The Crazy Class

By ekanurfad_

64.7K 4.8K 610

Disatukan dengan murid-murid ambisius bukanlah keinginan seorang Keyla Zeara. Entah keberuntungan apa yang me... More

35 42 34 31 34 22 45 15
34 33 15
44 52 34
44 23 42 15 15
21 34 45 42
21 24 51 15
43 24 53
43 15 51 15 33
15 24 22 23 44
33 24 33 15
44 15 33
15 31 15 51 15 33
44 52 15 31 51 15
44 23 24 42 44 15 15 33
21 34 45 42 44 15 15 33
21 24 21 44 15 15 33
43 24 53 44 15 15 33
43 15 51 15 33 44 15 15 33
15 24 22 23 44 15 15 33
33 24 33 15 44 15 15 33
44 52 15 33 44 54 / 34 33 15
44 52 15 33 44 54 / 44 52 34
44 52 15 33 44 54 / 44 23 42 15 15
44 52 15 33 44 54 / 21 34 45 42

44 52 15 33 44 54

1.7K 153 25
By ekanurfad_

Lelaki dengan seragam khas SMK Nusa Bina melonggarkan dasinya yang terasa mencekik, kemudian memasukkan kedua tangan ke saku jas jurusan dan menatap tajam ke depan.

SMK Nusa Bina, sekolah kejuruan terfavorit se-Indonesia yang sudah memenangkan banyak lomba praktikum sesuai jurusannya itu ditatap tajam oleh lelaki ini. Lelaki yang sebenarnya malas untuk sekadar menginjakkan kaki kembali ke sekolah ini.

Dengan lencana emas bernomor #5 yang silau terkena matahari, lelaki tersebut berjalan untuk menuju lift. Tidak ada minat dalam dirinya untuk masuk kembali ke sekolah ini. Ia ingin terus membolos saja, tetapi dirinya juga tidak mau kalau sampai papanya tahu apa yang dilakukan lelaki itu. Dia masih belum siap jika harus menjadi samsak papanya lagi.

Sampai di lantai yang mengarah ke kelasnya, Raden keluar dari lift masih dengan mimik muak. Ya, orang itu adalah Raden Egi Rafranza, siswa yang dikenal pernah menduduki posisi ke-4 sebagai pemilik NEM tingkat SMP tertinggi se-Indonesia tahun 2019, tetapi ranking semester satunya tergeser oleh Keyla. Lelaki urakan itu duduk di tempatnya setelah benar-benar masuk ke ruang kelas, menatap seisi kelas X AKL 1 yang sibuk sendiri.

Terlihat, sang kembaran menatapnya seakan penuh rindu, tetapi Raden tidak peduli itu.

Saat Raden baru saja meletakkan tas hitamnya di atas meja dan menyilangkan kedua tangan di atas tasnya untuk dijadikan bantal, seseorang datang dengan tergesa.

Lelaki yang memakai seragam lebih rapi daripada Raden itu berkata, "Den, lo dipanggil Bu Anya. Disuruh ke ruangannya sekarang."

Raden berdecak, "Lima menit lagi. Biarin gue tidur dulu bentar."

"Tapi bentar lagi bel masuk."

"Ck, iya-iya."

Rasa malas sudah terlalu benyak menyerap tubuh Raden pagi ini. Tidurnya tidak nyenyak semalaman, memikirkan kasus yang akan ia pertanggungjawabkan hari ini. Terlebih, lelaki itu harus menemui seseorang yang ada di pihaknya.

Berjalan lunglai ke luar kelas, Raden dengan sengaja membuka jasnya dan menyampirkan jas itu ke bahu ala-ala bad boy kelas bawah. Walau sebenarnya Raden juga termasuk, maka dari itu lelaki urakan ini melakukannya. Gaya yang sok keren dan sok berkuasa itulah yang menjadi ciri khasnya.

Di koridor kelas sepuluh, beberapa murid menatapnya seakan tidak suka dengan cara berjalan Raden. Memang, lelaki itu agak sengak, hingga seseorang menghalangi jalannya.

Memutar bola mata malas, Raden berkata, "Minggir."

"Gue mau ngomong sama lo."

"Gue gak punya waktu buat ngurus pecundang kayak lo."

Melynda Irene, mantan pemilik lencana yang sekarang dipakai Raden menyipitkan matanya dengan tajam ke arah lelaki itu. Mengepalkan tangan erat di sisi rok dan mengeraskan rahang.

Karena tidak mau berdebat, akhirnya Melynda berkata, "Gue cuma mau ngasih tau kalo dalang di balik kasus suara Keyla yang ada di pikiran lo sekarang, memang dia orangnya."

Lalu mengedikkan bahu. Gadis itu berkata seolah-olah ia bisa membaca pikiran Raden. "Sebenernya gue malas berurusan sama cara sampah kalian. Tapi, kapan pun lo butuh gue buat ngehancurin anak 3 besar, gue siap bantu lo."

"No. Thanks."

Raden hendak berjalan lagi menuju ruang kepala sekolah, tetapi tangan yang ia masukkan ke saku celana itu dicekal oleh Melynda, membuat langkahnya terhenti dan terpaksa berbalik.

Melynda mengerjap satu kali, menghela napas pasrah. "Gue percaya, lo lebih jenius perihal teknologi dibanding dia. So, good luck."

Melynda melepaskan cekalannya dan meninggalkan Raden yang tiba-tiba berpikir dua kali. Lelaki itu seketika memecah opsi-opsi di otaknya yang sejak semalam terpikirkan.

Bu Anya.

Nama itulah yang terus berputar di kepala Raden.

***

Sesuai perjanjian awal, Raden akan mengaku sebagai peretas bel otomatis sekolah dan masalah akan selesai. Bukan karena lelaki itu memihak Bu Anya dan SMK Nusa Bina, tetapi ini adalah salah satu strategi untuk memecahkan misteri kematian Mentari.

Entahlah, satu-satunya cara yang sedang Raden pikirkan hanyalah menuruti segala perintah Bu Anya sampai ia mendapat kartu merah untuk berhenti. Setelah itu, Raden akan membuka kartu hijaunya yang ia sembunyikan dalam otak dan mulai beraksi untuk mengacaukan situasi.

Mudah saja, lelaki itu tidak mungkin gegabah.

Raden sudah memasang jas merahnya kembali. Kini, tampilan lelaki urakan itu cukup rapi, berdiri di sebelah kepala sekolah dengan wajah datarnya. Lelaki itu berjalan ke podium aula setelah Bu Anya mempersilakannya.

Mata Raden menatap ke depan, intens. Ia ingin mencari mata yang terlihat sekali kekhawatiran, juga mata yang merasa penuh kemenangan.

"Maaf kalo semisal bahasa gue gak formal. Gue Raden, dari kelas X AKL 1. Gue di sini cuma nurutin perintah Bu Anya untuk minta maaf ke Key karena udah nge-record asal suara lo. Tapi, gue emang beneran tulus minta maafnya. Ya, gue orang yang udah bajak bel sekolah. Bukan salah sahabat lo, kok. Sahabat lo gak salah nanya soal rahasianya ke lo, tapi gue yang salah udah ngikutin lo diem-diem. Selama gue bolos sekolah, gue emang nyari cara buat ngejatuhin lo, sampai akhirnya gue nemuin cara ini. So, I'm so sorry. Maaf karna udah naro penyadap suara plus GPS buat tau semua aktivitas lo sampe gue dapet kesempatan ngejatuhin lo," seru Raden. Tatapannya masih datar, tenang saja tanpa merasa bersalah.

Sekali lagi, Raden hanya menjalankan perintah Bu Anya dan menjalankan perjanjian mereka.

Raden berdeham, "Habis ini gue dikasih hukuman sama pihak sekolah dan poin merah gue nambah. Dan gue juga dapet ancaman bakal di-DO kalo ngelakuin kesalahan fatal kayak gini lagi. So, gue minta maaf banget karena udah bikin kericuhan di ESENBI. Soal rahasia, karena gue juga termasuk anak 5 besar, jadi rahasia yang ada di rekaman suara Key itu bukan rahasia beneran. Gue sengaja tetep publikasiin itu karena kayak tujuan awal gue, yaitu ngejatuhin Key. Gue harap, Key dan sahabatnya gak musuhan karna kasus ini. Udah, sih, itu aja. Thanks."

Raden selesai dengan tugasnya. Ia cukup lega, karena merasa sudah tidak lagi terjerat tanggung jawab yang seharusnya bukan tanggung jawabnya. Namun, demi melancarkan aksi di mana hanya dia dan Tuhan yang tahu, Raden memilih ikut dalam rencana Bu Anya.

Raden turun dari podium, kembali berdiri di sebelah Bu Anya yang mana kepala sekolah itu beralih ke podium menggantikan Raden. Wanita tegas itu tersenyum penuh arti di depan sana.

"Baik, anak-anak. Saya rasa, masalah ini sudah selesai karena dari pihak Ananda Keyla sudah meminta maaf dan Ananda Raden juga sudah meminta maaf, dan Ananda Raden akan saya beri hukuman. Saya harap, kalian tetap belajar sesuai kemampuan masing-masing dan bersaing secara sehat, bukan dengan cara kotor seperti ini."

Bu Anya berkata dengan menekan kata 'kotor' di depan murid-muridnya. Lebih tepatnya, ia seakan tengah memberitahu murid yang ada di balik kasus ini supaya tidak main-main lagi dengan sistem sekolah.

Bukan, bukan Raden. Bu Anya juga tahu semua ini tidak ada sangkut-pautnya dengan lelaki itu.

Namun, hanya Raden yang bisa Bu Anya andalkan dan percaya.

Percaya bahwa lelaki urakan itu berada di pihaknya.

"Sekarang kalian semua boleh bubar dan fokus belajar. Ingat! Jangan ada yang melakukan hal seperti ini lagi kalau masih mau menjadi murid SMK Nusa Bina. Sekian, kalian semua boleh kembali ke kelas masing-masing," ucap Bu Anya, mengakhiri kalimatnya.

Beberapa murid SMK Nusa Bina meninggalkan aula satu per satu, menyisakan Bu Anya dan Raden yang masih ada di depan. Bukan karena keduanya hendak merencanakan sesuatu, tetapi karena Raden sedang melihat ke depan sana, fokus pada dua perempuan yang terlihat bingung sekaligus syok.

Bu Anya turun dari podium, mendekati murid laki-lakinya itu untuk membisikkan sesuatu, "Terima kasih, Ananda Raden."

Hanya itu yang mampu kepala sekolah tersebut ucapkan. Setelahnya, Bu Anya pergi meninggalkan aula diikuti Raden di belakangnya.

Sedang, masih ada beberapa murid yang masih belum beranjak dari duduk. Di antaranya ada Reana, Ratu, Keyla, dan Pangeran. Namun, tidak lama, karena Keyla dan Pangeran beranjak untuk meninggalkan aula. Sepersekian detik, Keyla sempat bersitatap dengan Reana dan tersenyum tipis.

Tipis sekali.

Sepertinya Keyla sudah terlanjur kecewa dengan Reana, sekalipun Raden sudah mengakui kesalahannya. Ya, yang ada di otak Keyla saat ini, pelakunya tetap Reana. Entahlah, dia sedikit sulit untuk percaya kalau Raden berkaitan. Namun, tidak bisa gadis itu elak bahwa Raden memang jagonya dalam urusan pembajakan sistem.

"Key! Ayo!" Suara Pangeran terdengar, memecahkan lamunan Keyla. Setelahnya, gadis itu mengangguk dan mengikuti langkah Pangeran.

Sekarang, tersisa Reana dan Ratu di sana. Desis tajam dari pemilik lencana #3 X AKL 1 itu ia tunjukkan pada Reana, mengembuskan napasnya kecewa. Lalu, beranjak tanpa kata dan meninggalkan Reana sendirian.

Setelah melihat punggung Ratu tidak lagi berada di aula SMK Nusa Bina, Reana menundukkan kepalanya. Ia mengacak rambut yang diurai itu dan berteriak, menghasilkan suara gema pada ruangan paling besar dari sekolah ini.

"Argh! Rencananya gak gini!" pekiknya.

Di sisi lain, napas seorang gadis yang dikenal sebagai primadonanya SMK Nusa Bina sudah tidak lagi beraturan. Napasnya berburu, berhimpit dengan waktu, seakan tengah berkejaran setiap detiknya.

Kaki gadis yang rencananya gagal karena tidak sesuai rencana awal ini sudah sampai di depan ruangan kepala sekolah. Lalu, sedikit brutal Ratu mengetuk pintu ruangan tersebut. Tidak lama, pintu terbuka otomatis dari dalam, dan Ratu pun masuk tanpa menunggu aba-aba lagi.

Terlihat, senyuman lebar dari wanita tegas yang duduk di kursi kebanggaannya.

Dra. Anya Isyana.

Matanya yang dibuat hangat padahal penuh kemenangan itu mulai berbicara kepada mata yang menatapnya sedikit intens. "Silakan duduk, Ananda Ratu," ucap Bu Anya ketika melihat muridnya menggertakkan gigi sembari menatapnya tajam.

Ratu pun duduk di hadapannya, kemudian melihat tangan Bu Anya yang disatukan di atas meja. Tubuh wanita itu sedikit dicondongkan mengarah Ratu, menatap lebih dalam siswi kebanggaannya ini.

"Apa tujuan kamu sebenarnya?" tanya Bu Anya to the point, tahu maksud kedatangan Ratu.

Bukannya menjawab, melainkan Ratu bertanya balik, "Apa tujuan Bu Anya membuat Raden mengaku? Harusnya Melyn, Bu."

Senyuman miring pun wanita paruh baya itu berikan. Masih menatap dalam siswinya yang hampir habis kesabarannya.

"Kamu kira mudah mengambinghitamkan anak dari donatur sekolah kita? Punya apa kamu sampai mau menjebak Ananda Melynda Irene, Ananda Ratu Ezz Queilona?" tanya kepala sekolah tersebut sembari menaik-turunkan alisnya. "Seharusnya kamu bersyukur karena saya tidak menyudutkan kamu di sini. Sudahlah, terima saja kalau kamu tidak bisa menyaingi kecerdasan Ananda Keyla."

Rahang Ratu semakin mengeras. "Lalu bagaimana dengan Rea?"

Tidak menjawab pertanyaan Bu Anya.

Bu Anya mengangguk-angguk. Menarik napasnya dalam, kemudian mengembuskannya perlahan. "Dia tidak akan bisa berkutik, Ananda Ratu."

***

Kalut, marah, emosi, dan kesal menjadi satu. Seorang gadis tengah berteriak kencang di depan cermin yang ada dalam toilet, mengeluarkan unek-uneknya yang tertahan sejak di ruang kepala sekolah. Rencananya untuk memecah belah antara Keyla, Reana, dan Melynda gagal.

Kedua tangan Ratu mengepal pada sisi wastafel, mengetuk pelan wastafel tersebut dengan tatapan yang tajam menatap ke depan. Kemudian mengacak rambut frustrasi, kesal karena usahanya sia-sia.

Keyla dibela, Ratu sengsara.

"Ck, sia-sia gue nyuri uang di brankas Papa buat Rea kalo ujung-ujungnya gue gak dapet apa-apa. Lagian kenapa Bu Anya harus tau rencana gue, sih? Dari mana dia tau coba?"

Ratu bertanya-tanya. Sepertinya kepala gadis itu sudah mau pecah hanya karena memikirkan siapa yang membocorkan rencana yang mana hanya dia dan Tuhan yang tahu. Ah, tidak, Reana juga tahu. Namun, apa mungkin gadis itu juga diperalat oleh Bu Anya?

Dari tatapan yang Ratu lihat saat di aula tadi, bahkan Reana menunjukkan respons yang sama sepertinya.

Menghela napas gusar, Ratu tidak bisa berpikir. Otaknya terkuras hanya gara-gara memikirkan kasus ini.

"Ngapain lo di situ?"

Suara seseorang dari belakang mengacaukan pikiran Ratu. Ia menoleh, terkejut karena yang bertanya adalah orang yang sedang masuk dalam otaknya.

"Ngapain lo di toilet cewek?" tanya Ratu karena lelaki itu baru saja keluar dari bilik toilet dan mencuci tangan di wastafel sebelah Ratu.

Menoleh sembari mencuci tangannya, Raden menaikkan sebelah alis. "Harusnya gue yang nanya. Lo ngapain di toilet cowok?" Tangan kirinya menunjuk ke arah peturasan yang terdapat di sisi kiri Ratu.

Seketika, Ratu menutup matanya dan berdecak, "Aish! Nyebelin."

Tanpa pikir panjang, Ratu keluar dari toilet laki-laki. Bisa-bisanya ia salah masuk toilet di saat seperti ini. Namun, hal itu membuat Raden cepat-cepat menyelesaikan cuci tangannya dan mengejar ke mana Ratu pergi.

Untungnya, jarak primadona SMK Nusa Bina itu belum jauh, jadi Raden langsung saja menarik tangan Ratu dan membawanya ke suatu tempat.

Kaget, tentu saja.

"Heh! Lepas gak! Lo mau bawa gue ke mana!" seru Ratu, berusaha menolak ajakan paksa dari Raden. Ia jadi teringat saat Raden memaksanya naik ke motor dan dibawa ke gudang tak terpakai untuk sekadar menginterogasi gadis itu.

Masih belum bisa melepaskan cekalan kuat itu, Ratu akhirnya pasrah. Energinya sudah terkuras karena emosi dengan rencananya yang gagal. Toh, ia sepertinya tahu Raden akan membawanya ke mana.

Rooftop.

Tempat paling sepi dan tinggi di SMK Nusa Bina. Mungkin menjadi tempat paling nyaman untuk menyendiri.

Saat sampai, Raden langsung saja melepaskan tangan Ratu dan membuat punggung gadis itu terbentur pembatas rooftop. Desisan tidak suka pun Ratu keluarkan, sembari menatap tajam ke arah lelaki yang malah mengeluarkan bungkus rokok dari saku jas dengan korek gasnya.

Lalu, mengambil satu puntung dan mengapitnya di antara bibir atas dan bawah. Ia memantik puntung rokoknya di depan wajah Ratu, semakin memojokkan primadona tersebut. Ratu yang tidak suka dengan perokok, lebih tepatnya orang yang merokok di hadapannya pun mengibaskan tangan saat asap itu keluar dari mulut Raden.

"Lo bisa gak, gak ngerokok di depan gue?" ketus Ratu, bertanya dengan menggertakkan giginya.

Bibir Raden mencebik. Ia tertawa pelan mendengar itu. "Lo pikir gue peduli?"

"Ck, dasar batu. Lo pasti tau kandungan yang terdapat di dalam sepuntung rokok, Den. Dan, lo pasti tau di tahun 2020, WHO merilis dengan menyebutkan rokok membunuh lebih dari 8 juta orang tiap tahunnya dan 7 juta di antaranya adalah perokok aktif, sisanya perokok pasif. Sepun--"

"Sepuntung rokok mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia yang mana 250-nya adalah zat berbahaya dengan 70 zat menyebabkan kanker, Asapnya aja mengandung sekitar 5.000 senyawa yang bersifat racun dan karsinogenik, juga berpotensi ngerusak sel-sel tubuh gue. Dan penyebab utamanya, ya, karena bahan utama dari rokok itu sendiri, tembakau. Gue tau teori itu, Tu. Gue sadar dan gue gak peduli kalau emang gue harus mati gara-gara jadi perokok aktif," sela Raden, memotong penjelasan Ratu.

Terlihat, gadis itu merotasikan bola matanya malas. Mengapa juga dia memedulikan kesehatan lelaki ini? Yang benar saja.

Alhasil, gadis arogan ini melipat kedua tangannya di depan dada dan dengan berani menatap lurus ke arah Raden. "Ngapain lo ajak gue ke sini?" tanyanya.

Raden membalikkan tubuhnya, berdiri di sisi Ratu dengan posisi yang sama seperti gadis ini. Kedua sikunya dijadikan tumpuan tubuh dengan ditempel ke pembatas rooftop, seraya sesekali mengisap rokoknya dan membuang asap itu ke sebelah kanan supaya tidak terpapar ke wajah mulus Ratu.

Tanpa menatap Ratu, lelaki itu membalas santai dengan balik bertanya, "Lo gak mau minta maaf ke gue soal kejadian ini?"

"For what? What's in it for me?"

Raden menoleh, tersenyum smirk ke arah Ratu dan membuang puntung rokoknya ke bawah, lalu mematikan rokok itu dengan menginjaknya menggunakan sepatu. Kembali pada posisinya, Raden mendongakkan kepala sembari menyugar rambutnya.

"Apparently your ego is high too." Raden mengembuskan napas, kembali menoleh dengan tangan kiri menyelipkan anak rambut Ratu yang berjatuhan. Tatapan mereka seketika bertemu. Raden kembali berkata, "Oke, gue sih gak masalah bantu lo di kasus yang gak ada apa-apanya ini. Cuma ... lo tau sendiri akibatnya."

Tangan Raden yang tadi digunakan untuk menyelipkan anak rambut Ratu dialihkan untuk merogoh saku dan mencari sesuatu di sebuah benda pipih yang baru saja ia pegang. Lalu, menunjukkannya ke gadis yang sama kerasnya seperti dia.

Baru dua detik Ratu melihat dan hendak mengambil ponsel Raden, lelaki itu kembali memasukkan ponselnya ke saku.

"Dapet dari mana lo foto itu?"

"Lo bukannya gak tau gue siapa, Ratu Ezz Queilona."

"Ck, dasar iblis."

Kini, tubuh Raden menghadap Ratu dan meraih sebelah tangan gadis itu, mengelusnya seakan mereka memiliki hubungan lebih.

Jelas, lelaki itu tengah menggoda Ratu.

"So, do you want to apologize to me?"

Ratu melepas tangan Raden dan melingkarkan kedua tangannya ke leher Raden. Ia menatap intens lelaki itu hingga jarak mereka sangat tipis. Saling bertatapan, menyiratkan rasa yang tidak mampu dijelaskan.

"I'm so sorry. Sorry for the situation that has involved you and harmed both of us." Ratu memundurkan langkahnya dan sedikit mendorong Raden ke belakang. "Gue gak ekspek kalo ternyata Bu Anya bakal nunjuk lo dan lo ngeiyain itu."

Raden mengedikkan bahu. "Strategi lo banyak yang rumpang, dan lo gak punya planner buat ngisi rencana lo yang kosong. But, I can't say anything. Ntar dikira gue terlalu ikut campur urusan lo lagi."

Ratu merasakan sedikit kepedulian dari Raden. Entah mengapa feeling-nya justru merujuk ke sana.

Apa iya, mereka berada di pihak yang sama?

Alhasil, nalurinya mengajak gadis itu untuk sedikit terbuka. Mungkin, Raden adalah orang yang tepat untuk ia jadikan tempat bercerita. Walau sebenarnya gadis itu tidak sepenuhnya percaya dengan lelaki dengan tampilan urakan ini.

Mengembuskan napas jengah, Ratu berkata, "Gue bohong ke Papa soal ranking yang masih netap di posisi kedua, padahal posisi itu digeser sama Key. Sampai di hari waktu kita ketemu, pulangnya Papa maki, nampar, dan marahin gue habis-habisan. Katanya, gue terlalu obses sama mimpi gue yang gak bakalan jadi nyata."

Raden menyimak, tidak menyela cerita gadis itu. "Katanya, kalo gue mau terkenal kayak mama kandung gue, gue harus jual keperawanan. Papa tau kalo gue sering jalan sama Pak Gusti, alias bokap lo, Den. Ya, Papa ngira kalo gue emang beneran ada hubungan sama bokap lo. Emang, kelihatannya gue sama bokap lo mesra kayak orang pacaran, tapi sejujurnya gue gak ada hubungan apa-apa. Foto yang baru aja lo tunjukin, sebenarnya gak ngaruh buat gue. Tapi, gue gak mau aja nama bokap lo rusak."

"Lo ... serius?"

Ratu menatap dalam netra lelaki di hadapannya ini. "Ada kebohongan gak di muka gue sekarang, Den? Bokap lo kepengen punya anak perempuan. Dia nganggep gue sebagai anak perempuannya, karena di rumah cuma ada lo sama Pange."

"Papa cerita masalah keluarga ke lo?"

Ratu mengangguk. "Beberapa kali. Pak Gusti sama, kok, kayak papa gue. Mau anaknya punya masa depan. Tapi, kayaknya lo sama Pange emang gak pernah bisa akur."

Raden menunduk. Benar, Raden dan Pangeran tidak akan pernah akur--mungkin.

"Soal mimpi gue, Papa minta gue buat berhenti jadi model di agensi bokap lo. Awalnya gue gak dikasih masuk ESENBI. Papa mau gue masuk SMA jurusan IPA, biar nanti bisa kuliah kedokteran kayak Papa. Tapi gue gak mau. Untungnya, NEM gue tinggi dan jadi pemilik NEM tertinggi ke-2 se-Indonesia. Tanpa pikir panjang, gue daftar ke ESENBI. Btw, mulai semester 2 ini, gue bakalan dilesin full dan diam di rumah. Gue gak boleh ngikutin jejak Mama, Den."

"Trus ... lo terima?"

Ratu mengedikkan bahu. Ia mau membuat keputusan pun tidak bisa, 'kan? Karena ini adalah perintah, bukan penawaran yang bisa Ratu jawab mau atau tidak.

Lagi pula, Ratu bisa saja diam-diam tetap casting dan bekerja di agensi Gusti.

"Gak ada kesempatan buat gue bilang nggak terima. Gue cuma seorang anak yang masih punya orang tua. Cuma ... gue sakit hati aja setiap Papa ngomong kalo gue murahan. Ada, ya, orang tua yang dengan gamblang bilang gitu?"

Ratu membuka jas jurusannya, melonggarkan dasi merah itu dan membuka dua kancing teratas. Raden tidak mengalihkan pandang, karena Ratu menunjukkan sesuatu yang membuat lelaki itu syok.

Darah basah yang terdapat di bahu kiri Ratu membuat lelaki itu merasa iba. Jika tidak dilapisi jas merah jurusan, mungkin darah itu terlihat jelas karena merembas ke kemeja putihnya. Separah ini papa Ratu menyiksa anaknya hanya karena ingin mewujudkan mimpi sendirian?

Ratu menutup luka itu, mengancingkan kemeja putihnya lagi, membenarkan dasi, dan memasang jasnya kembali.

Tanpa aba-aba, Raden mendekat dan memeluk Ratu tanpa dibalas gadis itu. Terdengar helaan jengah dari si gadis, yang mampu mentransfer lelah itu kepada Raden.

"Semurahan itu, ya, gue, Den?"

Raden terdiam.

Lelaki itu hanya mampu memeluk Ratu tanpa bisa melakukan apa pun. Gadis secentil, se-famous, semultitalenta, dan seberprestasi ini rupanya memiliki konflik di belakangnya. Bahkan, mimpinya tidak ada yang men-support.

Raden melepaskan pelukan yang tidak terbalas itu, menepuk punggung Ratu dua kali dan kembali berdiri tegap di hadapan gadis rapuh ini. Ratu sangat berbeda dengan tadi, tetapi wajahnya berubah datar dan seakan tidak terjadi apa-apa.

Namun, sedetik kemudian Ratu menundukkan kepalanya untuk menetralkan detak jantung yang lemah itu. "Sorry udah cerita ke lo. Tapi, setelah ini gue bakalan ngubur mimpi gue buat jadi artis terkenal. Gue gak akan jadi model dan ikut casting lagi kayaknya. Setelah ini, gue akan belajar mati-matian demi ngerebut posisi gue lagi. Kalau bisa ngalahin Riyan."

Raden mengangguk. "Fighting! Btw, ada yang mau gue tanya ke lo."

"Apa?"

Ratu mendongak untuk kembali menatap Raden.

Lelaki itu memasukkan kedua tangannya ke saku jas, lalu mulai bercerita mengenai teori-teori yang berputar di kepalanya. "Ngerancang bel otomatis sekolah kan gak bisa instan. Butuh pengecekan ulang dan harus ngelewatin beberapa tahap. Biasanya, mereka pake Arduino Uno yang mana fasilitas nomornya dikomunikasiin ke microcontroller ATMega328. Gue yakin, lo gak ngerti cara ngehubungin antara hardware dan software bahkan lo gak bisa ciptain software-nya, karena gue pribadi gak punya waktu buat ngelakuin itu. Ngatur software ke amplifier juga harus dites berulang."

Menarik napas, Raden melanjutkan, "One more. IC Voice Recorder, salah satu yang dipake buat ubah suara bel biasa ke suara rekaman itu butuh pengujian. Sedangkan pengumuman 5 besar baru kita terima 2 minggu lalu sebelum liburan, dan rahasia 5 besar pastinya diumumin di hari kedua setelah masuk, otomatis Key baru tau hal itu setelah pengumuman. Dan, kalaupun lo nyuri suara Key pake penyadap suara atau CCTV bersuara dari tempat yang dia kunjungin, itu artinya lo cuma butuh waktu satu hari sampe dua hari buat nyabotase segala perangkat yang digunain sampe bisa diungkap lewat speaker sekolah. Lo punya waktu itu, Tu? Seinget gue, lo pergi sama bokap gue dan gue ada sama lo waktu itu. Kalaupun lo ngeretas besoknya, apa lo bisa ngelakuin hal itu dalam waktu yang singkat, Tu? Ini bukan tentang nyari database, tapi ngerancang ulang tekno elektrik."

Raden menekan pertanyaan terakhirnya. "Lo beneran bisa ngelakuin itu, Tu?"

Ratu hanya membalasnya dengan tatapan datar dan bahu yang dikedikkan. Namun, gadis itu mengambil ponsel yang ia bawa di saku jas merahnya itu. Membuka sesuatu yang membuat Raden cukup penasaran.

Saat sudah berhasil, Ratu pun menyerahkan benda pipih itu kepada Raden yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Zaman sekarang banyak yang jual software yang bisa di-handle dari handphone atau laptop mereka, 'kan? Gue cuma butuh identitas sekolah, e-mail, dan password-nya aja."

"Tapi masalahnya ini pake suara Key--"

"Audio gak harus otomatis, Den. Gue bisa ubah suara apa pun, selagi gue bisa ngontrol sistem," sela Ratu yang tahu Raden hendak bicara apa.

Lalu, Ratu mengambil alih ponselnya kembali dan berkata, "Lo terlalu obses nyiptain software daripada ngegunain software yang udah tercipta."

"Pantes gampang ke-detect," sindir Raden.

Ratu tersenyum. "Lo sadar gak, Den?"

"Apa?"

"Kita dimanfaatin."

"Dimanfaatin?" Raden menautkan kedua alisnya.

Ratu pun menepuk bahu Raden sebanyak dua kali. Lalu, gadis itu berkata, "Sistem 5 besar dan ESENBI." Setelahnya pergi meninggalkan Raden sendiri.

"Argh! Shit!"

[Bersambung]

Eyyow! Gimana? Mumet? Sama. Hahaha. Tapi ini baru konflik awal, jadi masih pemanasan, wkwk.

Btw, komen dong! Biar aku semangat buat lanjut.

Semoga sukaa ya sama ceritanyaaaa

Continue Reading

You'll Also Like

KENZOLIA By Alpanjii

Mystery / Thriller

36.3K 2.3K 13
Iexglez diketuai oleh Kenzo, anggota inti menyamar menjadi siswa di SMA Rajawali untuk suatu misi. Ditengah misi itu ada Lilia, gadis yang Kenzo suka...
4.8K 583 19
⚠️ jangan lupa follow akun dibawah ini 🌼 IG : wp_anaksenja 🌼 IG: amerta_harsa 🌼 Tiktok : wp_anaksenja04 ************* Cerita ini mengisahkan tenta...
753 152 13
⚠️ WARNING !!! 🚫 NO PLAGIAT !!! 🥇Rank: #1 - laksanabagaskara [2/3/2024] #1 - asyeladinatra [2/3/2024] #1 - screetadmirer [4/5/2024] Ketika suhu men...
998 170 10
"kak, kalo nanti Kaila udah engga ada kakak harus bahagia ya, harus tetap semangat menjalani kehidupan, dan kalo Kaila pergi kakak harus kuat ya ikhl...