ANXI EXTENDED 2

By wins1983

14.2K 3.5K 856

Semua berubah semenjak Ilyasa wafat. Yunan jadi lebih dekat dengan Raesha, jandanya Ilyasa, sekaligus adik an... More

Here we go (again)
1 - Hati-hati
2 - Malam Mencekam
3 - Malam Mencekam
4 - Malam Mencekam
5 - Luka
6 - Tersambung
7 - Berita
8 - Ketetapan
9 - Menghindar
10 - Tempat
11 - Takut
12 - Jangan Lari
13 - Hajat
14 - Husnuzon
15 - Telepon Masuk
16 - Baik-Baik Saja
17 - Korban vs Tersangka
18 - Mulia
19 - Janggal
20 - Surat Panggilan
21 - Berkah
22 - Biarkan
23 - Pengacara
24 - Perbedaan
25 - Kepingan
26 - Kenapa
27 - Kelam
28 - Sakit
29 - Baik
30 - Perdana
31 - Perdana
32 - Perdana
33 - Perdana
34 - Perdana
35 - Sudahlah
36 - Persiapan
37 - Napak Tilas
38 - Emosi
39 - Skenario
40 - Hanif
41 - Kiriman
42 - Kiriman
43 - Gila?
44 - Gila?
45 - Gila?
46 - Sidang Tanpa Rizal
48 - Gelap
49 - Ayat Kursi
50 - Ruqyah
51 - Kembali
52 - Sadar
53 - Gemuruh
54 - Letusan
55 - Terobos
56 - Mata-mata
57 - Tali
58 - Sidang Kasus Penyusupan
59 - Ganjil
60 - Niat
61 - Alot
62 - Bohong
63 - Tanya
64 - Tolong
65 - Simpan
66 - Tepi Sungai
67 - Siap-siap

47 - Jenguk

219 57 19
By wins1983

.

.

"Aku tidak menyapamu, tapi menyapa Rizal Hamdan yang ada di dalam sana."

.

.

***

Berita Rizal masuk Rumah Sakit Jiwa, akhirnya terendus wartawan, dan muncul di berita pagi, hanya sehari setelah sidang tanpa Rizal.

Seluruh anggota keluarga Danadyaksa, berkumpul di ruang duduk dan menonton berita di televisi.

"Rizal Hamdan -- pengacara yang menangani kasus pembunuhan terhadap Ustaz Ilyasa Ahn, sekaligus kasus penerobosan di kediaman Ustadzah Raesha Akhtar -- diketahui sedang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Sumitro Hardoyo di Grogol. Menurut informasi yang kami dapatkan, Rizal terdaftar sebagai pasien RSJ itu sejak dua hari yang lalu.

Publik sempat mempertanyakan saat Rizal tidak muncul pada sidang yang digelar kemarin siang. Ternyata ketidakhadiran Rizal dikarenakan dirinya sedang dirawat di RSJ Sumitro Hardoyo.

Pihak humas RSJ Sumitro Hardoyo, telah membenarkan bahwa Rizal Hamdan adalah pasien baru di Rumah Sakit mereka yang terdaftar kemarin lusa. Akan tetapi kami tidak mendapat informasi tentang detail kasus kejiwaan yang dialami oleh pengacara Hadisuwito & Partners Law Firm itu.

Pihak keluarga menolak untuk memberikan keterangan apapun. Atasan Rizal, Bapak Hadisuwito, juga menolak menjawab ketika ditanya tentang kemungkinan perubahan kondisi kejiwaan Rizal, ada kaitannya dengan kasus pembunuhan Ustaz Ilyasa dan sekaligus kasus yang melibatkan Ustadzah Raesha."

Tampilan layar televisi berganti-ganti. Mulai dari RSJ Sumitro Hardoyo, lalu ibunda dari Rizal yang berjalan cepat dari mobil ke pintu masuk lobi RSJ, sambil mengenakan kaca mata hitam. Wanita itu hanya menggeleng saat diberondongi pertanyaan oleh wartawan. Lalu layar berganti memperlihatkan kantor Rizal. Ada Hadi di sana yang menutup mulutnya rapat-rapat, saat ditanyai wartawan.

"Sekarang, berita Rizal masuk RSJ sudah masuk TV. Kakak masih yakin mau jenguk Rizal hari ini?" tanya Adli dengan ekspresi cemas ke arah Yunan.

"Iya. Gak enak. Sudah bikin janji. Takutnya kalau ditunda, nanti izin jenguknya lebih susah lagi," jawab Yunan. Ini pun, mendapat izin jenguknya sudah susah. Keluarga Rizal ditebak Yunan, kemungkinan besar bukan orang majelis. Kalau orang majelis, mendengar kabar anggota keluarganya ada yang mau dijenguk olehnya, pasti langsung girang. Tapi ini izinnya susah sekali. Baru kali ini Yunan mau menjenguk seseorang sampai seperti merajuk.

"Abi datang sendiri?" tanya Elaine terdengar cemas. Wajar. Yang akan dikunjungi Yunan adalah pasien yang kondisinya sedang tidak normal.

"Iya. Mereka gak nyaman kalau Rizal dijenguk lebih dari satu orang dalam sekali jenguk. Jadi lebih baik Abi sendiri saja ke sana," kata Yunan mengusap kepala putrinya yang berlapis hijab putih seragam.

"Aku akan suruh orang untuk mengawal Kakak," kata Adli langsung. Dia ngeri membayangkan Yunan berduaan saja di ruangan Rizal. Katanya, Rizal dirawat di ruang isolasi, karena sikapnya dinilai beringas. Sempat melukai tangan Elena, dan dua orang perawat di RSJ.

"Tidak perlu, Adli," putus Yunan.

"T-Tapi, Kak. Apa tidak bahaya?" tanya Adli dengan kernyitan pada keningnya.

"Iya, Kak. Bawa masuk seorang pengawal saja. Aku yakin keluarganya akan mengerti," Raesha ikut mendesak agar Yunan mau dikawal.

"Sebaiknya jangan. Takutnya aku disangka ingkar janji. Bilang akan datang sendirian, tapi ternyata berdua," kilah Yunan.

Adli dan Raesha menyerah dan tidak ngotot lagi. Sementara Arisa sudah paham tabiat suaminya. Kalau sudah A, ya artinya A.

Siangnya, Yunan berangkat diantar Arisa dan Raesha. Raesha tadinya segan mengantar Yunan sampai mobil. Tapi dia merasa ada desakan untuk mengantar kepergian Yunan. Teringat waktu terakhir melepas Ilyasa, satu hal yang disyukuri Raesha saat itu adalah, dia sempat mengantar Ilyasa bahkan sampai ke masjid tempat syuting dakwah Ilyasa. Meski tempat itu ternyata menjadi tempat Ilyasa meregang nyawa. Jadi kalau seandainya -- na'udzubillahi min dzalik -- terjadi sesuatu pada Kak Yunan saat menjenguk Rizal hari ini, setidaknya Raesha mengantarnya sampai mobil.

"Kamu gak usah turun, Rae," cegah Yunan saat melihat Raesha seperti akan menuruni anak tangga dan mengantar dirinya sampai memasuki mobil.

"Tapi ... ," ucap Raesha ragu.

"Nanti perutmu sakit. Kamu lagi hamil tua. Jangan aneh-aneh," kata Yunan bersikeras.

Raesha menurut meski terlihat terpaksa.

Arisa yang akhirnya menuruni tangga bersama Yunan, saling menggenggam tangan.

Raesha menundukkan pandangan. Sesuatu dalam rongga dadanya serasa diremas. Perasaan itu bertambah saat Arisa sempat memeluk Yunan sebelum Yunan masuk ke dalam mobil.

Arisa tersenyum di balik cadarnya. Dia merasa bersalah sebenarnya. Tahu bahwa Raesha masih mengamati mereka dari atas sana.

Yunan melambaikan tangan pada Raesha setengah kikuk. Dia tidak menyangka istrinya akan memeluknya di depan Raesha. Entah mengapa, ada perasaan bersalah yang sulit dijelaskan. Padahal Arisa istrinya. Tapi bermesraan dengan Arisa di depan Raesha, terasa ... salah.

Raesha membalas lambaian tangan Yunan. Memaksakan tersenyum meski bibirnya terasa kaku. Lalu tanpa menunggu Arisa menaiki anak tangga, Raesha masuk ke dalam rumah, merutuki dirinya sendiri dalam hati.

Mereka suami istri. Jadi wajar saja. Aku lah yang tidak wajar. Perasaanku, tepatnya.

.

.

Nilam dan Elena mengintip dari luar ruangan isolasi. Tadinya mereka diizinkan duduk di dalam ruangan, dengan jarak tertentu dari Rizal yang diikat dalam posisi telentang.

Tapi semenjak Rizal pernah berhasil lepas dari ikatan, lalu menyerang dua orang perawat, orang yang menjenguk Rizal hanya boleh melihat dari luar kaca.

Elena bergidik saat melihat wajah Rizal menatapnya dengan seringai jahat. Padahal baru saja Rizal diberi obat penenang. Semestinya dia tidur atau istirahat.

Nilam malah kembali meleleh air matanya. Sedih sekali rasanya melihat anak bungsunya jadi seperti itu.

Elena merangkul Nilam. "Yang sabar, Tante. Ini cobaan dari Allah," ucap Elena.

Dalam pelukan Elena, wanita yang telah melewati paruh baya itu, mengangguk pasrah.

"D-Dia anak Tante yang paling sayang sama Tante, Elena!" ucap Elena di antara tangisnya. Romi, kakak tengah Rizal, sedang di lobi mengurus administrasi.

"Jangan begitu, Tante. Kakak-kakaknya Rizal juga sayang sama Tante," kata Elena berusaha menghibur.

Yang diceritakan oleh Nilam berikutnya, malah membuat Elena emosi. Ternyata dulu Nilam pernah nyaris dimasukkan ke panti jompo. Ide Ramdan dan Romi. Rizal dengan tegas menentang ide itu.

"Ibu biar tinggal denganku saja!" kata Rizal lantang. Waktu itu, rumah almarhum bapaknya Rizal, baru saja dijual, dan uang hasil penjualan rumah, dibagi rata karena saat itu Ramdan dan Romi memerlukan uang tunai untuk membeli rumah mewah. Sementara Rizal memilih mengontrak rumah mungil.

Nilam sempat berpikir untuk tinggal di rumah salah satu kakak Rizal yang status kepemilikannya lebih jelas, tapi rupanya keduanya keberatan jika ibu mereka tinggal di rumah mereka. Salah satu alasannya adalah karena istri mereka tidak menyukai ide itu.

"Ibu tinggal di panti jompo aja. Nanti kami bertiga tanggung biayanya," ceplos Ramdan waktu itu, disetujui Romi.

"Selama aku masih hidup, aku gak rela Ibu tinggal di panti jompo!" seru Rizal waktu itu.

Mengenang momen itu membuat Nilam berkaca-kaca matanya. Memang, besarnya cinta anak pada orang tua, baru akan teruji saat orang tua mulai renta.

"Rizal anak yang sangat baik. Sangat baik. Sangat berbakti pada orang tuanya," ucap Nilam berlinangan air mata.

Tenggorokan Elena serasa tercekat. Wanita itu akhirnya tertular tangis Nilam dan turut menyeka ujung matanya.

"Haduuh, Bu. Udah lah. Jangan nangis terus. Gak bosen, apa? Nangis gak menyelesaikan masalah!" celetuk Romi yang tiba-tiba muncul di tengah keduanya.

Elena sampai bengong mendengar komentar Romi yang tak ada akhlak itu.

Excuse me! Ibumu lagi nangisin adikmu, karena adikmu lagi kurang waras gegara disantet orang! Give us a break! Dasar laki-laki #%=**!!

Saking kasarnya umpatan di hati Elena, ia sampai mensensornya.

"Mana ulama itu, yang katanya mau jenguk Rizal?" tanya Romi sambil membuka tutup minuman soda kaleng hingga terdengar suara desisan dan sedikit cipratan air di udara. Pria itu meneguk minuman soda dingin sambil berdiri bertolak pinggang.

Benar-benar, orang ini, batin Elena. Sama sekali tidak terpikir membelikan Nilam minuman atau apa. Beli untuk dirinya sendiri saja. Tidak perlu repot-repot membelikan minuman atau makanan untuk Elena yang ada di sini menjenguk Rizal. Setidaknya, belikan minuman untuk ibunya, kek!

"Ulama itu punya nama. Syeikh Yunan," komentar Elena yang mulai gatal untuk bicara dengan nada sinis lantaran mulai kesal.

"Iya. Syeikh siapa lah itu," sahut Romi sebelum meneguk lagi minumannya.

Elena mengatur napas, agar tetap sabar menghadapi makhluk di hadapannya ini.

"Sebaiknya dia tidak datang beramai-ramai," kata Romi.

"Iya. Saya sudah bilang sama beliau, supaya datangnya sendiri saja. Permintaan dari pihak keluarga Rizal, begitu kata saya," jelas Elena.

"Good. Sebaiknya begitu," komentar Romi dengan tampang menyebalkan, membuat Elena rasanya ingin menumpahkan sisa minuman kaleng Romi ke lantai.

.

.

Yunan terkejut melihat wartawan ramai di gerbang RSJ Sumitro Hardoyo. Masih ramai di luar teras lobi pengunjung juga.

Yunan mengeluarkan masker dari kantung jaketnya dan memakai masker itu sebelum turun dari mobil.

Berhasil. Tak ada yang menyadari identitas dirinya. Sebab jika wajahnya terekspos, pasti sudah ditanyai macam-macam.

"Saya ingin menjenguk pasien di ruang isolasi. Rizal Hamdan. Nama saya Yunan Lham. Sudah dapat izin jenguk dari keluarga Rizal," kata Yunan pada resepsionis di lobi.

Resepsionis memberi tahu lantai dan arah ruang tempat Rizal dirawat. Yunan berjalan menyusuri koridor dan menaiki lift. Begitu keluar dari lift, Elena segera menyadari sosok Yunan dari kejauhan.

"Syeikh!" seru Elena menghampiri Yunan, disusul oleh Nilam yang berjalan di belakang Elena.

Romi tetap berdiri di tempatnya, di luar ruangan isolasi, menatap malas ke arah tamu yang sudah ditunggu-tunggu dari tadi. Dirinya ada di sini karena disuruh Ramdan, kakaknya.

"Rom, sana jagain Rizal. Kalau salah satu dari kita gak ada, gimana kalau nanti Rizal diapa-apain sama ulama itu?" kata Ramdan pada Romi semalam melalui telepon.

"Duh males banget. Emangnya Rizal bisa diapain sama dia? Bukannya sekarang pengunjung gak bisa masuk ke dalam ruangannya Rizal?" sahut Romi dengan nada enggan pada suaranya.

"Iya teorinya emang gitu. Tapi kalau ulama itu nekat mau berusaha ngeluarin setan apalah itu dari badan Rizal, nanti Rizal bukannya sembuh malah makin gila!"

"Ya ampun. Masa' aku cuti lagi? Nanti aku bisa dimarahin bos!" keluh Romi.

"Aku lagi dinas di luar kota! Kalau bukan kamu, siapa lagi??" bentak Ramdan emosi.

Begitulah. Itu sebabnya Romi ada di sini sekarang, di hari yang semestinya dia ngantor.

"Assalamu'alaikum," sapa Yunan tersenyum pada Romi sambil mengulurkan tangan.

"Wa'alaikum salam," sahut Romi datar. Ia menjabat tangan Yunan, layaknya sedang bersalaman dengan teman saja.

Wajah Elena terasa tegang. Mestinya cium tangan, sih. Tapi ya sudahlah. Selama pria bernama Romi ini tidak bicara serampangan di depan Yunan.

"Saya Yunan Lham, mewakili keluarga Danadyaksa, turut prihatin dengan kondisi Rizal saat ini. Kami sudah mendengar kronologisnya dari Bu Elena," kata Yunan sopan.

"Saya Romi. Terima kasih sudah menjenguk Rizal. Untuk informasi, Rizal sangat agresif. Dia bisa terlihat tenang kadang-kadang, tapi tiba-tiba melakukan gerakan yang tak terduga. Jadi dokter menyarankan supaya yang menjenguk Rizal, tidak perlu masuk ke dalam kamar. Anda bisa lihat saja dari luar." Romi terdengar separuh galak, separuh malas, seperti ingin Yunan segera menyudahi kunjungannya dan pergi saja.

"Oh begitu," komentar Yunan dengan ekor mata melirik ke dalam ruangan. Dari dalam sana, Rizal nampak waspada melihat kehadiran Yunan.

"Kalau begitu, saya mau mengamati Rizal dari sini dulu, kalau tidak keberatan," kata Yunan.

Romi nampak kecewa. Dia berharap Yunan hanya melihat kondisi Rizal sebentar lalu pergi. Tapi dari pernyataan Yunan barusan, terkesan Yunan ingin berada di sini lebih lama.

"Oh ya. Mohon maaf, ini ada sedikit dari keluarga kami. Mohon diterima," ucap Yunan seraya menyerahkan sebuah amplop pada Romi.

Mata Romi nampak berkilauan, setelah tanpa malu ia melirik isi amplop. Sejumlah uang yang ada di dalam sana, telah meng-cover bahkan melebihi biaya pengobatan Rizal hingga hari ini.

"Mungkin tidak banyak. Kami harap, hadiah yang sedikit ini bisa membantu beban pengobatan Rizal."

"O-Oh tentu! Ini sangat membantu sekali! Terima kasih!" kata Romi sebelum melipat amplop dan menyimpannya di kantung celana.

"Semoga keberadaan saya di sini untuk menjenguk Rizal, tidak mengganggu Pak Romi sekeluarga," ucap Yunan tertunduk sopan.

"Oh! Tidak! Sama sekali tidak mengganggu! Silakan jenguk Rizal selama yang anda mau! Saya keluar dulu, mau ke kantin." Romi benar-benar pergi. Elena menatap ill feel lelaki itu. Kasihan sekali Rizal, punya kakak seperti dia.

Yunan menoleh ke arah Nilam. "Nyonya, saya memang bukan ahli ruqyah, tapi apa boleh saya mencoba menyembuhkan Rizal?" tanya Yunan.

Air mata Nilam menetes. Entah mengapa, dia merasa ada harapan cerah ketika mendengar permintaan Yunan.

"T-Tentu boleh, Syeikh!" jawab Nilam antusias.

"Tapi, untuk itu, saya perlu menyentuh Rizal," lanjut Yunan.

Nilam dan Elena saling tatap.

"Boleh, Syeikh! Silakan masuk. Tapi ... nanti kalau Rizal mengamuk, ... ," kata Nilam ragu, sambil melirik Elena seolah meminta saran.

"Nanti kalau Rizal mengamuk sampai bisa melepas ikatannya lagi, saya akan panggil perawat, Tante!" Perkataan Elena terdengar berusaha meyakinkan Nilam.

"Baiklah. Hati-hati, Syeikh." Nilam setuju akhirnya.

Pintu ruangan dibuka. Yunan masuk ke dalam dan menutup pintu.

Perlahan mata Rizal mendelik saat melihat Yunan mendekat ke arahnya.

Yunan berdo'a seiring langkahnya mendekati Rizal. Memohon kepada Allah agar dibukakan hijab.

Dan dia melihatnya. Jin berambut panjang dan berwajah jahat itu, bersarang di otak Rizal.

"Assalamu'alaikum, Rizal," sapa Yunan meski tahu salamnya tak akan dibalas melalui mulut Rizal.

Lutut Rizal menekuk. Sepasang matanya memerah hingga urat di putih matanya nampak.

"Mau apa kau, Yunan Lham??" tanya Rizal dengan suara yang membuat bulu kuduk berdiri.

Elena dan Nilam yang mengamati dari luar jendela, sam-sama menutup mulut, syok dan ketakutan mendengar suara parau itu yang jelas bukan suara Rizal.

"Aku tidak menyapamu, tapi menyapa Rizal Hamdan yang ada di dalam sana," kata Yunan menunjuk ke arah hati. Bukan organ hati yang dia maksud, namun sebuah tempat dimana kesadaran Rizal terperangkap.

.

.

***

Continue Reading

You'll Also Like

63K 10.9K 20
Pernikahan seperti apa yang kamu impikan? Menikah dengan seseorang yang kamu cintai dan mencintaimu? Dikarunia putra dan putri yang menggemaskan dan...
2.8M 169K 34
[ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴜʟᴜ sᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ!] ʀᴏᴍᴀɴᴄᴇ - sᴘɪʀɪᴛᴜᴀʟ "Pak Haidar?" panggil salah satu siswi. Tanpa menoleh Haidar menjawab, "Kenapa?" "Saya pernah menden...
6.2M 437K 57
Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Alif Faezan. Mahasiswa lulusan sa...
344 65 13
" Bagaimana bisa kamu mengejarnya dengan mencari kesempurnaan, kamu ga lihat aku yang berusaha menjadi sempurna untuk kamu." Ucap Shezi dengan derai...