ANXI EXTENDED 2

Door wins1983

14K 3.5K 851

Semua berubah semenjak Ilyasa wafat. Yunan jadi lebih dekat dengan Raesha, jandanya Ilyasa, sekaligus adik an... Meer

Here we go (again)
1 - Hati-hati
2 - Malam Mencekam
3 - Malam Mencekam
4 - Malam Mencekam
5 - Luka
6 - Tersambung
7 - Berita
8 - Ketetapan
9 - Menghindar
10 - Tempat
11 - Takut
12 - Jangan Lari
13 - Hajat
14 - Husnuzon
15 - Telepon Masuk
16 - Baik-Baik Saja
17 - Korban vs Tersangka
18 - Mulia
19 - Janggal
20 - Surat Panggilan
21 - Berkah
22 - Biarkan
23 - Pengacara
24 - Perbedaan
25 - Kepingan
26 - Kenapa
27 - Kelam
28 - Sakit
29 - Baik
30 - Perdana
31 - Perdana
32 - Perdana
33 - Perdana
34 - Perdana
35 - Sudahlah
36 - Persiapan
37 - Napak Tilas
38 - Emosi
39 - Skenario
40 - Hanif
41 - Kiriman
42 - Kiriman
43 - Gila?
45 - Gila?
46 - Sidang Tanpa Rizal
47 - Jenguk
48 - Gelap
49 - Ayat Kursi
50 - Ruqyah
51 - Kembali
52 - Sadar
53 - Gemuruh
54 - Letusan
55 - Terobos
56 - Mata-mata
57 - Tali
58 - Sidang Kasus Penyusupan
59 - Ganjil
60 - Niat
61 - Alot
62 - Bohong
63 - Tanya
64 - Tolong
65 - Simpan
66 - Tepi Sungai
67 - Siap-siap

44 - Gila?

176 53 9
Door wins1983

.

.

"Amalan harianmu jangan sampai kendor, terutama selama masa pengadilan ini."

.

.

***

"Skizofrenia??" pekik Hadi di ruangannya, setelah Elena menyampaikan musibah yang menimpa Rizal.

Elena mengangguk lesu. Matanya masih sembap setelah menyaksikan sendiri rekannya telah berubah mendadak menjadi seseorang yang tak dikenalinya.

"Iya, Pak. Begitu diagnosa dokter di RSJ, kata Ibunya Rizal," kata Elena. Semua terasa bagai mimpi buruk. Melihat ibunda Rizal menangisi putra bungsunya, juga terasa menyedihkan bagi Elena. Meski baru mengenal, tapi Elena merasakan sifat keibuan dari Nilam. Berhubung ibu kandung Elena telah wafat, ada perasaan hangat saat berinteraksi dengan wanita itu, seolah Nilam memperlakukannya seperti putri kandung sendiri.

Hadi masih ternganga. Skizofrenia adalah gangguan pada kemampuan berpikir seseorang, biasanya memang menjadi diagnosa medis jika seseorang mengalami kesurupan atau semacamnya, lalu dirujuk ke dokter. Tapi dari ciri-ciri yang diceritakan Elena, mereka sama-sama bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi pada Rizal. Seseorang telah mengirim santet pada Rizal.

Hadi masih tak percaya rasanya. Benarkah hal semacam ini terjadi pada Rizal, salah satu stafnya yang paling bisa diandalkan, paling patuh, tidak banyak bicara namun gigih bekerja, orang yang solutif, dan di matanya, Rizal juga adalah seorang anak yang berbakti pada orang tua. Kebahagiaan ibunya, menempati prioritas tertinggi dalam hidup Rizal. Rizal juga setahunya rajin salat lima waktu. Kenapa? Kenapa hal semacam ini bisa menimpa Rizal?

Mata Hadi kini tertuju pada tangan Elena di meja.

"Luka itu, Rizal yang melakukannya?" tanya Hadi, meski tadi Elena sudah cerita. Saking tidak percayanya. Masa' iya, Rizal menggigit pergelangan tangan Elena?

"Iya, Pak," sahut Elena mengangguk.

Hadi mengusap dagu, mengembuskan napas berat.

"Apa kamu pernah tahu, bahwa Rizal punya musuh, atau -- maksud saya, siapa tahu dia pernah cerita padamu," tanya Hadi ragu. Bagaimana dia tidak ragu? Hadi tak bisa membayangkan, pria yang ramah dan menyenangkan seperti Rizal, bisa punya musuh.

Elena menggeleng. "Tidak, Pak. Saya rasa, orang seperti Rizal tidak punya musuh. Dia orang yang baik, Pak," komentar Elena sebelum matanya kembali berkaca-kaca. Bagaimana hal kejam semacam itu bisa menimpa orang baik seperti Rizal? Sungguh takdir ini membuat Elena keheranan. Namun pasti ada hikmah di balik ini semua, Elena yakin.

"Jangan-jangan ... ," ucap Hadi tiba-tiba, membuat Elena penasaran.

"Kenapa, Pak?" tanya Elena.

"Ah ... tidak, tidak. Saya tadinya pikir,-- eh, tapi, masih tidak jelas juga, sih. Takutnya jadi fitnah. Sudah. Lupakan saja," jawab Hadi makin membuat Elena penasaran.

Mantan istri Rizal, adalah yang dipikirkan Hadi tadi. Dua tahun lalu setelah Rizal bercerai, Rizal pernah menceritakan pada Hadi, bahwa perceraian Rizal dan istrinya, dipicu oleh perselingkuhan sang istri. Rizal dan Hadi waktu itu dinas ke luar kota. Maka mereka jadi lebih akrab saat itu. Tapi, agak aneh kalau setelah dua tahun mereka bercerai, lalu peristiwa ini baru terjadi. Lagi pula, mantan istrinya Rizal itu, kabarnya sudah menikah dengan selingkuhannya. Sementara Rizal masih betah menduda. Lain halnya kalau misalnya ternyata mantan istri Rizal masih memendam rasa pada Rizal, lalu tiba-tiba mendengar bahwa Rizal akan menikah dengan wanita lain. Nah itu baru ada kemungkinan santet itu dikirim olehnya. Rizal dan mantan istrinya juga belum dikaruniai anak. Artinya, mereka tidak ada masalah rebutan hak asuh anak.

"Saya perlu mengumumkan sesuatu pada semua staf. Tolong katakan pada admin, untuk mengumpulkan semua orang di ruang rapat, sekarang," putus Hadi setelah berpikir dengan hati-hati.

"Baik, Pak," sahut Elena sebelum pamit keluar ruangan.

Tak lama, semua staf berkumpul di ruang rapat. Beberapa orang saling berbisik.

"Ada apa, ya?"

"Gak tahu. Kudengar sih, ada kaitan sama Rizal yang hari ini gak masuk tanpa pemberitahuan."

Hadi memasuki ruangan. Orang-orang diam. Melihat raut wajah bos mereka, tahulah mereka, ini pasti ada masalah besar. Apa kiranya?

"Ada berita yang memprihatinkan dari rekan kita, Rizal. Karena satu dan lain hal yang belum bisa dijelaskan, Rizal saat ini dirawat di Rumah Sakit Jiwa."

Sontak semua orang riuh dengan ekspresi syok.

"R-Rumah Sakit Jiwa? Tapi Pak, kemarin Rizal masih baik-baik saja!" komentar salah satu advokat muda.

"Ya. Penyebabnya masih belum jelas. Saya sengaja kumpulkan kalian di sini, karena cepat atau lambat, wartawan akan tahu mengenai hal ini. Seperti kita ketahui bersama, saat ini Rizal dan Elena terlibat sebagai penasehat hukum keluarga Danadyaksa, yang mana kasus ini cukup viral di masyarakat.

Maka saya minta kalian untuk tidak membahas kejadian yang menimpa Rizal ini, dengan siapa pun juga, termasuk dengan keluarga dan teman-teman kalian. Sebisa mungkin kita redam berita ini. Karena proses pengadilan masih berjalan. Dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai dugaan yang membuat proses pembelaan di pengadilan menjadi makin rumit. Jadi, mohon kerja samanya."

Semua orang diam. Masih syok dengan berita Rizal masuk RSJ.

"Semuanya paham maksud saya?" tanya Hadi memastikan.

"Paham, Pak," sahut mereka.

"Sebagai rekan dan sahabat Rizal, mari kita do'akan semoga Rizal segera pulih."

"Pak, kalau kami mau jenguk Rizal, boleh? Dia dirawat di RSJ mana, Pak?" tanya seorang dari mereka.

"Sebaiknya untuk saat ini, yang menjenguk Rizal hanya Elena sebagai perwakilan dari kantor. Pihak keluarga Rizal juga masih syok dengan kenyataan ini. Mereka mungkin merasa tidak nyaman kalau Rizal dijenguk beramai-ramai," jawab Hadi.

Ekspresi sedih nampak di wajah orang-orang. Seolah mereka sudah kehilangan Rizal. Padahal, sampai kemarin malam, Rizal masih bersama mereka dalam kondisi sehat dan normal.

"Baiklah. Itu saja pengumuman dari saya. Silakan lanjutkan pekerjaan kalian," kata Hadi menutup pertemuan singkat itu, lalu kembali ke ruangannya.

Para staf lamgsung sibuk mengobrol sesamanya.

"Ya Allah. Rizal kenapa??"

"Aku dengar, katanya Mbak Astri semalam lihat ada yang aneh pas Rizal mau pulang dari kantor. Ada 'makhluk lain' yang ngikutin Rizal, katanya."

"Ah! Yang bener!!"

"Iya bener! Tanya aja Mbak Astri!"

Di pojokan kubikal lain, bisik-bisik masih berlangsung.

"Kudengar, gosipnya, Rizal disantet!"

"Astaghfirullah! Orang baik kayak Rizal gitu, mana ada yang mau nyantet!"

"Jangan-jangan, ini ada kaitannya sama kasus yang ditangani Rizal bareng Elena."

"Apa iya, ya? Seram, ya. Profesi kita memang rentan dikirimin yang aneh-aneh."

Sudah bukan rahasia lagi, profesi advokat memang rentan mendapat gangguan dan acaman. Dikirimi paket bom, dikirimi kepala ayam busuk, disertai surat ancaman untuk mundur dari membela seseorang yang dikambinghitamkan pejabat tertuduh korupsi, juga pernah. Tapi kalau dikirimi santet, ini pertama kalinya terjadi di biro mereka.

Hadi kembali memanggil Elena ke ruangannya.

"Elena, saya akan pergi ke RSJ, mengunjungi Rizal, sekaligus bicara dengan ibunya Rizal," kata Hadi sambil bersiap mengenakan jas kerjanya.

"Baik, Pak," sahut Elena mengangguk. Dia paham, Hadi mungkin akan membantu biaya pengobatan Rizal. Meski keluarga Rizal perekonomiamnya di atas rata-rata, Hadi sebagai bos, pastinya tidak tega kalau berpangku tangan dan tidak membantu sama sekali untuk pengobatan Rizal. Ditambah lagi, ada kemungkinan kejadian yang menimpa Rizal ada kaitannya dengan pekerjaan kantor, sebab makhluk misterius yang dilihat Astri semalam, mengikuti Rizal dari kantor ke rumah.

"Sebelum klienmu mendengar soal kondisi Rizal dari wartawan di televisi, sebaiknya kamu beritahu mereka secepatnya," imbuh Hadi.

"Baik, Pak. Segera."

.

.

"Kakak! Kak!" panggil Raesha sambil mengetuk pintu kamar Yunan. Ia bergegas setelah baru saja menerima telepon dari Elena.

Elena mencoba menghubungi Adli tapi nomor Adli sibuk, maka Elena akhirnya menghubungi Raesha.

Suara Yunan menyahuti dari dalam.  Namun Arisa yang membukakan pintu. Yunan di belakang istrinya.

"Ada apa, Raesha?" tanya Arisa yang heran melihat Raesha nampak panik.

"R-Rizal!" nama itu disebut, sebelum Raesha menjelaskan yang diceritakan Elena barusan melalui telepon.

"Rizal kenapa?" tanya Yunan.

Mereka akhirnya bicara bertiga di kamar Yunan dan Arisa. Erika sedang kunjungan rutin ke panti asuhan. Anak-anak di sekolah, dan Adli di kantor.

"Gila??" seru Yunan dan Arisa terkejut.

"Iya, Kak," sahut Raesha mengangguk.

Yunan berpikir serius. "Coba telepon balik Elena. Kakak mau bicara sama dia."

Raesha menelepon Elena, lalu memberikan ponselnya ke Yunan. Keduanya saling mengucap salam, lalu mulai membahas permasalahan Rizal yang genting.

"Rizal menggigit pergelangan tanganmu sampai berdarah?" tanya Yunan dengan nada tak percaya.

Suara Elena yang menyahuti, terdengar samar oleh Raesha dan Arisa, seperti sedang menangis.

Arisa dan Raesha nampak syok mendengarnya. Tentu saja. Mana mungkin Rizal yang selama ini mereka lihat sebagai pria dewasa yang pembawaannya tenang dan profesional, melakukan itu pada Elena.

"Sekarang dia di RSJ mana? Saya boleh jenguk?" tanya Yunan lagi.

"Akan saya tanyakan dulu pada keluarga Rizal, Syeikh. Kalau teman-teman kantor, sudah diingatkan oleh bos kami untuk tidak menjenguk, karena khawatir membuat keluarga Rizal tidak nyaman kalau Rizal dijenguk beramai-ramai. Tapi kalau Syeikh yang datang, saya rasa keluarganya tidak akan keberatan," jawab Elena sambil terdengar seperti sedang menyeka hidung.

"Baiklah. Coba pastikan dulu dengan keluarganya. Kalau saya diizinkan menjenguk, tolong saya dikabari alamat rumah sakitnya."

"Baik, Syeikh. S-Saya ... saya dan teman-teman kantor, mengenal Rizal sebagai orang yang sangat baik. Dia tidak punya musuh. Dia juga dikenal rajin salat. M-Makanya, saya tidak menyangka ada yang tega --"

Tangis Elena terdengar lagi.

Yunan menghela napas berat. Tidak tega mendengar tangis Elena. "Sabar, Bu Elena. Kita do'akan saja, semoga Rizal disembuhkan Allah secepatnya."

"I-Iya, Syeikh! T-Tolong do'anya untuk Rizal, Syeikh! Nama lengkapnya, Rizal Hamdan bin Yusuf Ammar!" seru Elena penuh harap. Kalau yang berdo'a ulama, Elena yakin lebih joss insya Allah. Ketimbang orang awam sepertinya.

"Akan kami do'akan, Bu. Bu Elena tenangkan diri dulu. Dan jangan lupa, amalan zikir harian, jangan putus," pesan Yunan.

"O-Oh iya. Afwan, Syeikh. Kadang saya suka kendor zikirnya! Syukran, Syeikh. Akan saya praktekkan insya Allah."

Percakapan itu kemudian diakhiri dengan ucapan salam.

Yunan menyerahkan ponsel ke Raesha.

"Kakak mau jenguk Rizal? Aku ikut, Kak!" seru Raesha.

Melihat air muka Arisa berubah, Raesha segera meralat ucapannya, "E-Em ... maksudku, bareng Kak Arisa juga."

"Belum tahu. Tergantung apa keluarga Rizal bersedia Rizal dijenguk atau tidak," jawab Yunan melengos.

"Ya Allah. Memang sih, kita baru kenal sama Rizal. Tapi sejauh ini aku melihat dia orang yang baik dan santun. Apa iya dia punya musuh sampai -- ," Arisa tak meneruskan kalimatnya, namun semua paham yang dimaksud Arisa adalah, kenapa bisa ada orang yang tega mengirim santet pada Rizal sampai dia jadi seperti orang gila.

"Rae, amalan harianmu jangan sampai kendor, terutama selama masa pengadilan ini," kata Yunan pada Raesha.

"I-Iya, Kak. Memangnya kenapa Kak?" Maksud Raesha, kenapa amalan harian dikaitkan dengan masa pengadilan?

Yunan diam saja. Bayangan akan helai rambut Rizal disimpan Theo di kantung jas, melintas di pikiran Yunan.

"Tidak apa-apa. Cuma ngingetin aja," jawab Yunan tersenyum.

Raesha menundukkan pandangan. Ia buru-buru pamit. Rasanya aneh sekamar bertiga dengan Yunan dan Arisa.

Sore itu selepas Ashar dan zikir petang, Yunan memejamkan mata. Berusaha menyambungkan gelombangnya dengan Rizal, namun tak terjadi apapun.

Ini salahnya. Mestinya sejak awal sebelum pengadilan dimulai, dia membekali semua yang terlibat membela mereka, dengan amalan yang kuat sanadnya. Sekarang, dia tidak punya koneksi dengan Rizal.

Yunan mengangkat kedua belah tangan dan mengirim Al Fatihah, membacakan shalawat, lalu menyebut nama lengkap Rizal yang tadi disebutkan Elena.

Sementara hanya ini yang bisa dia lakukan. Sambil menunggu kabar dari Elena.

Jika benar helai rambut itu adalah yang menyebabkan Rizal jadi seperti ini sekarang, maka mereka tidak sedang berhadapan dengan pengacara biasa.

Theo Hayden, sepertinya memang bukan pengacara biasa.

.

.

***

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

162K 15.7K 22
[COMPLETED] Muhammad Raiz seorang anak muda yang mengaku dirinya sebagai anak munafik di keluarganya. Zahra Nurazizah seorang perempuan shalihah yan...
2.1M 168K 33
Mona tiba-tiba ditugaskan untuk menjadi ajudan seorang komandan muda beranak satu yang sebentar lagi datang untuk memimpin kesatuannya, Skadron Udara...
688 54 8
Safana Azizah, gadis yatim piatu yang diangkat anak oleh sebuah keluarga dari kecil. Hidupnya sungguh bahagia karena diterima oleh seluruh anggota ke...
475K 57.8K 16
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...