Woman's Need

Od WriteontheWall77

2.1M 21.6K 384

Kumpulan cerita pendek Only for 21+++ Disclaimer: adult romance, mature, sex scene Více

Birthday Girl 1
Birthday Girl 2
Heartbreak Sex
Heartbreak Sex 2
You Belong in My Bed 1
You Belong in My Bed 2
You Belong in My Bed 3
Papaku, Kekasihku 1
Papaku, Kekasihku 2
Papaku, Kekasihku 3
My Lovely Girl
My Lovely Girl
My Lovely Girl
My Professor 1
My Professor 2
Acting, Go!
Acting, Go! 2
Acting, Go! 3
Acting, Go! 4
Swipe Right 1
Dear Teacher 1

Swipe Right 2

49.4K 818 31
Od WriteontheWall77

Begitu Wira mematikan mesin mobil di parkiran rumahnya, dia tidak segera beranjak. Sementara aku tidak berani menatap ke arahnya.

Apa yang aku lakukan di sini?

Wira membuaiku dengan ciumannya. Christian mungkin saja seorang bad kisser, tapi tidak begitu dengan Wira. Dia begitu membuai. Sangat menggoda. Wira tidak peduli saat itu dia berada di tengah bar, bibirnya terus melumatku tanpa ampun.

Saat bibirnya melepaskanku, aku terengah-engah.

"Apa lagi?" Tanyanya. Tatapan matanya begitu menusuk.

"Sex with me." Begitu saja, permintaan itu keluar dari mulutku.

Wira langsung membayar semua tagihan, dan tanpa menunggu konfirmasi, dia membawaku keluar dari bar. Langkahku dengan sendirinya mengikuti Wira hingga ke mobilnya.

Bahkan, sampai Wira menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah, aku masih belum bisa mencerna apa yang terjadi.

Satu hal yang pasti, saat aku bersitatap dengan Wira, aku tahu yang aku inginkan.

Napasku memburu saat menatap Wira. Aku bisa merasakan hasratku terpanggil. Kalau saja cahaya di mobil sedikit lebih terang, Wira bisa melihat putingku yang mengeras.

Wira membuka seatbelt dan mencongkan wajahnya. Tangannya meraih bagian belakang kepalaku, mendorongnya hingga bibirnya kembali melumatku.

Mulai saat ini, semua ciuman yang kurasakan akan selalu dibandingkan dengan ciuman Wira. Semuanya akan menjadi bad kisser ketika bersanding dengan Wira.

Saat dia melepaskanku, aku kembali gelagapan.

"Come here," ujarnya.

Aku membuka seatbelt lalu naik ke pangkuan Wira. Dia mendorong mundur jok sehingga ada tempat buatku.

Holy shit. Aku berada di pangkuan Wira.

"Stop squeezing."

Aku tidak bermaksud menggodanya. Aku hanya mencari posisi yang nyaman. Namun...

Kejantanannya yang keras terasa begitu menusuk, meski masih tersembunyi di balik celana.

"Kita di mana?" Tanyaku.

"Rumahku," sahutnya singkat.

Aku menoleh ke balik pundak dan mendapati rumah yang gelap. Hanya lampu teras yang menyala.

"Kamu selalu membawa setiap perempuan ke sini?"

"Hanya kalau anak-anakku sedang di tempat ibunya." Jawabannya menyadarkanku akan hal konyol yang terjadi malam ini dan membuatku berada di sini.

"Sekarang mereka di mana?" Tanyaku lagi.

"Di rumah ibunya." Wira menyahut singkat.

Artinya, rumahnya dalam keadaan kosong. Fakta itu membuat kewanitaanku berkedut, terlebih saat ini, aku bisa merasakan penisnya yang keras.

"Kenapa kita masih di sini?"

Wira menyunggingkan sebaris senyum. "Biar kamu bisa berpikir, mau lanjut atau tidak."

Aku mendengkus. "I bet you can smell my sex-drive."

Wira mengangkat pundak. "I don't know."

Entah dari mana datangnya keberanian ini. Aku melepaskan blus yang kupakai. Bra berenda membuat putingku terlihat jelas, tapi aku tetap membukanya. Wira bisa membuktikan langsung bahwa mundur adalah hal yang mustahil.

"See?" Aku menunjuk putingku.

Wira mengusap putingku dengan ibu jarinya. Sentuhan ringan, tapi aku begitu sensitif.

"Kamu membayangkan malam ini akan berakhir dengan Christian melakukan ini?" Wira memelintir kedua putingku dengan keras sebelum meremas payudaraku.

Aku menjerit penuh kenikmatan. "The hell with Christian. I don't care."

Wira kembali meremas payudaraku. "Yeah?"

Aku mengangguk. Rasanya begitu nikmat, membuatku semakin tersiksa.

"Please, take me to your bed," pintaku.

"I don't know, Gadis. Saya belum yakin."

Aku menatapnya dengan tatapan protes. Sementara itu, Wira hanya tersenyum tipis.

"Mungkin kamu bisa membuktikan kepada saya, seberapa besar kamu menginginkannya."

Jika dia ingin main-main, aku akan meladeninya.

Aku segera menggerakkan pinggul, membuat bokongku menyentuh kejantanannya. Gerakan seolah saat ini penisnya ada di dalam tubuhku. Aku menumpukan tangan di pundaknya, mendorong payudaraku hingga membenamkan wajahnya, dan terus bergerak sensual.

Penisnya yang keras membuatku belum yakin.

Aku meraih bongkahan payudaraku dan menyodorkannya. Wira menyambut dan melumat payudaraku. Sesekali dia memberikan gigitan di putingku, membuat tubuhku menggelingjang.

"How wet are you?"

Alih-alih menjawab, aku menyelipkan tangan ke balik legging dan menyentuh kewanitaanku yang sangat basah. Aku begitu mendambakannya. Aku menarik tangan lalu membiarkan Wira menjilati jariku.

"Rasanya enak." Wira tersenyum. "Let me taste more."

Aku kembali menyentuh kewanitaanku. Wira menahan tanganku sehingga tetap berada di balik legging.

"Ride me," bisiknya.

Fuck, this is so hot.

Aku berada di pangkuan Wira, dengan penisnya yang aku yakin siap merobek celananya. Aku menusukkan dua jari ke dalam liang senggamaku yang sudah sangat basah, sementara ibu jari mengusap klitorisku. Tanganku yang bebas meremas payudaraku untuk memberikan rangsangan.

Wira terus menatapku.

Aku menggila. Meski bukan kali ini saja aku masturbasi, tapi baru kali ini aku masturbasi di depan seorang pria. Di atas tubuhnya.

This is the sexiest thing I've ever had.

Meski aku ingin merasakan penisnya, aku tidak berhenti memuaskan diriku sendiri. Tatapan Wira memacu agar aku terus mengocok tubuhku sendiri. Jeritan dan erangan memenuhi mobil. Aku tidak peduli. Rasanya begitu nikmat.

Belum pernah aku menggapai puncak kenikmatan secepat ini, terlebih saat memuaskan diri sendiri. Wira membuat semua hal jadi mungkin. Termasuk, ketika aku segera orgasme.

Aku menekan dadanya saat gelombang hasrat membuatku menjeritkan namanya saat mencapai puas. Napasku terengah-engah. Rasanya begitu sensual, sangat menggairahkan.

Wira menarik tanganku dan menjilatinya. Fuck, rasanya ingin kembali orgasme hanya dengan melihat Wira menjilati cairanku.

"Puas?" Tanyaku.

"Sangat." Wira membuka pintu mobil.

Dia begitu kuat. Wira turun dari mobil tanpa melepaskanku. Aku membelitkan kaki di pinggangnya. Udara malam yang dingin mencium kulitku, menyadarkanku bahwa aku masih telanjang dada.

"Wira, kamu..."

"Sssttt... jangan ribut. Kamu bisa membangunkan tetangga saya."

Mataku terbelalak. Berharap tidak ada tetangganya yang iseng mengintip dari jendela dan mendapati Wira menggendong perempuan setengah telanjang memasuki rumahnya.

Wira bahkan tidak berhenti untuk sekadar menyalakan lampu. Jejak lampu teras sedikit menerangi rumah. Aku tidak bisa melihat dengan jelas, sehingga hanya bisa diam saja menunggu ke mana Wira membawaku.

Dia membuka pintu dan menyalakan lampu. Sekarang aku tahu di mana keberadaanku.

Di kamarnya.

Wira membaringkanku di tempat tidurnya yang besar. Tanpa basa basi dia menarik legging dan celana dalamku yang sudah basah kuyup.

"Shit, Gadis." Wira mengumpat. Dia meregangkan kakiku, membuat kewanitaanku begitu terbuka di hadapannya.

Aku terpekik saat merasakan Wira mencumbuku. Dia sepertinya tidak kenal basa basi. Sudah jelas tujuannya membawaku ke sini, untuk seks. Jadi apa gunanya bercakap-cakap?

Karena aku pun sudah tidak bisa mengendalikan diri lagi.

Wira tidak hanya membuai saat menciumku. Saat ini, bibir dan lidahnya saling berpacu untuk memuaskanku. Selama ini, aku tidak punya pengalaman indah dalam hal oral, tapi apa yang dilakukan Wira, aku yakin tak ada yang bisa menandingi.

Tubuhku menggelinjang hebat, membuat Wira semakin bernafsu. Jarinya ikut bergabung, menggauliku tanpa ampun.

Jarinya saja begitu nikmat, aku tidak bisa membayangkan saat Wira menghantamku dengan penisnya.

Kali kedua di malam ini, aku menjeritkan namanya saat mencapai puncak kenikmatan.

Wira melepaskanku. Aku langsung protes. Secepat ini, aku berubah jadi sangat manja, tidak ingin dia berjauhan denganku. Wira tertawa pongah melihatku yang terkapar tak berdaya di tempat tidurnya.

"Nikmati, Gadis. Sebelum kamu merasakan kontol ganteng itu seperti apa."

Aku refleks tertawa, teringat ucapan asalku beberapa jam yang lalu.

"Aku belum buktiin, beneran ganteng atau enggak?"

"Buktiin saja kalau kamu tidak percaya."

Ucapannya membuatku kembali bersemangat. Aku segera berlutut di hadapannya. Tanganku bergerak membuka sabuk dan kancing celananya, lalu meloloskannya. Mataku terbeliak saat tertumbuk ke bongkahan yang tersimpan di balik bokser. Sangat besar. Ujung kepalanya bahkan mengintip dari balik bokser. Aku bisa melihat bercak cairan di sana.

Nafsu menguasaiku. Aku menarik turun bokser tersebut. Penisnya langsung menguasai pandanganku.

"Holy fuck," umpatku.

Tuhan benar-benar berbaik hati kepadanya. Tidak hanya punya wajah tampan dan tubuh kekar, juga posisi penting di perusahaan sehingga bisa memiliki rumah sebesar ini, dia juga dianugrahi penis besar dan tebal dengan urat-urat bertonjolan.

"Ini sih ganteng banget." Aku terkekeh. Butuh dua tangan untuk mengusapnya. Aku menengadah untuk menatapnya. "Kontol paling ganteng yang pernah aku lihat."

Wira tersenyum tipis. Dia mendorong kepalaku hingga bibirku menyentuh penisnya. Lidahku menjalari batang kejantanannya, menjilati dengan rakus. Kedua tanganku tak henti mengocoknya.

Mulutku terasa penuh saat Wira berada di dalam. Nafsuku begitu bergelora saat memuaskannya di dalam mulutku. Aku tidak peduli meski lututku perih karena kelamaan berlutut, atau tanganku kebas karena terus-terusan mengocoknya, karena satu hal yang pasti, aku tidak bisa berhenti.

Aku tidak mau berhenti.

Saat penisnya berkedut, Wira melepaskan dirinya.

"Jahat. I hate you," rajukku.

"Setelah ini kamu akan berterima kasih." Wira menarikku dan mendorongku hingga berada di tempat tidur. "Dan memohon agar saya tidak berhenti."

Wira mengambil kondom dari laci nakas dan memasangnya. Aku ingin tahu ukuran kondomnya.

"Oh ya? Kenapa..."

Mataku terbeliak, aku takut bola mataku meloncat keluar, karena tanpa basa basi, Wira menghantamku. Aku bahkan tidak bisa menyelesaikan ucapanku.

"Cat got your tongue, eh?" Tanyanya. Wira mengangkat sebelah kakiku dan menumpukannya di pundaknya, dengan begitu, dia bisa semakin leluasa menghantamku.

Aku kehabisan kata-kata. Hanya gumaman tidak jelas yang keluar dari mulutku setiap kali Wira menghantamku. Dia begitu besar, rasanya sangat penuh. Penisnya bisa menyentuhku hingga titik paling sensitif di tubuhku.

"Kenapa diam saja, Gadis?"

Dia ingin aku memujanya? Aku akan melakukannya dengan senang hati. Namun, lidahku tidak bisa diajak bekerja sama sehingga aku terus menggumam tidak jelas.

Wira menampar payudaraku sebelum meremasnya dengan keras. Aku semakin menggelinjang akibat rangsangan kasar tapi sensual.

"Lagi," pintaku.

"Apa?"

Aku menjawab dengan gumaman tidak jelas.

"Saya menamparmu seperti ini?" Wira kembali menampar payudaraku, berkali-kali. Aku yakin akan ada bekas telapak tangannya di sana. Aku akan mengabadikannya nanti, karena ini sangat nikmat.

"Atau ini?" Wira memelintir putingku dengan keras.

"Yes.... semuanya. Lagi. Aku mau lagi."

Wira terkekeh. "Saya yakin kamu juga akan memohon untuk ini." Wira menghantamku dengan keras. Aku harus berpegangan di lengannya agar tidak melambung.

"Please, lebih keras lagi." Dari ciumannya saja aku tahu Wira tidak mengenal kata lembut. Jadi aku tidak heran dia menggauliku dengan sangat liar.

Dan aku membutuhkannya.

Wira membalik tubuhnya hingga berbaring dan aku berada di atasnya. Di posisi ini, rasanya begitu penuh.

"Kontol. Mau kontol..." racauku. Aku menenggelamkannya di dalam tubuhku, tanpa ada yang tersisa.

"You took him so well."

Aku membuat gerakan sensual yang disambut Wira dengan hasrat yang sama. Rasanya begitu panas. Aku tidak bisa mengendalikan diri lebih lama lagi.

Wira menarikku hingga payudaraku berada di depan wajahnya. Mulutnya menyerbu, melumat dengan sangat liar. Hal itu hanya membuat nafsuku semakin menggebu.

Aku menekannya dengan kuat sementara gelombang orgasme menguasaiku. Cairanku mengalir deras sebagai bukti kenikmatan yang kurasakan.

Wira masih belum selesai. Dengan gagahnya, dia mendorongku hingga menelungkup. Aku harus bertumpu pada siku dan lutut sementara Wira menggagahiku dari belakang.

"Lihat bayanganmu di cermin." Wira menjambak rambutku hingga mendongak. Mataku tertumbuk ke pantulan bayanganku di cermin. Aku terlihat begitu kecil di bawah dominasi Wira.

"Seksi," sahutku.

Wira tersenyum pongah. Dia terus menahan rambutku, membuatku memandangi bayanganku dan dirinya saling berpacu menuju puncak kenikmatan lewat pantulan di cermin.

"Aku... mau sampai," desahku.

"Belum sekarang, Sayang."

Wira menarik tubuhku hingga aku bersandar ke dadanya. Penisnya masih menyentakku dengan keras. Lengannya melingkariku, meremas payudaraku dengan keras. Sementara tangannya yang lain mengusap klitorisku.

Rangsangan demi rangsangan yang diberikannya hanya membuatku semakin tersulut nafsu.

"Lihat ke cermin," geramnya. Aku mengangkat wajah dan menatap ke cermin. "Sekarang, kamu sudah punya cerita untuk dibagi ke temanmu."

Aku mengangguk tanpa suara.

"Kamu bisa bilang seperti apa Christian menciummu," bisiknya. Suaranya yang berat mengalirkan gelenyar di dalam tubuhku. "Kamu bisa perlihatkan ruam merah di susumu. Siapa yang memberikannya?"

"Kamu," jawabku dengan susah payah.

"Dan kontol siapa yang membuatmu kewalahan?"

"Kamu." Aku kembali mengerang.

"Kontol siapa yang membuatmu puas?"

Aku mengerangkan namanya.

"Siapa yang memberikanmu explosive orgasm berkali-kali?"

"Kamu, Wira." Aku sudah tidak tahan, tapi Wira belum mengizinkanku untuk selesai.

"Bagus. Saya yakin teman-temanmu tidak berani meledekmu lagi."

Teman-temanku akan menyesal karena sudah mendesakku ikut Tinder date ini. Kalau tahu sosok di balik Christian adalah Wira, aku yakin mereka ingin memiliki Wira untuk diri mereka sendiri.

"Saya yakin, begitu saya selesai denganmu, kamu akan kembali memohon agar saya menyetubuhimu lagi."

Wira begitu percaya diri dan aku tidak menyalahkannya. Aku yakin akan memohon kepadanya.

He ruined sex for me. Seks panas yang bergelora, karena aku tidak yakin ada pria lain yang bisa mengimbangi Wira.

"Come with me, Baby."

"Yes, Daddy!" Balasku.

Wira semakin menggila. "Say it again."

"I want to come, Daddy!" Aku menekankan kata terakhir.

"Gadis nakal," erangnya. Wira menyentakku dengan keras, melambungkanku ke langit tertinggi.

Di saat tubuhku masih bergetar, Wira melepaskanku. Dia mendorongku hingga telentang, lalu mengangkangiku. Wira mencabut kondom dan tak lama, penisnya menyemburkan cairannya di atas tubuhku, mengenai wajahku. Aku tersenyum puas menerima setiap tetes yang ditumpahkannya. Aku meraih penisnya dan mengusapkannya ke payudaraku hingga tak ada yang tersisa.

Aku mengusap wajah yang terkena cairannya, lalu menjilat jariku. Sementara, aku membiarkan cairannya yang tumpah di payudaraku.

"You're so hot, Gadis."

"Only for you, Daddy!"

Wira terkekeh. "So, I'm your Daddy?"

Aku tidak pernah merasa seperti ini, begitu liar dan lepas. Di depan Wira, aku tidak menyembunyikannya.

"Yes, Daddy."

"Kalau temanmu bertanya, kamu jawab apa?"

Aku mengulum senyum. Tanganku meraih penisnya. Meski tidak lagi keras, tapi masih besar.

"Aku enggak menyesal sudah swipe right, karena aku menghabiskan malam paling menggairahkan di 25 tahun aku hidup. Malam paling liar karena aku merasakan kontol paling ganteng." Aku terkekeh. "Gimana dengan jawabanku, Daddy?"

Wira menunduk dan menciumku. "You will be the death of me, Gadis."

Dan dia baru saja membunuhku, lalu membuatku kembali hidup.

PS
Swipe Right akan kembali dalam cerita utuh di The Intern, buku kedua di The Daddy Series yang akan dimulai setelah Yes, Darling selesai. Sebelum The Intern, jangan ketinggalan The Babysitter ya.

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

385K 896 29
Kumpulan cerpen bertema dewasa
659K 29.3K 26
Yang mau order bisa WA : 083857111237 Janin itu tumbuh dan berkembang di rahim Inesya. Ia tak pernah menduga malam petaka dan tak akan pernah bisa di...
37.6K 3.9K 16
18+ Harap bijak dalam memilih bacaan🙏 Blurb: Sejak awal Seina tidak berani mengharapkan Liam, terlebih pria itu menganggapnya hanya sebatas partner...
1.7K 382 8
Remake dari Until You Come~ 20 September 2022