Birthday Girl 2

130K 1.1K 8
                                    

Orangtuaku selalu membuatkan pesta ulang tahun. Bahkan di usia ke-21, mereka sudah menyiapkan pesta mewah sejak jauh-jauh hari. Tentu saja pesta itu enggak sepenuhnya untukku. Mama selalu mencari alasan untuk bisa mengadakan acara yang memungkinkannya bisa menjamu rekan bisnis Papa. Menurutnya ini penting untuk menjalin koneksi. Setamat SMA, aku semakin sering diajak terlibat aktif dalam pesta-pesta itu, mengingat posisiku sebagai salah satu ahli waris Papa. Nantinya, aku akan bekerja di perusahaan Papa. Jadi kedua orangtuaku tengah mempersiapkanku sebelum nanti mengambil tanggung jawab penuh di perusahaan.

Sekalipun ini pesta ulang tahunku, kebanyakan yang datang adalah kenalan orangtuaku. Namun, sejak tadi aku mencari-cari satu sosok yang pengin kutemui.

Aku belum melihat Om Andrew.

Mengingat Om Andrew membuat pipiku menghangat. Pagi itu, Om Andrew meninggalkanku di kamarnya karena harus bekerja. Seharian aku tidak ke mana-mana. Kebetulan aku tidak ada kuliah dan apartemen Om Andrew sangat nyaman. Lagipula, aku enggak punya tenaga yang tersisa. Bahkan untuk mengangkat tubuh dari tempat tidur aja aku enggak kuat. Tubuhku terasa nyeri, efek dari percintaan dengan Om Andrew. Saat dia pulang malamnya dan melihatku menunggu di tempat tidur dalam keadaan telanjang, Om Andrew langsung menghajarku hingga kami berdua terkapar sambil bersimbah keringat dan senyum puas di wajah.

Sudah empat hari aku tidak bertemu Om Andrew. Rasanya ingin menghampirinya, tapi Mama menyita waktuku dengan persiapan pesta. Aku pun menunggu-nunggu pesta ini dengan harapan bertemu Om Andrew lagi. Setiap malam, aku mengulang kebersamaan dengan Om Andrew sambil menyentuh tubuhku sendiri. Sayang, vibrator tak ada apa-apanya dibanding penis Om Andrew.

I want his dick.

Mungkin ini yang dinamakan candu, karena aku makin gelisah. Satu-satunya yang bisa mengobati kegelisahan ini adalah penis Om Andrew di mulut atau vaginaku.

Namun, aku masih belum melihatnya. Padahal sebentar lagi acara dimulai.

Apa dia enggak datang?

Enggak mungkin. Dia teman baik Papa. Dia selalu datang di setiap acara orangtuaku.

"Happy birthday, Sis." Kakakku, Nino, mengecup pipiku.  "Lo kenapa sih bete gitu?"

Karena Om Andrew belum datang.

Namun, di hadapan Nino, aku memberikan alasan lain. "Perasaan ini ulang tahun gue, tapi temen gue cuma 10% dari semua tamu. Kebanyakan teman Papa."

Nino terkekeh. "Makanya lo cepat lulus terus kerja, biar mereka juga jadi teman lo."

Aku mencibir, tapi perhatian Nino sudah teralihkan ke pasangan yang baru datang. Sejak bekerja, Nino jadi tangan kanan Papa. Makanya dia juga aktif di acara begini.

Ponselku bergetar menandakan adanya pesan masuk. Dengan enggan aku membukanya. Sebuah nomor asing.

Mataku terbelalak saat melihat foto yang dikirimkan. Foto kamarku. Foto ini diambil malam ini karena aku masih melihat tumpukan pakaian di sofa, persis seperti yang kutinggalkan sebelum menghadiri pesta yang diadakan di halaman belakang.

"Come here and get your birthday present."

Siapa yang mengirim pesan ini?

Aku terkesiap saat nama Om Andrew terlintas di benakku. Namun, aku buru-buru mengusir pemikiran itu. Mungkin saja ini salah satu keisengan Nino.

Karena penasaran, aku meninggalkan area pesta dan berlari menuju kamarku di lantai dua. Masih ada waktu sebelum tiup lilin. Lagian enggak akan ada yang menyadari kepergianku.

Napasku berhenti saat melihat siapa yang menungguku di kamar.

"Om Andrew," pekikku.

Om Andrew tengah bersandar di meja rias. Kakinya disilang sementara tangannya disimpan dalam saku.

Woman's NeedWhere stories live. Discover now