WARLORD'S FATE

By iyesari

1.1M 87.4K 6.4K

CERITA FULL BISA DIBACA/DIBELI DI PLAYSTORE BURLB Kyran Jahangir, dewa perang dari Persia yang tidak memilik... More

PROLOG
Part 1 - Eye contact
Part 2 - She so Beautifull
Part 3 - The Sunset
Part 4 - Fever and Closer
Part 5 - Ceasefire
Part 6 - First Night
Part 7 - a New Wife
Part 8 - Prince of Persia
Part 9 - Wasiat Sang Raja [Repost]
Part 10 - Penculikan
Part 11 - Serangan Di malam hari
Part 12 - Busur dan Anak Panah
Part 14 - Hanya Berdua
Part 15 - Esther
Part 16 - Turki
Part 17 - Rindu
Part 18 - Rencana Khabib
Part 19 - Aydan dan Esther
Part 20 - Kyran yang berbeda
21. Persiapan perang
22. Strategi perang
23. Perang Dimulai
24. Naina dan Orion
25. When the last guardian falls
Tersedia Ebook

Part 13 - Gua

34.5K 3.2K 201
By iyesari

@lama banget ya, cerita ini baru dilanjut... maaf ya, terkadang apa yang direncanain itu sering tidak berjalan sesuai keinginan, bukan maksudnya mau PHPin sih.. hehehe. Sekali lagi maaf..

Ini dapet mood gara" dapet sountrak yg pas.. drngerin di multimedia.. oke??

Sebagai info... Di sana ada juga musim dingin loh.. gak ada salju, tapi kalo bulan" november-februari gitu, ttp kerasa dingin.. gak sampe minus suhunya, tapi ttp aja dingin. Apalagi berangin gt. Anginnya juga dingiinn...

Nulisnya ngebut, dibaca ulang juga ngebut. Jadi makluminlah buat typo..

Oke, happy reading...

~~

Angin pagi yang dingin berhembus, meniupkan helaian demi helaian rambut hitam Naina yang sedang berdiri di atas bukit paling tinggi dari tempatnya berkemah. Matanya menatap lurus pada cahaya bulat keemasan matahari yang baru saja terbit. Menandakan bahwa hari baru telah tiba, satu hari lagi telah datang tanpa kedatangan Kyran dan prajuritnya yang lain.

Sudah dua bulan berlalu, dan kandungannya pun semakin besar. Menurut Zonya, kemungkinan bayinya akan lahir pada pertengahan musim dingin. Ia melirik pada perkemahan yang saat ini belum terisi oleh kegiatan sehari-hari. Para prajurit yang berjaga malam telah berganti dengan yang baru. Sebagian mulai menyalakan api untuk memasak. Zonya pun ada di sekitar prajurit itu. Beruntunglah, Zonya ikut bersama di perkemahan ini karena jika bukan karena dia, mereka pasti akan makan masakan tanpa rasa seperti yang dulu pernah ia rasakan.

Tadinya mereka sempat berpikir bahwa mereka akan kekurangan makanan, tapi berkat tangan dingin Zonya, ia mengolah bahan-bahan makanan itu dengan sangat baik dan makanan pun menjadi sangat lezat dan tersedia cukup untuk beberapa hari ke depan. Sampai Kyran dan yang lain kembali. Ya, suaminya berjanji akan kembali sebelum musim dingin membekukan mereka semua. Dia akan kembali dengan persediaan selimut dan pakaian yang layak pada musim dingin.

Selagi ia kembali terhanyut pada kenyamanan sinar matahari yang mulai meninggi, Tala datang dengan selembar jubah tipis dan menyelimuti Naina. "Putri, anda harus tahu bahwa pagi seperti ini terasa lebih dingin dari biasanya."

Naina mengeratkan jubahnya tanpa menoleh pada Tala. Wanita itu benar, ia memang merasa cukup kedinginan tadi, sampai sinar matahari mengenai wajahnya. "Berapa lama lagi?" tanyanya begitu saja.

Mengerti apa yang Naina maksud, Tala pun menjawab tanpa menutupi apapun. "Jika mereka berhasil mengadakan kesepakatan dengan bangsa Turki secepat yang direncanakan, maka mereka akan kembali dalam hitungan hari. Aku bisa pastikan Panglima akan ada saat anda melahirkan."

Ekspresi wajah Naina tidak melunak, masih terlihat jelas bahwa wanita itu sedang ketakuan. Ketakutan yang sudah sangat jelas. Bagaimana jika perempuan? Itu artinya semua ini akan sia-sia, tidak berarti apa-apa. Di malam terakhir ia bersama Kyran, ia telah mendengar suaminya itu membisikkan sesuatu, mengenai jenis kelamin bayinya. Seorang putri? Apa Kyran memiliki firasa bahwa bayinya seorang putri? Jika benar, maka ia telah gagal menjalankan perintah terakhir dari ayah kandungnya -King Dariush.

"Putri, anda baik-baik saja?"

Panggilan suara Tala membangunkan Naina dari lamunannya, ia melirik ke arah wanita itu, lalu tersenyum. "Aku baik-baik saja," jawabnya.

"Sebentar lagi Zonya selesai memasak," ucap Tala memberitahu.

Naina menganggukkan kepalanya, tapi ia belum ingin beranjak dari tempat itu. Tempat dimana ia rajin berlatih untuk memanah. "Tala, ceritakan padaku tentang hal itu."

Tala menaikkan alisnya sebelah. "Tentang apa, putri?"

"Tentang, kenapa kau tidak mencegah Khabib menikahi istrinya?"

Tala terkejut mendengar pertanyaan itu. Sejak Kyran, khabib dan yang lainnya pergi, Ia dan sang putri menjadi lebih dekat. Mereka menceritakan tentang banyak hal, masa kecil mereka dan hal-hal yang mereka sukai. Tala lebih banyak menceritakan tentang Kyran karena Naina akan menjadi lebih nyaman dan tenang setelahnya. Tapi hari ini, sang putri menanyakan hal yang diluar dugaannya. Bagaimana Naina tahu?

Aah, tentu saja. Pasti Kyran yang memberitahu.

"Aku seorang gadis yang pemberani ketika berada di medan perang, tanpa kenal takut aku membunuh musuh-musuhku. Ya, seperti itulah aku. Tapi, aku yang pemberani ini, tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan perasaanku yang sesungguhnya kepada Khabib. Aku mengubur dalam-dalam perasaanku padanya, karena aku takut akan menerima penolakan. Aku kira rasa itu sudah bisa kukubur, tapi nyatanya aku masih merasakan sakit ketika melihat Khabib menikah dengan wanita itu. Saat itu aku sadar, bahwa aku telah salah karena berdiam diri. Seandainya saja aku berani mengungkapkan perasaanku, tapi penyesalaan itu tetap tidak membuatku bersedia menjadi selirnya. Harga diriku terlalu tinggi."

Naina menatap Tala yang memandang jauh ke depan. Ada bayangan di mata hitam gadis itu, seorang gadis biasa akan menangis ketika menceritakan luka di hatinya bukan, tapi Tala bertahan. Airmata itu tidak jatuh, hanya menyentuh pelupuk matanya saja.

"Suatu saat, kau akan menemukan satu jalan yang membuat kalian bisa bersatu," ucap Naina seraya tersenyum.

"Aku tahu satu cara," ujar Tala dengan senyum menghibur. "Membunuh istrinya."

Naina memutar kepalanya menatap Tala dengan ekspresi ngeri, kemudian alisnya berkerut melihat Tala sedang menahan tawanya. "Saya hanya bercanda, putri," ucap Tala dengan secara sopan menjaga ekspresinya.

Naina menghembuskan nafasnya kesal. "Itu tidak lucu," dengusnya.

"Saya tahu. Mari, kita harus turun sebelum seseorang menyusul kita."

***

Angin dingin bertiup sangat kencang ketika mereka tiba di tempat perkemahan. Naina mengeratkan jubah tipisnya agar ia terjaga dari serangan angin dingin itu, tapi jubah itu tetap tidak membuatnya terlindungi karena tiba-tiba saja tubuhnya merinding. Aneh, itu merinding yang tidak biasa. Bukan karena angin dingin, tapi karena sesuatu.

Naina menekan dadanya ketika ia merasakan satu firasat buruk. Apa ini berhubungan dengan Kyran?

"Putri?" panggilan Tala yang berdiri di sampingnya tidak membuat Naina tersadar dari ketakutannya. Hingga sentuhan di pundaknyalah yang membuatnya menoleh cepat ke arah Tala. "Ada apa?" Tanya Tala.

Naina menggelengkan kepalanya. Ia takut untuk menceritakan ketakutannya kepada Tala. Karena sesuatu yang buruk jika dikatakan akan benar menjadi kenyataan.

Tala masih menunggu jawaban dari Naina, mulutnya terbuka hendak menanyakan lagi, namun teriakan seseorang membuatnya langsung menarik pedang dari sarungnya dan menoleh ke arah teriakan itu berasal.

"SERANGAN!!!"

Seseorang berteriak, dilanjutkan dengan panah berapi melintas melewati perkemahan dan mendarat tepat di satu tenda. Api dengan cepat menyebar di tenda itu.

Panah yang lain datang secara bergantian dari atas tebing.

"Putri, masuk ke dalam tenda..berlindunglah pada sesuatu." Tala mendorong Naina masuk ke dalam tenda untuk menghindari panah-panah yang datang secara bergantian. Berteriak kepada seseorang untuk meminta penjelasan tentang serangan mendadak ini sambil berlindung pada tumpukan bahan-bahan makanan mereka.

"Mereka datang dari sebelah timur," teriak salah satu prajurit yang datang sambil berjongkok ke arah Tala.

"Apa ada yang berjaga di sana?"

"Saya yakin ada."

SIAL... apa itu artinya prajurit yang berjaga telah berkhianat? Atau dia sudah mati secara diam-diam. Tala berlari ke arah timur, bermaksud untuk melihat seberapa banyak orang yang menyerang mereka. Apa mereka bisa mengatasi para penyerang dengan anggota yang seadannya?

Menjawab pertanyaan Tala, tidak lama kemudian sekumpulan prajurit masuk menyerang dengan persenjataan yang lengkap. Panah terus datang dari timur. Satu persatu prajurit Persia yang berada di Kemah jatuh karena panah mematikan itu. Api mulai menyebar di sekitar mereka. Membuat pandangan mereka menjadi terhalang kara asap dan hawa panas dari api-api itu.

Sejenak ia terpaku memperhatikan sekumpulan penyerang itu. Jumlahnya tidak terhitung. Mereka kalah jumlah. Ia menoleh ke atas bukit, sadar bahwa para pemanah sudah tidak lagi berada di tempatnya.

"Kau harus menyelamatkan putri."

Peringatan dari prajurit itu menyadarkan Tala akan tugasnya yang utama. Benar. Dia harus menyelamatkan Naina. "Siapkan kuda dan penjagaan di sekitar tenda."

Tala berlari memasuki tenda dan menemukan Naina sedang duduk berlindung di balik meja bundar berwarna cokelat yang terbalik dengan panah putih miliknya berada dipelukannya. Wanita yang cerdas, pikir Tala.

"Kita harus pergi," ucap Tala seraya mendekati Naina.

Naina yang masih terkejut hanya bisa menatap Tala tdengan tatapan kosong untuk beberapa saat. "Pergi? Tapi, Kyran?"

"Panglima tahu, dimana harus menemukan kita. Ayo, putri." Tala menarik lengan Naina untuk membantu wanita itu berdiri dari tempatnya.

Naina berdiri dengan tangan memegang busur panahnya erat dan anak panahnya. Tala hendak mengambil alih benda itu, namun Naina menolak dengan keras. Karena busur dan panah itulah satu-satunya kekuatan yang ia miliki.

Keluar dari tenda mereka diperlihatkan pada suasana pertarungan yang sengit. Naina berjalan dalam perlindungan Tala dan beberapa prajurit yang lain. Selama perjalanan menuju kuda mereka, Naina menjadi tuli akan suara pedang yang beradu, teriakan kematian seseorang dan tusukan tajam pedang di dada seseorang. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak muntah pada saat itu juga. Kakinya bergetar hebat, tapi ia berusaha untuk tetap melangkah dengan tangan menahan perutnya. Melindungi bayinya.

Tala dan empat prajurit yang melindungi Naina berhasil mencapai sebuah gua gelap dan lembab tanpa diikuti sama sekali. Mereka mendatangi kuda yang telah dipersiapkan untuk pelarian mereka.

Naina dinaikkan ke atas kuda milik Tala, kuda tercepat di Persia. Sejenak ia ragu, apakah menaiki kuda akan membahayakan bayi di kandungannya? Tapi, hanya ini satu-satunya cara agar mereka bisa selamat.
"Ayo," teriak Tala yang duduk di belakang Naina.

"Tunggu," teriak Naina menghentikan geralan Tala. "Dimana marb?" tanyanya. Teringat akan sang ibu mertua.

"Kita akan mencarinya nanti," ucap Tala.

"Aku tidak ingin pergi tanpa marb." Naina bersikeras.

Tala memejamkan matanya, ia lantas turun dari kudanya bersama tiga prajurit yang lain, berlari keluar dari gua itu kembali menuju pertempuran di kemah mereka.

Naina yang berada di atas kuda menunggu dengan jantung berdebar sangat kencang. Zonya memang tidak berada di dekatnya sebelum penyerangan ini. Ia tidak bisa memastikan apakah ibu mertuanya itu selamat atau tidak, karena siapapun yang sama sekali tidak bisa bertempur di sana, pastilah tidak akan selamat.

Naina menoleh pada salah satu prajurit yang berjaga di dekat kudanya, ia ingat laki-laki itu. Namanya Zafeer. "Sudah berapa lama Tala pergi?" tanyanya cemas.

"Baru satu menit, putri," jawab Zafeer.

Oh Tuhan, hanya satu menit. Kenapa terasa sudah lama sekali.

Suara derap kaki mendatangi gua. Naina menatap pintu gua, menanti Tala dan Zonya. Namun, yang datang adalah tiga penyerang. beruntung, Zafeer langsung melesat melawan penyerang itu.

Pertarungan yang berlangsung di dalam gua itu cukup sengit. Membuat kuda yang Naina naiki sedikit terganggu dengan bergerak gelisah. Naina berpegangan pada tali kekang kuda itu dengan kuat. Berusaha menenangkan sang kuda selagi matanya menatap pertarungan itu.

Prajuritnya adalah petarung yang hebat, seperti Kyran dan Tala. Para penyerang-penyerang itu pun kalah dalam sekali tebasan pedang milik Zafeer. Naina terus mengawasi pertempuran itu dan saat itulah matanya menangkap gerakan dari salah satu penyerang yang bermaksud untuk melemparkan pisau kecil kepada Zafeer.

Insting menggerakkan tangannya begitu saja. Mengambil anak panahnya dan membidik penyerang itu. Tanpa keraguan sama sekali ia melepaskan anak panah itu ke arah sang penyerang.

Anak panah itu melesat cepat dari busur miliknya dan mengenai sang penyerang. Tidak mengenai tepat di tempat yang ia inginkan, tapi tembakan panah itu cukup melumpuhkan sang penyerang.

Penyerang itu menjerit. membuat Zafeer menoleh dengan waspada. Ia terpana melihat panah yang menancap di bahu laki-laki itu. Menoleh ke arah Naina, lalu menunduk untuk berterimakasih.

Naina tidak merasa puas. Ia masih merasakan ketakutan yang luar biasa itu di dadanya. Ia sudah membidik sesuatu. Seseorang. Mahluk hidup. Kemungkinan orang itu mati, tapi ia tidak ingin mencari tahu. Kenyataan telah membunuh seseorang membuatnya ingin muntah lagi, tapi ia berusaha menahan dirinya. Berusaha untuk tetap tegar.

Suara ringkikan kuda mendekat. Naina kembali bereaksi dengan mengambil anak panahnya dan membidik ke arah pintu gua. Melihat bahwa penunggang kuda itu adalah Tala dan Zonya, Naina pun bernafas lega.

"Marb, kau baik-baik saja?" Naina mengulurlan tangannya kepada Zonya.

Zonya menyambut tangan Naina dengan lega. "Oh Tuhan, syukurlah kau selamat."

Tala turun dari kuda yang ia bawa untuk Zonya. Memegang tali kekangnya dan naik ke atas kuda yang sama dengan Naina. Suara penyerang kembali mendekat.

"Pergilah, aku akan menahan mereka." Zafeer memerintahkan.

Tanpa menunggu lagi, Tala pun melajukan kuda miliknya dan menarik kuda yang dinaiki Zonya bersama laju kudanya.

Gelapnya gua itu tidak membuat Tala tersesat. Ia tahu kemana harus berbelok dan melangkah. Dengan pedangnya ia memotong tali yang tergantung pada salah satu dinding berbatu itu, membuat beberapa batu berjatuhan di belakang mereka. Menutupi jalan agar tidak ada yang mengikuti mereka.

Persiapan kabur yang benar-benar matang. "Kyran tahu ini akan terjadi, tapi kenapa bisa secepat ini," ucap Tala sebelum Naina bertanya tentang persiapan pelarian ini.

.
.
.

Di atas kapal yang membelah perairain menuju Turki. Kyran terbangun dengan kepala berdenyut di kabin miliknya yang bergoyang karena ombak lautan. Ia sudah sering menaiki kapal untuk penyerangan-penyerangannya sebelum ini. Ia tidak pernah takut membelah lautan, tidak pernah takut menyerang bangsa yang lebih kuat sekalipun. Tapi, perasaan yang ia rasakan saat ini membuatnya berkeringat dingin. Ia tidak bermimpi buruk, hanya saja perasaannya menjadi resah ketika ia sedang tidur.

Ia bangun dari tempat tidurnya, memakai jubah hitam miliknya dan keluar dari kabin yang membuat nafasnya sesak itu. Di luar langit sangat gelap, begitu juga dengan air yang berada di bawah kapal mereka. Gelap karena malam memang selalu datang membawa kegelapan saat bulan tertutup awan.

Angin dingin menerpa wajahnya, Kyran menatap dengan mata yang menyipit laut yang luas di depannya. Turki sudah di depan mata, ia bisa merasakan hal itu. Bangsa itu, bangsa yang sulit untuk ditaklukkan apalagi untuk diajak bekerja sama. Tapi, Turki akan dengan senang hati membantu untuk menyerang Mesir. Bisa dipastikan perseteruan antara kedua bangsa itu tidak akan pernah menghilang sampai kapanpun. Dan Turki, selalu suka mencari cara untuk menjatuhkan Mesir.

"Yang mulia." Khabib memanggil dari belakangnya.

Kyran mengernyitkan alisnya seraya berputar dan menatap Khabib. "Aku bukan Raja, khabib. Masih panglima perang seperti dulu."

"Tapi, bagi kami kaulah raja Persia. Ditambah lagi saat ini putri sedang memgandung."

"Tidak bisa dipastikan bayiku adalah laki-laki."

"Apapun jenis kelaminnya, saya yakin maksud King Dariush sudah jelas. Dia hanya ingin anda yang menjadi raja. Lagipula, raja yang sekarang bukanlah raja yang kami inginkan."

Kyran tersenyum miring. Senyum menakutkan. "Bardia... bagaimana mungkin dia adalah anak dari King Dariush yang hebat."

"Kami pun mempertanyakan hal yang sama."

"Panglima." Seseorang menginterupsi mereka. "Ada sesuatu yang ingin hamba sampaikan."

Kyran merasa tegang. Ia tahu itu adalah kabar buruk. "Teruskan," ucap Kyran.

"Burung elang pembawa pesan yang kita kirim seminggu yang lalu telah kembali."

Burung elang? Oh, burung elang yang ia kirim untuk memberikan kabar kepada perkemahan kecil mereka. Kepada Naina.

"Dimana burung itu?"

"Tapi, kondisi burung itu." Kalimat prajurit yang melapor itu menggantung.

"Teruskan!" Bentak Kyran.

"Burung elang itu kembali berama burung lain."

"Apa maksudmu?" geram Kyran. Tidak sabar karena laporan prajurit itu, ia berjalan melewati prajurit itu ke arah sisi lain kapal.

Ia menemukan burung yang dimaksud dalam keadaan mengenaskan. Di sebelahnya ada burung elang yang lain. Ia berjongkok dan mengambil burung elang yang ternyata telah mati itu. Mengambil surat yang dikaitkan di kaki burung itu dan membacanya. Surat itu miliknya. Itu artinya Naina tidak menerima pesannya.

Nafas Kyran langsung memburu keras, menyadari bahwa burung itu mati sebelum mendarat ke kemah Naina membuatnya cemas. Ia lantas menyambar burung elang yang membawa elang yang telah mati itu. Ia menemukan sesuatu di leher elang itu. Sebuah surat kecil yang bertuliskan...

Istrimu akan baik-baik saja... tidak perlu menghawatirkannya..

Penuh cinta..
Zahra..

_

Kyran mengeram, tangannya meremas surat itu dengan tatapan yang berapi-api. "Putar lagi kapalnya," desisnya marah seraya berjalan menderap ke arah kemudi kapal.

"Tapi, Panglima. Turki sudah di depan mata." Khabib berlari mengikuti Kyran.

"Kumohon," pinta Kyran dengan suara tersiksa.

Khabib berlari lebih cepat, menahan bahu Kyran. "Pikirkan Persia. Kita sudah semakin dekat."

"Mereka menangkap Naina," bentak Kyran.

"Aku yakin Tala bisa mengatasi masalah, Panglima. Kau tidak akan meninggalkan Naina bersama Tala begitu saja jika kau tidak percaya pada kecakapannya dalam melindungi Naina, bukan? Ayolah Kyran. Jangan percaya pada secarik kertas kosong. Kau yang paling tahu bahwa itu hanyalah sebuah ancaman."

Kyran masih bernafas dengan sangat cepat. Tubuhnya bergetar hebat karena rasa takut yang tiba-tiba saja melanda dirinya. Inilah yang ia takutkan ketika ia menyerah pada perasaan cinta. Ia menjadi lemah dan tidak bisa berpikir secara waras. Tapi, demi Tuhan. Istrinya kemungkinan sedang dalam bahaya saat ini. Dan, bayi mereka.

"Panglima. Jika Zahra memang menangkap, putri. Aku yakin putri tidak akan berada dalam bahaya. Kau yang paling tahu bahwa seseorang yang berharga bagi musuh, akan dijadikan sandera untuk bertahan."

Kyran mengerang. Ya... dia tahu itu.

"Aku yakin, Tala bisa mengatasinya. Bukankah persiapan kita telah matang. Tentang gua itu."

Gua itu.. ah, kenapa ia bisa lupa?

"Kau benar," ucap Kyran.

Khabib mendesah lega. Syukurlah panglimanya telah kembali lagi.

"Percepat laju kapal ini. Aku ingin kembali secepatnya."

"Bale..."

.
.
.

Bersambung...

Iiihh.. masih aja bersambung.. udah tau moodnya suka ilang. Bersambung aja terus.. (ngedumel sendiri) hahahaha

Lanjutannya.. heuummm... mudah"an bisa cepet. Terus dukung aja ya. Ketik iye spasi lanjut kirim ke 0000 *apa coba? Hahahaha

With love..
Iyesari



Continue Reading

You'll Also Like

The Queen Of Egypt By NINA

Historical Fiction

446K 87.6K 67
18+ Menjadi calon Firaun artinya tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya di sekitarmu. Mena telah melalui puluhan kali percobaan pembunuhan, fitnah...
453K 38K 33
Kehidupan Evelyn yang sempurna berubah setelah kematian kedua orang tuanya. Ia harus menjual harta dan kediamannya untuk membayar hutang keluarga. Se...
224K 6.8K 42
[ C O M P L E T E ] +Rochealine's first story+ Kisah cinta itu, tidak semuanya berawal indah. Tapi, yang berawal dengan sedih, bukan berarti berakhir...
39.9K 4.1K 39
⚠️ BOYSLOVE ⚠️ TAYNEW💙 Saat mulut ku tak mampu berucap, saat mata ku tak mampu menatap, kameraku terangkat untuk menjadikanmu bagian dari memori ku...