Compliantwin

By nauraini

1.8M 170K 28K

Hidup mereka yang sudah dinamis tapi bahagia, tiba-tiba harus terusik karena skandal hubungan orang lain. Ya... More

Blurb, Trailer, Playlist and Preface
Prolog
1 | Minta Adik ya?
2 | Uang Anak Yatim
3 | Nusapacita
4 | X dan Y
5 | Fluktuasi
6 | Ambivalensi
7 | If I Love You, What Bussiness is it of Yours?
9 | Matryoshka
10 | Alaska Purchase
11 | Abdi Bogoh ka Anjeun
12 | Awkward and Beautiful
13 | Menyendawakan Keraguan
14 | Tawa adalah Jalan Lapang Menuju Hati
15 | Inevitable
16 | Am I Wrong?
17 | Januari Memainkan Peran
18 | Adempauze
19 | Keresahan Xiloid
20 | Spekulasi Membingungkan
21 | Tabir Mulai Tersingkap
22 | Hati yang Merasa Genap
23 | Pretensi Bergema
24 | Seperti Perasaan Lain, Afeksi Perlu Disalurkan
25 | Teduh Saat Subuh Menguarkan Kegelisahan
26 | Hierarki Maslow Menentukan Eksistensi
27 | Rasa, Harus Ditebus Bagaimana?
28 | Ombak Sejinak Bayi yang Terlelap Tidur
29 | Perjumpaan Dengan Apa yang Imajiner
30 | Keriuhan yang Saling Mengadakan, Baurkan! (Ending)
Epilog

8 | Mysophobia

50.5K 5.5K 693
By nauraini

"Lo masuk duluan aja, Sam. Tolong ajak si Shafira masuk ke dalem ya." Aurora berujar setelah turun dari mobil Amara.

"Lo mau ke mana?" tanya Amara.

"Mau jadi pawang setan bentar," jawab Aurora yang membuat Amara mengerutkan kening bingung.

Aurora kembali berjalan ke luar dari gerbang rumahnya. Sambil bersedekap dia menunggu sebuah mobil SUV yang sudah tampak mendekati dirinya. Aurora memasang wajah sinisnya saat melihat sang pemilik mobil turun dengan tampang yang hampir serupa dengannya.

Arlo menghampiri Aurora yang sudah pasti menunggu dirinya.

"Mana dia?"

"Ada di dalam," sahut Aurora ketus.

"Suruh dia keluar sekarang," gertak Arlo sambil mendongakkan kepala.

"Apa pangkat lo berani nyuruh-nyuruh gue?"

"Kenapa lo nyari perkara terus sama gue? Mau lo apa?" tanya Arlo. Rasanya dia sudah gemas sekali pada tingkah Aurora yang terang-terangan ingin melawan dirinya.

"Lo balik ke neraka, bisa?"

Arlo membelalak, tanduknya keluar sudah. "Brengsek, lo pikir gue setan?"

"Oh, belum pernah ada yang bilang ya? Seneng denger gue jadi yang pertama," sahut Aurora yang tak terlihat gentar sama sekali. 

"PANGGIL SHAFIRA SEKARANG JUGA!" Arlo sudah meledak. Tak pernah dia merasa sefrustrasi ini menghadapi seorang cewek. Cewek ini mirip sekali dengan dia, batin Arlo melihat Aurora yang justru memainkan kerikil dengan kakinya. Santai sekali mendengar bentakan Arlo.

"Mending lo pulang, Nyet. Makan pisang dulu biar pinter." Kalau soal membuat kesal, Aurora memang jagonya. Dia monyet-monyetkan saja orang di depannya yang memang mirip monyet  lagi laper. Berisik.

Arlo berdecak dan tersenyum sinis, "Gue panggil sendiri." Arlo lalu berjalan memasuki gerbang rumah Aurora.

Aurora panik lalu buru-buru menyusul Arlo. Tak menyangka reaksi Arlo akan begitu, pikirnya si Arlo ini bakal mengajak adu bacot sampai lebaran lalu mereka maaf-maafan.

Aurora menyentak tangan Arlo dengan kuat sampai sang empunya berbalik memandangnya dengan kaget. Mungkin kaget dengan tenaga Aurora yang bisa dikatakan terlalu kuat untuk seorang cewek. "Lo biarin Shafira di sini dulu. Nanti gue yang anterin dia balik," kata Aurora akhirnya dengan suara yang lebih kalem.

Arlo mengerutkan kening, sangsi dengan pernyataan Aurora. Lalu dia berdeham dan melepaskan tangannya dari cengkeraman Aurora, "Kenapa lo peduli sama dia setelah kelakuan lo ngga pernah balas pesan dia atau gue, hmm?"

Mati. Jawab apa gue?

"Gue nggak ...."

"Apa? Jangan berani bilang lo ngga tahu kalau itu dia yang kirim sms."

"Gue ngaku salah, oke? Makannya biar dia di sini dulu. Gue janji balikin dia sebelum Maghrib."

Arlo diam sebentar tampak menimang sesuatu. Sampai akhirnya dia pandang Aurora dengan katajaman serupa dengan ekspresinya di awal tadi. "Pegang kata-kata lo." Arlo lalu berbalik meninggalkan Aurora. Dia berjalan meninggalkan Aurora yang bengong sesaat melihat respon Arlo yang tak dia duga. Tadinya Aurora pikir dia harus adu bacot lagi mengingat betapa menyebalkannya Arlo kalau sudah urusan berdebat. Lagi, Arlo memukul telak prediksinya.

Semakin jauh langkah Arlo, Aurora tersadar dan menyadari sesuatu, "Lo kalau peduli kenapa harus pura-pura ngga peduli?"

Arlo mematung sebentar tanpa menoleh. Beberapa detik kemudian dia mengedikkan bahu dan berujar, "Bales sms gue kalau gue kirim pesan." Lalu Arlo masuk mobil dan berlalu meninggalkan Aurora yang mengacungkan jari tengahnya seiring kepergian mobil Arlo.

Dia pikir dia siapa berani nyuruh seenaknya.

*

Begitu Aurora masuk rumah, dia temukan bunda, Amara dan Shafira sedang bercanda heboh di belakang rumah. Memetik belimbing. Aurora mencibir, ini pasti ulah si Amara. Dia 'kan demen banget sama belimbing. Kampret emang, dateng ke rumah orang ngga bawa oleh-oleh malah ngerampas hasil bumi orang.

Aurora menghampiri mereka dan mengeplak kepala Amara dari belakang.

"Aw ... aw. Apa-apaan sih, Rang?" Amara kesakitan dan memegangi kepalanya yang dikeplak Aurora.

"Lo ya, balik dari Belanda kaga bawa oleh-oleh. Malah ngerampok rumah orang pula. Gue laporin Om Ziko kalau anaknya ngga tahu diri."

Amara yang diomeli oleh Aurora malah melipir mendekati bunda Aurora dan mengadu padanya, "Tante, si Ara jahat Tante. Masa aku mau minta belimbing aja dia pelit amat." Adu Amara dengan memasang wajah memelas yang akan membuat orang gemas.

"Dek, kamu tuh pelit amat sih. Belimbing juga ayah yang nanem ini," jawab bunda sambil mengelus-elus kepala Amara.

Amara meleletkan lidah ke arah Aurora yang dibalas dengusan. Dan mereka melanjutkan memetik belimbing lagi dengan galah mengabaikan Aurora yang kesal sendiri.

Pandangan Aurora tertumbuk pada Shafira. Anak itu sedang berjongkok memerhatikan kelinci-kelinci yang memang dilepas bebas di halaman belakang rumah. Tampak Shafira ingin sekali memegang kelinci itu, tapi begitu tangan diulurkan lalu cepat-cepat ditarik. Begitu terus sampai beberapa kali.

Bahu Aurora ditepuk oleh bunda yang ternyata sudah selesai memetik belimbing. Tak sadar dia sudah memerhatikan Shafira lama.

"Dek, ikut Bunda yuk. Kita bikin rujak. Biar Shafira sama Amara dulu."

Aurora mengangguk dan mengikuti Bundanya menuju dapur. Meninggalkan Shafira dan Amara yang beralih memetik jambu air.

"Dek, Shafira itu kenapa?" tanya bunda langsung begitu mereka berdua tiba di dapur.

"Emang kenapa Bunda?"

"Dia mysophobia?"

"Hah? Dia punya phobia, Bun? Bunda serius?"

"Kalau dari perilakunya sih iya, Dek. Ya Bunda yakin, Dek." Bunda memerhatikan Aurora yang tampak masih kaget. Bunda sentuh tangan Aurora dan lantas melanjutkan bicara, "Dia itu siapanya kamu, Dek?"

"Bun, kita bisa tolong dia?" Aurora menerawang. Masih terlalu kaget bahwa Shafira ternyata penderita mysophobia, tapi itulah yang diyakini Bundanya.

"Kita bisa tolong, asal ..." Bunda menggantungkan kalimatnya, "Asal dia mau ditolong."

***

Alyn berkali-kali menengok jam di tangannya. Kode yang dia harap dipahami oleh Antariksa. Tapi yang diberi kode cuek saja dari tadi dan masih sibuk menulis entah apa di jurnalnya.

"Aksa, kamu mau pulang jam berapa?"

"Pulang dulu aja," balas Antariksa.

"Seirusan kamu ngga mau jalan sama aku? Seriusan kamu ngga mau ngerayain jadian kita?"

Sejak satu jam yang lalu Alyn terus saja menanyakan pertanyaan yang sama. Membujuk dirinya untuk pergi berdua sekedar jalan-jalan merayakan officially mereka. Yang akhirnya Antariksa jawab dengan, "Perlu?" tanyanya tanpa mengalihkan perhatian dari bukunya.

"Ya ampun Sayang, kamu itu kaya gitu kok pakai ditanyain sih. Ya perlu dan wajib banget lah."

"Esensinya apa?"

Alyn menepuk jidatnya. Rasanya pengen dia jedotkan kepalanya di meja sampai dia lupa ingatan. Punya pacar kok begini amat ya. Begini disebut pacar? Daritadi diajakin ngobrol cuma dibales sepatah atau sepatah setengah kata. DIAJAKIN JALAN NANYA ESENSINYA APA? DIPIKIR PELAJARAN BAHASA INDONESIA! Alyn sudah misuh-misuh dalam hati.

"Pilih mana, mau jalan atau aku kasih pengumuman ke anak-anak kalau aku sama kamu udah jadian?"

"Esensinya apa?" ulang Antariksa dengan kalimat yang sama.

"Ya biar pada tahu aja kalau kamu udah punya aku. Biar para cewek-cewek centil temen seangkatan kita, adik kelas sama kakak kelas itu ngga nekat-nekat cari perhatian ke kamu. Kan aku sebel lihatnya. Iyasih kamu sebodo amat sama mereka ...," Alyn mendesah bentar, "sama aku aja sebodo amat juga." Alyn mendesah lagi, "Ya pokoknya biar mereka ngga centil-centil. Risih tahu liat mereka begitu, ish."

"Kalau mereka udah tahu trus apa?" Antariksa meletakkan alat tulisnya dan dia memandangi Alyn sepenuhnya.

Alyn yang tiba-tiba dipandangi seperti itu jadi salah tingkah. Dia berdeham lalu menjawab, "Ya biar hatiku adem ayem aja. Mereka kan kelakuannya suka bikin mata iritasi."

Antariksa berdecak, "Aurora ngga suka sama lo. Kalau dia tahu, bahaya."

Alyn mendesah keras dan meletakkan kepalanya di meja menandakkan dia frustrasi berat. Mengetahui fakta kalau Aurora itu adik dari Antariksa merupakan pukulan berat baginya. Dia yang notabenenya dari awal sudah bermasalah dengan anak itu rasa-rasanya tak akan pernah bisa akur. Terlebih dia juga yakin tak bisa dipaksa-paksa membaiki Aurora. "Yailah belum apa-apa cobaan kita udah berat banget sih, Yang. Nyusahin amat sih adik kamu. Harus banget emang dapet restu dari dia?"

Antariksa geleng-geleng kepala. Ingin rasanya tertawa mendengar nada frustrasi dari Alyn. "Ngga. Mending lakuin hal yang penting aja."

"Serius restu Aurora ngga penting? Asik! Trus-trus hal penting apa yang bisa kita lakuin?" tanya Alyn menantang.

"Belajar, Alyn. Kan lo mau lomba."

"Ih, suka deh kalau denger kamu panggil nama aku gitu. Lagi dong ...," jawab Alyn dengan wajah berbinar-binar. Salah fokus.

"Belajar, Alyn," tekan Antariksa lagi. Kali ini sambil senyum, ada nada geli dari ucapannya. Alyn sudah mau pingsan saja rasanya.

Pasalnya sejak tadi hanya komunikasi satu arah yang mereka lakukan, tepatnya hanya dari Alyn. Begitu tahu Antariksa menanggapi dia, ingin rasanya Alyn gangnam style langsung depan Antariksa saking senangnya. Mendengar Antariksa memanggil namanya saja dia sudah sangat bahagia. Oh cinta, memang berjuta rasanya. Alyn sudah senyum-senyum lagi.

***

Aurora tak henti-henti menolehkan pandangan pada Shafira yang nampak sedang makan rujak dan sekali-kali nampak kepedasan yang ekspresinya mampu membuat bunda tertawa. Anak itu, sedari tadi tak mau melepaskan sarung tangan dan jaketnya. Bahkan saat makan siang tadi dan sekarang mereka bersantai makan rujak di dekat kolam renang pun tetap seperti itu. Sudah mending karena sebelumnya Shafira mengenakan masker sebelum diajak makan siang.

Aurora dihantam rasa bersalah. Bagaimana dia selama ini mengabaikan pesan dari Shafira. Padahal dia sendiri yang memberikan nomor ponsel itu kalau sewaktu-waktu Shafira membutuhkan dirinya. Karena mencatat nomor itu pula, jadi tempat pensil Aurora ketinggalan dan sampai sekarang belum diambil. Tak menyangka kalau segitu pengennya Shafira bertemu dengan dirinya.

Karena dia ingat pesan kakaknya untuk tidak berhubungan dengan Arlo, yang berarti juga adiknya, jadi Aurora terpaksa tak pernah menanggapi pesan Shafira. Alasan yang hingga sekarang belum diketahui kenapa Antariksa menyuruhnya begitu. Tapi, kalau sudah begini, mana Aurora tega? Satu yang dia pahami, Shafira butuh ditolong. Anak itu rapuh sekali.

Aurora rasakan ponselnya bergetar. Dia melihat pengirimnya, lalu dia mendengus keras.

Jahanam : Kapan lo mau balikin dia?

Balikin-balikin, emang barang?

Aurora : Bentar lagi.

Jahanam : Perlu gue yang ke sana?

Aurora mengernyit heran. Dia udah kenyang makan pisang makannya otaknya udah bener? Laper beneran berarti dia tadi.

Aurora : Ngga perlu. Biar gue aja.

Jahanam : Oke.

Aurora pandangi lagi Amara, bunda dan Shafira yang sekarang sedang suap-suapan es krim diiringi banyolan bunda dan Amara. Shafira tampak bahagia walaupun masih jaim-jaim untuk tertawa. Setidaknya dia lupa sebentar kalau dia harus pulang dan bertemu kakaknya.

Pletak.

Aurora mengusap kepalanya yang dilempar kacang oleh Amara. Aurora nyengir dan ikut bergabung dengan mereka. Sesekali lontaran konyol dan kata-kata umpatan seperti 'tolol' dan 'goblok' muncul lirih dari mulut Aurora yang kesal dengan kelakuan si Amara yang meper-meper es krim sampai tangan dan wajahnya lengket. Sesekali Aurora dicubit Bunda karena dengar anaknya itu mengumpat. Dan si Sammy Ompong itu tertawa-tawa dan high five dengan Shafira.

"Assalamu'alaikum, wah, rame banget. Pantes daritadi salam ngga ada yang nyaut."

Amara yang sedang memiting tangan Aurora tiba-tiba berhenti dan menegang. Amara yang tiba-tiba diam kehilangan kata langsung dicibir oleh Aurora. "Hah, kicep 'kan lo lihat abang gue." Ledek Aurora puas.

Amara tak mendengarkan perkataan Aurora. Matanya tertuju tepat ke arah Antariksa yang berdiri menjulang di depannya setelah menyalimi Bunda.

"Eh ... Amara?" kekagetan Antariksa yang lebih mirip sebuah pertanyaan.

"Halo, Anta."

***

Keganjilan yang berupa kesenyapan itu langsung menyapa benak Aurora. Auranya masih sama. Ruang apartemen ini terasa dingin menyesakkan.

Aurora melangkah pelan masuk ke dalam apartemen diikuti Shafira yang takut-takut di belakangnya. Aurora sudah akan merangkul bahu Shafira kalau saja dia tidak ingat dia tak suka disentuh. Aurora berjalan menuju ruang tamu dan dia langsung terbatuk-batuk karena asap rokok yang memenuhi udara. Ruangan itu luas tapi terasa menyesakkan karena bumbungan asap rokok yang membuat ruangan menjadi berbau khas. Bau yang sangat dibenci Aurora.

Gila, begini nih tiap hari kelakuan makhluk Jahanam itu? Bisa mati cepet ini si Shafira.

Mendengar ada suara di belakangnya, Arlo langsung bangkit dari posisi tidurnya di sofa. Dia pandangi Aurora yang masih terbatuk-batuk. Merasa dia yang menjadi penyebab batuknya Aurora, dia langsung menekan rokok yang terselip di jari-jarinya ke asbak hingga tandas.

Setelah menyelesaikan batuk hebohnya, Aurora memandang Arlo dengan bibir mengerucut. Yang dipandangi balas memandangnya, "Apa lo lihat-lihat?" tanya Arlo getas.

"Ini gue balikin adik lo."

"Oke," balasnya singkat.

Aurora merasakan Shafira semakin menempeli erat dirinya. Dia rasakan ketakutan Shafira di depan Arlo. Aurora berbalik dan duduk ditumpu oleh lututnya, "Shafira sayang, sekarang Shafi sama Kak Arlo ya?" ucap Aurora lembut. Lalu dia dengar dengusan keras dari Arlo sampai masuk dengan sumbangnya ke telingan Aurora. Aurora geram sekali ingin mengacak-acak kuman satu itu.

Shafira hanya menggeleng sambil menundukkan kepalanya. Ingin sekali rasanya Aurora menyentuh pundaknya, tangannya sudah di udara, tapi dia urungkan. "Shafira 'kan anak pintar jadi ngga boleh sedih. Ngga boleh takut. Kak Arlo pasti baik sama Shafira kok. Nanti kalau Kak Arlo nakal, gigit aja kupingnya, ya?"

Setelah lama bernegosiasi dengan diakhiri bahwa Aurora harus menemani Shafira hingga tidur, akhirnya Aurora baru akan pulang pukul sembilan.

Saat melewati Arlo yang asyik melihat Tunnel Rats membuat Aurora bergidik ngeri mendengar adegan tembak-tembakan dari sound yang dipasang kencang. Aurora mendekati Arlo yang berusaha tetap fokus pada filmnya.

Sesungguhnya Arlo sedang menenangkan otaknya yang bermasalah dan otaknya bawa-bawa jantungnya. Tadi, saat dia ke kamar mandi dan tak sengaja melewati kamar Shafira yang terbuka sedikit, Arlo melihat Aurora yang berbaring di samping Shafira yang mencoba tidur dengan membacakan dongeng. Terekam jelas dalam ingatan Arlo, bagaimana suara lembut Aurora yang begitu menghanyutkan. Membuatnya merinding dan akhirnya dia memilih mendistraksi pikirannya dengan melanjutkan film.

Kini, Aurora berdiri di sampingnya. Yang dari ekor matanya terlihat Aurora sedang bersedekap menanti atensi dari Arlo. Dan lagi-lagi pikiran Arlo mengagan dan membisikkan pada syaraf-syarafnya untuk bilang bahwa Aurora cantik sekali malam ini. Bukan, selalu cantik tepatnya.

Aurora yang kesal tak mendapatkan acuhan dari Arlo akhirnya kesal dan mengentakkan kakinya dan berlalu dari hadapannya dengan langkah tergesa.

Sebenarnya Aurora tadi bukanya mau apa-apa, bukan mau pamitan atau apa, tapi dia menunggu Arlo mengucapkan terima kasih. Bukan, bukan karena Aurora gila pamrih. Tapi, Aurora ingin menguji, ungkapan terima kasih itu bisa diucapkan oleh seorang Arlo atau tidak. Terlebih, kalau sampai Aurora mendengar Arlo mengucapkan kata itu, berarti dia akan cukup lega karena tahu Arlo peduli pada Shafira dengan mengucapkan kata itu padanya yang sudah mengantar adiknya pulang dengan selamat.

Tapi ternyata Arlo memang sebrengsek yang ada di visual dan otaknya.

Saat tangannya akan menggengam handle pintu, tangan lain mendahuluinya. Sedetik, kedua tangan itu bersentuhan. Sebelum Aurora dengan kesadaran penuh menarik cepat tangannya.

Arlo mendahuluinya keluar.

Cih, tuh cowok pasti pasti mau mabuk-mabukan lagi. Dasar cowok bego.

Aurora prihatin benar dengan kehidupan Shafira. Lama-lama anak itu bisa gila kalau setiap hari berhadapan dengan kakak yang biadab macam Arlo itu.

Aurora mempercepat langkahnya begitu keluar dari lobby apartemen. Dia lupa memesan taksi, jadi dia harus berjalan untuk mencari taksi di pinggir jalan. Baru selangkah dia berjalan, motor sport hitam menghadang langkahnya. Saat pengendara motor itu membuka helm full face-nya, Aurora langsung mendengus keras.

"Naik," kata sang pengendara motor yang tak lain adalah Arlo.

"Ngga perlu," ketus Aurora lalu berlalu dari hadapan Arlo.

Tangannya langsung dicekal oleh Arlo begitu ada gelagat Aurora mau melarikan diri. Dia pegang pergelangan tangan Aurora erat dan mereka berdua saling tatap membunuh.

"Lo bisa ngga sih kalau ngomong sopan dikit!" seru Aurora kesal dan akhirnya dia menyambar helm yang ada di atas tangki motor.

Waktu naik ke atas motor tak mau dia pegang tubuh Arlo, padahal dia kesusahan. Padahal juga dia merasa bersalah sudah suudzon.

"Banyak bacot, gede gengsi pula," lirih Arlo yang didengar oleh Aurora.

Aurora memukulkan helm di tangannya ke arah Arlo yang sayangnya sudah memakai helm, jadi tak bisa dibikin gegar otak. "Gue denger, bego. Udah buruan jalan."

Arlo menstarter motornya dan menggas kencang sampai Aurora nyaris terjungkal.

***

Amara patah hati setengah mati waktu tahu Antariksa tak tertarik mengobrol dengan dirinya lebih lama. Selesai makan malam dia pamit ke kamar untuk belajar. Tinggal Amara ditemani ayah dan bundanya Antariksa.

Dia pandangi tangga yang terhubung ke kamar Antariksa. Berharap sosok itu turun dan mengajaknya mengobrol barang sejenak saja.

Tapi, sampai waktu dia akan pulang, tak ada tanda-tanda Antariksa muncul.

Amara tersenyum miris. Tujuh tahun dia memendam rasa itu sendiri. Sampai akhirnya dia kembali ke Indonesia dengan kondisi yang semakin cantik ini juga tak membuat Antariksa sedikit saja menoleh padanya. Sepertinya sia-sia saja dia pulang. Tadi saja terlihat sekali Antariksa hanya menyapa basa-basi, lebih banyak kesan dinginnya. 

Apa Antariksa marah karena dia tak bilang mau pulang? Pesan-pesan mereka selama ini juga tak ada indikasi kalau Antariksa marah padanya ... tapi tadi? Antariksa seolah jadi orang yang paling tak nyaman dengan kepulangan Amara. 

Cinta masa kecilnya itu, apakah harus ia kubur dalam-dalam?

***

Tepat dua puluh menit Aurora mendarat dengan selamat di depan rumahnya. Setelah berdzikir mati-matian di jalan karena Arlo yang mengebut gila-gilaan dan dia yang tak mau sekedar berpegangan pada Arlo harus rela sport jantung karena tingkah pecicilan si Arlo mengedarai motor.

"Thanks," ujar Aurora sambil lalu.

"Tunggu," interupsi Arlo yang membuat Aurora seketika berhenti. Dia membalikkan badan dan menunggu Arlo melanjutkan ucapannya. "Thanks udah nganterin Shafira pulang."

"Anytime," jawab Aurora pendek.

Beberapa lama tak ada yang berbicara dan mereka berdua hanya saling menatap tanpa tahu arti tatapan masing-masing. Aurora yang jengah akhirnya melepaskan kontak itu dan memberi isyarat dia mau masuk duluan.

Arlo mengangguk.

Aurora menunggu Arlo memasang helm dan pergi dari rumahnya. Tapi itu tak juga kejadian sampai beberapa menit berlalu.

"Lo ngapain sih?" tanya Aurora akhirnya. Merasa risih lama-lama dengan Arlo yang mendadak berbeda.

"Shafira ... apa lo mau jadi mentor dia?"

Aurora melongo. Masa setan kesambet setan sih? tanya Aurora dalam hati.

"Maksud lo?"

"Lo mau jadi mentor Shafira buat belajar? Juga biar dia sembuh dari mysophobia-nya."

Ternyata benar dugaan Bunda, si Shafi memiliki phobia itu. Tak menyangka kalau niatnya menolong Shafira juga menjadi niatan Arlo. Iya, Arlo si abangnya Shafira yang kampret itu. Iya Arlo yang itu. Yang kampret. Otak Aurora sudah rusak karena kebanyakan mengumpat Arlo hari ini.

"Kenapa dia bisa mysophobia?"

"Lo ngga perlu tahu. Kalau lo bisa lo sembuhin, kalau lo ngga bisa cukup ajarin dia biar jadi anak yang bener." Suara Arlo tiba-tiba berubah dingin.

"Lo bisa bawa dia ke psikolog atau psikiater kalau lo mau."

"Dia yang ngga mau," tandas Arlo cepat.

"Lo yang ngga tahu caranya. Makannya kalau jadi orang punya anugerah hati itu dipakai buat ngerasain, bukan dipa...,"

"Jadinya lo mau ngga jadi mentor dia?"

"Gue dapet apa kalau mau?"

"Gue bayar lo perjam, sebutin aja lo mau minta berapa."

"Makasih, tapi duit jajan gue udah lebih dari cukup. Kalau mau tahu, gue sanggup beli hati lo yang ngga kepake itu, kali bisa gue jual lagi ke orang lain yang butuh. Jual berapa lo?"

"Lo mau dibayar apa?"

"Ajarin gue panjat tebing."

"Oke."

"Oke."

"Oke."

"Apasih, udah, pulang sana!" usir Aurora cepat-cepat melihat Arlo yang mulai ngga jelas lagi.

"Kapan bisa mulai mentorin dia?"

"Gue ngga mau di tempat lo. Pulang sekolah Shafira bakal ke sini dan belajar di Gemintang sama anak-anak yang lain. Gemintang itu rumah belajar dan penitipan anak punya nyokap gue. Di sana ada guru yang bakal dampingin belajar. Gue bakal ikutan pantau Shafira di sana."

"Pulang sekolah gue jemput dia di sini?"

"Kalau lo punya hati sama otak sih harusnya gitu."

"Oke."

"Oke."

"O ...,"

"Udah pulang sana! Oke-oke aja terus ampe bego."

***

Haloooooo eperibadih, senang bisa menyapa kalian lagi :D

Eh iya, aku mau minta maaf karena beberapa part dalam ceritaku akhirnya aku private juga. Yah buat preventif aja sih. Soalnya aku sebel amat sama mirror web itu. Kesaaaaaaaaaaal bangeeeeeeeet >.<

Jadi, biarkan aku menyampaikan kembali kata-kataku yang sempat aku post di timeline-ku. Pada baca ya :D

.

.

.

Siapa yang lagi sedih ngacung? AKU!

Sedih kenapa? Ya pasti udah pada tahu kan apa yang heboh-heboh baru aja? Yaps, tentang Mirror Web itu. Sumpah, itu orang yang ngelakuin hal itu ESQ-nya jongkok banget. Persetan sama IQ-nya yang selangit.

Heran ya, kenapa ada orang saking 'kreatif'-nya bikin susah banyak orang. Kalian jangan gitu ya :)

Wattpad ini buat penyalur aspirasi dan banyak juga yang dijadikan ajang berprestasi. Jadi tolong, kita semua menghargai hak orang lain untuk mempublikasikan karyanya dengan perasaan aman, nyaman dan senang. Toh, di sini kita sebagai konsumen 'kan? Tanpa harus bayar lagi :)

Serius, salah satu tanda bobroknya negeri ini adalah saat pemudanya tidak mau berpikir kreatif. Dan kalian calon penerus bangsa (ini serius) tolonglah berpikir kreatif, kalau misalnya belum bisa menghasilkan sendiri tulisan yang bisa dibagi ke orang lain, setidaknya hargai para penulis dengan kreativitas kalian untuk mengapresiasi setinggi-tingginya.

Topik plagiarism jangan pernah dianggap sepele. Itu menyangkut moralitas kalian sebagai individu yang punya rasa dan karsa. Jadi, tolong, jangan pernah menoleransi pencurian karya orang lain dalam bentuk apapun. Kalau perlu, kita semua ikut aktif membasmi penjahat macam itu. Dan tindakan yang terjadi di mirror web itu semoga tidak pernah ada kedua kalinya.

Nah jadi gitu.

Satu lagi, ini pertanyaan penting. Dijawab ya, kalau ngga dijawab aku ngambek. Update-nya tahun depan hahaha :D

.

.

.

Buat kalian, cerita yang baik itu seperti apa sih? Dan apa yang kalian harapkan dari sebuah cerita?

Udah gitu aja pertanyaannya, mudah kan? Awas kalau ngga dijawab.

Okay. See you semuanya, kalau sampai tahun baru nanti aku ngga update. So, izinkan saya mengucapkan SELAMAT TAHU BARU UNTUK KITA SEMUA! :D

23122015-





Continue Reading

You'll Also Like

5.3K 117 41
Selamanya... Kuingin menjadi pengantin Bagi malam-malam gelapmu Mengepak di atas keperkasaanmu Mendayung di gelombang kasihmu Bersenyawa dalam jiwa M...
302K 28.9K 26
Jika kalian berpikir ini adalah cerita tentang CEO muda, tampan dengan perut kotak enam, tatapan yang dingin membuat para wanita meremang. Kalian tak...
43.8K 8.3K 30
you take away all my burdens, all the weights that tighten my chest--why don't you take my heart away, too? "yang bekerja keras akan kalah dari yang...
293K 35.6K 31
VERSI CETAK SUDAH DAPAT DIBELI DI SELURUH TOKO BUKU GRAMEDIA ATAU TOKO BUKU ONLINE🩡 Silakan cek instagram @PenerbitClover atau @tiyaaasps untuk pemb...