Arabella & The Waterhouse Fam...

By GeenaAG

709K 77.2K 15.4K

Maukah kamu tinggal bersama keluarga yang memiliki kuburan di halaman belakang rumah? Atau makan malam bersam... More

Dalam kenangan, Anthony Ackerman
Grave 2
Grave 3
Grave 4
Grave 5
Grave 6
Grave 7
Grave 8
Grave 9
Grave 10
Grave 11
Grave 12
Grave 13
Grave 14
Cast & Characters
Grave 15
Grave 16
Grave 17
Grave 18
Grave 19
Grave 20
Grave 21
Grave 22
Grave 23
Grave 24
Grave 25
Grave 26
Grave 27
Grave 28
Characters ; The Sims Version
Grave 29
Grave 30
Grave 31
Grave 32
Grave 33
Grave 34
Grave 35

Grave 1

36.1K 3.4K 612
By GeenaAG

For you who believes that magic is real  

Akhir pekan selanjutnya menjadi saat-saat yang paling canggung di dalam hidup Arabella. Bagaimana tidak? Dia tengah berada di dalam satu mobil bersama Tuan Evanders--manusia yang tidak teridentifikasi di muka bumi.

Ketika Arabella masih kecil, seorang gelandangan pernah menyusup ke dalam rumahnya diam-diam, lalu mengambil seluruh makanan dari lemari pendingin. Penampilan orang asing itu bisa dibilang amat nyentrik karena dia mengenakan lebih dari tiga puluh kalung buatan suku maya, serta berpakaian ala native Jamaica. Dengan rambut gimbal yang tak terawat, Arabella kecil--yang kebetulan memergoki langsung si gelandangan--malah mengira penampakan yang dilihatnya adalah hantu Bob Marley. Baginya si gelandangan adalah orang yang paling jelek yang pernah ditemui. Namun ternyata ada orang yang lebih aneh, lebih mengerikan daripada penjaga makam sekalipun. Dan orang itu berada persis di sampingnya saat ini, tak lain dan tak bukan adalah sosok Tuan Evanders.

Sebelum pergi bersama Tuan Evanders, Arabella telah memikirkan sebuah rencana yang bisa dibilang tidak penting. Sebagai antisipasi selama perjalanan menuju rumah barunya, sebuah pisau kecil dia selipkan di dalam saku guna berjaga-jaga apabila sesuatu yang buruk tengah menimpa. Jujur saja dia lumayan pandai menggunakan pisau, walaupun itu hanya sejenis pisau dapur yang digunakan untuk memotong-motong bawang merah.

Omong-omong, mereka akan menempuh perjalanan melalui jalur darat dari New York menuju negara bagian* yang sebaiknya tidak aku sebutkan. Karena jujur saja aku tidak ingin membuatmu terlalu khawatir tentang bagaimana kau akan menjalankan hidupmu selanjutnya.

(*Aku urung menyebutkan tempat di mana mereka tinggal, sebab aku tidak akan bertanggung jawab jika ternyata mereka adalah tetanggamu, atau anak-anak mereka ternyata merupakan teman satu sekolahmu, yang mungkin akan membuat sepatumu terbakar dengan sendirinya jika kamu berani mengamati mereka lebih dari enam puluh detik).

Pagi harinya, sebuah mobil yang konon katanya lebih tua daripada umur Clint Eastwood terpakir mentereng di depan Apartemen. Arabella nyaris tersedak ludahnya sendiri begitu Tuan Evanders menuntunnya ke dalam sebuah mobil bekas zaman perang dunia kedua. Semua orang tahu jika kendaraan setua itu tidak akan mampu menempuh jarak jauh. Akan tetapi, Tuan Evanders yang terlalu antusias terus meyakinkan Arabella bahwa semua akan baik-baik saja. Mobil itu tidak akan mogok di tengah jalan, paling tidak selama Tuan Evanders berada di dalamnya.

Setelah lama berpikir keras, akhirnya Arabella tidak punya pilihan lain selain menaiki rongsokan berjalan tersebut.

Syukurlah mobil itu tidak meledak ketika sang sopir mulai menginjak pedal gas. Dan hal itu membuat kegelisahan Arabella mereda.

Sebelum pergi meninggalkan kota New York, seluruh kota diguyur hujan deras. Anehnya hujan tidak terjadi ketika mereka tiba di area perbatasan. Cuaca malah berubah sekitar 180 derajat dalam hitungan detik. Keganjilan itu tidak serta merta membuat Arabella merutuk pada ramalan cuaca.

Selama perjalanan berlangsung, Tuan Evanders tidak menyinggung di mana letak rumahnya berada. Pria itu hanya memberi sedikit clue bahwa rumahnya, tempat tinggalnya, masih berada di atas pijakan bumi. Arabella menduga jika rumah keluarga Waterhouse tidak akan jauh dari New York, yang artinya dia masih bisa berkunjung ke kota itu kapan pun dia mau.

Gantungan tengkorak kepala kadal yang bergoyang-goyang di atas dashboard mobil membuat Arabella risih sekaligus ngeri. Tuan Evanders mengatakan bahwa itu merupakan jimat keberuntungan; jimat yang membuat keluarga Waterhouse terhindar dari segala macam bahaya lalu lintas.

Tentu saja Arabella tidak terlalu menghiraukan perkataan Tuan Evanders yang tidak masuk akal. Menurutnya hal itu hanyalah sebuah omong kosong yang dibuat-buat oleh orang sinting. Dia memilih mendengarkan lagu favorit melalui Ipodnya. Karena terlalu emosional, dia bersenandung pada bagian reff. Tetapi suaranya yang hambar, tidak sampai membuat Tuan Evanders yang duduk di sebelahnya memprotes.

Mereka menghabiskan sisa waktu perjalanan dengan kesibukan masing-masing. Arabella terpaku pada gadget-nya, sedangkan Tuan Evanders sibuk menulis sesuatu yang sangat rahasia di buku catatan mini miliknya.

Sepuluh menit telah berlalu. Tuan Evanders menyudahi menulis sesuatu di buku catatan, meletakkan buku kecil itu ke dalam saku kemeja hitamnya. "Jadi, bagaimana menurutmu?" Tuan Evanders tidak perlu repot-repot menyuruh anak angkatnya untuk melepaskan earphone, karena dalam sekejap Ipod gadis itu mati total.

"What the--"

"Jadi, bagaimana menurutmu?" ulang Tuan Evanders lembut. Walaupun berwajah menyerupai vampire, tetapi Tuan Evanders selalu menyelipkan senyuman ketika berbicara. Senyuman yang tentunya mengandung makna terselubung.

Menurutku? Menurutku semua ini seperti neraka, membosankan tingkat akhir, lebih buruk daripada pergi melihat monyet terbang di kebun binatang, keluh Arabella dalam hati.

"Menyenangkan."

Bercakap-cakap dengan Tuan Evanders tidak akan ada gunanya bagi Arabella. Menurutnya, pria itu tidak akan pernah terkoneksi dengan pikirannya yang maju. Dia dan Tuan Evanders ibarat air dan minyak yang tidak dapat menyatu. Gadis seperti dirinya sangat kekinian, sedangkan Tuan Evanders terlihat begitu kuno dan juga tidak keren.

"Teknologi membuat kita menjadi bodoh, membuat kita tidak menyatu," komentar Tuan Evanders diselingi tawa.

Well, Terima kasih kepada Steve Jobs dan Bill Gates yang membuat banyak orang menjadi tolol, pikir Arabella dalam hati.

Dia menahan untuk tidak memutar bola mata, karena tahu itu tidak sopan. "Baiklah," katanya, "menurutmu apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Membaca lebih baik, aku mempunyai beberapa bacaan buku yang menarik untuk dibaca."

Sejauh mata memandang, tidak ada satupun buku yang terlihat di dalam mobil. Apakah Tuan Evanders menyimpan semua buku-bukunya dalam format E-book? Akan tetapi, hal itu sangat mustahil mengingat pria itu sama sekali tidak mendukung adanya teknologi.

Apa pun yang direncanakan Tuan Evanders, Arabella siap menerima segala tantangan yang diberikan, karena dia hampir mengetahui semua nama pengarang yang menulis tentang dunia politik, atau biografi tokoh-tokoh dunia. Seleranya boleh seperti orang tua, tetapi opininya jelas modern. "Apa itu karya Michael H. Hart?"

Tuan Evanders menggelengkan kepala. "Ah, bukan. Kau pernah mendengar nama Silver Falcon?"

Kerutan dalam muncul di dahi Arabella. Sejujurnya dia belum pernah mendengar nama pengarang yang disebutkan Tuan Evanders. "Anda menyarankan aku untuk membaca buku tentang anak-anak?"

"Uhm, tidak ... bukan itu maksudku."

"Jadi, buku apa yang Anda maksud?"

"Buku yang mengulas berbagai hal tentang supernatural dan alam gaib. Kau tahu," kata Tuan Evanders, "kebanyakan cerita yang mengungkap tentang sesuatu yang berkaitan dengan pengusiran setan. Seperti langkah-langkah apa saja yang harus dijalankan, dan doa apa yang harus kita lafalkan. Aku pernah mendengar kasus yang sulit diselesaikan di bagian selatan New Orleans. Beberapa Pendeta berupaya untuk mengusir setan-setan dari tubuh seorang gadis dua puluh tahunan, tidak sedikit yang mencotoh apa yang dikatakan Silver Falcon pada bukunya. Namun sampai sekarang, iblis-iblis itu tetap tidak mau keluar dari tubuh si korban."

Arabella hanya bisa memandang Tuan Evanders dengan tatapan penuh tanya. Ingatannya kembali pada malam sebelum dia pergi meninggalkan kota New York. Seseorang yang tidak dia ingat wajahnya datang ke kediaman keluarga Ackerman. Orang itu memberikan sebuah album foto yang lumayan tebal. Dia mengaku sebagai perwakilan dari Tuan Evanders, yang katanya tidak dapat hadir karena suatu alasan.

Pada saat yang bersamaan, Tuan Evanders dikabarkan sedang bermasalah pada pencernaannya akibat keracunan makanan. Padahal, dia hanya menyantap satu sendok sup daging sapi cincang sewaktu makan malam di hotel, dan tiba-tiba saja perutnya menari-nari tak karuan bagaikan ombak di samudra Antartika.

Dibukanya album foto tersebut dengan sangat hati-hati. Di dalamnya berisi foto-foto mendiang sang ayah bersama dengan Tuan Evanders sejak mereka masih kecil hingga remaja. Ayahnya merupakan sosok periang sedari kecil, berbeda dengan Tuan Evanders yang selalu tampak misterius dan dingin. Ayahnya selalu tersenyum bahagia ketika lensa kamera mengambil gambarnya, sedangkan Tuan Evanders hanya menyunggingkan senyuman sinis yang tidak ada artinya. Dan yang lebih mengerikan lagi, wajah Tuan Evanders sudah kelihatan sepucat mayat sejak dulu.

Ada beberapa hal yang membuat Arabella bertanya-tanya dalam hati; ada apa dengan warna hitam? Mengapa Tuan Evanders selalu memakai pakaian serba hitam? Bahkan ketika ayahnya dan Tuan Evanders berada di perayaan St. Patrick, teman ayahnya itu masih tetap memakai pakaian serba hitam alih-alih hijau. Seperti tidak ada warna lain yang layak untuk dipakai sehari-hari.

Pada halaman berikutnya, Arabella menumpukan pandangan ke foto perayaan Halloween; foto sewaktu ayahnya dan Tuan Evanders menginjak masa remaja. Yang menarik perhatiannya kala itu bukan penampilan ayahnya yang mengenakan kostum ibu peri, melainkan Tuan Evanders yang secara terang-terangan memakai jubah hitam dan membawa pedang Reaper. Dari sanalah dia selalu beranggapan bahwa Tuan Evanders seratus persen lebih menyeramkan daripada asisten malaikat pencabut nyawa.

Satu petunjuk yang sulit diterima oleh logika Arabella. Paling tidak album foto itu menunjukkan satu bukti bahwa Anthony dan Tuan Evanders memang mempunyai hubungan persahabatan yang unik satu sama lain. Tetapi tetap saja masa ayahnya mau berteman dengan manusia tidak teridentifikasi seperti Tuan Evanders?

Pria aneh, pikir Arabella.

"Tidak, terima kasih," sahutnya, memberi senyuman manis. Membaca serial Goosebumps satu halaman pun dia rasa tidak akan sanggup. Karena dia sama sekali tidak percaya dengan hal-hal gaib semacam itu.

"Sayang sekali, padahal Emily suka membacanya."

Lima menit berselang mereka lalui dengan diam seribu bahasa. Arabella mulai gelisah dari tempat di mana dia duduk. Dia mencuri pandang ke arah Tuan Evanders yang kini diselimuti aura kegelapan. Merasa bulu kuduknya meremang tanpa tahu malu, dia mencoba untuk berbasa-basi guna menghilangkan rasa ngeri.

"Anda punya berapa anak, Tuan Evanders?" tanya Arabella. Dia belum sempat mengenal Tuan Evanders lebih jauh. Mungkin dengan cari seperti ini, bayangan negatif yang melekat pada ayah angkatnya itu menjadi berkurang.

"Aku mempunyai empat anak," jawab Tuan Evanders. "Dua putra yang tampan dan dua putri yang cantik."

"Pasti menyenangkan sekali bisa berada di rumah Anda."

"Ditambah dengan kehadiranmu pasti akan lebih menyenangkan," kata Tuan Evanders disertai senyuman misterius.

Senyuman malu-malu mengembang di wajah Arabella yang polos. Dia tidak pernah membayangkan bagaimana rasanya mempunyai saudara. Selama enam belas tahun hidup di dunia ini, kesepian sudah menjadi temannya sehari-hari, kesendirian telah menjadikannya orang yang mudah sensitif dan berpikiran negatif. Dia sangat berharap jika calon saudara-saudara angkatnya tidak akan seaneh ayahnya, Tuan Evanders.

"Apakah perjalanan kita masih jauh?"

Tiba-tiba saja mobil yang mereka tumpangi berhenti mendadak. Arabella yang tidak memakai sabuk pengaman tersungkur ke kursi penumpang bagian depan. Benturan itu menimbulkan rasa pening yang luar biasa dashyat di sekitar kepala.

"Aww," protesnya kesakitan. "Apa-apaan itu tadi?"

"Ah, maaf soal itu." Tuan Evanders membantu Arabella meneggakkan tubuh.

"Tidak apa-apa, sungguh."

"Kita sudah sampai, Nona muda," ujar Tuan Evanders. "Pemberhentian yang keren Beep, kurasa kau telah banyak belajar akhir-akhir ini." Dia mengedipkan mata kepada Beep melalui kaca spion bagian dalam.

"Benarkah?" Arabella terkejut. Baru sedetik yang lalu dia merasa masih berada di jalan tol yang panasnya menyengat. Sekarang, yang dilihatnya hanya cahaya petang dan kabut tebal yang berkerumun bagaikan gumpalan kapas.

"Ayo ... aku tidak sabar memperkenalkanmu kepada keluargaku," ajak Tuan Evanders seraya membuka pintu mobil.

Arabella merapihkan diri, membenarkan rambut yang kusut akibat benturan tadi. Selama pembenahan diri, dia tidak menyadari bahwa sopir keluarga Waterhouse tengah memperhatikannya dari bangku kemudi. Leher Beep berputar 180 derajat ke arah belakang.

"Nona, apa kau perlu bantuan lagi?" tanya Beep sambil menyeringai, yang sontak menunjukkan barisan giginya yang besar-besar.

Arabella terkejut lagi, kali ini hampir menjerit namun suaranya teredam oleh dekapan tangannya. Bagaimana bisa leher orang itu memutar seperti burung hantu?

Beberapa waktu lalu, Tuan Evanders telah memperkenalkan Beep kepada Arabella saat penjemputan di New York. Kejadiannya begitu singkat namun dramatis. Nyaris saja gadis itu menelepon NYPD sewaktu memergoki Beep, yang diduga telah mencuri seluruh kopernya. Untung saja Tuan Evanders datang di waktu yang tepat, kalau tidak wajah Beep sudah penuh luka akibat lemparan guci.

"Lemparan yang bagus, Manis." Tuan Evanders menangkap satu guci dengan sebelah tangan. "Perkenalkan Beep ini Nona Arabella, dan Arabella ini Beep, sopirku yang juga akan menjadi sopirmu juga."

Tentu saja kesalahan bukan ada pada diri Arabella. Salahkan Beep yang punya wajah berupa tupai.

Ini hanya mimpi. Ini hanya mimpi, bisik Arabella dalam hati.

Untuk memastikan kalau yang dialami bukan mimpi, dia mencubit pergelangan tangannya sendiri keras-keras. Sakit. Berati yang dialaminya jelas bukan mimpi.

"Tidak, terima kasih Beep," jawabnya cepat, lalu meninggalkan Beep seorang diri di dalam mobil.

Dengan langkah yang terasa berat, Arabella menghampiri Tuan Evanders yang sudah berdiri menunggu tidak jauh darinya, mengabaikan apa yang baru saja dia lihat karena yakin semua yang terjadi hanyalah ilusi semata. Dimulai dari aura kegelapan yang diperlihatkan Tuan Evanders, perjalanan secepat kilat, ditambah lagi gerakan leher Beep yang tidak wajar. Sudah pasti dia berada di alam mimpi terliarnya.

Angin berhembus menerpa helaian rambut panjang Arabella. Udara sedingin kutub utara menyambutnya dari segala arah, rasanya menyerap sampai ke dalam tulang. Tubuhnya menggigil akibat perubahan cuaca yang tidak terduga. Padahal, dia sudah meengenakan mantel tebal berwarna ungu pucat, namun rasanya seperti mengenakan kaos setipis kertas. Sejauh mata memandang, yang dilihatnya hanyalah kabut pekat. Seperti gumpalan awan hitam yang menyelimuti pemakaman. Tuan Evanders tidak jauh berada di depannya, tetapi terlihat seperti bayangan siluet.

"Aku tidak bisa melihat apa-apa, Tuan Evanders," keluh Arabella sembari melirik ke kanan dan ke kiri.

"Ah, maafkan aku. Elena pasti terlalu antusias menyambut kedatanganmu. Aku akan membereskan kekacauan ini." Tuan Evanders menyamai langkah Arabella.

Tiba-tiba saja seluruh kabut berpendar di udara. Seolah-olah ada yang menariknya mengunakan tali gorden. Dan ketika Arabella sudah melihat dengan jelas, ternyata rumah keluarga Waterhouse berada tepat di depan matanya. Dalam sekejap tungkainya menjadi lemas dan kepalanya berkunang-kunang. Bahkan dia sendiri pun tidak sadar jika mulutnya terbuka terlalu lebar, tercengang, tidak tahu harus berkata apa.

Terlintas ingatan di malam Halloween pada saat dia berumur delapan tahun. Arabella dan ayahnya pergi ke karnaval di pusat kota New York pada larut malam. Tujuannya hanya satu, yaitu pergi ke rumah hantu. Sebelum tidur ayahnya suka menceritakan tentang hantu lagenda anak-anak seperti Boogyman dan Bloody Marie. Dia tidak percaya pada cerita-cerita itu jika belum pernah bertemu langsung dengan hantu-hantu itu. Keinginanya tercapai ketika dia baru memasuki pintu gerbang rumah hantu. Dalam kegelapan yang pekat, dia berteriak histeris, menggumamkan kata-kata yang tidak dimengerti selama berada di dalam sana. Pasalnya dia banyak melihat hal lain; sesuatu yang sangat menyeramkan, sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh ayahnya atau orang lain yang berada di dalam sana. Sejak saat itulah dia selalu membenci rumah hantu.

Takdir berkata lain. Selama kurang dari dua tahun kedepan, Arabella tidak diizinkan untuk membenci rumah hantu. Karena dia akan tinggal di rumah yang lebih menyeramkan sepuluh kali lipat daripada rumah hantu.

Rumah keluarga Waterhouse begitu besar, sarat kegelapan, dan tidak seperti yang Arabella bayangkan. Dari luar, rumah itu tampak seperti mengamatinya dengan garang, siap untuk menerkamnya bulat-bulat seperti permen kapas. Untungnya tidak ada kepala badut yang bertengger di atas kanopi, yang membuatnya teringat akan masa lalunya yang kelam itu.

Apakah ayahnya serius menempatkannya di rumah ini? Apakah ayahnya sedang dalam pengaruh obat-obatan ketika menulis surat wasiat?

"Selamat datang di rumahku, Nona muda. Mulai sekarang rumah ini akan menjadi milikmu juga."

Arabella mengerjapkan matanya berkali-kali, tidak begitu mendengar apa yang diucapkan Tuan Evanders. Dia seperti manusia yang kehilangan setengah otaknya, tidak bisa bepikir jernih.

"Seluruh barang-barangmu telah dibawa ke dalam oleh Lumpa-lumpa," lanjut Tuan Evanders.

"Apa itu Lumpa-lumpa?"

Ada yang menarik-narik mantel Arabella dari bawah. Dia meliriknya sekilas. Di sana telah berdiri kutu berambut raksasa setinggi satu kaki--itulah yang dipikirkan Arabella ketika dia melihat mahkluk kerdil yang bertengger di bawah kakinya. Dia tersadar apa yang dialaminya bukan sebuah mimpi belaka. Semua yang dialaminya benar-benar nyata. Sedetik kemudian, tanpa peringatan atau aba-aba, dia pun jatuh pingsan, meninggalkan suara dentuman keras di lantai kayu.

"Ups ... sayang sekali, padahal lumpa-lumpa hanya ingin meminta tips," imbuh Tuan Evanders dengan nada menyesal.

Continue Reading

You'll Also Like

476K 1.5K 9
🔞 cerita ini mengandung adegan dewasa
1.4M 4.5K 37
cerita yang penuh dengan seks harap jangan sange bila mebaca.
1.3M 93.7K 33
18+ Kayla tidak tahu, bagaimana bisa prolog yang ia baca dengan yang teman-temannya baca dari salah satu web-novel bisa berbeda. Prolog yang Kayla ba...
751K 75.1K 28
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...