04 : Ketua Bandit

88 12 4
                                    

Wang Yan menatap api perapian tanpa berkedip, aura dingin melintasi matanya. Menoleh pada masa lalu bagaikan menatap rembulan pucat di malam hari cerah. Nampak jelas dan dekat, tetapi kenyataannya jauh. Karena jauh itulah, nampaknya indah. Tetapi kala kau mendekat, semua kesan indah hanyalah segenggam debu.

Pria itu menarik nafas panjang yang terasa lebih berat. Cahaya yang memancar dari perapian mengalir bagaikan bayangan memenuhi wajahnya yang muram.

Satu nama yang ia sebutkan, seperti gema masa lalu yang tak tertahankan.

*****

Lima belas tahun lalu

Mereka datang ke satu wilayah negara yang dirawat dengan baik, melintasi padang-padang rumput dan areal pertanian luas. Mereka menemukan beberapa lahan kosong yang subur, dibingkai barisan pepohonan yang padat. Aliran sungai jernih dan menjanjikan kehidupan. Bukit-bukit bergelombang menghijau.

Di sisi lain dari perbukitan yang angkuh, terbentang kawasan hutan lebat yang dipilih untuk lokasi persembunyian dan perlindungan. Mereka adalah kawanan bandit yang tak segan-segan menghabisi nyawa orang-orang dan sudah merajalela selama bertahun-tahun, menebarkan teror dan ancaman, terutama bagi para pejabat dan saudagar kaya.

Sang ketua bandit masih sangat muda. Sekitar dua puluh lima tahun. Tetapi mari abaikan umurnya. Meski muda dan memiliki paras tampan dan aristokrat, terlalu menawan untuk jadi pimpinan begal, dia memiliki aura kejam tak tergoyahkan. Wajah tegas, tautan alis ganas dan bibir tipis menyeringai.

Sang ketua bernama Di Feisheng.

Kawanan anak buahnya tidak pernah berani memanggil nama itu secara langsung. Bahkan pelayan yang selalu bersamanya semenjak ia remaja, memanggilnya dengan sebutan Yang Mulia.

"Yang Mulia!"

Derap langkah kuda diiringi satu seruan membelah keheningan lembah batu hitam. Siang yang berawan, sang ketua duduk tegak di bawah sebatang pohon beringin rindang.

Di Feisheng mengenakan jubah panjang hitam diikat pada pinggang, talinya melambai ditiup angin. Di dekatnya tergeletak sebuah pedang panjang bersarung hitam.

"Ada rombongan bergerak dari barat." Pemuda yang baru datang menarik tali kekang kuda, membuat binatang itu meringkik, berhenti seketika setelah menendang debu di depannya.

"Apa barang bawaan mereka banyak?" Di Feisheng menggumam, tanpa menolehkan wajah ke arah temannya.

"Menurut mata-mata, kemungkinan itu iring-iringan pejabat istana. Bangsawan Jing. Mereka mengangkut tandu kerajaan dan banyak peti besar."

Pemuda itu adalah wakil ketua gerombolan perampok, Wang Yan, teman dan tangan kanan kepercayaan sang ketua.

"Pejabat istana?" Di Feisheng mendengus. "Bagus sekali."

"Kau yakin ini tidak terlalu beresiko?" Wang Yan meyakinkan.

Seringai bengis terbentuk di wajah Di Feisheng.

"Berapa lama lagi mereka akan lewat di jalan ini?"

"Tidak lama lagi."

Di Feisheng menarik satu helai kain hitam dari balik jubah, memasangnya sebagai cadar menutupi wajah. Tangannya bergerak mengenakan penutup kepala yang menyatu dengan jubah, sehingga hanya menyisakan satu garis di wajahnya. Dia berdiri dari duduknya, memasang sikap siaga. Sepasang matanya berkilau penuh hasrat membunuh.

"Kumpulkan semua. Kita serang mereka," suaranya dingin dan tajam.

Wang Yan mengangguk cepat.

*****

𝐅𝐨𝐫𝐞𝐬𝐭 𝐨𝐟 𝐈𝐥𝐮𝐬𝐬𝐢𝐨𝐧 (𝐅𝐞𝐢𝐡𝐮𝐚) Where stories live. Discover now