Mate Moron

Oleh tychilaude

231K 24.4K 4.5K

[✔ | harry styles fanfiction] ❝When Harry Styles living with an asshole wife.❞ Perempuan yang saat ini... Lebih Banyak

[01]
[02]
[03]
[04]
[05]
[06]
[07]
[08]
[09]
[10]
[11]
[12]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
[23]
[24]
[25]
[26]
[27]
[28]
[29]
[30]
[31]
[32]
[33]
[34]
[35]
[36]
[37]
[38]
[39]
[40]
[41]
[42]
[43]
[44]
[45]
[46]
[a/n]
[a/n]

[13]

5.4K 597 33
Oleh tychilaude

Haizley's POV

"Haizley..." ini masih pagi. Tanpa aku membuka mataku, aku sudah tahu kalau ini masih pagi. Aku merasakan seseorang sedang mengguncang tempat tidur. "Ayo bangun."

Aku memicingkan mataku untuk melihatnya. Astaga manusia ini. Dia sedang duduk di sampingku sambil terus mengguncang tempat tidur. Dia sedang  memakai sport shorts tanpa atasan. "Ayo olahraga denganku."

"Kau saja. Aku masih lelah dan mengantuk."

"Ayolah." Harry menarik tanganku. Aku terpaksa bangun karenanya. Ia mencium pipiku berkali kali. "Mum ada di luar."

"Kau serius?" tanyaku. Ia hanya mengangguk sambil menunjukkan senyumnya. Baiklah, mertuaku ada di luar jadi aku sebagai menantu harus menyambutnya. Aku bergeser dari tempat tidur lalu berjalan ke closet untuk mengganti night robe yang masih kupakai.

Aku hanya memakai legging pants dan hoodie milik Harry lalu keluar dari kamar. "Selamat pagi Haizley."

"Hey," sapaku balik. Dia sedang duduk di ruang tengah tentu saja bersama Harry. "Mum sudah sarapan?"

"Sudah. Aku sudah membuatkan sarapan untukmu." aku melihat meja di depanku terdapat susu dan juga bagel gandum. Aku  merasa semakin tidak enak. "Ayo makan Haizley."

"Thank you," ujarku sembari tersenyum padanya. Ia mencium pipiku dan mengambil sarapan buatannya untukku. Pantas saja anaknya selalu memperlakukanku dengan sangat manis, ternyata Harry tak jauh berbeda dengan ibunya.

Harry sedang bersandar di pundak ibunya sambil menikmati sarapannya. Kupikir dia ingin olahraga tadi, mungkin dia sudah selesai. "Perutmu bersaing dengan perut istrimu sekarang."

"Mummy no. . ."

"Aku ingin ke dokter nanti. Mom mau ikut?"

"Maaf Haizley, Mum ada janji dengan teman Mum siang ini. Kau tidak apa-apa 'kan berdua dengan Harry."

Aku tersenyum sambil mengusap tangannya. "Tidak apa-apa Mom. Terima kasih sudah mengunjungi kami."

"Aku menemani Gemma di LA. Kebetulan kalian juga ada disini."

"Haizley, ayo mandi. Kita harus ke dokter." benar-benar manusia ini. Apakah dia sengaja atau pura-pura lupa kalau disini ada ibunya.

"Kau mandi saja sendiri, kenapa kau mengajak istrimu."

"Aku mau mandi berdua dengan istriku, Mum."

"Harry!" aku melemparinya dengan bantal dan dia hanya menyengir pada ibunya.


+


"Kenapa kau diam?" tanya Harry dengan melirik ke arahku.

"Lebih baik kau fokus menyetir mobilnya, aku tidak ingin menjadi saksi saat kau di penjara karena kasus tabrak lari," jawabku acuh.

"Jadi, kita ke dokter hari ini. Seperti pasangan normal," ucapku dan entah untuk alasan apa Si bodoh ini menggelakkan tawanya seperti seorang Joker. Bahkan seorang joker terlalu tampan untuk mirip kecoak terbalik macam Harry.

"Memangnya kurang normal apa hubungan kita, huh?" memangnya ada pasangan normal yang setiap Harry saling menjelek-jelekkan satu sama lain? Seorang suami yang memanggil istrinya dengan sebutan paman. Yang benar saja.

"Ya, sayang. Hubungan kita sangatlah harmonis," ucapku dengan menunjukkan senyum terbaik seperti model iklan pasta gigi. "Sedikit informasi, aku benci dengan dokter itu."

"Why. Siapa dia?" tanya Harry.

"Dia Conditioner. Ops, maksudku Directioner. Kau harus tahu, setiap aku kesana aku adalah pasien yang paling lama diperiksa oleh dokter kandungan, aku ralat. Maksudku gadungan. Setelah aku diperiksa, dia akan melemparkan 1000 lebih pertanyaan tentang kau. Dan parahnya lagi, dia punya obsesi gila untuk tidur denganmu. Gila bukan?" aku menghela nafasku setelah menceritakan tentang dokter sialan itu.

"Dia tidak gila. Dia dokter. Itu normal. C'mon Haiz, semua gadis juga punya obsesi untuk tidur denganku. Mungkin kau ada kelainan."

"Setidaknya aku punya kelainan yang baik untukku. Aku tidak terobsesi untuk tidur dengan pria yang bukan milikku," ucapku membela diri. Aku tidak membela diri, tapi yang ku-ucapkan memang benar.

"Bagus, aku catat itu dipikiranku. Quotes of the day."

Aku menghela napas melihat gedung yang ada di depanku. "Satu lagi. Kau tidak perlu ikut."

"Apa. Kenapa aku tidak boleh ikut?" tanya nya setelah mobilnya berhenti dan aku bersiap untuk turun.

"Satu, kau terkenal. Dua, aku ingin cepat. Dan ketiga, lihat sekarang. Kau seperti orang gila, Harry!" pekikku. Benar-benar manusia ini, Harry memakai dua kacamata satu ada di atas kepalanya yang satunya lagi ia gantungkan pada depan dadanya. Apa gunanya dua kacamata itu.

Harry memegang kacamata yang ada di depan dada dan di atas kepalanya. "Oh ini? You know girl, I'm Harry Styles and I never got out a style..." ucapnya dengan menyanyikan sepenggal lirik lagu mantan kekasihnya.

"Jangan ikut."

"Kalau aku mau, memangnya kenapa? Aku juga punya hak ye..." Harry mendorong bahuku. "Kau takut kan aku akan dicium dokter itu." aku langsung memutar telinga Harry. "Shhtt... sakit, Ma. Sakit. A-ampun!"

"Kau jadi orang gila disana, aku bersumpah telingamu tidak ada di kepalamu lagi."

+

Aku baru membuka pintu dan melihat Zara sedang duduk di meja nya sambil tersenyum padaku."Hey Haiz, senang bertemu denganmu." aku hanya tersenyum kecut sebagai balasannya. "Kemana ibumu? Kenapa bukan Chesty yang mengantarmu kesini?"

Aku masih berdiri kemudian menarik napas dalam-dalam lalu meraih gagang pintu. Aku menatap Harry yang terlihat bingung melihat aku masih menghalangi pintu, aku lalu kembali menatap Zara sembari mendorong tanganku. "Don't screaming. Oke? Don't screaming, just calm down. Don't screaming," ujarku berkali-kali pada Zara sebelum menyuruh Harry masuk. Zara hanya mengangguk dan bingung menatapku. "Aku datang bersama," aku melihat Harry di balik pintu lalu membukakan pintu lebar-lebar untuknya. "Harry."

Tiba-tiba saja Zara seperti monyet melihat pisang, bahkan seandainya dia mampu dia akan melompati meja kerjanya. "ARGH! ARE YOU KIDDING ME! ARGH! KAU MENDATANGKAN HARRY STYLES UNTUK AKU!" aku mengatur nafasku. Aku rasa semua pasien dokter gila ini kabur di luar karena lengkingan suaranya. "Argh! Harry!"

"Stop yelling, moron!" sentakkku. Aku mendorong tanganku ke depan dan berlari ke arah Harry seperti seorang bodyguard.

"Harry! I'm your biggest fan!" pekik Zara sekali lagi. Benar-benar dokter ini, bayiku bisa lahir sekarang juga karena jeritannya itu. "Give me a kisses Harry!"

"No!" aku merentangkan kedua tanganku menghalangi Zara yang berusaha mendekati Harry, sementara kedua kakiku kutekuk dengan gaya kuda-kuda. "Don't touch my girl!" pekikku. "I mean, my husband!"

"Permisi, ada masalah?" aku menoleh ke sumber suara dan mendapati seseorang yang berdiri di samping meja Zara sedang menatap kami dengan tatapan susah ditebak. Kurasa dia baru tahu kalau Zara adalah dokter gila yang pura-pura waras.

Zara memperbaiki jas putihnya lalu mengangkat dagunya. "Ehkem, tidak apa-apa. Sekarang kau duduk di sana," ujar dokter ini. Kenapa tanganku dingin, ya? Bagaimana kalau penggemar Harry ini memberikan aku suntik mati. Aku menarik kursi kemudian duduk berhadapan dengan dokter yang sedang menatap Harry ini. "H-hey Harry." suaranya terdengar gugup.

"Dia hanya Harry Styles. Seriously girl, Harry. Aku bahkan ingin mencekiknya sekarang juga."

"No! Aku akan ikut mencekikmu! Kalau---"

"Ekhem!" dan pria yanh berdiri di samping dokter ini berdehem. Aku harap dia mempunyai perasaan yang sama denganku, yaitu ingin mencekik penggemar Harry ini.

"Maaf, aku hanya terbawa suasana. Tapi serius, kau jangan cekik manusia tampan ini," tuturnya lagi. "I love you Harry."

"Harry, lav you too," ucapku dengan berusaha mengikuti accent british Harry yang kental.

Harry's POV

"Bisakah khusus hari ini aku melayani Harry saja," kata dokter yang berada di hadapan kami ini dengan senyuman mengerikan menurutku.

"Excuse me bitch! Aku pasienmu bukan Harry. Memangnya Harry mengandung berapa bulan?" tanya Haizley. Argh! Senangnya diperebutkan. Okay, stay cool.

"Kau tidak boleh begitu sayang," ujarku dengan memaksa Haizley sandar pada pundakku.

"I want to kill you," bisik perempuan sinting ini.

"Aku penggemarmu lho," ucap dokter ini dengan menunjuk-nunjuk dirinya sendiri.

"Thank you. Siapa namamu, cinta?" tanyaku sambil menjabat mengulurkan tanganku tapi Haizley kembali menarik tanganku dan juga memukul punggung tanganku.

"Namanya Zara. Anakmu melihat ini dan dia akan membunuhmu nanti."

"Mana? Belum lahir," gumamku. "Kenapa kau jadi dokter kandungan? Padahal kau bisa jadi dokter Cinta 'kan."

"Cheesy! Kau tidak pandai menggoda jalang," ucap Haizley lagi. Dia bahkan memanggil aku jalang di depan wanita cantik.

"Aku jadi dokter kandungan karena aku suka bayi."

"Woah, sama. Aku juga suka bayi. Nanti buat bayi sama-sama, ya," ucapku. Bukan main! Haizley menjambak rambutku sampai terasa pada pangkal-pangkalnya. "Aw it's so hurt. Aku hanya bercanda, bajingan!"

"Dan itu tidak lucu. Dan kau! Bisakah kau segera menjalankan tugasmu. Aku ingin segera pulang."

"Ya itu benar." celetuk seorang pria yang dari tadi berdiri di samping dokter ini. Tahu begini, lebih baik setiap bulan aku datang ke LA dan menemani perempuan gila ini ke dokter.

"Ayo," Haizley ikut berdiri mengekor di belakang dokter cantik yang ternyata penggemarku. Dokter itu bahkan masih menoleh dan memberikan ciuman jauh untukku aku hanya membalasnya dengan mengedipkan sebelah mataku, sedangkan bodyguard yang ada di belakangnya a.k.a Haizley mengepalkan tangannya kemudian mengarahkan kepalan tangan itu pada aku.

Aku melirik pria yang aku curigai seorang fanboy ini. "Apa? Ada masalah. Kenapa kau menatapku. Suka?" tanyaku.

"Maaf? Kau beruntung dapat perempuan normal itu."

"Apa normal?" aku menjeda kalimatku. "Yang benar saja, duh. Dia bahkan tidak tertarik padaku. Apa itu bisa disebut normal."

"Kurasa itu tidak salah."

"Kenapa, kau tertarik pada perempuan itu?" tanyaku.

"Umpp---"

"Exactly, kau tidak norml. Karena kau tertarik pada perempuan jadi-jadian."

"Jaga mulutmu!"

"Apa? Kau suka istriku. Ambil sana, kebetulan atasanmu adalah penggemarku. Biar kau dipecat karena melakukan hal yang tidak menyenangkan padaku," siapa yang perduli jika aku akan bertengkar hari ini di tempat yang tidak di duga semua orang.

"Aku suaminya." mulutku terbuka lebar. Aky tidak tahu seberapa bodohnya ekspresiku saat ini.

"A-apa? Lalu kenapa kau membiarkan istrimu aku gombal, dan membiarkan dia menggoda aku?"

"Kau harus tahu, aku selalu merasa senang jika istriku senang. Aku bahkan merasa menang jika dia tersenyum."

"Lalu kau sebagai asistennya begitu?" tanyaku.

"Aku yang punya rumah sakit. Lagipula, aku datang karena ada perlu dengan istriku. Kebetulan juga kau ada di sini," dia menyeringai seram padaku, lebih seram dari aku ketika menyeringai. Ada apa dengannya?

"A-apa?"

"Sudahlah. Jangan perlihatkan aku wajah aslimu."

Aku memandang gambar aneh yang ada di ruangan ini. Jadi bentuknya seperti itu? Apanya yang menarik. "Hey, itu namanya apa?" tanyaku dengan menunjuk gambar yang ada di atas kepala dokter ini.

"Kenapa? Punyamu bentuknya seperti itu."

"Eh enak saja! Oh ya, siapa namamu?" tanyaku.

"You can call me baby girl." ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Apa? Aku yakin kau adalah pria jadi-jadian."

"Eh enak saja, aku baca itu dari fiksi penggemar karya istriku sendiri. aku punya anak. Catat itu."

Aku menaikkan sebelah alisku. "Bersama Zara?" dan pria ini hanya mengangguk. "Lalu, ketika anakmu lahir. Kau yang mengeluarkannya?"

"Ya, aku yang operasi Zara. Jadi, pria lain tidak menang banyak."

"Maksudmu kau menang banyak, begitu." aku diam untuk sementara karena seperti ada yang janggal pada obrolan ku dengan pria ini.

"Tentu. Nanti aku yang juga--"

"Stop! Jangan bilang kau yang akan operasi perempuan sinting itu." aku menjatuhkan rahangku ketika pria ini mengangguk. "Aku keberatan! Apakah tidak ada dokter lain."

"Kau belum tahu, ya. Wanita yang kau sebut gila itu, sudah tanda tangan dan setuju. So, tidak ada masalah."

Benar-benar Si Bajingan itu, dia bahkan tidak meminta izin terlebih dahulu padaku. "Kenapa. Ada masalah?" aku menoleh ke belakang dan melihat dia sudah datang.

"Bagus. Tentu ada masalah. Kenapa kau tidak minta izin terlebih dahulu padaku?"

"Oh masalah itu? Memangnya kemarin-kemarin kau kemana saja Harry sayangku cinta-cintaku. Kalau aku menunggu persetujuanmu, sampai ladang gandum dihujani meteor coklat pun, kau tidak akan mau tanda tangan. Dan aku melakukan itu, tentu itu atas konsultasi dari dokter." aku memutar bola mataku, kupikir aku akan senang hari ini.

"Terus saja. Anggap aku ini tidak ada."

"Iya. Tidak perlu diingatkan. Seperti kata Zayn, kau 'kan memang gaib."

"Begini..."

"Tidak perlu. Kau tidak perlu menjelaskan apa-apa pada pria sialan ini, tidak ada gunanya. Kau bicara, hanya masuk telinga kiri keluar telinga kiri pula. Jadi, tidak akan masuk." sela Haizley. Bahkan dia tidak mengisinkan aku mengetahui apa yang ingin dibicarakan oleh penggemarku ini.

"Bisakah kau sedikit. Sedikit. Sedikit... saja, menghargai aku," ujarku dan parahnya perempuan sinting ini hanya memajukan bibir bawahnya mengejek aku. "Nanti kalau ada apa-apa, jangan salahkan aku. Kau mati juga tidak apa-apa. Kalau perlu biar kau sendiri yang mengubur dirimu."

"How could you..."

"Itu dialog ku. Itu akibat jika kau keras kepala."

"Bisakah kau memotret aku bersama Harry?" aku langsung berdiri dan menarik tangan Zara kemudian memeluknya dari samping, biarkan dua orang gila itu mengamuk.

"Excuse me, kau pikir aku ini tukang foto!" aku langsung menutup mulut si bajingan ini. "Umpp---"

"Bisa-bisa," ucapku seraya melepaskan tanganku dari mulut perempuan ini.

"Kenapa harus aku. Kenapa bukan suami mu?"

"Karena Larry tidak mau." apakah tidak ada nama lain? Wajah Haizley tampak berseri-seri mendengar nama suami dari Zara.

"O-oke. Larry, I love your name. Gabungan dari nama Louis dan Harry." seandainya dia tidak hamil, tidak mengandung anakku, dan juga aku tidak punya perasaan padanya, aku akan memindahkan isi kepalanya. Aku harap kulit anakku tidak berwarna pelangi nantinya.

"Shut up! Narry is real!" apa-apaan ini kenapa dokter ini ikut-ikutan menganggap aku punya hubungan khusus dengan temanku sendiri.

"Whatever," tutur Haizley tampak tidak perduli. Haizley tersenyum sendiri seperti sedang mengejek Zara dan aku.

"Ayo, aku ingin memelukmu," ucapku lalu kembali memeluk Zara.

Zara mengeluarkan ponsel dari dalam jas nya kemudian memberikan nya pada Haizley. "Aku harap hanya kau seorang fangirl yang jadi dokter," ujar Haizley dan aku hanya berusaha menahan tawaku melihat dia sedang menggerutu. Doa macam apa itu.

"Say, I'm a bitch!" titah Haizley.

"You are bitch!" ucapku secara bersamaan dengan Zara.

[]

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

5M 158K 47
Keduanya telah melewati batas takdir. Deva dan Adara harusnya hanya terlibat dalam hubungan pekerjaan, tetapi rasa penasaran membawa mereka berjalan...
85.2K 4.2K 10
Menjadi yang termuda dalam klan Murphy membuat Willy sangat disayang dan dijaga. membuatnya buta dengan segala kelicikan orang lain dan menganggap se...
998K 19.4K 14
Sean William, seorang pria berusia berusia 29 tahun yang bekerja sebagai pimpinan perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan. Hidup bersama d...
2M 93.7K 31
Warning: hanya untuk 18 tahun ke atas karena mengandung konten dewasa. Baca dulu "Je Taime Milan" *** "Alenaaa?" aku memanggilnya. Ia menarik bibirn...