ANXI EXTENDED 2

By wins1983

14K 3.5K 848

Semua berubah semenjak Ilyasa wafat. Yunan jadi lebih dekat dengan Raesha, jandanya Ilyasa, sekaligus adik an... More

Here we go (again)
1 - Hati-hati
2 - Malam Mencekam
3 - Malam Mencekam
4 - Malam Mencekam
5 - Luka
6 - Tersambung
7 - Berita
8 - Ketetapan
9 - Menghindar
10 - Tempat
11 - Takut
12 - Jangan Lari
13 - Hajat
14 - Husnuzon
15 - Telepon Masuk
16 - Baik-Baik Saja
17 - Korban vs Tersangka
18 - Mulia
19 - Janggal
20 - Surat Panggilan
21 - Berkah
22 - Biarkan
23 - Pengacara
24 - Perbedaan
25 - Kepingan
26 - Kenapa
27 - Kelam
28 - Sakit
29 - Baik
30 - Perdana
31 - Perdana
32 - Perdana
33 - Perdana
34 - Perdana
35 - Sudahlah
36 - Persiapan
37 - Napak Tilas
38 - Emosi
39 - Skenario
40 - Hanif
41 - Kiriman
42 - Kiriman
43 - Gila?
44 - Gila?
45 - Gila?
47 - Jenguk
48 - Gelap
49 - Ayat Kursi
50 - Ruqyah
51 - Kembali
52 - Sadar
53 - Gemuruh
54 - Letusan
55 - Terobos
56 - Mata-mata
57 - Tali
58 - Sidang Kasus Penyusupan
59 - Ganjil
60 - Niat
61 - Alot
62 - Bohong
63 - Tanya
64 - Tolong
65 - Simpan
66 - Tepi Sungai

46 - Sidang Tanpa Rizal

168 52 18
By wins1983

.

.

Sembilan puluh delapan persen, Yunan yakin, kondisi kejiwaan Rizal sekarang, ada kaitannya dengan Theo.

.

.

***

“Saksi dipersilakan masuk ke ruang sidang!”

Seorang laki-laki umur tiga puluhan, berkacamata, memasuki ruangan dan dipersilakan duduk di kursi pemeriksaan.

“Nama anda Felix Susanto, usia tiga puluh tiga tahun, pekerjaan dokter spesialis forensik?”

“Iya, benar, Yang Mulia,” sahut pria berambut pendek klimis itu.

“Alamat di … ,” lanjut hakim ketua membacakan biodata saksi ahli.
Dokter Felix kemudian disumpah dengan alkitab, lalu dimulailah sesi pemeriksaan.

Sejujurnya, Elena tidak tahu harus bertanya apa lagi pada saksi ahli. Bukankah pihaknya dan jaksa penuntut umum sudah pernah mendatangkan saksi ahli dokter sebelumnya? Memangnya, kesaksian mereka bisa berbeda? Maka Elena men-skip kesempatannya bertanya.

“Saudara saksi, secara medis, berapa lama umumnya racun arsenik mulai menunjukkan reaksinya pada orang yang terpapar racun tersebut melalui makanan atau minuman?” tanya Theo.

“Kalau racun masuk melalui makanan, biasanya reaksinya akan lebih lama. Tapi kalau melalui minuman, reaksinya bisa tiga puluh menit sampai dua jam setelah racun masuk ke dalam tubuh,” jawab Dokter Felix.

“Kalau begitu, menurut analisa anda, apakah wajar durasi reaksi yang dialami oleh korban?” tanya Theo lagi.

“Menurut saya, tidak wajar. Karena reaksi korban terlalu cepat.”

“Adakah kemungkinan korban terpapar racun arsenik sebelum korban tiba di TKP?”

“Bisa jadi. Korban bisa jadi meminum racun ketika berada di perjalanan menuju TKP, atau ketika masih di rumah.”

Elena spontan menyalakan mikrofonnya dan menyela, “Keberatan, Yang Mulia! Saksi ahli yang kami ajukan, sebelumnya sudah pernah menyatakan bahwa secara medis, durasi reaksi terhadap racun arsenik berbeda-beda tergantung kondisi tubuh, dan juga tergantung pada banyaknya racun yang masuk! Saksi ahli yang kami ajukan, adalah ahli toksikologi forensik!”

Theo melengos. “Saksi ahli saya juga keilmuannya bisa dipertanggungjawabkan! Beliau hanya mengungkapkan pendapat sesuai dengan ilmu yang beliau dapatkan!”

“Keberatan ditolak. Saudari Elena, harap mencermati pendapat dari saksi ahli. Perbedaan pandangan secara medis, bisa saja terjadi dan kami anggap wajar,” putis hakim.

Elena menghela napas kasar. Kesal. Kalau begini caranya, hakim bisa-bisa lebih condong pada saksi ahli yang dibawa Theo. Ditambah lagi, saksi ahli Theo muncul belakangan.

"Saudara saksi, apakah anda sempat melihat bukti-bukti berupa foto mayat korban?" tanya Theo lagi.

"Sudah. Saya sudah lihat foto mayat korban."

"Dari pengamatan anda, apakah pada jasad korban terdapat ciri-ciri keracunan arsenik?"

Yang ditanya nampak hati-hati menjawab. "Biasanya, korban yang diracun dengan arsenik, akan memperlihatkan bercak-bercak merah pada kulitnya. Tapi saya tidak melihatnya pada jasad korban. Menurut saya, jasad korban terlalu ... bersih."

Kali ini, Elena sampai spontan berdiri.
"Keberatan, Yang Mulia! Saksi ahli kami telah menyatakan bahwa reaksi korban dapat berbeda tergantung kondisi tubuh! Pernyataan saksi dari Saudara Theo, secara tidak langsung menyatakan bahwa saksi ahli kami tidak kompeten dalam memberikan informasi sesuai keilmuannya! Padahal hasil laboratorium telah jelas memperlihatkan kandungan racun arsenik di lambung dan beberapa organ dalam korban!" sela Elena lantang.

"Yang Mulia, hasil lab bukan satu-satunya bukti konkret. Ciri-ciri fisik yang umumnya nampak pada jasad korban keracunan arsenik, tetap penting diamati," kilah Theo.

"Keberatan ditolak. Saudari Elena, sekali lagi kami tegaskan bahwa perbedaan sudut pandang medis, dianggap wajar dalam persidangan," putus hakim ketua, membuat Elena serasa ingin menggigit jari. Situasi ini tidak bagus. Saksi ahli yang dibawa Theo, bisa-bisa membuat hakim jadi berubah pandangannya dan cenderung meragukan penyebab kematian Ilyasa.

"Saudara saksi, berapa minimal kadar racun arsenik yang bisa mematikan pada tubuh seseorang?" pertanyaan Theo berikutnya.

"Untuk bisa membunuh orang dewasa, sebenarnya memerlukan setidaknya dua gram racun arsenik. Sedangkan pada hasil lab disebutkan bahwa kandungan arseniknya hanya satu gram. Jadi saya menyangsikan penyebab kematian korban adalah karena keracunan arsenik," jawab Dokter Felix lancar.

Lagi, Elena tidak tahan untuk tidak menyela. "Keberatan, Yang Mulia! Saksi ahli kami sudah menyebutkan bahwa bahkan dua ratus miligram arsenik sudah bisa membunuh orang dewasa! Keterangan saksi ahli dari Saudara Theo, bisa membuat bias penilaian kita dalam menguak kebenaran di pengadilan ini!"

"Saudari Elena, ini terakhir kalinya saudari menyela keterangan saksi ahli. Biarkan saja jika ada perbedaan pendapat meski dalam hal medis sekalipun. Paham, saudari Elena?" sahut hakim ketua dengan sorot mata tajam ke arah Elena.

"Baik, Yang Mulia. Maafkan saya," ucap Elena sebelum kembali duduk dengan tampang lesu.

Theo melengos sebelum mengakhiri pertanyaannya. "Pertanyaan saya sudah cukup, Yang Mulia," kata Theo sebelum melirik Elena dengan sorot mata kemenangan.

Raesha nampak cemas. Kenapa bisa ada keterangan yang berbeda seperti ini? Bukankah kedua saksi ahli sama-sama dokter forensik? Sungguh berbahaya. Bagaimana kalau majelis hakim lebih percaya dengan saksi ahli dari Theo?

"Jangan khawatir, Rae. Proses persidangan masih panjang. Banyak hal bisa terjadi ke depannya. Hakim tidak mungkin memutuskan hanya berdasarkan pernyataan satu atau dua saksi," kata Yunan berbisik.

Raesha mengangguk tersenyum. Sekiranya dia duduk sendirian di kursi ini, kemungkinan dirinya sudah down sejadi-jadinya. Untung ada Kak Yunan di sampingnya, serta Kak Arisa dan Ibunya duduk di belakangnya.

"Mohon maaf, Yang Mulia. Mohon izin bertanya lagi pada saudara saksi," ucap Edy sang jaksa penuntut umum.

"Silakan," sahut hakim.

"Saudara saksi, pada informasi tentang pendidikan saudara, saya tidak menemukan riwayat pendidikan di jurusan toksikologi. Gelar S1 anda memang forensik, tapi tidak ada keterangan S2 Toksikologi," kata Edy sembari membuka lembaran kertas di mejanya.

Elena sontak melotot matanya. Ia segera mengecek kopian dokumen di mejanya. Benar ternyata. Dokter Felix lulus dari kedokteran forensik, tapi tidak punya background toksikologi. Karena statusnya adalah saksi ahli dalam kasus keracunan, maka Elena spontan berpikir saksi ahli dari Theo pastilah seorang yang juga ahli dalam ilmu tentang racun. Maka Elena tidak mengecek ulang. Sebuah catatan untuknya. Lain kali, dia harus lebih teliti.

"Saya memang tidak melanjutkan dengan S2 Toksologi. Tapi saat kuliah forensik dulu, toksikologi adalah salah satu cabang --"

"Tentu saja tidak sama. Anda tidak mendalami ilmu toksikologi. Saudara Theo telah mendatangkan saksi ahli yang tidak kompeten!" tuding Edy tegas.

"Saudara penuntut umum, tolong hargai saksi saya!" bentak Theo kesal.

Elena berjengit melihatnya. Jarang-jarang melihat Theo marah. Seram.

"Meskipun Dokter Felix tidak lulus dari jurusan toksikologi, tapi keilmuan tentang racun sudah beliau dapatkan saat belajar di forensik! Cukup untuk menganalisa korban keracunan!" kata Theo membela saksi ahlinya.

"Tentu akan lebih baik jika saksi ahli anda punya background toksikologi, seperti saksi ahli kami," Edy melipat tangan saat mengatakannya.

"Omong kosong! Saudara penuntut umum, sebelumnya hampir menjadikan Dokter Felix sebagai saksi ahlinya. Tapi begitu tahu bahwa pendapat Dokter Felix tidak mendukung tuntutannya terhadap terdakwa, saudara penuntut umum kemudian memilih saksi ahli lain yang bisa memberatkan terdakwa!" seru Theo sambil mengacungkan jari ke arah Edy.

Yang ditunjuk, hanya bisa diam menahan malu.

"Benar 'kan, Dokter Felix?" tanya Theo pada saksi ahlinya.

"Iya benar. Saya pernah dihubungi Bapak Edy, tadinya diminta menjadi saksi ahli. Tapi begitu tahu kalau pendapat saya bisa meringankan terdakwa, saya batal dijadikan saksi ahli olehnya," jawab Felix.

Hadirin di ruang sidang riuh.

"Harap tenang! Hadirin harap tenang!" seru hakim ketua sambil memukul palunya beberapa kali.

Raesha dan keluarga Danadyaksa lainnya nampak risau. Kenapa persidangan ini banyak sekali dramanya? Disangka semua akan mulus-mulus saja mengingat bukti-bukti banyak yang memberatkan Sobri. Kenapa jadi begini?

"Sidang akan dilanjutkan tiga hari lagi, dengan agenda pembahasan kasus penyusupan terdakwa ke rumah Saudari Raesha Akhtar. Sementara ini, sidang diskors!"

Palu dipukul tiga kali. Mengakhiri sesi sidang kali ini.

Elena pamit pada kliennya. Perasaannya campur aduk tak keruan. Sidang tidak berjalan seperti yang diharapkannya. Sepanjang sidang juga tidak bisa konsentrasi karena memikirkan Rizal.

Tanpa banyak ba bi bu, Elena bergegas pergi. Ingin langsung menuju RSJ, menemani ibunya Rizal.

Yunan mengamati Elena yang pergi terburu-buru. Menghindari berpapasan dengan Theo, agaknya.

Saat hendak keluar pintu ruang sidang, Yunan nyaris bertabrakan dengan Theo.

"Saya duluan," kata Theo tak sudi mengalah.

"Silakan," ujar Yunan tersenyum. Ketiga wanita di belakang Yunan, tak suka melihatnya. Heran. Yunan terlalu ramah sampai-sampai orang seperti Theo disenyumi segala.

"Pak Theo, anda punya hobi yang langka, ya?" komentar Yunan dengan suara pelan hingga hanya Theo yang mendengarnya.

Theo berhenti melangkah, sesaat setelah melewati pintu ruang sidang.

"Apa maksud anda?" tanya Theo dengan ekspresi heran ke arah Yunan.

"Hobi mengoleksi rambut orang," lanjut Yunan masih tersenyum.

Raut wajah Theo berubah tegang. Tanpa komentar apapun, pria itu memunggungi Yunan dan pergi menyusuri koridor.

"Kamu ngobrol apaan sama dia? Jangan terlalu ramah sama orang itu!" kata Arisa yang gemas dengan kelakuan suaminya.

"Gak apa-apa. Cuman berbasa-basi saja," sahut Yunan sekenanya.

Arisa cemberut. Berbasa-basi itu ya sama saja dengan beramah-tamah.

"Dih. Ngapain berbasa-basi sama dia?" kata Erika mengendikkan bahu dan bertingkah seolah tubuhnya bergidik.

Raesha diam. Ia heran melihat tingkah Yunan. Sepertinya ada sesuatu yang hanya Kak Yunan yang tahu. Urusan antara Kak Yunan dengan Theo, entah apa.

Suara dering telepon mengejutkan Raesha. Ia segera mencari ponselnya di dalam tas.

"Siapa?" tanya Yunan galak. Awas kalau Malik lagi, batinnya.

Erika dan Arisa tak habis pikir melihat reaksi cepat Yunan. Kalau soal Raesha, antenanya Yunan sinyalnya kuat sekali. Super sensitif.

"Elena," sahut Raesha.

"Ooh," sahut Yunan terdengar lega.

Dasar! batin Erika dan Arisa.

"Assalamu'alaikum, Elena," sapa Raesha saat mengangkat sambungan telepon di ponselnya.

Suara Elena terdengar menyahuti. Suara wanita itu volumenya agak keras, jadi dari jauh pun tetap terdengar.

"Oh? Kami boleh jenguk Rizal? Keluarganya sudah setuju? ... ooh, tapi cuma satu orang? Baiklah. Kalau begitu, Kak Yunan akan ke sana besok insya Allah. Kirim saja nama Rumah Sakit dan alamatnya."

Raesha kembali saling bertukar salam dengan Elena, sebelum memasukkan lagi ponselnya ke dalam tas.

"Elena barusan ditelepon ibunya Rizal, katanya. Besok di Rumah Sakit ada ibunya Rizal dan salah satu kakaknya Rizal. Mereka tapi keberatan kalau yang jenguk lebih dari satu orang, Kak," kata Raesha pada Yunan, menjelaskan isi percakapannya dengan Elena.

"Oke. Besok insya Allah biar Kakak yang ke sana," kata Yunan.

"Kamu gak apa-apa sendiri? Atau minta izin pada mereka untuk bawa masuk pengawal bersamamu," pinta Arisa nampak cemas dengan keselamatan suaminya. Bagaimanapun, Rizal dalam kondisi tidak normal.

"Gak apa-apa, insya Allah," respon Yunan santai.

"Sayang banget. Padahal aku juga mau jenguk. Ya sudah. Aku titip salam buat Ibunya Rizal ya Kak," ucap Raesha pada kakaknya. Yunan mengiyakan.

Besok, pikir Yunan. Teringat akan reaksi Theo barusan.

Sembilan puluh delapan persen, Yunan yakin, kondisi kejiwaan Rizal sekarang, ada kaitannya dengan Theo.

.

.

***

Continue Reading

You'll Also Like

2.6K 222 6
Rahma harus menikah dengan kakak iparnya. padahal dia sudah mempunyai kekasih, Satya namanya. Tapi karena harus memenuhi wasiat almarhum kakaknya Sof...
474K 57.7K 16
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...
35.4K 561 17
Kumpulan puisi tentang cinta
6.2M 433K 57
Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Alif Faezan. Mahasiswa lulusan sa...