Baby Project (COMPLETED)

By BlackStarofIN

687K 21.2K 2.6K

[21+] Hamil adalah satu-satunya cara untuk keluar dari dunia aneh ini? Adifa dan Zayn tiba-tiba masuk ke dun... More

PROLOGUE
1 Tersesat
2 Bertemu Orang
3 Kampung Kuno
4 Solusi
5 Satu-satunya Jalan
6 Pernikahan
7 First Night (21+)
9 Let It Out
10 Only You
11 Tetap Pada Tempatnya (21+)
12 Bergantung
13 Stupid
14 No Attitude (21+)
15 Mesum
16 Hamil
17 Ngidam
18 Guilty
19 Tulus
20 Flexing
21 Dicabut (21+)
22 Positive
23 Laporan Zayn
24 Adifa vs Maharani
25 Bercinta di Sungai (21+)
26 Berhenti
27 Everything for You
28 Bisnis Zayn
29 Jengukin Dedek Bayi (21+)
30 Firasat Buruk
31 Pertunjukan
32 Berita
33 Family
34 Melepas Rindu
35 Manja (21+)
36 Gelisah
37 Melahirkan
38 Comeback
39 Remember
40 End : I'm Coming
Extended
Special Offer
PROMO LAGI

8 Mulai Bekerja

23.6K 607 100
By BlackStarofIN

Hey Guys...!!! Welcome back to my story...!!!

Gimana kabarnya?? Ada yang kangen Adifa dan Zayn???

Minggu ini adalah minggu comebacknya Author jadi post semua update story deh.

Malam ini khusus Baby Project nih. Ayo kita simak baik-baik.

Hope you guys enjoy it. Let's check this out.

Enjoy and happy reading...

*
*
*

Perlahan tapi pasti, Adifa mulai membuka kedua matanya. Ia dapat merasakan sinar matahari yang masuk melalui celah-celah anyaman jerami dari atap rumah yang ditempatinya. Mengerjapkan kedua matanya sebentar sebelum mengeluh.

"Ugh." lenguh Adifa karena seluruh tubuhnya terasa sakit. Ia merasa sangat lelah.

Sekelabat ingatan mulai menerpa kepalanya. Perlahan tapi pasti Adifa mulai mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam.

Seketika kedua mata sipit Adifa membulat, meskipun tidak terlalu berpengaruh. Gadis itu syok mengingat apa yang telah ia lakukan bersama Zayn tadi malam.

Adifa langsung menoleh pada tubuhnya sendiri yang hanya tertutupi selimut tipis pemberian Maharani. Ia menyingkap selimut itu dan mendapati tubuhnya tidak terbalut sehelai benang pun. Ia pun mendudukkan tubuhnya dan menatap apa saja yang tercipta di sana.

Tentu saja banyak bercak kemerahan, bahkan keunguan di sekitar dada hingga ke perutnya. Bahkan di lengannya juga ada. Ia jadi teringat mitos yang mengatakan kalau bangun dan menemukan memar di tubuh itu tandanya dicubit setan. Namun kali ini bukan karena dicubit setan, melainkan ulah makhluk hidup yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya sendiri.

Ya, Adifa tentu tidak serta merta melupakan semua yang terjadi kemarin. Baginya semenjak dirinya sampai pada dunia ini, sudah tidak ada satupun hal yang logis. Termasuk Zayn yang kini resmi menjadi suaminya.

Tak pernah terpikirkan oleh Adifa kalau ia akan menikah muda. Usianya baru 17 tahun, dan bahkan belum lulus sekolah. Apalagi suaminya adalah teman sekelasnya sendiri.

Ngomong-ngomong mengenai suami, dimana Zayn saat ini? Apa dia sudah berubah menjadi suami yang meninggalkan istrinya tepat setelah malam pertama berlalu? Dramatis sekali.

Adifa menghela napas sebelum memungut pakaiannya yang teronggok malang di sudut dipan. Ia mulai memakainya dan beranjak dari tempat tidurnya.

"Sshh." tentu saja hasil dari semalam meninggalkan bekas. Pangkal pahanya terasa begitu sakit ketika ia mencoba berdiri.

Adifa kembali duduk di atas dipan sembari berpikir. Jadi rasa sakit yang tertinggal itu benar adanya? Ia langsung merutuki Zayn yang sepertinya tidak membiarkan tubuhnya istirahat setelah ia tertidur.

"Zayn?" panggil Adifa. Sial bahkan suaranya sangat serak. Apa ia kebanyakan berteriak semalam?

"Ekhem. Khem." Adifa berdehem mencoba menghilangkan seraknya.

Sial sekali. Adifa sangat haus. Tubuhnya sangat letih dan pangkal pahanya sakit. Rasanya ia ingin menangis sekarang.

"Zayn!" panggil Adifa lagi mencoba mengontrol dirinya agar tidak terlalu berlebihan merasakan emosi.

Berhasil.

Tepat setelah Adifa memanggil untuk yang ke-dua kali, Zayn datang membawa nampan berisi makanan.

"Aku di sini." ucap Zayn sambil meletakkan nampan di atas dipan.

Adifa menatap Zayn yang tampak sudah segar dan semakin tampan. Sementara dirinya berada dalam kondisi kusam dan menyedihkan. Seketika emosi Adifa kembali datang. Secara tidak sadar dia memajukan bibir bawahnya.

Zayn yang melihatnya pun berlutut di depan Adifa.

"Kenapa?" tanya Zayn sambil memegang lengan putih Adifa.

"Kamu sehat banget." jawab Adifa dengan suara parau.

Mendengar jawaban Adifa membuat otak Zayn bekerja dengan cepat. Seketika ia memahami apa yang dimaksud Adifa.

"Apa yang sakit?" tanya Zayn lagi lebih lembut.

Adifa tidak menjawab. Bibirnya kelu. Tenggorokannya sakit karena ingin menangis. Mendengar pertanyaan Zayn yang mengandung perhatian itu membuat emosinya tersentil. Ia benar-benar ingin menangis.

Melihat hidung dan mata Adifa yang memerah membuat Zayn mengerti. Ia segera memeluk gadis yang telah menjadi istrinya itu. Mendekap Adifa ke dalam kehangatannya, membelai rambut panjang yang begitu halus itu.

"Aku harus sehat biar bisa ngerawat kamu yang kecapekan." ucap Zayn memulai kata-kata bijaknya.

"Kalo aku juga sakit, nanti siapa yang ngurusin kamu?" tambah Zayn lagi dengan lembut.

"Hiks hiks." tidak mendapat jawaban melainkan sebuah isakan kecil dari Adifa.

"Maafin aku ya. Aku kasar banget ya semalem?" tanya Zayn menyesali tindakannya yang tidak terkontrol itu.

Adifa tidak menjawab apapun. Ia hanya menyenderkan kepalanya di bahu Zayn sambil memejamkan mata.

"Kamu mau apa sekarang? Mau makan?" tanya Zayn lagi yang masih belum menyerah membujuk istrinya.

"Minum." jawab Adifa parau.

Zayn pun melepaskan pelukan mereka dan mengambil gelas berisi air untuk diberikannya pada Adifa.

"Itu aku sakit." ucap Adifa begitu selesai minum. Ia menatap Zayn langsung ke matanya.

Mendapati pernyataan langsung di depan mata seperti itu membuat Zayn tampak gugup.

"Oh.. iya, maafin aku ya. Mmm mau aku kompres?" tanya Zayn salah tingkah.

"Nggak perlu." jawab Adifa. "Jangan main dulu sampe nggak sakit lagi." lanjutnya dengan tenang.

"Oh oke. Fine. Aku minta maaf. Aku emang lanjut lagi abis kamu tidur." ujar Zayn dengan raut bersalah.

Adifa menatapnya dengan diam.

"Aku emang brengsek. Hhh. Aku gak bisa nahan diri, kamu tidur telanjang dipelukan aku." lanjut Zayn dengan suara melemah.

Adifa tersenyum kecil mendengar pengakuan Zayn. Secara tidak langsung Zayn tidak bisa menolak pesonanya kan?

"Zayn." panggil Adifa pelan, membuat Zayn langsung menatapnya.

"Kita udah ngelakuin hal yang gak pernah kita bayangin sebelumnya. Kita sama-sama tau konsekuensinya. Aku harap kamu bakal nepatin janji kamu sebagai laki-laki." ucap Adifa dengan tenang.

"Pasti." balas Zayn mengangguk.

"Sebelumnya kita nggak begitu saling kenal secara personal. Tapi sekarang kita bakal hidup bareng. Semoga kamu nggak ingkar janji gara-gara tau sifat dan tabiat asli aku." lanjut Adifa menatap Zayn penuh harap.

"Justru kita harus saling membuka diri dan belajar nerima kekurangan masing-masing. Kamu juga gak tau aku aslinya gimana kan?" balas Zayn lagi sambil tersenyum.

Adifa tersenyum mendengar perkataan Zayn.

"Aku nggak suka bangun pagi. Aku nggak suka mandi, apalagi pake air dingin." ujar Adifa terang-terangan.

Zayn tertawa mendengarnya.

"Oke oke. Bisa diterima. Tapi karena semalem kita udah mandi keringat, jadi siang ini kamu harus mandi air." ujar Zayn masih dengan senyumannya.

Adifa tidak terkejut lagi mendengar kata siang dari mulut Zayn. Dirinya sudah terbiasa bangun siang kalau tidak ada jadwal pagi.

"Kamu makan dulu. Pasti kamu laper banget abis ngelayanin aku semaleman." ucap Zayn frontal.

"Zayn!" kesal Adifa mendengar kata-kata yang terlalu vulgar itu.

"Haha... biasain mulai sekarang sayang. Aku masakin air panas dulu buat kamu mandi." balas Zayn sebelum mencium kening Adifa dan melenggang pergi dengan santai.

Sementara Adifa syok dan terbengong-bengong di posisinya. Apa itu tadi? Zayn memanggilnya sayang? Dan lagi, mencium keningnya?

Sungguh dunia yang tidak realistis.

***

Maharani tampak merajut kain berwarna cokelat di tangannya. Pandangannya tampak kosong. Ia merajut kain sambil melamun sampai tak disadarinya jarum itu melukai jarinya.

"Ah." pekik Maharani mendapati jarinya tertusuk jarum dan mengeluarkan sedikit darah.

Pikirannya melayang ke saat dimana pernikahan sederhana berlangsung kemarin di desanya. Melihat bagaimana kedua mempelai mengikrarkan janji suci membuat perasaannya resah. Namun hal yang begitu menyesakkan adalah perasaan yang resah ini bahkan tidak disadari oleh si penyebab.

"Jangan melamun saat sedang merajut Nak." tegur tetua desa yang merupakan ayahnya.

"Ayah. Rani tidak bisa tidur semalaman. Kenapa hati dan pikiran Rani terus tertuju padanya?" tanya Maharani yang tidak sinkron dengan ucapan ayahnya.

Pak Gana menghela napas mendapati putrinya yang memendam asmara untuk seseorang yang tidak bisa digapai.

"Banyak pemuda yang siap melamarmu dari desa sebrang Nak. Pilihlah satu untuk mengobati kegelisahanmu itu." ujar pak Gana.

Maharani menggeleng pelan sambil menunduk. Kembali menatap jarinya yang masih berdarah.

"Saat hati dan pikiran Rani tertuju padanya, disitulah Rani yakin kalau dia adalah sosok yang Rani harapkan selama ini." ucap Maharani sendu.

"Sadarlah Rani. Dunia kalian itu berbeda. Kalian tidak bisa bersama." ucap pak Gana tegas.

"Tapi dia datang ke dunia ini Ayah. Dia datang ke sini untuk Rani." balas Maharani menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak ada hubungannya denganmu! Lagipula dia itu sudah menikah sekarang. Kamu tidak bisa mengharapkannya lagi." ujar pak Gana mengalihkan pandangannya.

Maharani tidak mengatakan apa-apa. Hanya air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.

"Sadari kenyataan itu Rani. Jangan berlarut-larut pada hal yang semu." lanjut pak Gana sebelum melangkah meninggalkan Maharani yang masih menangis dalam diam.

"Perasaan ini tidak bisa hilang Ayah. Bahkan setelah dia menikah." lirih Maharani menatap jarinya yang mengeluarkan sedikit darah.

***

Sore ini begitu cerah dengan awan putih yang menghiasi langit biru. Adifa tampak sedang duduk di depan rumahnya. Gadis itu mengamati suasana desa yang asri di sore hari seperti ini. Banyak hal yang bersarang dipikirannya saat ini.

"Kamu mau ikut?" tanya Zayn yang tiba-tiba datang membawa sebuah keranjang yang terbuat dari anyaman bambu.

"Kemana?" Adifa menoleh dan mengernyit bingung mendapati Zayn yang tampak seperti pekerja.

"Pak Catur ngasih aku kerjaan. Ngupas kelapa di deket pasar." jawab Zayn.

"Jadi dari tadi kamu nggak ada di rumah tu kerja sama Pak Catur?" tanya Adifa.

"Tadi nyari dan jual kayu bakar. Sekarang udah beda lagi." jawab Zayn.

Mendengarnya membuat Adifa langsung berdiri dari duduknya. Mengabaikan denyut nyeri dari pusat tubuhnya. Ia mendekati Zayn dan menyentuh dahinya yang basah karena keringat.

"Kamu kerja gituan? Dan sekarang mau kerja lagi?" tanya Adifa lirih.

Zayn tersenyum mendengar pertanyaan Adifa.

"Ngumpulin kayu bakar itu kerjaan ringan. Lagian itu kerjaan paling gampang yang bisa aku lakuin buat sekarang." jawab Zayn.

"Tapi itu, kamu gak papa kerja gitu?" tanya Adifa lagi.

"Aku harus ngasih makan istri manja aku dulu. Jadi mau ngapain aja aku gak masalah kok." jawab Zayn tersenyum kecil.

"Zayn." lirih Adifa.

"Nanti aku bakal cari kerjaan yang pake otak. Jadi gak perlu kuras tenaga lagi. Buat sekarang itung-itung olahraga lah. Kan gak ada basket di sini." ujar Zayn menyentuh lengan Adifa lembut.

"Aku bantuin yah. Kamu mau ngupas kelapa dimana?" tanya Adifa.

"Di deket pasar sana. Ayok. Pak Catur udah nungguin." ajak Zayn.

Adifa mengangguk dan segera melangkah bersama dengan Zayn. Tapi ia sedikit meringis merasakan denyutan nyeri itu lagi.

Zayn yang sejak tadi memperhatikan Adifa pun menangkap ekspresi itu. Ia segera menyerahkan keranjang kosong itu pada Adifa.

"Pegang. Kamu naik punggung aku aja. Aku gendong." ucap Zayn.

"Tapi.."

"Aku tau itu kamu masih sakit kan? Ayo aku gendong aja." potong Zayn yang segera membungkuk di depan Adifa.

Adifa pun menaiki punggung Zayn. Membiarkan suaminya berjalan dengan semangat menuju pasar untuk menyambung pekerjaannya.

Adifa tak pernah membayangkan momen seperti ini sebelumnya. Bahkan di imajinasi terliarnya sekalipun. Karena ia tidak pernah membayangkan akan berada dalam posisi seperti ini. Menikah di lingkungan yang serba tradisional, jauh dari kata modern, bekerja mengandalkan otot dan fisik. Bahkan melihat Zayn yang seorang idola di sekolahnya ikut bekerja keras hanya untuk menghidupinya di dunia ini.

Tanpa sadar air mata Adifa kembali mengalir. Bagaimanapun ia merasa bersalah pada Zayn yang harus bekerja demi dirinya serta dirinya yang hanya bisa membebani lelaki itu.

Tapi Adifa bertekad ia akan menjadi gadis yang lebih berguna lagi untuk Zayn. Ia akan membantu suaminya agar tidak bekerja keras sendirian. Karena mereka hidup berdua jadi harus saling bekerja sama.

Adifa mengecup tengkuk Zayn sebagai bentuk kasih sayang darinya. Namun ia tidak menyadari hal itu membuat Zayn berjengit.

"Jangan cium-cium sekarang Dif." ujar Zayn.

"Kenapa?" tanya Adifa bingung.

"Kalo kamu cium-cium sekarang aku bisa bawa kamu pulang sekarang dan main kayak tadi malem." jawab Zayn tenang.

Sontak jawaban Zayn membuat Adifa langsung memukul pelan pundak pemuda itu.

"Aku udah bilang gak ada main sampe aku sembuh!" kesal Adifa.

Zayn hanya terkekeh saja mendengar kekesalan Adifa. Mereka kembali berjalan menuju pasar.

*
*
*

TBC

Gimana chapter ini? Manis gakk??

Sudah mulai keliatan bibit-bibit konflik yah. Tapi kita liat aja ke depannya gimana cara mereka menyikapi konfliknya hehe.

Jangan lupa tinggalin vote

Komentar juga

Semakin banyak vote semakin cepet juga Author updatenya 😊

Ok. See you in the next chapter...

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 88.2K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
2.3K 185 6
Hallooo! ini buku pertama saya so enjoy aja:> Aku terinspirasi dari akun @cupwid dan aku sudah meminta ijin oke :'D Aku tidak ngeship di RL mereka ha...
6.2K 135 29
Aku dan Deren hanya menikah sebatas pekerjaan. Kami sama2 memiliki umur matang Aku (32 thn) sedangkan Deren (41 thn). Pernikahan ini hanya akan bert...
469 131 5
"Saya tidak mau tahu, saya mau ganti rugi. Kerugian saya sangat besar hanya karena kelalaian ekspedisi kamu," ucap Delon "Kami sangat mengerti, tapi...