ANXI EXTENDED 2

By wins1983

14.1K 3.5K 856

Semua berubah semenjak Ilyasa wafat. Yunan jadi lebih dekat dengan Raesha, jandanya Ilyasa, sekaligus adik an... More

Here we go (again)
1 - Hati-hati
2 - Malam Mencekam
3 - Malam Mencekam
4 - Malam Mencekam
5 - Luka
6 - Tersambung
7 - Berita
8 - Ketetapan
9 - Menghindar
10 - Tempat
11 - Takut
12 - Jangan Lari
13 - Hajat
14 - Husnuzon
15 - Telepon Masuk
16 - Baik-Baik Saja
17 - Korban vs Tersangka
18 - Mulia
19 - Janggal
20 - Surat Panggilan
21 - Berkah
22 - Biarkan
23 - Pengacara
24 - Perbedaan
25 - Kepingan
26 - Kenapa
27 - Kelam
28 - Sakit
29 - Baik
30 - Perdana
31 - Perdana
32 - Perdana
33 - Perdana
34 - Perdana
35 - Sudahlah
36 - Persiapan
37 - Napak Tilas
38 - Emosi
39 - Skenario
40 - Hanif
41 - Kiriman
42 - Kiriman
43 - Gila?
44 - Gila?
45 - Gila?
46 - Sidang Tanpa Rizal
47 - Jenguk
48 - Gelap
49 - Ayat Kursi
50 - Ruqyah
51 - Kembali
53 - Gemuruh
54 - Letusan
55 - Terobos
56 - Mata-mata
57 - Tali
58 - Sidang Kasus Penyusupan
59 - Ganjil
60 - Niat
61 - Alot
62 - Bohong
63 - Tanya
64 - Tolong
65 - Simpan
66 - Tepi Sungai
67 - Siap-siap

52 - Sadar

176 53 21
By wins1983

.

.

Maka sejatinya orang yang ditakdir mengerjakan amalan buruk itulah, yang pantas dikasihani.

.

.

***

Perlahan kelopak mata Rizal terbuka. Ia menemukan dirinya di ruangan yang belum pernah dilihatnya. Seperti ada aroma rumah sakit, tapi ...

Rizal mengerang saat menyadari tubuhnya diikat di atas ranjang pasien.

"Zal?? Kamu sudah sadar??" seru Elena yang langsung bangkit dari kursinya dan menghampiri Rizal.

"Hahh?? Rizal sudah sadar?" gumam Nilam yang jadi terbangun setelah sempat tertidur di samping Rizal.

"Kenapa aku di--," kata Rizal hendak bertanya kenapa dirinya diikat, tapi otaknya mulai berpikir jernih. Dia ingat bahwa kesadarannya sempat diambil alih.

Elena dengan sigap menekan tombol di dekat meja nakas. Tombol darurat untuk memanggil perawat.

"Gimana perasaanmu, Nak?" tanya Nilam sambil mengusap kepala putra bungsunya.

"Aku ... baik-baik aja, Bu. Cuman badanku agak lemas. Kepalaku agak pusing," jawab Rizal dengan suara lirih.

Nilam merapatkan bibir, sebelum wanita itu menitikkan air mata. Mendengar Rizal berkomunikasi dengannya dengan normal, terasa mengharukan.

"Kenapa, Bu?" tanya Rizal heran melihat ibunya menangis.

"Gak apa-apa, Nak. Ibu takut. Ibu pikir, Ibu sudah kehilangan kamu," ucap Nilam sambil menggenggam tangan Rizal.

"Jangan nangis, Bu. Aku gak apa-apa," Rizal membalas genggaman ibunya.

Elena tersenyum melihat kehangatan drama keluarga di hadapannya. "Sabar, Zal. Sebentar lagi kamu akan pulang, insya Allah," kata wanita itu.

Rizal menoleh ke arah rekan kerjanya. Kenapa Elena sampai menungguinya di sini? Sejak kapan Elena menjenguknya? Memangnya Elena izin dari kantor demi menjenguk dirinya?

Perawat wanita datang. "Oh? Pak Rizal sudah sadar?" tanya wanita itu.

"Iya, Suster. Tolong kasih tahu Dokter!" sahut Elena dengan nada riang pada suaranya.

"Baik, Bu!" kata suster itu sebelum berlari di koridor mencari dokter yang menangani Rizal.

Romi muncul, masuk melalui pintu ruang isolasi. "Kamu sudah sadar, Zal?" tanya Romi bergegas menghampiri adiknya.

"Kak Romi?" panggil Rizal masih dengan suara lemas.

"Gimana? Kamu sudah normal belum? Satu tambah satu berapa?" tanya Romi sambil mengacungkan dua telunjuknya.

Rizal bengong dengan alis mengernyit. Elena menatap Romi dengan ekspresi malas dan melipat tangan.

"Kakak bercanda?" tanya Rizal serius.

Nilam tertawa. Tawa pertama setelah stress beberapa hari ini melihat kondisi Rizal.

Pintu ruangan terbuka. Kali ini, Yunan muncul di muka pintu. Dia baru saja makan malam di kantin rumah sakit bersama Romi. Tapi Romi langsung berlari ketika mendengar dari perawat bahwa Rizal sudah siuman dari pingsannya. Hal yang biasa terjadi pada orang yang baru lepas dari kesurupan, katanya. Energi mereka seolah terhisap hingga lemas dan terkadang sampai pingsan.

"S-Syeikh! Syeikh ... Yunan!" jerit Rizal ketika melihat sosok Yunan memasuki ruangan. Suaranya gemetar dan pria itu menangis tanpa bisa ditahannya. Dia malu dilihat Elena dalam keadaan menangis sebenarnya, tapi apalah daya, melihat wajah Yunan membuat dia tak sanggup menahan luapan perasaan haru memenuhi kalbunya.

"Alhamdulillah. Kamu sudah sadar, Rizal? Gimana perasaanmu?" tanya Yunan tersenyum saat berdiri di samping kasur Rizal.

"S-Saya ... saya mau ... cium tangan Syeikh!" Tangis Rizal kini sampai sesenggukan, membuat ibunya dan Elena jadi berkaca-kaca matanya. Tangan Rizal yang terikat, menggapai-gapai ke arah tangan Yunan. Apa yang membuat Rizal sampai begitu terharu saat melihat Yunan? Bukankah Rizal dalam kondisi tidak sadar saat Yunan menjenguk dan meruqyahnya?

Sesuatu yang tidak diketahui kebanyakan orang adalah, korban kesurupan sebenarnya masih punya kesadaran meski tidak penuh, saat diri mereka diambil alih alam pikirannya oleh makhluk jahat.

Yunan menjabat tangan Rizal erat, dengan kedua tangan. Air mata Rizal makin deras mengalir.

"M-Makasih, Syeikh! Terima kasih! Hanya Allah yang bisa membalas! Hanya Allah!" ucap Rizal di antara tangisnya, dengan suara memilukan.

"Sudah sepantasnya. Adalah kewajiban saya, melayani umat," kata Yunan dengan sorot mata lembut ke arah Rizal.

Jawaban yang membuat dada Rizal terasa sesak. Terdengar tulus hingga ke dasar hatinya. 'Melayani umat'. Pelayan bagi umat. Orang yang melayani, jika ikhlas, maka kedudukannya di sisi Allah lebih tinggi dari orang yang dilayani.

Dokter datang. Sesi drama berakhir sementara. Rizal diajak bicara oleh sang dokter. Setelah dilihat reaksi Rizal normal, ikatan di kaki dan tangan Rizal dibuka. Hal pertama yang dilakukan Rizal setelah ikatannya lepas, adalah mencium tangan Yunan dan memeluk Yunan erat.

Romi tertegun melihat pemandangan itu. Dia menebak, Rizal mungkin mengalami sesuatu yang berkaitan dengan Yunan, selama proses ruqyah tadi. Romi sendiri baru kali ini menyaksikan penampakan jin yang dikeluarkan Yunan dari ubun-ubun Rizal tadi di ruangan ini, beberapa jam lalu. Percaya tak percaya, dia harus percaya karena sudah melihat dengan mata kepala sendiri. Rizal ternyata benar dikirimi santet berupa jin yang membuat Rizal seperti orang gila. Dan jin itu ternyata bisa diusir dengan perantaraan seorang ulama. Selama ini Romi selalu memandang ulama sebelah mata. Tapi setelah menyaksikan ruqyah dan mengobrol dengan Yunan saat mereka makan malam bersama, Romi merasa Yunan berbeda.

Rizal diperbolehkan pulang, karena dinyatakan telah sembuh mendadak tanpa penyebab yang bisa dijelaskan medis.

"Syukur, deh. Gak perlu bayar biaya rumah sakit lagi," ceplos Romi menghela napas lega.

Elena menatap sinis ke arah Romi. Harus ya, bahas biaya rumah sakit di depan Rizal? Nilam malah cekikikan geli, melihat alangkah berbedanya karakter anak-anaknya.

"Maaf aku sudah merepotkan, Kak," kata Rizal tersenyum pada kakaknya.

"Memang. Kamu memang adik yang merepotkan," komentar Romi sebelum mengacak kepala Rizal.

"Yang penting kamu sudah sembuh," lanjut Romi tersenyum.

Elena bengong melihatnya. Kesambet apa si Romi? Ternyata pria itu bisa senyum juga? Baru duduk bareng Yunan sebentar pas makan malam tadi, tiba-tiba Romi jadi berubah begini?

Rizal berjalan dituntun ibunya. Yang lain ikut mengantar Rizal hingga ke lobi rumah sakit.

"Aku akan antar kamu sampai rumah, Zal. Mobilku mengekor kalian di belakang," kata Elena.

"Kamu yakin? Ini sudah malam. Nanti kamu pulangnya gimana?" tanya Rizal terdengar cemas.

Nilam dan Romi diam-diam melirik dua orang itu.

"Bu, si Elena itu pacarnya Rizal?" bisik Romi di telinga ibunya.

"Belum. Do'ain aja," jawab Nilam turut berbisik sambil mengulum senyum.

"Saya boleh mampir ke rumah Rizal? Ada yang mau saya bahas tentang ... santet yang dikirim pada Rizal," kata Yunan, membuat semua orang terkejut. Ini pasti mengenai siapa pengirim santetnya. Yunan mungkin merasa ini percakapan rahasia, maka tidak mungkin mereka membahas ini di rumah sakit.

"Iya, Syeikh! Tentu saja. Saya senang kalau Syeikh bisa mampir ke rumah saya!" ujar Rizal nampak girang.

Mobil mereka konvoi ke rumah Rizal. Rizal dan ibunya ikut di mobil Romi. Mobil yang mengantar Yunan, mengekor di belakangnya. Mobil Elena paling buntut.

Sesampainya di rumah Rizal, tiba-tiba Elena merasa segan. "Mm ... tidak apa-apakah saya di sini, Syeikh? Maksud saya, apa Syeikh hanya ingin bicara dengan Rizal dan keluarganya?" tanya Elena malu-malu.

"Tidak apa-apa, Elena. Saya juga ingin bahas sesuatu dengan kamu," jawab Yunan, membuat Elena nampak lega.

Mereka duduk berkumpul di ruang tengah. Nilam menghidangkan tamu-tamunya teh hangat. Pembicaraan serius pun dimulai. Karena penasaran, Romi pun masih ada di sana dan belum pulang ke rumahnya. Setelah beberapa saat Yunan menjelaskan, ...

"Hah?? Theo??" seru Rizal syok. Yunan baru saja memberitahu bahwa yang mengirim santet pada Rizal adalah Theo.

Elena menutup mulutnya yang mengucap lirih istigfar. Matanya mulai basah. Dia tahu laki-laki bernama Theo itu aneh dan menyeramkan, tapi sungguh tidak menyangka kalau Theo tega mengirim santet pada Rizal, hanya demi menyingkirkan Rizal dari persidangan.

"Iya. Tapi bukan dia langsung. Theo menggunakan perantara dukun. Paranormal," lanjut Yunan sambil mengangguk.

Rizal masih nampak terkejut. Sama seperti Elena, dia juga tak menyangka kalau Theo Hayden tega menyantet dirinya.

"Saya juga tak menyangka dia akan bertindak sejauh itu. Saya ke sini dengan maksud ingin memberi kalian amalan untuk ... ya katakanlah, pembekalan," kata Yunan.

"Pembekalan?" tanya Rizal dan Elena nyaris bersamaan.

Yunan kembali mengangguk. "Ya. Pembekalan. Karena ... mungkin kalian sudah pernah melihat pemberitaan tentang saya. Walaupun saya tidak pernah mengganggu pihak manapun dalam berdakwah, ada saja yang tidak suka atau bahkan membenci saya. Dan mengingat kalian berdua adalah yang membela kasus adik saya yang melibatkan saya, maka saya rasa penting untuk kita semua 'memagari' diri kita dengan amalan yang nasabnya tersambung dengan guru-guru saya, yang tersambung juga kepada orang-orang sholihin, para waliyullah yang memiliki kedekatan lebih kuat dengan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam."

Rizal dan Elena saling tatap sesaat. Mereka mulai paham yang dimaksud Yunan.

"Baik, Syeikh. Tentu saja. Dengan senang hati. Tolong sambungkan saya dengan amalan itu. Insya Allah akan berusaha saya amalkan!" ucap Rizal mantap.

"Saya juga, Syeikh! Saya tidak keberatan!" sahut Elena dengan semangat yang sama.

Yunan kemudian membimbing mereka. Dia mengijazahkan ratib Al Haddad, lalu menyebutkan nama-nama gurunya. "Saya mendapatkan ijazah ini dari guru saya, .... " Yunan menyebut nama tiga ulama. Syeikh Abdullah, lalu Habib yang mensholatkan almarhum Yoga dan Ilyasa, yaitu habib yang dulu pernah rutin didatangi majelisnya oleh Yunan saat diajak oleh Yoga. Waktu itu, Yoga dan Erika belum menikah. Dan nama ulama yang lain adalah juga seorang habib, guru Yunan saat kuliah di Hadramaut.

"Dengan ini saya mengijazahkan Ratib Al Haddad kepada kalian."

"Qobiltu ijazah!" sahut Rizal dan Elena, sesuai yang diajarkan sebelumnya oleh Yunan, untuk menjawab dengan kata 'qobiltu ijazah' yang artinya adalah 'saya terima ijazahnya'. Dengan pengijazahan yang nasabnya jelas seperti ini, akan berbeda efeknya ketika mengamalkan amalan yang diijazahkan. Ada 'tali penyambung'nya. 'Sinyal'nya lebih kuat.

"Kita tidak bergantung kepada amalan, akan tetapi kita niatkan berusaha mengikuti amalannya orang-orang sholeh, karena mengharapkan ridho Allah," Yunan mengingatkan. Karena memang demikian adanya. Amalan manusia pastinya tak luput dari kekurangan dan cacat. Sholat jarang ada yang bisa khusyuk. Tahajud dan shodaqoh, kadang tercampur riya meski setitik. Merasa sudah sholeh sholehah, padahal kadang terpeleset pada dosa ghibah secara sadar maupun tak sadar. Begitulah. Maka kita memang tidak patut jika kita bersandar pada amalan kita.

"Baik, Syeikh," kata Rizal dan Elena nyaris bersamaan. Rizal diberikan buku amalan zikir pagi dan petang, yang di dalamnya ada ratib Al Haddadnya. Elena sudah punya di rumahnya, tapi dia jujur mengatakan bahwa dia hampir tidak pernah membaca buku amalan itu. Seperti biasa, alasannya adalah karena kesibukan kantor.

"T-Tapi, saya akan berusaha membaca ratib sebelum tidur, Syeikh! Tolong do'akan saya, semoga saya bisa mulai merutinkan zikir pagi juga. Kalau zikir petang, sepertinya agak sulit karena saya sedang di kantor. Kadang, di jalan. Saya hanya bisa zikir dalam hati saja saat menyetir pulang di dalam mobil," kata Elena dengan sorot mata memelas. Merasa dirinya menyedihkan sekali. Mana ada lulusan SMU Islam yang seperti dia? Morat-marit amalannya. Eh bentar. Adli juga satu almamater dengannya. Kira-kira Adli gimana ya amalan hariannya? Mendadak Elena jadi kepo.

"Tidak apa-apa. Ijazah ini bukan untuk mempersulit kalian, tapi untuk mempermudah. Yang penting niat untuk membenahi amalan sudah ada. Dikerjakan saja semaksimalnya," kata Yunan menenangkan lawan bicaranya.

"Jadi, mengenai kejadian santet ini, saya sarankan untuk jangan diungkap keluar. Cukup hanya kita yang tahu. Apalagi untuk menuntut Theo, tentunya sulit membuktikan hal yang sifatnya gaib seperti ini. Rizal, kamu sebagai korbannya, berusahalah untuk mengikhlaskan. Sebenarnya, dia adalah orang yang patut kita kasihani," ucap Yunan sembari menepuk bahu Rizal. Yang dimaksud Yunan dengan 'orang yang patut dikasihani', adalah Theo.

Allah merangkai takdir makhluk-makhluk-Nya. Ada yang ditakdir mengerjakan amalan baik dan dekat dengan ulama yang lurus, sementara ada yang ditakdir mengerjakan amalan buruk dan membenci ulama. Maka sejatinya orang yang ditakdir mengerjakan amalan buruk itulah, yang pantas dikasihani. Terkadang, orang-orang itu tidak merasa dirinya melakukan kejahatan dan kerusakan, malah sebaliknya, mereka merasa melakukan perbaikan.

"Baik, Syeikh," Rizal manut. Dia juga malas membayangkan menuntut Theo di pengadilan. Pengadilan yang sekarang saja, belum selesai.

Yunan mohon diri. Begitu juga Elena.

"Terima kasih banyak, Syeikh. Terima kasih banyak!" Rizal mengatakannya sambil mencium tangan Yunan, saat melepas Yunan pergi.

Tinggal Romi yang masih ada di sana. Di luar pagar rumah Rizal, ikut mengantar kepergian tamu-tamu Rizal.

"Kirain kamu mau dikasih ijazah. Kok gak ada kertas ijazahnya?" tanya Romi dengan tampang heran.

Rizal melengos. "Bukan ijazah yang kayak gitu, Kak." Sudahlah, batin Rizal. Bingung cara menjelaskannya.

Rizal diam termenung. Teringat seseorang. Theo. Apa yang terjadi padanya sekarang? Dia sempat mendengar suara Yunan saat mengembalikan jin itu kepada pengirimnya. Itu artinya, Theo sekarang kerasukan jin jahat itu? Lalu, siapa yang akan menolongnya?

.

.

***

Continue Reading

You'll Also Like

162K 15.7K 22
[COMPLETED] Muhammad Raiz seorang anak muda yang mengaku dirinya sebagai anak munafik di keluarganya. Zahra Nurazizah seorang perempuan shalihah yan...
343 65 13
" Bagaimana bisa kamu mengejarnya dengan mencari kesempurnaan, kamu ga lihat aku yang berusaha menjadi sempurna untuk kamu." Ucap Shezi dengan derai...
2.6K 222 6
Rahma harus menikah dengan kakak iparnya. padahal dia sudah mempunyai kekasih, Satya namanya. Tapi karena harus memenuhi wasiat almarhum kakaknya Sof...