"jayan-ah"|| Xodiac

By doranghaee

108K 9.5K 4.2K

soon... More

#1
#2
#3
#4
#5
#6
#7
#8
#9
#10
#11
#12
#13
#14
#15
ANNOUNCEMENT
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
ANNOUNCEMENT
#32
#33
#34
#35
#36

#30

2.6K 203 195
By doranghaee


Senyuman sing melebihi indahnya bulan. Bersinar diantara bintang-bintang. Lubang di pipinya menghantarkan sinyal merah muda pada adrenalin tiap manusia yang melihatnya. Menyinari malam bak lampu-lampu jalan. Walaupun topi bucket menutupi setengah wajahnya, ketampanannya tak pudar.

Zayyan terpesona. Bahkan sebelum ia tahu bahwa sing kembali memakai kalung salibnya.

"Ayo"

Sing berjalan. Zayyan mengangguk sembari mengikuti langkahnya.

"Akhirnyaaa... Date yang kutunggu-tunggu..."

"Sudah kubilang ini hanya challenge!"


"Siapa peduli. Bagiku ini tetaplah date"

"Terserahmu deh..."

Mereka berjalan beriringan. Melewati lampu sorot dan taman kecil berdaun empat Semanggi. Sing mempaotkan bibirnya setelah menelisik outfit zayyan.

"Kau jahat sekali. Hanya aku yang memakai kalungnya? Bukankah hubungan kita spesial?"

Zayyan mengerling, "sejak kapan kalung itu menjadi signal seperti itu? Lagipula, kata spesial itu terlalu berlebihan"

Andai itu bukan zayyan yang terlalu menganggap remeh perasaannya, sing sudah pasti membatalkan challenge sepihak itu. "Kalau kau bersikeras tak akan memakainya lagi, maka kalung ini akan kuberikan ke may leen"

Zayyan memberengut. Ia baru saja terpanah dengan ketampanan sing dan outfit yang lelaki itu kenakan untuk challenge tukar baju, kenapa sekarang ia jadi kesal? Di momen seperti ini, zayyan justru menginginkan sing menjadi dirinya yang dewasa dan melankolis_yah, walaupun sisi sing yang itu mampu membuat hatinya sakit sih... Tapi setidaknya, ia tak membawa nama may leen detik ini.

"Kenapa kau hanya memakai Hoodie?" Tanya sing saat mereka menaiki bus kota.

"Memangnya kenapa?"

"Malam ini sangat dingin. Padahal aku sudah memakai berdobel-dobel pakaian karena takut kau akan kedinginan saat tukar baju nanti. Tapi kau hanya memakai Hoodie, kau tidak khawatir padaku ya?"

Zayyan bersedekap. Ia tak memikirkannya sampai sejauh itu. Tapi benar kata sing. Malam ini sangat dingin.

"Aku pakai t-sirt. Tapi tak mungkin kita tukar baju sampai dalam-dalamnya kan..."

"Tentu saja harus!"

"Tapi kan..."

"Kenapa? Kau malu kita bertukar baju di satu ruangan yang sama?"

"Tidak! Kenapa harus malu?"

Sing meliriknya sekilas. Tersenyum saat wajah merah zayyan terpantul oleh kaca jendela di sampingnya.

"Pikiranmu kotor sekali" kekeh sing.

Zayyan melotot. "A...apa sih? Aku gak mikir apa-apa", ucapnya sambil membuang muka, menatap jalan, dan menimbun pikiran-pikiran absurd nya yang akhir-akhir ini selalu mengiang di kepalanya.


.




"Sing... Cepat!!"



"Sabar... Aku kesulitan"



Pintu toilet itu terbuka. Menampakkan tubuh atletis sing dengan wajah dan rambut berantakannya.

"Sini" tukasnya seraya menyodorkan tangan ke arah zayyan.

"Kau ingin aku melepasnya disini?"

"Kenapa? Gak ada orang tuh... Lagipula ini toilet pria"

Zayyan menggeleng. Bukan itu masalahnya. Tapi, bukankah itu terlihat aneh saat melihat orang asing, berada di toilet umum, tak memakai baju...

Mereka bisa saja berganti baju di bilik yang berdampingan, lalu saling mengoper pakaian lewat atas. Tapi, lagi-lagi takdir mempersulit mereka. Dua bilik di tengah sedang diperbaiki. Restoran macam apa ini!

Akhirnya zayyan mengalah dan membuka Hoodie dan t-sirt nya di sana, menampakkan tubuh polosnya. Lalu sing menyerahkan tiga lapis baju dan jaket yang ia kenakan kepada zayyan. Demi challenge! Zayyan harus menahan malu.

"Menyebalkan sekali, tahu begini aku tak datang..."

"Sudahlah, sabar... Mereka akan sampai sebentar lagi"

Suara pengunjung lain terdengar dari luar dan hendak memasuki toilet. Zayyan yang sudah mempertaruhkan rasa malunya lantas melotot. Kaku. Sing brengsek itu hendak menutup pintu agar dirinya aman dan meninggalkan zayyan tanpa baju seorang diri. Tapi, sebelum semuanya terlambat, sebelum si duo pengunjung itu masuk dan melihat ke anehan di dalam nya, yang bisa saja ia di tuntut melakukan pelecehan non verbal?... Zayyan berlari masuk ke dalam bilik yang sama dengan sing, menutup pintunya dan menguncinya dengan kasar.




"Sudah kubilang ini ide buruk! Seharusnya kita ganti pakaian sejak di dorm!" Zayyan bisik-bisik dengan wajah memberengutnya.

"Kalau begitu kau akan keluar dari konteks challenge nya dong..."

Zayyan berdecak. Padahal ia sengaja memilih opsi challenge tukar baju Karna ia pikir itu adalah yang paling mudah. Justru ia terjebak pada pilihannya sendiri. Lihat!... Ia jadi berada di dalam satu bilik kecil dengan sing, dan mereka berdua tak memakai baju!

Sing merapatkan bibirnya. Berpikir rasional kalau mereka harus bergegas. Tapi, semuanya berubah begitu mereka bisa melihat tarikan nafas yang sesak, dan merasakan degupan jantung yang keras satu sama lain. Tubuh indah itulah faktor utamanya... Sing sampai menelan ludahnya dengan susah payah berkali-kali.




"Dua biliknya sedang dalam perbaikan. Sisa satu bilik yang kosong. Kau mau duluan?"

"Kau saja... Aku harus menelepon seseorang"

Pintu bilik yang ujung tertutup. Dan satu orang lainnya sedang mencoba menghubungi seseorang dengan handphone nya. Yang artinya, sing dan zayyan terjebak di sana!



"Lagian, kenapa kamu masuk sih?"

"Kalau kau yang ada di posisiku kau pasti akan melakukannya!"

Sing menghembuskan nafas. Lalu mulai memakai t-shirt zayyan dengan pergerakan yang terbatas. "Kau selalu saja melakukan sesuatu tanpa memikirkan resikonya"

Zayyan mundur kebelakang hingga punggungnya menyentuh dinding saat sing susah payah memakai kaos miliknya. Memberi ruang yang lebih luas. Tapi tetap saja, bilik itu terlalu kecil untuk mereka berdua. Apalagi tubuh sing yang bidang.


"T-sirt ini sangat pas di tubuhku. Harusnya kau memilih t-sirt yang lebih besar lagi"

"Itu sudah paling besar"

"Masa sih..."

Zayyan mengangguk meyakinkan. Lalu mereka bertatapan. Jarak dekat itu membuat zayyan malu dan sekujur tubuhnya memberi sinyal untuk menghindari tatapan mengintimidasi sing yang seakan menggerilya di tubuhnya. Sing mengambil setumpuk lipatan baju di tangan zayyan yang kaku. Lalu meletakkannya di atas WC duduk yang tertutup.

Apa yang sing lakukan selanjutnya? Zayyan tak bisa menebak andai saja sing tak memakaikannya baju tanpa di pinta.

"Aku bisa pakai sendiri"

Sing menghempaskan tangan zayyan dan tetap melanjutkan aktivitasnya. Ia mengancing baju itu satu persatu. Atas hingga bawah. "Kalau kau melakukannya dalam keadaan kaku seperti itu kapan selesainya"



Pada akhirnya, zayyan hanya bisa diam. Merasakan kelembutan sing yang memakaikannya kemeja hingga jaket besar itu. Zayyan menatap sing saat lelaki itu membenarkan kerahnya, dengan jarak mereka yang dekat, zayyan bertanya ragu, "kenapa kau bisa melakukannya?"

"Hm?"

Sing balik menatapnya. Tangannya yang ada pada kerah zayyan berhenti bergerak.

"Kenapa kau santai sekali?"

Pintu bilik ujung terbuka. Dua orang itu saling mengobrol sebentar dan suara mereka hilang diiringi perginya jejak manusia. Toilet itu kembali diisi hanya dengan mereka berdua.

"Bodoh..." Gumam sing, mengambil topi bucket hitamnya dan memasangkannya di kepala zayyan hingga menutupi setengah wajah lelaki itu.






"Aku sedang menahannya tahu"



.





.









.










"Ricky?"


Lelaki itu berbalik saat seseorang memanggil namanya.

"Kenapa kau berdiri di situ?" Tanya gyumin pada Ricky yang hanya berdiri di depan dorm dengan syal hitam di tangannya.

"Aku sedang menunggu zayyan"

"Ah... Dia sedang pergi dengan sing"

"Ya, aku tahu"

Gyumin mengernyitkan dahi, "kau menunggunya pulang?" Tanyanya sambil berjalan menuruni dua anak tangga hingga sampai di dasar jalan di depan dorm, di samping Ricky yang entah sejak kapan sudah berdiri di sana.


Ricky mengangguk, "lalu kau? Kenapa keluar malam-malam begini seorang diri?"

Gyumin memasukkan kedua tangannya di saku. Berjalan pelan sambil menatap langit malam. "Beberapa member sedang keluar dan sisanya sudah terlelap. Jadi kuputuskan untuk mencari udara segar. Kau mau ikut? Ah, lupa... Kau sedang menunggu zayyan ya"




Gyumin semakin jauh dengan langkahnya yang terseret-seret. "Sebaiknya kau pikirkan lagi mau menunggu atau tidak. Karena, ketika sedang bersama sing, zayyan bakal lupa waktu"





.







.







.





Seharusnya challenge mereka_yang kata sing adalah sebuah date_berjalan baik-baik saja, sampai tangan sing merogoh masuk ke dalam saku Hoodie zayyan saat pemberhentian halte mereka.

Zayyan berjalan lebih di depan dan menoleh saat sing berkata, "kenapa kau menyimpan notebook di saku Hoodie mu?"

Zayyan sontak membolakan matanya. Merampas notebook kecil itu, membuat sing bingung dan detik berikutnya, ekspektasi bingung itu berubah jadi penasaran.

Sing mencoba merampas kembali notebook itu dan tentu saja zayyan tahu isi pikirannya. Zayyan memasukkan notebook nya kedalam saku jaket sing yang sedang ia kenakan. Setidaknya, sing tak bisa merampas notebook nya kecuali jika ia melakukan cara yang sedikit gila.

"Apa itu sebuah rahasia di dalamnya? Padahal aku sering melihat notebook itu tergeletak di kamar. Tahu begitu aku akan membukanya dari awal"

"Isinya cuma hal yang ga penting dan gaperlu dilihat"

Sing tersenyum miring. "tapi aku ingin melihatnya"

"Tidak perlu"

"Kenapa?"

Zayyan mempercepat langkahnya. Begitu melewati persimpangan jalan dan dorm mereka berada di pelupuk mata, sing menahan tangannya. Tepat di bawah lampu sorot yang remang. Di dekat taman kecil yang ditumbuhi daun Semanggi.

Mereka berhadapan. Wajah keduanya ditutupi bayangan topi yang mereka pakai.

"Apa itu tentangku?" Tanya sing dengan suara rendahnya. Yang zayyan tahu, ketika intonasi lelaki di depannya sudah seperti itu, sesuatu yang ekstrim akan terjadi. Apalagi, ketika tatapan sing menatap lurus kematanya yang hampir tertutup oleh topi bucket nya andai saja zayyan tak mendongak.

Tak ada jawaban, sing berkata "boleh aku melihatnya?" Dengan suara lembut yang menuntut.

Zayyan menggeleng. "ini bukan hal penting. Beneran..."

"Apa susahnya sih perlihatkan padaku. Buat curiga saja". Sing hendak menggapai saku jaket zayyan. Dengan tangkas dan secepat gerakan yang ia punya, zayyan mundur hingga bahunya menempel pada tiang lampu sorot di belakangnya.

"Andwe!" zayyan sebisa mungkin menghindar, menghempaskan tangan sing hingga ia lelah sendiri karena pergerakan sing lebih gesit dan tubuhnya lebih besar. Padahal dorm sudah dekat tapi mereka harus berhenti di sana perkara notebook yang tak sengaja zayyan bawa.

Sing lagi-lagi menyudutkan hyungnya itu. Menahan pergerakan zayyan dan mengambil notebook dari saku jaketnya. Lalu mengambil kesempatan itu untuk membukanya selagi zayyan memberikan peluang.

Sing membuka satu persatu halaman itu. Benar, isinya terlihat tak penting dengan banyaknya coretan dan tulisan tak jelas. Pasti tulisan bahasa Indonesia, pikir sing.

Sampai saat ia membuka halaman tengan, ia melihat namanya ditulis dengan Hangul dengan gambar hati di sekitarnya. Hanya kerajinan yang tak bermutu dan siapa pun tahu, seseorang yang membuatnya mungkin menulis itu ketuka gabut. Tapi, tetap saja, sing tersenyum melihatnya.

"Kau memang menyukaiku" desisnya.

Ia membuka hingga halaman terakhir. Bersedekap begitu mendapati lirik lagu yang masih rampung tertulis di sana. Lirik dengan judul Tara.

"Kau menulis lagu?" Tanyanya, sambil membaca tiap bait lirik yang zayyan tulis.

"Itu hanya syair" ucap zayyan berbohong. Ia menunduk dan topi bucket sing yang ia kenakan menutupi seluruh wajahnya dari pandangan sing. Sing berani bertaruh kalau zayyan sedang menyembunyikan rona di pipinya.

Lirik lagu itu menghangatkan hatinya. Padahal malam yang dingin tengah menyelimuti kota. Sing menutup Notebook itu. Memasukkannya kembali ke dalam saku Hoodie nya. "Untuk saat ini, notebook nya biar aku yang pegang. Aku akan memikirkan lirik selanjutnya untuk lagu kita"

Zayyan mengangkat pandangannya. Lagu kita? Pikirnya. Sejak kapan lirik buatannya menjadi lirik buatan mereka berdua?. Tapi, bukan itu yang jadi masalah. Sing sedang menatapnya dengan wajah putih soft nya, membuatnya seperti makhluk yang diciptakan untuk datang di malam salju.

"Jayan-ah... Ada sesuatu yang ingin kukatakan. Mungkin bagimu tidak penting, tapi menurutku aku harus memberitahu mu. Jadi, fanmeet Minggu depan, may leen akan datang. Dan dia masuk kedalam list berfoto dengan para member"

"Padahal dia tak perlu melakukan itu. Toh, dia hanya ingin bertemu denganku. Tapi katanya dia akan berpura-pura menjadi fans di depan member lain. Jadi, kuharap kau tak salah paham karena bukan aku yang memintanya datang"

Padahal, itu memang tak penting. Tapi, mendengar bahwa may leen mendaftar sebagai fans yang akan berfoto dengan para member, walaupun wanita itu mengatakan akan bersandiwara sebagai fans, entah mengapa zayyan merasa tak bisa menerimanya dengan lapang. Tapi pada akhirnya zayyan hanya berkata, "kenapa kau mengatakannya padaku? Aku tak peduli" dengan wajah jutek nya.

"Tentu saja harus. Aku tak ingin kau cemburu" tutur sing. Zayyan mengkerut, "yak, hentikan. Kau membuatku merinding"

Sing tertawa, "kenapa? Perasaan mu sudah hilang ya? Yakin ga bakal cemburu melihatku dengan may leen nanti?"

Zayyan mulai kesal. Untuk apa ia cemburu? Ia tak sebuta itu akan cinta. Tapi, sing tak harus membahasnya sampai segitunya kan?

Eh, apa itu?

Zayyan memicingkan matanya. Ia melihat butiran putih kecil mendarat mulus di rambut sing. Karena penasaran, zayyan mengambilnya dan tanpa sadar ia membuat sing terdiam kaku.

Zayyan mengamati apa yang ada di telapak tangannya. Butiran kecil putih, yang akan mencair bila di tekan sedikit saja.



salju pertama!





Senyum zayyan merekah, menampilkan gigi rapih dan rona di wajahnya. Ia menatap langit dan mendapati butiran lainnya menyusul menghampiri bumi.

Akhirnya, musim salju keduanya tiba! Ia jadi bersyukur insiden kecil mereka mengenai notebook rupanya berakhir pada salju pertama di malam yang indah.

Zayyan senang sekali. Ia sampai tak sadar tengah melompat-lompat kecil, mengumpulkan butiran salju di telapaknya. mengeluarkan inner child nya.



"Sing, Kenapa kau murung? Ini salju pertama loh... Salju pertama!"


Dan demi Zeus dengan siasat gilanya, sing tidak sedang murung!



"Jayan-ah..."



Ekspresi sing berkebalikan dengan zayyan. Lidah topi yang ia kenakan sempuna menutupi wajahnya dengan bayangan. Sing mengepalkan tangannya. "Maaf... Kesabaranku sudah habis..."



Nafsu dan tipu daya Zeus bak merasukinya...




Ia menarik tengkuk zayyan. Menciumnya tanpa prolog ataupun izin. Ia melakukannya seakan-akan itu adalah haknya. Tak peduli dengan dunia setelahnya. Salahkan saja butiran salju yang menyamarkan kewarasannya. Sing tak peduli.

Zayyan mendorong dada sing tapi nihil. Lelaki itu tak sedikitpun berniat menghentikan ciumannya. Bibirnya bergerak. Merasakan bibir tipis zayyan yang selalu menjadi zona merahnya. Menginginkan zayyan patuh dibawah kendalinya. Sing ingin sedikit lebih serakah.

Zayyan menutup matanya. Lagi-lagi ia teringat akan janji pertemanan mereka. Jandi bahwa xodiac akan baik-baik saja tanpa cinta terlarang itu.

Di bawah remang lampu sorot. Malam yang membentang, tiang lampu yang menjadi sandaran punggungnya, dan pada salju pertama penghantar akhir tahun... sing menciumnya. Ironisnya, zayyan tak lagi punya alasan untuk menolak. Ia telah jatuh terlalu dalam di dasar jurang cinta. Yang ia tahu, saat ini, adalah bibir sing yang sangat lembut dan memabukkan.




Perasaan itu membuat perutnya keram hingga ingin pingsan.




.








.







.







Zayyan sontak kaget melihat kemunculan Ricky di balik tiang.

"Ricky? Sejak kapan kau disini? Jangan bilang kau menungguku"

Ricky menggaruk tengkuknya. "maaf tidak bilang, tapi aku menunggumu sejak satu jam yang lalu"

Zayyan melotot. Sing berjalan, melewati Ricky sambil berkata, "aku duluan"

Setelah sing masuk, zayyan berkata lagi, dengan wajah tak percaya nya, "kupikir kau pulang saat aku mengirimkan pesan kalau aku sedang keluar"

Ricky tersenyum kecil. Menatap ujung sepatunya yang memainkan butiran salju.



"Kalian jadian?"

Satu pertanyaan itu membuat zayyan berpikir keras. "Apa maksudmu?"

Ricky menatap zayyan. Kali ini ia tak tersenyum. Wajahnya serius seperti ketika jack mendapati Belle menjalin hubungan yang serius. Jack jadi makin membenci pria berwajah pucat itu.



"Kau dan sing, kalian jadian?"

Zayyan membolakan matanya. Hari ini entah keberapa kali ia di kagetkan. "Jadian? Kau ngelantur? Kami sama-sama pria!"



"Lalu kenapa kalian berciuman?!"



Ricky melihatnya?


Zayyan tak bisa mengelak. Bergerak saja tak bisa. Ia hanya bisa merutuki pikirannya yang bodoh. Sadar bahwa ia sedang berada di ambang kehancuran, mata zayyan berkaca-kaca.






Ricky melihatnya...



Ricky berjalan maju. Ia mengalungkan syal hitam itu di leher zayyan yang terpaku. "Zayyan yang kukenal tak mungkin melakukan itu" ucap Ricky dengan suara yang mampu menusuk lubuk hatinya.

Ricky menatap zayyan sepihak. Melihat wajah takut lelaki di depannya itu dengan rahang yang terkatup rapat.

Ah, ia seperti baru saja di hadang oleh hujan meteor. Ia tak bisa menampung rasa sakitnya dengan terus melihat wajah zayyan.




"Datanglah padaku jika kau sudah siap menjelaskannya. Kuharap, apa yang kulihat tadi adalah kesalahan" tukas Ricky. Ia berjalan melewati bahu zayyan. Kepergiannya yang di rasakan oleh zayyan dengan tanda belenggu yang lepas di tubuhnya, membuat zayyan menghirup napas panjang. Pikirannya tak karuan. Ia menaiki dua anak tangga. Memasuki dorm yang kini berubah suram.




Salju pertamanya, benar-benar diluar dugaan!









.








.










.








Lihat bagaimana mereka berinteraksi. Saling tertawa satu sama lain. Berpegangan tangan ataupun saling bermanja, melakukan skinship dengan sangat natural. Apanya yang pura-pura jadi fans? Siapa saja tahu kalau mereka adalah sepasang kekasih. Lebih tepatnya sahabat..., itu kata sing pada member lain yang mencurigai hubungan mereka.

Sesi foto berakhir. Walaupun sebersit pikiran muncul di kepalanya untuk memonopoli salah satu fans unggulannya, dengan berfoto dengan sedikit condong, menampakkan kalau mereka dekat, tetap saja, zayyan tak bisa melupakan tangan sing yang merangkul penuh bahu may leen saat foto bersama. Pasalnya, mereka sangat cocok! Zayyan ingin menangis.













"Kami resmi berteman"




"Oh"





"Oh?"




Sing mengerjapkan matanya. Berjalan gesit pada zayyan yang duduk bersandar di sofa. Kemudian ikut duduk di samping lelaki zayyan yang terlihat tenggelam dengan hoodienya.

"Kau cemburu kan? Aku bisa melihat ekspresi mu saat itu"

Zayyan mencemooh. Tetap berfokus pada layar handphone nya. "Aku mengapresiasi usahamu membuat ku cemburu. Tapi maaf, aku tidak"

Tak menganggap ungkapan zayyan sebagai keabsahan, sing mengubah posisinya jadi duduk miring menghadap lelaki itu.

"Ohya? Kalau begitu aku balikan saja sama dia. Kau lihat sendiri kan, dia tambah cantik"


"Oh... Jadi kau masih suka yang cantik toh"



"Tentu saja... Aku ini normal!"






Zayyan terkesima. Ia menatap sing tak percaya. Sing balik menatapnya bingung. Detik berikutnya zayyan tertawa keras. "Kau mengaku normal setelah semua ini?" Ucapnya di tengah-tengah tawanya.

Sing mengangguk polos. "Aku sangat sangat normal"

Ah, zayyan tak bisa menahannya lagi. Wajah sing terlalu serius untuk di sebut bercanda. Apa lelaki itu tolol? Kalau iya, tuhan sangat baik memberikannya wajah yang rupawan.

"Kau normal tapi menyukai laki-laki sepertiku"



Sing yang melihat zayyan tertawa seperti itu jadi ikut tertawa. Ia memeluk zayyan erat saat lelaki yang lebih tua itu mulai tantrum. Mereka hanyut dalam gelak tawa. Sambil menimbang-nimbang, kalau tidak normal, ya homo dong... Sing tak mau!

"Menurutku normal saja jatuh cinta padamu. Karena kamu itu cantik. May leen saja kalah" papar sing, "lagipula aku tertarik padamu karena kamu adalah zayyan. Kalau pria lain amit-amit deh"

Setelah perkataan itu, perlahan-lahan tawa zayyan memudar bagai angin lalu. Mereka bertatapan dengan jarak yang sangat dekat karena sing masih memeluk pinggangnya.





"Aku suka wajahmu. Membuatku ingin menciumnya lagi dan lagi"

Ah, datang juga. Sing dengan kilatan nafsunya.






Akhir-akhir ini sing selalu mengambil kesempatan tiap kali Leo tak ada di kamar. Apalagi zayyan adalah satu-satunya member yang tak ikut comeback first snow, yang membuat ia lebih banyak santai dan sing seringkali datang ke kamar dikala mereka seharusnya masih berlatih. Entah apapun alasan yang ia berikan pada Lex hingga ia diizinkan untuk meninggalkan latihan, tapi hal itu tak luput dari analisa zayyan kalau sing hanya ingin bertemu dengannya. Kalau terus begitu, lama-lama pertahanan zayyan runtuh.






Zayyan tak sempat berkata-kata saat sing tiba-tiba saja mengecup keningnya. Tak sempat berkata-kata lagi saat sing mengecup kelopak matanya. Pipinya. Pucuk hidungnya.



Cukup. Zayyan tak boleh hanyut kali ini. Ia menahan sing, menutup mulut lelaki itu saat ia hendak mendarat di bibir tipis zayyan. Sing mengerutkan kening. Protes.




"Ricky melihat kejadian di bawah lampu jalan malam itu. Sebaiknya, mulai sekarang dan seterusnya, kita jangan melakukan itu lagi"

Sing membolakan matanya. Ia kaget. Tapi juga berusaha melerai pikiran berkecamuk di kepalanya agar bisa bersikap santai dan elegan. Padahal ia sama takutnya seperti zayyan.

"Bagus dong. Dia jadi tahu kalau kita bersama dan dia jadi menjaga jarak denganmu" ucap sing. Ia menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Menatap langit-langit kamar. Membayangkan wajah Ricky yang melihat semuanya pada malam itu. Ah, kenapa juga ia harus mencium zayyan di tempat terbuka seperti itu sih?

"Ricky itu sudah seperti saudaraku. Sekarang, dimatanya, aku pasti sangat menjijikkan. Aku takut ia tak ingin berteman denganku lagi"

"Tenang saja. Aku mengenal Ricky sebagai orang yang calm. Ia tak mungkin menjerumuskan orang yang ia sayang"

Zayyan menoleh. Menatap sing di sampingnya, "apa yang harus kulakukan?" Suaranya kecil. Lelaki itu frustasi.

Sing menghembuskan nafas. Berdiri dari duduknya. "Yah, mau gak mau kita harus ciuman di tempat tertutup"


"Anak anj!"


"Lagi? Kau mengumpat dengan bahasamu lagi kan?"


"Aku serius!"




Sing mengambil jaket hitamnya di gantungan. Memakainya ketika hendak keluar kamar, "katakan saja padanya kalau aku yang memaksamu, dengan begitu namamu akan tetap bersih di matanya. Bereskan?"



Sing membuka pintu. "Ah ya, walaupun tak ikut comeback natal, kau tetap harus mengikuti kegiatan-kegiatannya. Aku pergi, sepertinya rekaman hari ini sampai jam sembilan malam. Jadi, kau tak perlu menungguku dan Leo. tidurlah lebih dulu"



Zayyan menyenderkan punggungnya di senderan sofa saat sing hilang di balik pintu. Tak mengelak gagasan eksentrik nya bahwa ia jatuh semakin dalam pada keelokan alur yang sing buat.


Di musim salju yang ia dambakan. Zayyan malu-malu mengakui pada diri sendiri, bahwa ia sangat cemburu pada may leen _seorang wanita_yang diapit sing saat sesi foto berlangsung hari itu.





Haha, bodoh sekali.







.









.










.





Lalu,



Malam itu, ditengah salju yang mulai menumpuk. Di sepenghujung tahun yang tidak biasa, Hal yang paling zayyan takutkan terjadi. Suatu hal asing yang berhasil menerobos pertahanannya. Suatu panggilan alam yang menggetarkan rohaninya.



Semua terjadi tanpa pertimbangan. Kendati sadar akan muslihat yang serakah. Begitu ironis cinta menenggelamkannya. Bagai buih yang tak berarti, Sing menyentuhnya. Seluruh tubuhnya.





.









.








.








To be continued...










Continue Reading

You'll Also Like

1.2K 82 1
Bromance! but romance... Sing β™‘ Zayyan [ Oneshot fanfiction ]
1.4M 81.3K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi πŸ”žπŸ”ž Homophobic? Nagajusey...
5.1K 856 7
Zayyan terpaksa berhenti kuliah karena keterbatasan biaya. Dan demi bertahan hidup, Zayyan akhirnya menerima pekerjaan sebagai pengasuh bayi kembar a...
17.7K 1.4K 32
pokoknya lanjutkan Bayi gemes , yg manetingin dari awal sampai akhir chapter pasti tau.