CASUARINA

Von Haikkyuuuu

15.8K 2.4K 792

[ON GOING] DON'T PLAGIARIZE ‼️‼️❌❌ Hanya tentang keluarga Bapak Abisatya yang cemara dan selalu dibumbui dram... Mehr

PROLOG
01. SALING MERUSAK 🦬
02. CARA MEMINTA MAAF 🦣
03. DIAM-DIAM🦣
04. SEBUAH PERBEDAAN 🦣
05. TAKUT KEHILANGAN 🦣
07. SALING MELINDUNGI 🦣
08. MERASA BERSALAH 🦣
09. MENJAGA 🦣
10. INTRO SEMPURNA 🦣
11. SISI LAIN ABANG 🦣
12. ADIK 🦣
13. TAKUT DALAM KETENANGAN 🦣
14. TUMPUAN ABANG 🦣
15. ADIK AWAN DAN PELINDUGNYA 🦣
16. TAUTAN YANG TERLEPAS 🦣
17. PENAWARAN 🦣
18. RUMAH YANG SESUNGGUHNYA 🦣
19. BERJUANG LAGI 🦣
20. NAMA AWAN 🦣
21. MERELAKAN 🦣

06. 24/7 BERSAMA ABANG 🦣

859 122 26
Von Haikkyuuuu

[24/7 BERSAMA ABANG]

▪️▪️▪️

Ruangan pengap, gelap nan dingin membuat tubuh kedua makhluk mungil yang sedang berada di dalamnya menggigil hingga terasa bergetar. Suara berisik hujan seakan-akan menjadi musik menyeramkan yang memekakkan telinga keduanya. Dengan perasaan takut, kedua makhluk mungil itu saling memeluk satu sama lain.

"Abang Gema.." panggil si kecil kepada kakaknya yang tengah memeluk tubuhnya.

"Heum? Abang di sini, Awan tidak usah takut" bisik sang kakak guna menenangkan adik kecilnya.

"Jangan tinggalkan Awan, Awan takut di sini gelap" adu sang adik dengan suara paraunya karena sedari tadi menangis tak berhenti.

"Sstt .. Abang akan selalu di sini, Awan jangan khawatir, Abang tidak akan pernah tinggalkan Awan" sahut Gema walau dirinya juga dilanda ketakutan saat ini.

Tak lama terdengar langkah kaki seseorang yang membuat kakak beradik ini semakin mengeratkan pelukannya. Terlebih, terdengar suara pintu terbuka yang membuat cahaya temaram sedikit masuk ke dalam ruangan gelap ini. Lalu masuklah seorang lelaki dengan hoodie hitam dan tudungnya menutupi kepalanya serta masker yang menutupi sebagian wajahnya.

"Manis sekali.." terdengar suara serak nan berat yang menjadi sumber ketakutan kedua makhluk kecil di depannya.

Senyum sinis terpatri di bibirnya saat melihat kedua anak kecil di depannya ini sangat ketakutan, terlihat tubuh keduanya yang bergetar tak karuan.

Dengan sekali gerakkan, tangan besar seorang lelaki berhoodie hitam tadi menarik kasar tangan Awan hingga terpisah dari sang kakak. Tanpa rasa kasihan lelaki tadi menghempaskan Awan dengan sangat kuat hingga tubuh mungilnya menghantam dinding dan lantai yang dingin.

"AWAN..!!" Pekik Gema melihat adiknya dihempaskan oleh lelaki misterius di depannya ini.

"Kenapa, hm? Kau khawatir dengan adikmu?" Lelaki menyeramkan itu mencengkram pipi Gema dengan cukup kuat hingga anak kecil itu sedikit meringis kesakitan.

"Jangan sakiti adikku.." cicit Gema dengan susah payah memohon kepada laki-laki yang sama sekali tidak ia kenali.

"Abang.." lirih Awan yang berusaha bangkit walau tubuhnya terasa sakit semua.

▪️▪️▪️

"Abang .. Abang .. ABANG..!!!" Awan terbangun dari tidurnya dengan rasa sesak yang begitu menyiksanya, nafasnya memburu tak beraturan, ingatan-ingatan masa lalu merasuk ke dalam memorinya membuat kepalanya sakit.

Udara dingin karena hujan dan kamar yang gelap karena listrik padam membuat Awan semakin ketakutan. Dadanya semakin sakit karena nafasnya yang begitu sesak hingga ia seakan tidak bisa bernafas. Kegelapan yang mencekam membuat Awan terpaku hingga tak bisa berbuat apapun, terlebih ia tidak bisa mendengar suara karena alat bantu dengarnya ia lepas sebelum tidur tadi.

Awan hanya bisa terbaring kaku di tempat tidurnya, tangan kanan mencengkram dadanya, sedangkan tangan kirinya mengepal kuat, kakinya mulai menekuk dan dadanya mulai membusung karena tak ada udara yang masuk ke dalam paru-parunya. Dalam hatinya, Awan berdoa agar ada yang bisa menolongnya saat ini. Jika biasanya ada ayah atau ibu yang menemaninya di saat listrik padam seperti ini, namun kali ini Awan hanya sendiri melawan rasa sesak yang semakin menyiksa dirinya.

'Ayah, Ibu, Awan takut' teriak Awan dalam benaknya, ia sangat takut jika nafasnya perlahan habis dan membuatnya tak mampu membuka matanya lagi setelah ini.

Namun sepertinya pertolongan datang di waktu yang tepat. Gema yang tadinya sedang tertidur, akhirnya terbangun karena merasa suasana sedikit berbeda, dan benar saja di luar hujan dan di rumahnya tak ada cahaya sedikit pun. Awalnya ia biasa saja, namun setelah teringat jika di rumah ini hanya ada dirinya dan adiknya membuat si sulung bapak Abisatya ini tergopoh-gopoh berlari keluar kamar untuk menghampiri adiknya berbekal flash ponselnya.

Jantung Gema hampir berhenti saat melihat adiknya kejang di atas tempat tidur, dan ia sangat yakin jika adiknya saat ini sedang tidak bisa bernafas. Dengan tangan gemetar, Gema berusaha tenang dan meraih tubuh adiknya untuk ia dekap sembari mencari alat bantu pendengaran adiknya yang berada di atas nakas sebelah tempat tidur sang adik.

Setelah menemukannya, Gema langsung memakaikan di telinga Awan agar adiknya bisa mendengar suaranya. Karena bisa ia rasakan tubuh adiknya sedikit tersentak saat ia sentuh, ia yakin adiknya beranggapan jika ini bukan dirinya. Setelahnya, ia mencari inhealer untuk membantu pernafasan sang adik.

"Awan, dengar Abang, ini Abang Gema, tenang ya.." bisik Gema tepat di telinga sang adik dan membantu adiknya untuk menghirup inhealer.

"Nafas perlahan jangan terburu-buru. Jangan takut, Awan pasti bisa" bisik Gema lagi saat merasakan nafas adiknya masih belum baik, ia masih berusaha membantu adiknya menghirup inhealer nya.

"Adiknya Abang Gema, ayo nafasnya pelan-pelan jangan seperti ini, Abang takut" lirih Gema yang sudah mulai menangis karena panik, pasalnya sang adik masih saja bernafas tak beraturan dengan suara yang cukup menyakitkan. Bisa Gema juga rasakan tubuh adiknya semakin dingin dan kaku.

Sekitar 10 menit akhirnya listrik menyala kembali. Hal itu dimanfaatkan oleh Gema untuk segera mengambil nebulizer yang tersimpan di lemari khusus di kamar Awan. Dengan lihat dan berusaha tetap tenang Gema menyiapkan semuanya tanpa bingung karena sudah sering melihat sang ayah menggunakan alat ini. Ketika semuanya siap, Gema pun langsung memasangkan alat itu kepada adiknya yang masih kesulitan bernafas.

"Adik, ayo bernafas perlahan, Awan pasti bisa" gumam Gema yang memegangi nebulizer dan cangkir obatnya agar teruap semuanya.

Sekitar tiga menit, akhirnya nafas Awan perlahan membaik dan tubuhnya mulai melemas. Kedua tangannya tidak lagi terkepal kuat, begitu pun kakinya yang sudah tidak menekuk kaku.

Gema langsung lega saat melihat adiknya mulai dapat bernafas teratur.  Ia langsung mencium kening sang adik tanpa sadar untuk meluapkan rasa syukurnya. Namun, sayang sekali karena Awan masih syok akan tubuhnya, ia tidak sadar akan kecupan singkat yang dilayangkan sang kakak kepadanya. Jika saja ia sadar, mungkin saat ini ia sudah langsung sembuh.

Sekitar 10 menit dan setelah memastikan nafas Awan yang sudah normal kembali, Gema melepas nebulizernya, ia langsung membersihkan masker beserta cangkir obatnya dan menyimpan kembali ke tempatnya. Setelahnya, ia kembali mendekati sang adik yang tampak menutup matanya dengan cukup tenang. Sepertinya sang adik tertidur kembali karena terlalu lemas akibat sesak nafas yang menguras energinya.

"Maafkan aku" gumam Gema sambil memainkan jemari mungil adiknya yang masih terasa dingin.

Setelah puas memperhatikan wajah pucat adiknya, Gema perlahan akan beranjak untuk kembali ke kamarnya. Namun saat meletakkan tangan adiknya kembali, dan mulai beranjak, gerakkan Gema terhenti saat merasakan jari telunjuknya digenggam erat oleh jemari mungil sang adik.

"Jangan pergi.." lirih Awan yang sudah membuka matanya walau hanya segaris.

Senyum tipis Gema terukir di bibir tebalnya. Ia kembali duduk di pinggir tempat tidur Awan dan mengusap rambut hitam adiknya.

"Aku tidak akan pergi, aku di sini bersamamu, tidurlah" ucap lembut Gema yang masih terus mengusap rambut sang adik.

"Usap dadaku, biasanya ayah suka mengusapnya jika dia habis berulah" pinta Awan dengan sangat lirih.

Tanpa berpikir untuk menolak, Gema langsung mengusap dada Awan dengan pelan.

"Sekarang kau beristirahatlah, besok tidak usah sekolah, istirahat di rumah saja"

"Heum .. tidak mau, nanti sendirian" tolak Awan sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku temani, aku juga tidak sekolah"

"Baiklah jika begitu" jelas saja Awan mengiyakan, kapan lagi ia akan dimanja oleh sang kakak. Bahkan ia berharap esok harinya ia demam atau apalah agar kakaknya terus memperhatikan dirinya.

Dengan hati berbahagia, Awan kembali tertidur tangannya pun masih terus menggenggam jari telunjuk sang kakak tanpa ingin ia lepaskan.

Gema juga ikut terkekeh pelan melihat adiknya tertidur seperti bayi, sungguh menggemaskan. Ia terus mengusap dada sang adik dan sesekali menepuk-nepuk pelan agar adiknya semakin terlelap.

"Jangan sakit lagi, Adik.."

▪️▪️▪️

"Sakit kepalaku, ayo usap dulu" rengekan Awan sedari tadi memenuhi gendang telinga Gema.

Pagi tadi Awan merengek dadanya sedikit sesak karena suasana pagi yang begitu dingin, lalu beranjak mulai siang Awan merengek perutnya mual karena terlambat sarapan, setelah sarapan ia merengek kembali karena tubuhnya lengket belum mandi, setelah ia mandi ia masih merengek jika kepalanya sakit.

"Ayo minum obat saja" sahut Gema yang mulai lelah dengan tingkah adiknya.

"Tidak mau, tidak enak, hanya butuh diusap, cepatlah..!!"

"Sudah meminta, tidak sabaran lagi..!!" Sentak Gema yang mulai hilang kesabaran.

"Ish .. aku sedang sakit kok dimarahi" kan bayi besar ini mulai menangis.

"Kau itu bukan sakit yang benar sakit, sakit kau buat sendiri"

"Dasar Gema jelek, kalau tidak ikhlas merawatku katakan saja, aku bisa merawat diri sendiri..!!" Sentak Awan yang mulai kesal juga dengan kakaknya.

"Kan kau itu selalu saja berasumsi sendiri, selalu berpikir jelek kepada orang lain..!!"

"Kau juga selalu marah-marah saja, kalau tidak ingin merawatku seharusnya kau biarkan saja aku tadi malam mati karena kehabisan nafas"

"AWAN..!!!" Tanpa sadar Gema menaikkan nada suaranya karena tidak suka akan ucapan adiknya.

Awan sontak terdiam, dia sedikit tersentak dengan bentakkan sang kakak. Walau sering bertengkar, namun Gema tidak pernah benar-benar membentakkannya seperti ini.

"Tidak usah berteriak, aku tahu tidak bisa mendengar tapi tidak usah berteriak sekuat itu" lirih Awan yang merasakan dadanya sakit akibat sentakan sang kakak.

"Maaf jika aku merepotkan" sambung Awan lagi dengan pelan, dan langsung beranjak meninggalkan sang kakak.

Melihat Awan berlalu begitu saja, membuat Gema menghela nafas dalam-dalam, sedikit banyak ia merasa bersalah karena telah membentak adiknya. Namun, sungguh ia tidak suka akan ucapan  adiknya yang membahas perihal kematian, bahkan jika bisa ia lebih memilih untuk memberikan nyawanya kepada sang adik agar adiknya hidup lebih lama.

▪️▪️▪️

"Ayo makan dulu.." ajak Gema yang berada di ambang pintu kamar Awan.

Bukan menjawab dan menuruti ucapan Gema, Awan malah semakin fokus membaca di atas tempat tidurnya dan melepas alat bantu dengarnya, untuk menunjukkan bentuk amarahnya. Gema pun memaklumi hal itu, adiknya masih terlampau kecil untuk dapat mengatur emosinya.

Perlahan, Gema memasuki kamar dan mendekati adiknya. Ia duduk berhadapan dengan sang adik. Awan tidak peduli, ia sama sekali tidak melirik ke arah kakaknya. Namun, dengan tiba-tiba Gema menarik dagu Awan untuk melihat ke arahnya.

"Maaf" menurunkan egonya, Gema meminta maaf kepada Awan dengan bahasa isyarat menggunakan tangannya.

Awan sedikit tertegun melihat bahasa isyarat dari Gema yang ditujukan padanya. Awal ketika Awan tidak bisa mendengar, ia mulai belajar bahasa isyarat sebelum menggunakan alat bantu pendengaran. Setiap kali ada seseorang yang menggunakan bahasa isyarat kepadanya, entah kenapa hatinya sedikit menghangat. Ia merasa ada seseorang yang bisa merasakan apa yang menjadi kekurangannya.

Walau hanya satu kata, namun itu bisa membuat Awan luluh seketika. Terutama melihat wajah teduh sang kakak, amarah dan rasa kesalnya menguap seketika.

Melihat Awan yang hanya terdiam, Gema pun meraih alat bantu pendengaran Awan dan langsung memakaikan di telinga adiknya.

"Ayo makan, nanti kau sakit lagi"

"Aku juga tidak ingin sakit, tapi tubuhku kadang berulah" lirih Awan menundukkan kepalanya.

"Maka dari itu, ayo sekarang makan supaya tubuhmu tidak berulah" ajak Gema lagi sambil menarik pelan tangan sang adik.

"Cihh .. sok manis, tadi saja bentak-bentak..!!"

"Kau juga, jaga ucapanmu, aku paling tidak suka mendengar apa yang kau ucapkan tadi. Kau tahu sendiri, aku paling benci perihal kematian" balas Gema yang membuat Awan merasa bersalah, jujur saja ia tadi hanya spontan karena merasa kakaknya tidak ikhlas merawatnya.

"Iya, maaf"

"Sudahlah, ayo makan, nanti aku dimarahi ayah ibu jika mereka pulang nanti lemakmu sudah surut"

"Kau pikir aku gendut..!!" Sanggah Awan yang tak setuju dengan ucapan Gema.

"Memang, kau kan gumpalan awan gembrot" balas Gema yang sudah beranjak keluar dari kamar Awan.

"Dasar Gema jelek..!!" Sahut Awan yang menyusul sang kakak.

"Tak peduli"

"Tapi tak apa semakin kau menyebalkan semakin aku cinta, semakin kau jelek semakin menyala abangku..!!" Pekik Awan tepat di telinga Gema, lalu ia langsung berlari sambil tertawa saat melihat tatapan tajam membunuh dari sang kakak.

"Dasar Awan gembrot" gumam Gema diselingi senyuman tipis karena melihat adiknya sudah ceria kembali.

▪️▪️▪️

TBC

Jangan lupa tinggalkan jejak mantemanku tercintaa 😊

Makasih yang udah vote, komen, dan follow mantemanku muah 😘

Maapkeun kalo typo beterbangan 😬

Sampai ketemu di chpt selanjutnya, pay pay 😉

Haikkyuuuu
13.02.2024

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

19.3K 1.4K 14
hanya mengisahkan kehidupan anak bungsu keluarga Choi yang baru ditemukan setelah menghilang sejak kecil, bagaimana Chan akan beradaptasi dengan kelu...
4K 670 37
Kisah yang kembali terulang dengan jalan penyelesaian yang berbeda dari sebelumnya, banyak yang berubah disini. Tidak ada beomgyu yang pemaaf seperti...
8.6K 558 9
Saat para hyung ingin memberi kejutan pada Donghae tapi kenyataannya mereka lebih dikejutkan dengan takdir yang tak pernah mereka duga. Masa lalu ya...
1.7M 68.8K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...