTI! CIEEEE YANG UDAH TUA LAGI KEBINGUNGAN MA―"

Lagi-lagi, Muda menutup sambungan telponnya secara sepihak.

******

"Hy! Sweetie.. kau kenapa?"

Alena menoleh pada pria bermata hijau yang menyapanya dengan senyuman lebarnya.

"Aku sedang dalam masa peredaman emosi. Jimmie, kalau kau mau menggangguku, bukan sekarang waktunya." Desisnya. Pria bernama Jimmie tersenyum simpul, "Well.. kau sedang memelihara singa dalam dirimu?"

Alena melotot, dan Jimmie langsung mengangkat kedua tangannya, "Okay, aku tahu kau sedang tidak baik. Semoga bisa menikmati, sebentar lagi pesta di mulai. Kau selalu suka salsa kan?" Ucapnya seraya berlalu pergi.

Alena menenggelamkan kepalanya di atas meja yang berada di hadapannya. Ya, seharusnya malam ini menyenangkan, ia akan menari disini bersama teman-temannya dan pulang dalam keadaan bahagia luar biasa. Tetapi pertanyaan Muda yang tiba-tiba malah menghancurkan mood baiknya dan membuatnya uring-uringan seperti ini.

Alena tidak terima, kalau Muda menganggapnya seperti wanita jalang yang menghancurkan hubungan lain, karena pada kenyataannya pun tidak seperti itu.

Ihhs, lelaki dan logikanya.. Alena benar-benar tidak mengerti.

"Saya cuman mau tanya, apa kamu masih mencintai adik ipar saya? Karena beberapa orang mengatakan bahwa kamu itu pacar abadi adik ipar saya."

Suara itu tiba-tiba bergema di telinganya. Alena mengangkat kepalanya dan mendapati Muda yang saat ini sedang duduk seraya menatapnya tepat di sampingnya. Pria ini mengikutinya kesini?

"Bukannya Aa gak suka keramaian? Ngapain kesini?"

"Saya butuh jawaban kamu, makannya saya kesini."

Alena menegakkan tubuhnya, ia mengerucutkan bibirnya, "Itu masa lalu A.. Lagipula perasaan Lena sama Al mungkin perasaan bergantung aja, karena Al kan satu-satunya yang deket sama Lena, terlepas dari fakta bahwa dia mantan Lena."

Muda merasakan perasaan yang aneh saat mendengarnya, ia tidak terima ketika Alena mengatakan bahwa Mushkin lah satu-satunya pria yang dekat dengannya. Mushkin sudah bersama Icha, dan Alena tidak boleh mengingatnya, tidak. Alena juga tidak boleh mengandalkan Mushkin dalam segala hal, Muda tidak suka itu.

"Jadi, kamu tidak sedang dekat dengan pria lain?"

Alena mengerutkan keningnya, "Nggak, tapi Lena lagi de―"

"Alenaaaa!! Kemari! Saatnya kau berpesta!"

Seorang wanita berambut pirang yang hanya memakai bra dan hot pants melambaikan tangannya kepada Alena, sementara musik yang keras mulai terdengar di seluruh penjuru Café. Senyuman merekah di bibir Alena, mendengar musik tersebut membuat mood nya kembali naik dan senyumnya kembali merekah.

Alena menatap Muda, "A.. diem disini ya, Lena tinggal dulu."

"Mau kemana?"

"Mau Salsa.. Malam minggu di Café ini selalu ada Salsa. Sebentar ya."

Alena membalikkan tubuhnya, tetapi lengan Muda menahannya.

"Saya juga bisa Salsa, kamu sama saya saja."

"Tapi, disana rame. A Muda katanya gak suka keramaian."

"Tidak apa-apa. sekali saja." 

sekali saja, daripada Alena menari dengan pria lain! anggap saja mereka berdua dan tidak ada orang lain diantara mereka. 

*****

Salsa adalah sebuah tarian yang sensual dan enerjik! Catat satu kata pertama. Sensual.

Alena menelan ludahnya, "Yakin, A Muda bisa salsa?" Ucapnya. mereka berjalan menuju kerumunan orang dan mulai bergabung bersama beberapa orang yang mulai menari disana.

Tangan kiri Muda memegang tangan kanan Alena ketika gadis itu memundurkan langkahnya seraya bergerak secara perlahan.

"Saya terpaksa, bisa salsa. Dulu ada pelatih salsa yang meminta saya untuk merancang studio salsa, mau tidak mau saya harus mempelajarinya."

Tangannya menarik tangan Alena, membuat gadis itu merapat padanya, kening mereka saling bersentuhan.

"Emangnya ngaruh ya, A?"

"Pengaruhnya sedikit, tapi cukup berarti."

Muda bergerak maju, sementara Alena bergerak mundur seraya menggoyangkan pinggulnya.

"Aku gak nyangka, pria se kaku A Muda bisa goyang begini."

Muda tertawa dalam gerakannya, "Setelah ini jangan beritahu Icha. Saya bisa di bully."

Alena tertawa, "Oh, jadi rahasia ya?"

Muda mengangguk, kemudian meraih tubuh Alena dan membawanya untuk menari bersama. Alena berputar-putar ketika tangannya di angkat ke atas oleh Muda. Gadis itu tersenyum, kemudian sampailah dimana Muda menariknya, membenturkan tubuhnya pada dada bidangnya, memeluk pinggangnya erat dan menurunkan tubuhnya perlahan.

Jantung Alena berdebar tak karuan sementara posisi mereka kembali berhadapan dengan kening yang saling menempel dan mata yang saling menatap satu sama lain.

Alena kembali menjauh, kedua tangannya masih di genggam dengan erat oleh Muda. Ini dia, saatnya. Alena bergerak maju, menyilangkan kakinya dengan cepat dan melakukan gerakan split dari kaki kirinya ke dalam jarak yang ada di kedua kaki Muda.

Mereka kembali tertawa, Alena meloncat, hingga Muda meraih tubuhnya dan melemparkannya ke bagian belakang tubuhnya. Gerakan cepat yang menakjubkan untuk keduanya.

Semua orang bertepuk tangan, musik berhenti, dan Alena tertawa dengan peluh yang membasahi keningnya, tetapi tiba-tiba saja lengan Muda yang berada jauh dari tubuhnya, meraih pinggangnya dan menarik tubuh Alena sehingga tubuhnya kembali berbenturan dengan dada bidang Muda.

Seharusnya.. seharusnya Muda dan Alena kembali ke tempat mereka semula. Seharusnya Muda dan Alena melanjutkan kembali pembicaraan mereka. ya, seharusnya. Tetapi kenyataannya, Muda malah memeluk Alena dengan tangan kirinya, menipiskan jarak di antara tubuh mereka dan menatap Alena dalam-dalam.

Jantung Alena berdegup dengan kencang, peluh yang berkumpul di keningnya entah kenapa terasa membeku, nafasnya tersengal-sengal karena tarian mereka.

Alena tertawa, mencoba menutupi dirinya yang gugup luar biasa.

"Aku bener-bener gak nyangka, hahaha. Kok A Muda bisa goyang begitu, waaah.. hebaaat.. kereeen.. malahan A Muda partner terbaik aku dalam salsa, semua temen-temen aku gak bisa muter-muter badan aku kayak Aa."

Rasanya, Alena tidak mau berhenti berbicara karena sat ia berhenti, ia ketakutan dengan suara jantungnya sendiri. ia ketakutan dengan pengendalian dirinya yang berlari entah kemana.

Tidak ada ekspresi apa-apa dari wajah tampan Muda selain mulutnya yang sedikit terbuka karena nafasnya yang tersengal.

Pria itu menatap tepat kedalaman mata Alena. Tangannya masih memeluk pinggang Alena sementara tangan kanannya tiba-tiba saja meraih rambut Alena dan merapikannya, membuat tubuh Alena menegang karena sentuhan luar biasa tiba-tiba dari Muda padanya.

Satu senyuman tersungging di bibir Muda, sekarang Alena bahkan yakin bahwa ia tidak bisa berdiri dengan tegak di atas kakinya sendiri.

Tangan Muda yang merapikan rambutnya bergerak untuk mengusap kepalanya dengan lembut.

"Saya senang, kalau kamu menganggap adik ipar saya sebagai masa lalu. Karena saya juga menganggap Astrid sebagai masa lalu."

Alena mengerutkan keningnya.

"Maaf, tidak memberitahu kamu dari awal. Tapi, saya sudah berpisah dengan Astrid. Dan saya pergi kesini, sebagai pria lajang. Bukan pria yang memiliki kekasih."

Alena mendadak kehilangan seluruh panca indra nya. Muda benar-benar membuat Alena merasa seperti orang yang bisu dan tuli.

Dengan posisi mereka yang seperti ini, dan suara lirih Muda yang seperti itu, memangnya apalagi yang bisa di lakukan oleh Alena selain diam mematung dan menunggu Muda melepaskannya atau melanjutkan tindakannya atau.. entahlah, Alena tidak bisa berpikir sama sekali.

Ia benar-benar sudah jatuh dalam pesona Muda! Sungguh, mematikan sekali rupanya. Pesona seorang Iskandar Muda.



TBC

Nah, ini kalau lama gak lanjutin jadinya panjang gak jelas heuheu 

ini 23 halaman dersss

Maafkan atas kegalauan akuh yang ternyata berasal dari si tamu hahahaha

Sekarang udah mood lagi, dan udah baca komentar kalian pasti langsung bikin lagi.

Jadi, ayo coba keluarkan komentar kalian! Tapi jangan sekedar next atau lanjut karena kalau begitu mah aku juga bisa bhahahahaha

KENAPA SALSA?

SALSA itu romantis loh, bukan masalah goyangan pinggulnya tapi keintiman gerakannya /apaaa

Daripada si Muda di ajak goyang dangdut nyanyi perawan atau janda sambi nyawer kan? hahahahaha

JUDULNYA DARI LIRIK LAGU.. HAYOH TEBAK LAGU SIAPA! YANG BISA NEBAK AKU KASIH...... kecupan dari jauh hahahaha

Kalau udah bisa ketebak liriknya, judul part depan juga pasti ketebak. Soalnya tepat setelah kata-kata ini.

Sip, sampai disini dulu. Semoga menjawab rindu kalian semua.

kalau ada yang salah, ya kasih tau yaa.. tapi jangan sengaja cari yang salahnya juga ya. wkwk 

typo atau apapun lah, berkali-kali edit pun kadang ada aja yang ketinggalan wkwkwk 

Aku gak tahu kapan part selanjutnya karena aku sekarang sedang menerapkan pola hidup sehat untuk gak begadang ngetik ini.. jadi tunggu aja kapan selanjutnya.

Kalau ada yang mau kasih inspirasi, boleh silakan.. 

Yu ah, aku sayang kalian :*

Continue Reading

You'll Also Like

136K 10.6K 34
Dear, you... Kenapa aku tak bisa berhenti memikirkanmu? Kenapa aku selalu mengkhawatirkanmu? Kenapa aku merasa sakit jika melihatmu terluka? Kenapa j...
1M 106K 43
Serendipity Usiaku 30 tahun, high quality jomblo, lalu tiba-tiba diminta pertanggungjawaban seorang Duren alias Duda keren? Aku kudu eotteoke miskah...
564K 39.8K 39
Sepuluh tahun sejak ditinggal oleh cintanya, Nico Hartawan pun berhasil menjadi seorang bedah saraf yang dikenal sebagai 'Tangan Tuhan' karena kepand...
2.4M 23.5K 27
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...