AL JENDRA

By fiirsyoona

1.6K 371 242

Al Jendra Malsa Raharja, ketua geng Victor yang sama sekali tidak tertarik dengan namanya perempuan. Namun, s... More

PROLOG
šŸ–¤ 1; DRUNKS
šŸ–¤ 2; MEET YOU AGAIN
šŸ–¤ 3; WHO'S THE SENDER OF MASSAGE?
šŸ–¤ 4; CAST
šŸ–¤ 5 ; SOMEBODY SPECIAL
šŸ–¤ 6; LETTER
šŸ–¤ 7; HOME?
šŸ–¤ 8; SHE'S LOVE
šŸ–¤ 9; THE WAR
šŸ–¤ 10; MISS OUR MOMENT
šŸ–¤ 11; PAST AND REASON
šŸ–¤ 12; I WANT YOU
šŸ–¤ 13; CRAZY GIRLS
šŸ–¤ 14; WHAT'S WRONG WITH HIM?
šŸ–¤ 16; HE'S DEVIL
šŸ–¤ 17; ALL NIGHT A LONG
šŸ–¤ 18; CONFESSION
šŸ–¤ 19; MINE
šŸ–¤ 20; JEALOUS
šŸ–¤ 21; SECRET PLACE
šŸ–¤ 22; THE TERROR

šŸ–¤ 15; DEEP TALK

43 14 22
By fiirsyoona

“Jangan menyerah ya, Jen. Jangan sedih lagi. Ada gue. Gue bakal ada di samping lo, apapun yang terjadi. Lo bisa cerita apa aja ke gue, dan gue janji bakal dengerin semua cerita lo. Jangan ngelakuin hal berbahaya lagi. Kasian tubuh lo, Jen.”—Lovela Angelina Cheryl.

____________

Lovela menepikan mobilnya di depan sebuah bar yang cukup terkenal di kota Jakarta. Heaven Club's namanya. Dengan perasaan cemas, dan panik, ia segera turun dari mobil hitamnya. Kedua langkah kakinya menapaki lantai dengan cepat. Ia berjalan terburu-buru memasuki tempat bising dan berbau asap rokok serta minuman keras itu. Beberapa kali tubuh mungilnya tertabrak tubuh orang.

Ketika sampai di depan sebuah konter minuman, Lovela bertanya kepada seorang lelaki yang berprofesi sebagai bartender di bar itu mengenai keberadaan Jendra dan teman-temannya. Untungnya lelaki itu mengenal mereka, sebab mereka adalah pelanggan VVIP Heaven Club’s. Lantas lelaki itu membantu Lovela mengantarnya ke sebuah ruangan khusus tamu VVIP yang terletak tidak jauh dari konter minuman tadi.

Sesampainya di depan ruangan VVIP, Lovela segera membuka pintu ruangan itu dan melangkah masuk ke dalam. Kedua matanya membelalak sempurna mendapati Jendra yang tertidur di atas sofa dengan penampilan yang sangat kacau. Kemeja hitam yang tiga kancingnya terbuka sehingga menampakkan dada bidangnya. Surai hitam legamnya yang berantakan. Wajahnya yang lebam-lebam dan terdapat luka gores di sudut kanan bibirnya serta di pipi kirinya.

Semua anggota inti VICTOR terdiam membisu menatap kehadiran Lovela di dalan ruangan yang biasa mereka gunakan untuk bersenang-senang.

“Ya ampun, Jen! Lo enggak apa-apa?” Lovela berlari kecil menghampiri Jendra yang sudah terlelap tak sadarkan diri.

“Bos engga papa, Neng. Dia cuma tepar aja gara-gara minum kebanyakan,” sahut Zidan yang menatap dua sejoli di depannya itu dengan sorot sedih.

“Kok, Jendra bisa mabuk gini, sih? Dia ada masalah apa?” tanya Lovela kepada teman-teman Jendra yang duduk di sofa panjang di hadapannya.

“Kita juga enggak tahu. Tiba-tiba Nicholas si bartender disini nelpon gue kalau Jendra mabuk parah engga seperti biasanya. Dia juga ngamuk-ngamuk sampe ngehajar orang lain yang enggak tahu apa-apa,” ujar Adinata, lalu menghela napas berat. Dalam hati ia sudah tahu alasan Jendra seperti ini. Iya apalagi alasannya kalau bukan karena habis berantem dengan papahnya?

“Mending kita bawa Jendra ke markas sekarang,” celetuk Reynan yang sedari tadi diam menyimak pembicaraan teman-temannya.

Lovela mengerutkan keningnya. “Enggak dibawa ke rumah Jendra aja?”

“Bokapnya bisa marah besar kalau tahu,” jawab Narendra, rautnya tetap dingin.

“Udah, Vel. Di markas jauh lebih aman, ada kita-kita juga, kok,” kata Rafif menenangkan Lovela.

Akhirnya Lovela menurut. Ia pun berusaha membangunkan Jendra dari posisi tidurannya. Adinata dengan sigap membantu Lovela untuk menarik tubuh Jendra agar bangkit berdiri, dan memapahnya bersama Lovela. Mereka semua pun keluar dari dalam ruangan VVIP. Banyak sekali orang-orang yang melihat ke arah mereka, tetapi mereka cuek saja. Sesampainya di lahan parkir Heaven Club’s, Lovela meminta Adinata untuk membawa Jendra masuk ke dalam mobilnya karena yang lain membawa motor. Adinata pun setuju.

Setelah mendudukan tubuh Jendra di kursi penumpang mobil Lovela, Adinata baru teringat jika ponsel Jendra masih ada di dalam ruangan. Ia pun memesan kepada Lovela untuk tetap di mobil dan izin pergi ke dalam bar lagi untuk mengambil benda pipih itu di sana. Namun, Lovela melarangnya, ia mengajukan diri untuk memgambilnya. Tentu saja Adinata menolak, tetapi karena Lovela bersikeras akhirnya mau tidak mau ia pun mengalah.

Lovela berjalan tergopoh gopoh memasuki bar, ia sama sekali tidak memedulikan siapapun yang memperhatikannya atau pun menggodanya. Tujuannya saat ini adalah ruang VVIP untuk mengambil ponsel milik Jendra, selepas itu ia harus pergi secepatnya dari bar ini. Namun, tanpa ia sadari ada seseorang yang diam-diam memperhatikan serta mengawasinya. Orang itu menarik sudut bibir kanannya sambil memotret Lovela yang baru saja keluar dari ruang VVIP.

“Ini bakal jadi pertunjukan seru,” gumamnya, lalu menyeringai puas.

🖤🖤🖤

Lovela terus memperhatikan raut Jendra yang kini masih terlelap di atas tempat tidur. Saat ini mereka sedang berada di kamar tamu markas VICTOR. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB malam. Namun, Lovela masih enggan untuk kembali ke rumahnya. Ia ingin berasa di samping Jendra hingga lelaki itu sadar.

“Nih, obat pereda mabuk,” celetuk Narendra seraya menyodorkan obat kepada Lovela. “Nanti kalau dia udah bangun, kasih ini.”

Lovela menerima obat itu, lalu menganggukan kepalanya pelan. “Thanks ya, Kak,” ucapnya sembari tersenyum tipis.

“Hem, ” sahut Narendra, “lo mau nginap di sini?”

Lovela terdiam beberapa detik, lalu menggeleng samar. “Nunggu Jendra bangun dulu. Abis itu gue balik.”

“Oke, nanti gue antar,” kata Narendra.

“Enggak usah, Kak. Kan gue bawa mobil,” tolak Lovela dengan lembut.

“Sante aja, gue kawal dari belakang,” ucap Narendra, “bahaya kalau sendirian.”

Lovela hendak mengelak ucapan Narendra lagi, tetapi lelaki itu malah melenggang keluar dari kamar sebelum ia mengeluarkan suaranya. Menghembuskan napas berat, ia pun kembali menatap Jendra. Memperhatikan dengan detail pahatan indah dan sempurna paras lelaki itu. Masih ada perasaan cemas di dalam hatinya. Namun, berbagai pertanyaan dalam kepalanya juga terus bermunculan. Membuat helaan napasnya memberat.

Hingga kemudian Jendra membuka kelopak matanya dengan perlahan. Lovela pun seketika langsung menggenggam erat tangan Jendra.

“Lo enggak apa-apa, Jen? Masih pusing kepalanya?” tanya Lovela, tubuhnya condong ke depan, mendekat kepada Jendra.

Jendra tersentak mendapati Lovela yang duduk di samping tempat tidurnya. “Kok, lo ada disini? Ngapain... shh!”

“Lo mabuk dan pingsan di Bar. Zidan telepon gue, ya udah gue samperin lo di sana lah,” jelas Lovela, “minum obat pereda dulu, biar kepala lo enggak pusing lagi.”

Lovela memberikan segelas air putih dan juga obat pereda mabuk kepada Jendra. Dengan kepala yang masih pusing dan tubuh yang lemas, Jendra meminum obat itu serta menenggak air putihnya hingga tandas.

Thanks, ” kata Jendra, lalu meletakkan gelas kosong ke atas nakas samping tempat tidur.

“Lo kenapa bisa mabuk? Ada masalah?” Lovela menatap Jendra khawatir.

Jendra diam tidak menjawab. Ia memperhatikan wajah cantik Lovela yang masih memandangnya dengan tenang, tetapi ada kekhawatiran di sana. Ia tidak ingin menceritakan apa yang menjadi penyebabnya hingga seperti ini. Namun, ia juga ingin mengeluarkan semua beban dalam hati dan pikirannya agar ia merasa jauh lebih tenang sebab bebannya berkurang sedikit jika ia membaginya dengan orang lain.

“Kalau lo mau cerita, cerita aja, Jen. Gue siap buat dengarin cerita lo. Jangan di pendam terus, enggak baik buat kesehatan lo, ” kata Lovela dengan penuh kelembutan.

Jendra menghela napasnya panjang. “Gue berantem sama bokap. Dia kekeuh jodohin gue sama Valeska, padahal gue engga suka dan engga setuju sama sekali. Bokap gue selalu nuntut gue buat jadi seperti yang dia mau, plus ngekang kebebasan gue. Gue muak sama dia. Dia juga ngelarang gue buat ketemu sama Nyokap dari kecil. Itu yang bikin gue benci sama dia.”

Hati Lovela mencelos mendengar curhatan Jendra. Ia dapat melihat ada luka di dalam netra lelaki itu. Ia tidak mengira jika Jendra memiliki problem yang complicated seperti ini dalam hidupnya. Selama ini ia pikir hidup Jendra fine-fine aja, karena lelaki itu tidak pernah menunjukkan sisi lemahnya. Jendra yang selalu terlihat kuat, garang, dingin, dan bahkan beringas, ternyata tidak lebih dari seorang anak lelaki yang rapuh. Anak lelaki yang membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, terkhususnya ibunya.

Lovela mengelus pelan bahu Jendra, menatap lembut wajah lekaki itu. “Jen, gue engga tahu rasanya jadi lo. Tetapi lo udah hebat karena bisa ngadepin itu semua sampai saat ini. Pasti enggak gampang kan ngehadapinnya? But, percaya sama gue. Suatu saat nanti, bokap lo pasti bakal sadar kalau apa yang dia lakukan selama ini terhadap lo itu salah. Bokap lo ngelakuin hal itu ke lo pasti juga ada alasannya. Tapi gue yakin, bokap lo itu pasti sayang banget sama lo. Walaupun dia mungkin nunjukinnya dengan cara yang salah.”

Lovela mengamit tangan Jendra, menggenggam jari-jarinya dengan erat. Membuat lekaki itu menatap serius kepadanya.

“Jangan menyerah ya, Jen. Jangan sedih lagi. Ada gue. Gue bakal ada di samping lo, apapun yang terjadi. Lo bisa cerita apa aja ke gue, dan gue janji bakal dengerin semua cerita lo. Jangan ngelakuin hal berbahaya lagi. Kasian tubuh lo, Jen,” ucap Lovela dengan tatapan sendunya.

Kedua sudut bibir Jendra tertarik ke atas, menampilkan senyuman yang belum pernah Lovela lihat. Lelaki itu mengelus surai pirang panjang Lovela. “Makasi udah dengerin cerita gue. Makasi udah nolongin gue, dan makasi karena udah kasih saran yang membangun buat gue,”katanya.

Lovela menahan senyumnya, lalu mengangguk pelan. “You’re welcome, Jendra.”

“Gue izin peluk lo, boleh?” Jendra menatap berharap kepada Lovela. Tanpa pikir panjang, gadis itu pun mengangguk mengizinkannya. Lantas ia mendekap tubuh mungil Lovela ke dalam pelukannya. Menghirup aroma buah-buahan yang berasal dari surai pirang panjangnya, dan ia menyukainya. Mungkin, wangi buah-buahan milik Lovela ini akan menjadi aroma favoritnya mulai saat ini.

Tanpa mereka tahu bahwa ada seseorang yang sudah memperhatikan interaksi mereka sejak tadi dari celah pintu kamar yang terbuka sedikit. Ia mengepal erat kedua tangannya. Namun, kedua matanya menyorot sendu. Ia menghela napas panjang, lalu membalikan badannya, dan melangkah dengan santai menuju ke ruang tengah markas.

“Seengaknya lo bahagia sama dia, Vel,” batinnya.

🖤🖤🖤

-To Be Continued-

Lanjut???

Bagaimana dengan part kali ini, J Girls??

Mau cepetan next enggak? Pliss komen setiap part ya😖💓

Jangan lupa vote juga💖💖

10+ komentar for next part!!! 🔥

Kalau udah tembus 10+ komentar, aku bakal langsung update!😻

Hayuk, J Girls! Semangat komentarnya ya! ❤

See u cewenya Al Jendra!💋


Anggep aja Jendra sama Lovela begini ya, guys😻💓

Continue Reading

You'll Also Like

6.5M 215K 74
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
670K 78.3K 10
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
3.6M 175K 64
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 124K 60
"Walaupun ŁˆŁŽŲ§ŁŽŲ®Ł’ŲØŁŽŲ±ŁŁˆŲ§ ŲØŁŲ§Ų³Ł’Ł†ŁŽŁŠŁ’Ł†Ł Ų§ŁŽŁˆŁ’ŲØŁŲ§ŁŽŁƒŁ’Ų«ŁŽŲ±ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ ŁˆŁŽŲ§Ų­ŁŲÆŁ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...