š…šØš«šžš¬š­ šØšŸ šˆš„š®š¬š¬ļæ½...

By Shenshen_88

637 84 8

Bertahun-tahun berlalu sejak kehancuran geng bandit paling berbahaya di kaki gunung Qingyun, gaung angkernya... More

01 : Asap Pembakaran
03 : Angin Poplar Putih
04 : Ketua Bandit
05 : Malam Bulan Sabit
06 : Malam Bulan Sabit (2)

02 : Perjalanan

105 15 0
By Shenshen_88

Beberapa tempat lebih baik ditinggalkan. Beberapa rahasia lebih baik dilupakan. Beberapa orang lebih baik mati.

__________

Matahari meluncur turun ke balik pepohonan, sembunyi di balik kabut kelabu yang turun dari lereng perbukitan hingga menggapai lembah dan anak sungai. Saat itu di sisi gelap senja, dua orang penunggang kuda dengan jubah berwarna putih yang menggelepar tiba di jalur sunyi yang merupakan tempat yang tidak menarik, namun terkenal dengan bahaya yang setiap waktu mengancam. Kawasan kaki gunung Qingyun, dan hutan pinus lebat menanti di depan. Ini adalah jalur yang dihindari oleh sebagian besar orang-orang yang melakukan perjalanan sejak belasan tahun terakhir.

Li Lian Hua telah memacu kudanya sejak pagi buta hingga menjelang senja dikawal Fang Duobing. Tatapan matanya lurus ke depan mengabaikan bentangan hutan serupa lautan kabut yang naik ke bayangan suram di timur. Lereng gunung di sisi lain dengan ujung yang curam mengukir bayangan yang perkasa dan menakutkan.

Pekikan elang dan burung nasar menggema di angkasa nun jauh, menguatkan suasana mencekam. Di antara bunyi-bunyian ciptaan alam, suara-suara datang dari kejauhan menyergap kembali benak Li Lian Hua.

"Lian Hua, tugas ini sederhana namun sulit. Kirimkan bunga langka ini untuk pengobatan Yang Mulia Raja. Kirim secepatnya. Dari tempat ini kau bisa mengambil jalan pintas melewati hutan di kaki gunung Qingyun. Itu adalah jalur tercepat, tapi cukup berbahaya. Kau pasti masih ingat, peristiwa sepuluh tahun lalu."

Itu adalah peringatan pertama dari Bibi Guru Qi yang sangat dia hormati dan disegani. Bunga Wangchuan itu dia simpan dengan sangat hati-hati dalam satu kotak persegi panjang dengan ukuran tidak lebih dari dua jengkal dan tebal beberapa inchi saja. Ukiran kotak itu rumit dan indah.

"Tidakkah kita sebaiknya mengantar bunga langka ini dengan pengawalan yang lebih ketat?"

"Tidak. Pergerakan besar akan mengundang kecurigaan. Aku ingin kau melakukan misi ini secara rahasia. Jangan sampai ada yang curiga bahwa kau membawa obat langka yang berharga. Karena itu, bergeraklah secara wajar dan bawalah satu atau dua pengawal."

"Baik, Bibi Guru. Aku akan pastikan Bunga Wangchuan tiba di istana secepatnya."

"Dengar, jalur yang harus kalian tempuh mungkin akan sulit saat kabut gelap menyelimuti hutan. Tapi itu tak terhindarkan. Dengan kemampuanmu, seharusnya kau bisa melewatinya."

"Aku sudah pernah meluluhlantakkan hutan di kaki gunung Qingyun. Kali ini pun situasinya tidak akan jauh berbeda."

Kala itu Li Lian Hua menunjukkan rasa percaya diri tinggi yang nyaris berubah menjadi kesombongan. Ingatan tentang pembakaran hutan melintas samar-samar, datang dari masa lalu.

Hutan itu adalah satu kawasan yang menjadi pusat dari kawanan bandit kejam dan berbahaya yang pernah berjaya di masa lima belas tahun lalu. Bahkan nyaris sulit diberantas hingga raja mengerahkan sejumlah besar pasukan untuk membantai dan membumihanguskan sarang bandit itu. Gaungnya bahkan masih mencekam hingga sekarang. Bahkan Li Lian Hua serasa masih bisa mencium aroma asa pembakaran.

"Senior Li!" seruan Fang Duobing menyentakkan lamunan Li Lian Hua.

"Hutan itu sudah dekat," Tuan Muda Balai Tianji berkata di sela aktivitas berkuda.

"Ya. Kau tidak perlu takut, bocah!" ejek Li Lian Hua seraya tersenyum miring.

"Kau sudah tahu, bukan? Hutan itu pernah menjadi tanah pertempuran dan perdebatan di masa lalu. Dan di sana, di mana komplotan bandit paling ganas, berbahaya dan keji pada masa itu, akhirnya berakhir menjadi debu. Di sana kabarnya kita akan melihat, seperti yang dibicarakan orang-orang, lautan kabut gelap menyelubungi hutan dan lembah, dan bayang-bayang hitam masa lalu yang menghantui sebagian pengembara yang tidak beruntung."

Itu semacam peringatan yang lahir dari kekhawatiran. Tampaknya, ada pikiran lain yang mengganggu benak Fang Duobing.

"Aku tahu. Kita pasti bisa mengatasinya," sahut Li Lian Hua di antara deru angin.

"Orang-orang mengatakan bahwa masih ada sisa-sisa kawanan bandit ganas yang menyatroni kawasan itu dan menyerang bahkan membunuh siapa saja yang melintas di sana."

Satu tangan Fang Duobing otomatis mencengkeram gagang pedangnya. Keberaniannya merasa tertantang.

"Tapi aku siap menghadapi bahaya."

Li Lian Hua tertawa.
"Keberanian yang bagus. Jika kau tidak percaya diri pada dirimu, setidaknya kau bisa percaya pada kemampuanku."

"Namun aku masih cemas akan sesuatu. Kata Bibi Guru-mu, kita harus waspada dengan apa yang kau lihat. Mungkin saja itu adalah ilusi."

"Diamlah!" tegas Li Lian Hua, jemu dengan ocehan sang tuan muda.

Ketika mereka mulai masuk ke jalur setapak di tengah hutan gelap, kuda yang ditunggangi Fang Duobing meringkik keras dan menjadi sulit dikendalikan. Li Lian Hua melihatnya, lalu ia menarik tali kekang hingga kudanya menghentikan larinya dengan kaki depan menendang debu.

"Kau baik-baik saja?" Dia menoleh pada Fang Duobing.

"Kuda ini gelisah, Senior Li!"

Ringkikan lagi.

"Apakah mereka merasakan ancaman bahaya?" Fang Duobing memutar kudanya perlahan, menyapukan pandangan ke sekeliling tempat sunyi itu.

"Kita harus meninggalkan hutan ini sebelum malam turun. Kembali bergerak!" tegas Li Lian Hua, mengusir kecemasan yang mulai merayapi Fang Duobing.

Tarikan mulut yang tegas serta garis keras di wajahnya yang dingin dan sinis memberikan keteguhan pada yang lain.

"Baiklah!"

*****

Mereka berkelompok, mengendarai kuda-kuda hitam tangguh. Mendaki jalanan terjal, lebar dan berliku. Malam hari mereka menyalakan obor, mengintai dari balik kegelapan.

Mereka adalah kawanan perampok yang menyusup ke kawasan bagian selatan kerajaan Xie yang makmur. Jumlah mereka banyak, semuanya tangguh dan ahli dalam bela diri. Senja itu mereka mempersiapkan satu penyerbuan. Pekikan elang dan bisikan angin telah berhasil menyampaikan kabar perihal pusaka berharga itu ke telinga mereka yang lapar akan harta rampasan.

Di ujung senja yang tak beruntung bagi Li Lian Hua dan Fang Duobing, lebih dari dua puluh orang pria berwajah keji menunggang kuda menyerbu dari balik bukit terjal, kesenyapan seketika pecah menjadi kekacauan. Suara teriakan bergaung di mana-mana. Para perampok sebagian turun dari kuda, mulai menyerang dua pemuda berjubah putih.

Perkelahian yang tak seimbang pun meletus di antara mereka. Semakin gencar kawanan perampok menyerang, semakin kacau situasi di jalan lengang di antara hamparan hutan berselimut kabut.

Salah seorang perampok yang cukup tangguh merangsek ke arah Li Lian Hua. Sasarannya adalah sebuah tas kain yang menyembunyikan bunga langka di dalamnya.

Perampok menjangkau tas itu. Semburan angin kuat melesat ke arah Li Lian Hua. Dia melompat dari kuda, menjejak tanah kemudian menangkis satu serangan pedang yang ganas.

Beberapa serangan berhasil dihindarkan dengan lompatan salto sebelum mereka berdiri saling berhadapan.

Di balik wajah tenangnya, Li Lian Hua adalah lawan yang cukup tangguh. Pedang panjangnya menari di udara, mendesak mundur si penyerang dan beberapa anggota perampok lainnya.

Melihat beberapa orang rekan sesama bandit terdesak, lima anggota lain yang mengawasi dari petak dataran tinggi di sisi hutan, menarik busur dan anak panah mereka. Mata mereka terfokus, mengikuti arah anak panah, sasarannya adalah pemuda tampan berjubah putih yang paling tangguh. Li Lian Hua.

Anak panah itu melesat dari ketinggian. Tetapi Li Lian Hua bukan petarung sembarangan. Telinga tajamnya menangkap desing anak panah di antara keributan, dia mendongak ke arah di mana para pemanah berada. Tangannya yang memegang pedang bergerak cepat menangkis anak panah yang melesat ke arahnya.

Serangan jarak jauh itu dengan mudah dipatahkan. Li Lian Hua menatap ganas pada sosok-sosok yang bergerak. Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk membasmi komplotan bandit dengan tuntas. Dia menoleh pada Fang Duobing. Sekilas pandang ia bisa menilai situasi bahwa tuan muda itu masih di atas angin.

"Fang Duobing! Tangkap ini!" Dia melemparkan tas kain berisi kotak bunga Wangchuan ke arah si tuan muda. Yang dipanggil segera menoleh, memberikan tanggapan dengan tangkapan cepat tas kain itu.

"Lindungi dirimu dan selamatkan bunga itu. Aku akan segera kembali!"

Di ujung kalimatnya, Li Lian Hua melesat ke arah para pemanah di lereng gunung.

Fang Duobing hanya bisa tertegun tanpa bisa mencegah pergerakan cepat seniornya. Beberapa perampok yang tersisa dan belum putus asa kembali menyerang. Tapi mereka sebagian besar sudah terluka akibat serangan Li Lian Hua hingga ia masih sanggup mengatasinya walaupun seorang diri.

*****

Di salah satu titik di lereng tepi barat hutan, di bawah bias langit senja merah pekat keunguan, seorang pemuda duduk tegak di atas kuda hitam jenis terbaik dan terkuat.

Dia mengenakan jubah panjang hitam diikat pada pinggang, talinya melambai ditiup angin. Jubah panjang itu memiliki penutup kepala jatuh di punggungnya. Tanpa penutup kepala, wajahnya terekspos bebas. Topeng hitam menutupi sebagian wajahnya. Dia menatap ke kejauhan, ke satu titik di bawah di mana terjadi perkelahian.

Rambutnya hitam panjang diikat sebagian di belakang, beberapa helai tertinggal di samping telinga, menciptakan figur anggun sekaligus tampan dan kejam.

"Keberanian yang mengagumkan. Tapi juga bodoh," ia bergumam pada diri sendiri.

Bibir tipisnya mengukir senyuman kejam.

Setelah berhasil membunuh empat dari lima pemanah yang mengincar nyawanya dan juga mengancam keselamatan rekannya, Li Lian Hua bergerak mengejar satu perampok lagi yang melesat di kegelapan. Sesaat dia kehilangan jejak, terpaku di tengah hamparan batu terjal ditumbuhi pepohonan dan semak belukar.

Saat itulah, gumaman tawa seorang pria tiba-tiba menyentuh telinganya bersama hembusan angin dingin.

Li Lian Hua tercekat. Matanya berputar liar, memasang sikap waspada.

"Siapa?!" gema suaranya memantul angker.

Lantunan tawa itu seolah menjadi jawabnya. Gemanya menyayat keheningan dan menakutkan. Saat itu Li Lian Hua merasakan sapuan angin lembut yang lebih dingin di belakangnya. Perlahan-lahan dia memutar tubuh, merasa yakin bahwa ada sesuatu di sana, menanti untuk ditemukan olehnya.

Ketika lantunan tawa perlahan menghilang, ketika itulah dia melihatnya. Dalam jarak dua puluh tombak, kuda hitam dan penunggangnya berdiri dengan anggun, penuh wibawa.

Li Lian Hua menghujamkan tatapan tajam pada sosok misterius di atas kuda. Tatapan mata mereka bertemu, sama-sama asing, saling menekan dan mengancam.

Tubuh Li Lian Hua membeku sesaat. Tatapannya tidak segera beralih dari pemuda di atas kuda, seolah ada sihir di garis mata itu.

Pemuda itu nampaknya seorang petarung biasa. Jubah panjang hitam, luar biasa tampan dan layak dilihat berulang kali. Satu cahaya cerdas juga licik berkerlip di mata yang tajam. Di tangannya dia memegang sebilah pedang. Wajahnya dingin dan bibir tipisnya melengkung sinis penuh misteri.

Li Lian Hua mengernyit. Dia tidak datang untuk mengagumi, jadi dia kembali waspada dengan pedang di tangan. Tiba-tiba ia menangkap sekelebat bayangan di belakangnya yang terpantul di permukaan mata si pemuda. Dia menahan nafas, lantas berbalik cepat untuk menangkis satu serangan. Sisa dari kawanan perampok tampak masih menyimpan rasa penasaran pada Li Lian Hua, dan sekali lagi ia terlibat pertarungan.

Tidak sulit baginya mengalahkan si penyerang. Pedangnya berputar-putar diiringi gerakan bela diri yang anggun namun mematikan. Dengan cepat lawannya terdesak, namun tanpa sadar keduanya terus merapat ke tepi tebing curam. Dalam satu serangan pedang yang ganas, Li Lian Hua berhasil menusuk dada kiri lawan, lantas mencabut kembali pedangnya dengan cepat. Darah memercik dari luka menganga yang mengalirkan cairan merah pekat.

Perampok itu mengerang, terhuyung hingga ke tepian. Dia mencengkeram lukanya yang bersimbah darah, tahu bahwa ajal sudah mendekat. Diliriknya jurang setengah langkah di belakangnya. Gelap di bawah sana, dan angkasa pun mulai menghitam. Sementara tawa kembali melayang di udara, penuh kepuasan, serupa ejekan bagi siapa pun insan yang nyaris meregang nyawa.

Perampok putus asa itu menggeram. Mati sendirian di jurang sepi kedengarannya sangat tidak menyenangkan. Dia menghimpun seluruh tenaga yang tersisa, lantas menyerbu ke arah Li Lian Hua, menghambur memeluk pinggangnya.

Pemuda berjubah putih terkesiap. Dia menghindari tubuh lawan dengan melakukan lompatan ringan disusul satu tendangan ia arahkan ke dadanya. Si perampok jelas kesulitan menghindar namun ia mencengkeram kaki Li Lian Hua menahannya dengan sekuat tenaga.

Tidak sulit baginya melepaskan diri dari cengkraman si perampok. Namun di luar dugaaan, melampaui kewaspadaan, gelombang angin kuat menghantam dari arah belakang. Batang pepohonan menggelepar, akarnya nyaris tercerabut dari tanah. Apa pun nama tenaga dalam yang menyapunya saat ini, pastilah sangat hebat. Kemudian, seolah-olah ada telapak tangan gaib mendorong punggungnya, Li Lian Hua terhempas ke tepi jurang. Demi menahan serangan hebat ini, sepasang kakinya menggerus permukaan tanah hingga debu dan kerikil beterbangan.

Li Lian Hua terengah, matanya melebar tajam sewaktu tubuhnya tiba-tiba terdorong meluncur jatuh ke dasar jurang. Dalam situasi biasa, ia bisa melakukan salto atau menahan tarikan gravitasi dengan beberapa pijakan di sepanjang tepi jurang. Tetapi kali ini situasinya lain. Bobot tubuh si perampok sekarat telah mengunci gerakannya. Li Lian Hua merasakan angin bergerak cepat saat tubuhnya terus meluncur menembus kabut tebal. Di sela deru angin yang meliuk-liuk seperti topan, kumandang tawa itu adalah satu-satunya hal terakhir yang bisa ia dengar.

Continue Reading

You'll Also Like

3.3K 477 6
Dengan kemampuan dan kehebatan yang dimilikinya. Zayyan, pria manis asal Shenzhen itu akhirnya berhasil masuk ke dalam tim nasional e-sports di liga...
45.7K 5.3K 33
Ringkasan: Harry Potter, saudara kembar yang terlupakan dari 'Boy-Who-Lived', dipukuli sampai mati oleh kerabat Muggle-nya yang kejam. Tapi Sihirnya...
805 88 4
Sehari sebelum penobatannya menjadi raja di Kerajaan Dewa Air, Di Feisheng menemukan dirinya terlempar ke dunia manusia dengan cara yang tak terduga...
125K 11.9K 32
Naru-chan adik Sasu-nii bingung mau ngasih deskripsi, langsung baca aja nggak suka nggak papa Bagi yang salah faham, ini bukan cerita Yaoi!!