Percobaan 44

By nataliafuradantin

51K 2.6K 382

Jata benar-benar kehilangan kesabaran. Setelah enam bulan menikah, Puput tetap perawan. Tentu saja, harga dir... More

Sebelum Semuanya Dimulai
Prolog: Bayangan Kelam
1. Suami Istri Baru
Cast
2. Malam Pertama
3. Bulan Madu
Mimpi Buruk
4. Gairah Tak Kesampaian
5. Lobster
Canyon Keramat
Demam
8. Mata Merah
Mandi
Laba-Laba Jantan
11. Peringatan
12. Kurapan?
Ini Cinta?
14. Terluka
15. Asrul
16. Makanan Busuk
17. Saran Papa
18. Video Hebat
19. Penyusup
20. Buku Reproduksi
Siapa Dia?
Gangguan
Bau Belerang
Lamaran Asrul
25. Penumpang Hitam
Perawan?
Mimpi Buruk (Lagi)
28. Psikiater
29. Dokter Azizah
30. Hati Perempuan
31. Tangan Cinta
32. Kunjungan si Cantik
33. Gagal Menjadi Manusia
34. Matang Kaladan
35. Bicara Sendiri
36. Peluk Aku
37. Pasangan Mesum
38. Jurang Kelam
39. Makhluk Itu Lagi
40. Orang Loksado
41. Wina Lagi
42. Pindah Tidur
43. Dukun Billy
44. Sepasang Korban
45. Ritual Billy
46. Janji
47. Torpedo
48. Kunjungan Sang Petinggi
49. Godaan Asrul
50. Mimpi di Siang Hari
51. Amplop Billy
52. Terjerumus
53. Petaka
54. Suami yang Payah
55. Bahaya dan Aib
56. Penjelasan
57. Kesepakatan
58. Berbaikan
59. Mesra Lagi
60. Utusan Khusus
62. Buaya Besar
63. Janji Dengan Asrul
64. Serangan Kepada Matias
65. Ikatan Leluhur
66. Ayah dan Anak
67. Ikatan Naga
68. Perubahan
69. Kekerasan
70. Bilah
71. Latihan Jata

61. Dia Kanaya

102 14 2
By nataliafuradantin


Deka termangu di meja tokonya di daerah Pasar Kuripan. Tumpukan beras, baik yang di dalam karung maupun di kotak-kotak pajang, mengeluarkan aroma khas yang dicintainya. Biarpun telah lulus sarjana sosiologi dua tahun lalu, ia malas bekerja sesuai pendidikan, justru menemukan kebahagiaan dengan berjualan beras, usaha turun temurun warisan keluarga.

Bukan masalah penjualan beras yang membuat kelabu. Ia seorang indigo. Benar sekali, ia memiliki kemampuan melihat dunia yang tidak dapat dilihat orang lain. Sebagian orang menganggap kemampuan itu luar biasa, bahkan melihatnya sebagai orang "pintar". Mereka tidak tahu bahwa menjadi seorang indigo itu membuat lelah lahir dan batin.

Berurusan dengan dunia gaib sudah menjadi makanan Deka sehari-hari. Waktu kecil dulu, ia nyaris kehilangan akal karena setiap hari melihat makhluk menyeramkan dari dunia lain. Setelah belajar menguasai kemampuannya, kini ia bisa membantu orang-orang yang membutuhkan. Misalnya membantu melepaskan teluh, pelet, susuk, mengusir hantu, dan hal-hal semacam itu.

Kejadian beberapa hari ini membuat hatinya tidak tenang. Ada pergerakan tidak wajar yang menakutkan. Kegelapan tengah menguat di daerah Bendungan Riam Kanan. Ia yakin, penglihatannya tidak salah. Sesuatu yang besar tengah terjadi. Yang membuat hatinya resah adalah firasat yang mengatakan ia akan terlibat dalam pusaran kegelapan itu.

Ah, ia ngeri setiap mengingat itu. Dirinya masih 25 tahun dan punya penghasilan bagus. Walau tubuhnya tidak seberapa tinggi dan tidak kekar, namun wajahnya sangat menarik menurut gadis-gadis sampai ia malas menanggapi mereka. Tentu saja, ia sangat puas dengan hidupnya, ingin menikmati lebih lama, dan tidak mau mati muda.

Penglihatannya tidak salah. Dari dalam toko, terlihat sebuah sepeda motor berwarna merah merapat dan parkir di depan. Awan gelap menyelimuti sang pengendara. Segera saja ia menyuruh anak buahnya berkilah bahwa ia pergi, lalu beranjak masuk.

"Deka!" teriak tamu yang baru datang itu. Tanpa melepas helm, pemuda itu berlari menyusul ke dalam. "Deka!"

Deka merutuk dalam hati. Agaknya tak ada celah untuk meloloskan diri. "Apa lagi masalah piyan[1]? Aku pusing! Fitri kenapa lagi?" Keinginan Deka adalah kabur secepatnya dari pemuda itu. Dialah yang akan menyeretnya ke dalam pusaran masalah.

"Bukan soal Fitri. Aku mau tanya soal makhluk perempuan bertanduk dan buaya raksasa."

Nah, sekarang ia benar-benar telah terseret masuk. Mau tak mau ia kembali duduk. Apalagi tamunya sudah duduk tanpa dipersilakan. "Pergi aja jauh-jauh, sebelum piyan jadi perkedel di tengah perang."

Asrul duduk lemas di kursinya setelah mendengarkan penuturan Deka.

"Jangan piyan telan mentah-mentah. Yang bisa aku lihat itu cuma sebagian saja."

"Tapi kamu tahu lebih banyak dari orang biasa. Apa nggak ada ada informasi lain?"

"Kami, orang-orang indigo, memang bisa melihat frekuensi lain. Tapi kami bukan Tuhan yang tahu segalanya. Penglihatan kami hanya terbatas pada frekuensi-frekuensi tertentu."

Asrul tercenung. "Aku dan Wina terkait dalam masalah ini. Tapi kenapa?"

Deka terdiam. Ia pun tidak bisa menjawab. Ia hanya tahu Asrul, Wina, Jata, dan istrinya, terkait satu sama lain. Apa bentuk dan alasan ikatan itu, ia tidak dapat mendeteksi. Bahkan keterkaitan dirinya pun masih tidak teraba. Hanya satu yang jelas, pertempuran. Sungguh aneh. Ada tabir gelap dan tebal melingkupi mereka. Tidak biasanya ia begini.

Asrul menatap nanar pada pemuda keturunan Tionghoa yang mengecat rambutnya menjadi berwarna cokelat itu. Kalau Deka angkat tangan, kepada siapa lagi ia akan meminta tolong? Ada seorang pintar di daerah Hulu Sungai, namun biaya yang diminta terlalu tinggi. Selain ragu, dirinya juga tidak memiliki tabungan banyak. Deka tidak mau dibayar. Ia membalas budi dengan berlangganan beras untuk stok warung ibunya. Sesekali ia membawakan hasil bumi dari sekitar bendungan.

"Coba ajak teman piyan dan istrinya ke sini. Kalau ketemu langsung barangkali aku bisa mendapat informasi lebih."

"Menurutmu, apa yang akan terjadi nanti?"

Tentu saja Deka tidak bisa menyebutkan pertempuran. Karena ia sendiri tidak jelas pertempuran apa, antara siapa, untuk apa, dan bagaimana. "Aku memang bisa melihat dan berbicara dengan makhluk dari dunia lain. Tapi aku bukan peramal."

Asrul benar-benar frustrasi. "Aku berantem dengan dia gara-gara peristiwa kemarin. Apa menurutmu dia mau kuajak ke sini?"

"Dicoba, dong? Namanya juga usaha."

"Tadi kamu menyuruh aku pergi jauh. Aku harus ke mana?"

Deka mendesah. "Aku tadi cuma asal ngomong. Sebenarnya yang terbaik bukan melarikan diri. Masalah itu harus dihadapi dan diselesaikan sampai tuntas, bukan ditinggal lari. Dia akan mengikuti kemanapun piyan pergi. Ujung-ujungnya piyan akan diseret kembali ke Riam Kanan."

"Jadi pusat masalahnya itu di Riam Kanan?"

'Sejauh penglihatanku begitu. Kalo aku bisa datang ke rumah temanmu, akan lebih baik."

Tiba tiba, ada angin kencang yang berpusar tepat di depan toko. Deka tertegun. Ia melihat sosok perempuan bertanduk dengan mata menyala.

"Kanaya...." desis Deka.

"Ap ... apa?" Asrul tergagap.

Deka memandang Asrul dengan wajah tercekam ketegangan. "Makhluk itu bernama Kanaya. Dan ... astaga, dia bilang halo!"

Deka mengusap tengkuk dan kedua lengan. Bulu kuduknya berdiri semua.

"Dia cuma mau kenalan, tapi badanku sudah terasa remuk. Dia makhluk tertinggi kedua setelah pucuk pimpinan. Pasti ada hal-hal yang sangat serius hingga makhluk level tertinggi sampai turun tangan."

"Apa dia yang mempengaruhi aku dan Puput?"

Deka memejamkan mata. Angin itu berembus kembali, menerbangkan debu dan sampah, memutar membentuk puting beliung mini di depan toko selama beberapa detik, kemudian menghilang.

"Bukan. Yang itu namanya Bilah. Makhluk dua tingkat di bawahnya. Kalau Kanaya yang turun tangan, Puput dan piyan tidak akan bernapas sekarang ini."

Deka memejamkan mata dan hening lagi untuk beberapa saat. Kanaya telah menyampaikan ancaman.

"Maaf, saya tidak bisa mundur."

"Hmm ... sayang sekali. Padahal aku suka kamu, Deka. Aku bisa memberimu apa saja. Belum pernah ada manusia yang mendapat kehormatan itu selama berpuluh tahun. Kamu akan menjadi yang pertama. Kamu tahu, baru kali ini aku bicara dengan manusia."

"Itu tidak boleh. Aku tidak mau menerima apa pun dari kalian. Apa kamu tidak melanggar aturan dengan bicara denganku?"

Kanaya tertawa meringkik membahana. "Itu hanya berlaku untuk makhluk-makhluk rendah. Tidak berlaku untukku, penguasa gerbang barat."

"Kamu bohong. Kamu mau mengelabui Tuan Putrimu, kan?"

Kanaya tertawa kembali. "Apa tidak boleh? Kalian manusia, sok mengikat diri dengan aturan-aturan aneh."

"Licik!"

"Kalau tidak mau kerja sama, maka mundurlah! Tuan Putriku akan mengampuni kamu."

"Maaf, ya. Aku nggak bisa."

"Ah, kamu bikin aku sedih, Deka. Pasti aku ditugasi menghabisi kamu. Sayang sekali, manusia sebagus kamu menjadi budak di negeri kami. Sampai ketemu di medan laga."

"Tunggu!"

"Kamu berubah pikiran?'

"Bukan. Untuk apa kalian memburu Asrul dan teman-temannya?'

Kanaya cuma tertawa meringkik seraya menghilang.

Deka mengalihkan konsentrasi ke tempat lain. Keningnya berkerut dan keringatnya membulir. Tak lama kemudian, ia membuka mata dan menggelengkan kepala.

"Buaya itu ... mereka menolak berkomunikasi denganku. Tolong, ajak teman piyan ke sini. Aku perlu dia untuk berhubungan dengan penguasa barat ini."

Deka dan Asrul saling berpandangan. Rasa sedih menusuk hatinya. Apakah mereka akan bisa duduk-duduk lagi seperti ini dengan damai di kemudian hari?

"Hati-hati di jalan," pesannya. Sambil mengantarkan Asrul ke depan toko, ia berkata, "Kalau masalah ini selesai, kutraktir piyan makan seafood sepuasnya di rumah makan Asian[2]."

_______________________

[1] piyan = kamu dalam bahasa Banjar, digunakan kepada orang yang dihormati

[2] Asian = nama salah satu rumah makan seafood terkenal di Banjarmasin.

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 23.3K 8
Cerita private follow terlebih dulu ya ^^ Rate #1 Romancestory 12 April 2019 Rate #1 HotCouple 12 April 2019 Rate #1 luka 3 maret 2019 Rate #1 hotcou...
4.6K 93 18
Hey, Lo hobi banget sih update gak jelas, kek artis aja. -Ardiansyah Febian Suka-suka gue lah, mau update kek mau tidak kek, gue gak pernah minta l...
2.8M 240K 29
Seorang perempuan cacat yang harus menikah dengan seorang pria sempurna yang ternyata adalah orang yang bertanggung jawab atas kemalangan yang menimp...
554 75 12
Berawal dari Kanaya Arabella yang sangat mengagumi seniornya di kampus bernama Diego Batara. Namun, siapa sangka jika rasa itu tidak bertepuk sebela...