Major Let Me Love You

By hellothere_89

167K 14.4K 2.1K

Tentang Arshaka Maisadipta yang dibuat jatuh hati dengan seorang laki-laki berpangkat Mayor. Perwira menengah... More

Maisadipta
Hari Minggu Maisa
Nanti Kamu Sakit
Liputan Memusingkan
Perkara Nasi Box
Bertemu Di Setiap Kesempatan
Hambalang dan Curahan Hati Mas Resky
Cerita Masa Kecil dan Keteledoran Maisa
Debat Cawapres
Yang Kayak Kamu Cuma Satu
Narendra dan pelukan hangat
Sushi Date
Restu Tak Langsung
Lembah Tidar
Magelang dan Sedikit Kejujuran
Upin Ipin dan Keributan
Mayor Theo vs Narendra
Peresmian Titik Air Bersih
Manado I'm In Love
Pesan Heru
Baca deh nih
Kertanegara
Terang Bulan
Planetarium dan Nasi Goreng Obama
Supermarket dan Tentang Yang Lalu
Harapan Theo
Mas Bio Wedding Day
Debat Capres
Bali dan Keingintahuan Theo
Aku Butuh
Kampanye Akbar GBK
Hari Kasih Suara dan Suasana Istora
Cookies dan Pedang Pora
Hati-hati Jenderal!
Sebuah Kabar Dari Penantian
Selamat Jalan Kekasih
Setelah Dia Pergi
Back To Routinity
Theo dan Tugas Baru
Plagiarisme
Bukti Plagiarisme
Pujian Theo
Pertemuan Singkat
ATTENTION
Bertemu Keluarga Theo
Suasana Lebaran Maisa
Berkunjung dan Ulang Tahun
Gilang Pesiar
Lebih Dekat
Narendra dan Kejujuran
Ulang Tahun Maisa
Ngobrol Sebentar
Tamu Bulanan Maisa

Buka Bersama Di Kertanegara

1.9K 256 44
By hellothere_89

Hellooo~

Mohon baca pesan singkat dibawah ini yaa sayang-sayangku.

Pesanku cuma satu, jangan bawa-bawa dan sangkut pautkan cerita ini dengan real life para visual yaa. Ayo sama-sama kita jadi pembaca yang pintar dan bijak <3

Oh, iya! Jangan lupa untuk vote dan comment yang banyak di cerita ini. Okeey?? Kalau ada typo yang bertebaran, mohon dimaafkan.

Happy reading!

°
°
°
°

Hari demi hari terlewati, dan waktu terus berjalan. Menyisakan Maisa dengan seluruh kegiatannya sehari-hari.

Hari ini, sudah memasuki bulan suci Ramadhan. Menjadi puasa pertama untuk Maisa dengan segala rasa yang baru.

Sedih, bahagia, dan kesepian.

Sedih karena ini menjadi puasa pertama yang harus ia jalani tanpa kehadiran Heru. Bahagia, karena ia bisa bertemu kembali dengan bulan suci yang sangat indah.

Dan, kesepian.

Karena harus menjalankan hari-hari selama ramadhan hanya berdua dengan Veve di rumah.

Namun, Maisa menyadari. Setidaknya, ia sedikit lebih beruntung karena masih banyak orang-orang terdekatnya yang menemani hari-hari kelabu nya.

Seperti halnya hari ini.

Maisa dan Veve sama-sama berkunjung ke Kertanegara. Untuk buka bersama, sekaligus pengumuman hasil perhitungan pemilu. Atas undangan Pak Pradana tentunya.

"Alamak, rancak bana Uni Maisa iko...." Puji salah satu pekerja di kediaman Pak Pradana ketika melihat kedatangan Maisa.

Maisa hanya bisa mengulas senyum manisnya, berterima kasih atas pujian yang ia terima. Lalu, kembali melangkahkan kakinya masuk kedalam pekarangan rumah Kertanegara itu.

"Maisaaa~"

Seru salah seorang yang sangat Maisa kenali suaranya. Maisa menolehkan kepalanya, melambaikan tangannya menyapa orang itu.

"Hai, Mas Agam..."

"Widiiii, cantik banget, neng?"

"Hahahaha, terima kasih, lho. Eh, kok lo sendirian, sih? Belahan jiwa lo kemana?" Tanya Maisa penasaran.

Agam mengerutkan keningnya bingung, "Hah? Siapa?"

"Mas Raja."

"Idih, gue masih normal, ya, Mai! Sekate-kate lo kalau ngomong." Sahut Agam berdecak sebal.

"Habisnya kan kalian kayak perangko, nempel terus."

Agam menggerutu pelan, lantas menarik tangan Maisa paksa, mengajak dara cantik itu menuju salah satu ruangan kerja dikediaman Kertanegara.

"Eh, mau kemana?" Tanya Maisa.

"Ikut gue hayuk, kita lihat para bujang lapuk yang lagi pada adu nasib....." Sahut Agam.

Maisa hanya bisa pasrah ketika tangannya ditarik paksa oleh Agam. Dan, didalam ruangan itu, Maisa bisa melihat para 'bujang lapuk' yang tadi Agam maksud sedang duduk melingkar.

Ada obrolan yang sedikit serius disana.

"Guys, assalamualaikum, kalian kangen aku enggak?" Seru Agam sedikit kencang.

"Wa'alaikumussalam, wih, ada ndoro ayu." Sahut Raja.

Resky, Theo dan dua orang lain yang tidak Maisa kenali itu pun tersenyum hangat menyapa Maisa.

"Lagi apa kalian? Kata Mas Agam, ada para bujang lapuk yang lagi adu nasib....." Ujar Maisa bercanda.

Resky yang mendengar sontak menepuk kencang punggung Agam, "Kurang ajar, lo! Kalau kita bujang lapuk, lo apaan!?" Tanya Resky galak.

"Maaf, Bang...."

Manisa tersenyum manis melihat perdebatan dihadapannya, memilih untuk mengambil tempat duduk tepat disebelah kanan Theo.

"Hai~" Sapa Maisa hangat.

"Hai, Mai."

Theo tersenyum tipis, sedikit salah fokus dengan penampilan Maisa hari ini.

"Mai, kesini sama siapa?" Tanya Raja penasaran.

"Sama Mamah, dong. Sama siapa lagi?"

"Ooo, ada Bu Veve? Dimana?" Tanya Rada semangat.

"Diluar, kenapa sih?"

Raja tersenyum jumawa, "Mau ketemu sama sugar mommy, dulu yaaa~"

Setelah mengatakan itu, Raja pun berlari meninggalkan ruangan sambil tertawa terbahak-bahak. Menyisakan Maisa yang membulatkan matanya terkejut mendengar penuturan Raja.

"Mas Raja! Istighfar enggak, lo! Ya Allah, amit-amit banget nyokap gue punya brondong!" Seru Maisa.

Mereka —Theo, Resky, Agam, dan yang lain—, sontak tertawa mendengar seruan Maisa.

"Sabar, Mai. Puasa..." Sahut Theo mengelus pelan pundak Maisa.

"Mas Theo! Mas Raja tuh, omongannya ngawur. Ih, kalau malaikat dengar dicatat nanti, lho!" Adu Maisa.

Theo tertawa kecil, Maisa dengan wajah merajuknya adalah hal yang paling ia suka.

"Raja bercanda doang, Mai. Kamu kayak enggak tau dia saja."

"Tapi bercandanya enggak lucu, ih!" Sungut Maisa.

Resky, dengan sisa tawanya itu berusaha menenangkan Maisa juga, "Sabar, Mai. Jangan marah-marah, masih puasa. Nanti pas buka saja, baru kita smack down dia."

"Setuju, Mai! Nanti gue bantuin deh!" Celetuk Agam.

Setelah suasana sedikit kondusif, Theo pun mengajak mereka semua untuk segera keluar.

"Mas Theo...." Panggil Maisa pelan.

"Kenapa, Mai?"

"Itu, didepan banyak banget penggemar kamu, ya? Tadi, pas aku mau masuk, ada yang kenalin aku."

Theo sedikit mengerutkan keningnya, "Iya? Bilang apa dia?"

"Tanya ke aku, aku yang waktu itu makan malam di warung pecel sama kamu atau bukan." Sahut Maisa.

Melihat wajah Maisa yang seolah biasa-biasa saja, Theo kembali bertanya untuk memastikan, "Kamu risih enggak?"

"Enggak, kok. Mereka masih dalam batas wajar juga."

"Terima kasih, ya. Kalau ada yang mengganggu kamu, langsung kasih tau saya."

"Aman, Mas."

Setelah perbincangan singkat itu, Theo izin pamit pada Maisa untuk bergabung dengan asisten pribadi Pak Pradana yang lain, sedangkan Maisa memilih untuk menghampiri keluarga besarnya itu.

"Aduh, cah ayu ini, bukannya sowan dulu, ya, ke Bude dan Pakde nya...." Ujar Bu Bianti, anak sulung di keluarga Djojohadiningrat.

"Hehehehe, maaf ya, Bude...."

Bu Bianti tersenyum manis, mengecup pelan kedua pipi Maisa dengan penuh sayang, "Anak Bude yang cantik ini, sudah besar ya, ternyata. Sudah punya tambatan hati...."

"Semoga Maisa bahagia selalu, ya. Bude dan Pakde yang lain selalu berdoa untuk kebahagiaan Maisa." Lanjutnya.

Maisa tersenyum tipis, hatinya menghangat mendengar penuturan Bu Bianti.

"Terima kasih, Bude. Sudah selalu sayang dengan Maisa...."

Veve yang menyaksikan itu turut tersenyum haru, batinnya berterima kasih karena keluarga mendiang Heru begitu hangat.

"Aku beruntung bertemu kamu, Mas...." Bisik Veve dalam hatinya.

Setelah acara ber-haru-ria itu, Bu Bianti mengajak yang lainnya untuk segera ke meja makan, waktu berbuka sebentar lagi tiba.

"Bude mau Maisa ambilkan makan?" Tawar Maida sopan.

"Ndak usah, nduk." Sahut Bu Bianti tersenyum manis.

Maisa mengangguk paham, lantas menawarkan bantuan juga kepada Veve dan keluarganya yang lain.

Maisa juga sempat bertemu dengan Mas Bio serta sepupunya yang lain, saling menyapa dengan penuh sayang.

"Adik kecilku, puasa kamu?" Tanya Mas Bio jahil.

"Puasa, dong. Kalau bolong, nanti uang thr aku dipotong." Sahut Maisa bercanda.

Setelah berbuka puasa bersama itu, beberapa yang ada berpencar. Ada yang memilih untuk melaksanakan shalat Maghrib, ada juga yang bergabung bersama para koalisi Indonesia Maju.

Salah satunya Maisa yang asik berbincang dengan Mbak Ranisa, istri dari Mas Agis. Ketua Umum Partai Demokrasi.

"Maisa, nanti ikut buka bersama bareng Partai Demokrasi, yuk..." Ajak Mbak Ranisa.

"Ah, enggak enak aku, Mbak. Aku kan bukan siapa-siapa...." Tolak Maisa tak enak hati.

Mbak Ranisa menggeleng cepat, "Ih, kamu kan keluarganya Bapak. Ikut saja, ya? Anggap saja undangan resmi dari aku."

"Enggak janji ya, Mbak..."

"Harus janji, dong. Ah, nanti aku suruh Mas Agis deh, biar ajak kamu." Sahut Mbak Ranisa tertawa kecil.

"Waduh, kalau Mas Agis yang suruh aku enggak bisa nolak, takut aku...."

Mereka berdua pun tertawa, dengan pada akhirnya, Maisa mengiyakan ajakan Mbak Ranisa itu.



























Hai, semua.

Apa kabar? Semoga sehat-sehat semua, ya.

Semoga chapter ini masih berasa ya feel nya. Sengaja tidak aku masukan bagian Bapak pidato, karena sedikit sensitif dengan masalah yang kemarin, semoga di maklumi yaaa...

Oh iya, untuk si 'penulis' ini, sampai sekarang belum ada respon apa-apa. Aku masih menunggu itikad baik beliau.

Jujur, setelah kejadian plagiarisme ini, ketika nulis draft baru rasanya jadi beda. Enggak semangat? Mungkin gitu.

Tapi tenang, aku berusaha untuk tetap mengesampingkan masalah itu supaya kalian yang menunggu cerita ini terbayar rasa penasarannya dengan kisah Theo dan Maisa di chapter selanjutnya.

Jangan lupa vote dan comment yang banyaaaaak, ya. Kangen banget sama notifikasi dari kalian semua.

See you 🌷

Continue Reading

You'll Also Like

419K 33.6K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
105K 7.8K 30
si dokter cantik ini tidak sengaja menolong ibu dari seorang athlete kenamaan, sang ibu meminta sang anak Rian Ardianto untuk bisa meminang si dokter...
124K 6.7K 47
Avira bernafas lega begitu dia berhasil mendudukan tubuhnya diantara kerumunan manusia yang memenuhi stadion ini. Pertandingan masih di mulai sekitar...
149K 20.5K 22
[END] Mungkin ia hanya sedikit kurang waras sejak gadis berpipi kemerahan itu menatapnya dengan mata ceria Sambil berujar 'apa kabar om Jefrey!"