ANXI EXTENDED 2

Por wins1983

14.1K 3.5K 856

Semua berubah semenjak Ilyasa wafat. Yunan jadi lebih dekat dengan Raesha, jandanya Ilyasa, sekaligus adik an... Mais

Here we go (again)
1 - Hati-hati
2 - Malam Mencekam
3 - Malam Mencekam
4 - Malam Mencekam
5 - Luka
6 - Tersambung
7 - Berita
8 - Ketetapan
9 - Menghindar
10 - Tempat
11 - Takut
13 - Hajat
14 - Husnuzon
15 - Telepon Masuk
16 - Baik-Baik Saja
17 - Korban vs Tersangka
18 - Mulia
19 - Janggal
20 - Surat Panggilan
21 - Berkah
22 - Biarkan
23 - Pengacara
24 - Perbedaan
25 - Kepingan
26 - Kenapa
27 - Kelam
28 - Sakit
29 - Baik
30 - Perdana
31 - Perdana
32 - Perdana
33 - Perdana
34 - Perdana
35 - Sudahlah
36 - Persiapan
37 - Napak Tilas
38 - Emosi
39 - Skenario
40 - Hanif
41 - Kiriman
42 - Kiriman
43 - Gila?
44 - Gila?
45 - Gila?
46 - Sidang Tanpa Rizal
47 - Jenguk
48 - Gelap
49 - Ayat Kursi
50 - Ruqyah
51 - Kembali
52 - Sadar
53 - Gemuruh
54 - Letusan
55 - Terobos
56 - Mata-mata
57 - Tali
58 - Sidang Kasus Penyusupan
59 - Ganjil
60 - Niat
61 - Alot
62 - Bohong
63 - Tanya
64 - Tolong
65 - Simpan
66 - Tepi Sungai
67 - Siap-siap

12 - Jangan Lari

188 59 12
Por wins1983

.

.

Kali ini, jangan ada yang lari dari mereka.

Bismillah. Kita hadapi mereka sama-sama.
.

.

***

Yunan mundur selangkah. Menatap lekat anak lelaki di depannya. 

"Om Yunan kenapa?" tanya Ismail memiringkan kepalanya sedikit. Kenapa ekspresi Omnya seperti ketakutan?

Perlahan Yunan melangkah mendekati Ismail. Dari dapur, Raesha masih terheran-heran melihat tingkah Yunan yang seperti curiga dengan Ismail.

Tangan Yunan terulur ke arah wajah Ismail. Sementara Ismail hanya bisa diam kebingungan. Om Yunan sedang apa? batinnya.

Pipi Ismail disentuh oleh tangan Yunan. Bukan sekadar menyentuh secara fisik, tapi dalam benaknya, Yunan merapal ayat kursi.

Masih dengan mimik bingung, Ismail balas menyentuh tangan Yunan.

"Om kenapa?" tanya Ismail tersenyum. Senyum yang mengingatkan Yunan akan Ilyasa.

Yunan merangkul erat Ismail. Air matanya terbit. Ia tidak terima, makhluk tadi menyamar dalam bentuk yang dia sayangi. Bentuk Ismail Ahn.

"Om?" gumam Ismail. Anak itu membalas rangkulan Yunan, meski tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Gak apa-apa, sayang. Gak apa-apa," jawab Yunan memberi jarak, menyeka ujung matanya sendiri, dan mengusap-usap kepala Ismail.

Penciuman Yunan dan Ismail tiba-tiba merasa mengendus sesuatu.

"Bau gosong! Rae!" jerit Yunan.

"Hah!! Mi instanku!!" teriak Raesha sebelum mengecek panci dan benar saja, air rebusan mi sudah habis. Raesha buru-buru mematikan kompor. Bagian bawah mi lengket dengan panci, dan bokong panci hitam pekat.

"Ya Allah! Mi kuuu!!" rintih Raesha dengan ekspresi ingin menangis.

Yunan tertawa. "Biar Kakak buatin lagi. Kamu duduk aja sama Ismail."

Raesha manut dan duduk di kursi makan bersama Ismail. Dalam hati Raesha, bagai tumbuh bunga-bunga bermekaran. Dia baru saja melihat tawa tulus Kak Yunan. Bahagia sekali rasanya, setelah kemarin dia sempat merasa diabaikan.

"Kamu mau mi juga, Ismail?" tanya Yunan dari arah dapur.

"Mau, Om. Om juga makan bareng, ya?" sahut Ismail.

"Iya," jawab Yunan. Mengalah akhirnya. Mana bisa dirinya mendiamkan Raesha terlalu lama? Sudahlah. Toh ada Ismail bersama mereka.

Tiba-tiba pintu kamar Adli terbuka. "Bau gosong! Siapa yang malam-malam begini --!!" Adli berteriak panik, dengan rambut acak-acakan dan mata masih mengantuk. Sebagai kepala keluarga selepas kepergian Yoga,  dia jadi super sensitif jika ada tanda bahaya semacam aroma gosong, kabel listrik mengelupas atau semacamnya.

"Maaf, Adli. Kakak masak mi instan, tapi gosong," kata Raesha lesu.

Adli bengong. "Ngapain tengah malam gini bikin mi instan, Kak? Kakak ngidam? Kenapa gak bangunin aku aja? Aku bisa suruh pelayan masakin buat Kakak."

Raesha nyengir. "Kakak gak enak. Semua lagi pada tidur."

"Ya Allah. Kukira ada apa," ucap Adli lega, sembari mengucek matanya.

"Terus, sekarang yang masak siapa?" tanya Adli melirik ke arah dapur. Terdengar suara irisan pisau beradu dengan talenan kayu, dari arah sana.

"Kamu mau mi juga, Adli?" suara Yunan terdengar dari dapur.

Adli ke dapur dan melihat Yunan sedang mengiris tomat, daun bawang, cabai merah, bawang merah dan bawang putih dengan sangat cepat. Lihai seperti koki.

"Masya Allah, Kak. Kenapa Kakak jadi repot masak segala di rumahku?" tanya Adli dengan tatapan takjub.

Kak Yunan memang serba bisa. Adli memang pernah mendengar dari almarhum Yoga, kalau Yunan dulu hidupnya keras. Ditinggal wafat orang tua kandung sejak usia delapan tahun. Bertahan hidup dari pekerjaan serabutan. Bahkan pernah bekerja di kapal membantu nelayan ikan segala. Dan selama hidup bersama Erika dan Raesha, Yunan yang memasak untuk mereka, bebersih dan segala macam. Erika terlalu lelah setelah pulang lembur dari kantor. Kak Yunan, menurut Yoga, sebenarnya tipe laki-laki yang tidak perlu diurusi istri. Tapi di tempat suluk, orang-orang berebut ingin mengurusi dia.

"Gak apa-apa. Kasihan, ada yang ngidam mi instan kayaknya," kata Yunan tertawa.

Raesha merah mukanya di ruang makan. Ismail tersenyum melihat ekspresi ibunya. Tahu kalau ibunya senang dibuatkan mi oleh Om Yunan.

"Kalau kamu mau, Kakak buatin juga," kata Yunan sambil menyalakan kompor, memanaskan air di panci.

"Enggak. Aku ... gak makan mi instan. Ibu sama Haya kadang suka makan. Prama sama pelayan juga. Jadi selalu ada stok mi. Waktu Ayah masih ada, mi instan gak ada di rumah ini," jawab Adli sambil menutup mulut saat menguap.

"Ya sudah. Maaf kamu jadi bangun malam-malam begini. Tidurlah. Di sini ada Ismail, jadi ... tidak apa-apa insya Allah," ujar Yunan tersenyum.

Adli terdiam berpikir. "Kak Raesha mengetuk pintu kamar Kakak, meminta Kakak membuatkan mi?" tanya Adli berbisik, setengah tidak percaya. Rasa-rasanya, dia tidak bisa membayangkan Kak Raesha melakukan itu.

"Bukan. Tadi sebenarnya ... "

Yunan menceritakan kejadian ganjil yang dialaminya pada Adli, sambil berbisik.

"B-Benarkah??" seru Adli tertahan sambil menutup mulut. Sekarang dia jadi tidak mengantuk lagi.

"Besok saja, kalau kita mau bahas ini lagi. Sekarang Kakak mau buatkan mi dulu untuk Raesha. Dia sudah kelaparan sepertinya. Tepatnya, calon bayinya yang kelaparan," Yunan tersenyum geli. Ia mengangkat mi yang telah direbus dan meniriskan air rebusan mi di bak cucian piring.

"B-Baik, Kak. Aku tidur dulu. Nanti kalau sudah selesai masak, biarkan saja cucian piringnya. Besok pagi pelayan akan membereskannya," pesan Adli sebelum kembali meneruskan tidurnya ke kamar.

Yunan mengiyakan. Matanya fokus pada penggorengan, sebelum ia mulai menumis bawang, lalu cabai merah.

"Tidur lagi, Adli. Maaf ya memutus mimpimu. Lagi mimpi apa?" Raesha cekikikan, teringat momen Adli mengigau nama Elaine saat mereka menginap di kamar Mbah.

"Mimpi apaan gitu, gak jelas pokoknya. Dikejar sapi atau apa gitu."

Jawaban Adli membuat Raesha dan Ismail tertawa.

Adli baru saja akan masuk ke dalam kamarnya. Ekor matanya melihat saklar lampu gantung koridor. Ia buru-buru menyalakannya. Semua lampu gantung di koridor, kini menyala.

Apa gara-gara kurang terang, ya? Adli membatin. Bulu kuduknya bergidik. Besok dia akan mengingatkan Prama untuk menyalakan semua lampu saat mulai gelap. Nyalakan semuanya. Kalau perlu dia akan tambahkan lampu supaya terang benderang di mana-mana.

Atau mungkinkah penghuni rumah ini kurang rajin ngaji? Ya Allah. Tapi enggak juga sih. Ada Elaine yang rutin mengaji. Kalau Haya, kadang-kadang saja. Sementara dirinya dan Erika, sebelas dua belas tingkat kemalasan ngajinya. Meski belakangan terkadang dari luar pintu kamar Erika terdengar suara Erika komat-kamit membaca ayat-ayat di juz 30. Berusaha menghapal surat-surat terpanjang di juz 30, tapi belum hapal-hapal juga.

Dipikir-pikir, jin-jin iseng itu memang mentargetkan Kak Yunan dari dulu. Dan mereka seperti senang kalau Kak Yunan dan Kak Raesha serumah. Hiih seram! rintih Adli dalam benak, sambil geleng-geleng kepala.

Adli langsung meniatkan akan membaca Qur'an nanti setelah salat Subuh. Tapi sekarang, dia fix mau tidur lagi.

.

.

Tiga piring mi goreng telur bercampur dengan tumisan sayuran, tersaji di meja makan.

"Syukran, Kak!" seru Raesha yang sudah terbit air liurnya, melihat penyajian mi goreng yang dibuat Yunan. Sangat menggugah selera.

"Afwan," sahut Yunan sebelum duduk di seberang Ismail dan Raesha.

Tanpa aba-aba, setelah do'a singkat, Raesha melahap mi goreng di hadapannya dengan semangat berapi-api. Bagaikan orang yang seharian penuh belum makan.

"Masya Allah. Lapar sekali, ya?" Yunan menahan senyum.

"Enak. Alhamdulillah. Makasih, Kak. Enak," ucap Raesha berulang-ulang. Kelak jika anak di perutnya lahir, kelak akan Raesha ceritakan padanya, "Nak, dulu waktu hamil kamu, Ibu ngidam mi instan. Lalu Om Yunan masakin Ibu mi goreng terenak sedunia! Jadi kamu harus baik-baik sama Om Yunan. Jangan jadi keponakan yang durhaka!"

Mereka bertiga makan bersama. Kejadian beberapa saat lalu, jadi terasa seperti mimpi buruk saja bagi Yunan.

"Lain kali kalau kamu malam-malam ngidam makanan apa saja, kamu kirim chat aja ke Kakak. Nanti Kakak masakin buat kamu, dan Kakak taruh di luar kamarmu. Ya?" kata Yunan, tersenyum dengan sorot mata hangat.

Raesha tersipu malu. Dia jadi merasa seolah tidak kehilangan sosok suami. Meski sebenarnya suaminya telah tiada.

"Iya, Kak," sahut Raesha mengangguk, sebelum meneguk air minum dan melanjutkan makan.

Usai makan, mereka hendak kembali ke kamar masing-masing.

Yunan berdiri dari kursi dan mengangkat piring kotor.

"Biar aku, Kak!" kata Raesha berusaha mencegah. Tidak enak rasanya. Sudah dimasakin, eh dicucikan juga piring gelasnya oleh Kak Yunan.

"Kamu dan Ismail duluan saja ke kamar. Kakak gak cuci piring, kok. Cuma mau taruh piring kotor di bak cucian piring aja. Kata Adli, besok biar pelayan yang cuci."

"Oh. Oke. Maaf ngerepotin, Kak," ucap Raesha dengan ekspresi merasa bersalah.

"Kapan sih, kamu pernah bikin Kakak repot?"

Yunan mengatakan itu dengan senyum santai. Sementara Raesha harus menggigit bibir untuk mencegah air matanya jatuh. Dia cinta sekali pada pria ini. Cinta sekali!

Syukurlah jatuh cinta bukan dosa. Yang penting dia tidak melakukan hal-hal yang merusak ikatan pernikahan Yunan dan Arisa. Sekiranya jatuh cinta pada pria beristri adalah dosa, maka semoga Allah membelokkan hatinya pada pria lain yang single, atau Allah padamkan cintanya pada Kak Yunan. Namun untuk saat ini, tak ada satupun dari dua harapan itu yang terjadi.

"Kakak!"

Panggilan tiba-tiba itu, membuat Yunan yang hendak ke dapur sambil mengangkat piring, menoleh ke belakang.

"A-Ada yang mau kutanyakan. Nanti, boleh aku chat saja? Soalnya --," tanya Raesha ragu. Dia penasaran dengan penyebab tingkah Yunan yang tadi sempat ketakutan saat melihat Ismail. Adakah itu berhubungan dengan -- Tapi masalahnya, sekarang ada Ismail di antara mereka. Ini hal yang mestinya dibicarakan empat mata, yang mana itu tak bisa mereka lakukan.

"Ya. Chat saja. Selamat tidur," jawab Yunan.

Ismail mengucapkan terima kasih dan selamat tidur juga untuk Omnya. Di mata Yunan, terlihat menggemaskan sekali. Makin lama tampang Ismail makin mirip mendiang bapaknya. Imut. Ilyasa dulu kesal tiap dibilang imut. Jadi kangen Ilyasa.

Yunan meletakkan piring dan gelas kotor di bak cucian piring, lalu kembali ke kamarnya. Lampu gantung koridor semuanya kini menyala. Mungkin Adli yang menyalakannya, tebak Yunan. Tadinya Yunan berniat akan menyimpan cerita gaib itu untuk dirinya sendiri saja. Dia tidak ingin membuat orang-orang yang tidak berkepentingan, jadi ketakutan karenanya. Tapi setelah dipikir, Adli sebagai pemimpin di rumah ini, berhak tahu.

Jin dan setan memang ada, tapi bukan untuk ditakuti keberadaannya. Mereka ada, sebagaimana kita manusia ada. Sama-sama ciptaan Allah. Sebagaimana ada manusia-manusia tertentu yang gemar nge-prank dan menakut-nakuti manusia lain, begitu juga dengan bangsa jin.

Saat tiba di kamar, notifikasi chat masuk, berbunyi dari ponsel Yunan di meja nakas.

Yunan berbaring di ranjang. Meraih ponselnya dan membaca pesan dari Raesha.

Tadi kenapa Kakak seperti curiga pas lihat Ismail? Apa ... 'mereka' muncul lagi?

Yunan membalas pesan itu dengan hati-hati. Menjelaskan runutan peristiwanya mulai dari saat Prama mengetuk pintunya tengah malam, hingga ia bertemu Ismail di ruang makan. Ismail meminta dibuatkan minuman panas tapi saat Yunan ke dapur untuk membuatkan minuman, malah bertemu Raesha yang sedang masak sendirian. Begitu menoleh ke ruang makan, ternyata tak ada siapa pun di sana.

Ya Allah, Kak. Mereka sekarang bisa mewujud menyerupai orang-orang di sekitar kita?? Terus gimana, Kak? Apa sebaiknya aku pergi aja dari sini? Aku pindah ke rumah Mbah aja kali, ya? Selama rumahku masih diinvestigasi polisi?

Yunan diam sesaat. Berpikir tenang sebelum mengetik jawaban.

Tidak. Dulu Kakak pergi dari rumah, karena tidak rela melihat mereka berusaha menggunakan tubuhmu sebagai media untuk menyerang Kakak. Sekarang, kamu sudah bukan Raesha yang dulu. Kamu membentengi dirimu dengan amalan orang-orang sholeh.

Jangan putus amalanmu. Kita sama-sama berusaha istiqomah dalam ketaatan. Kali ini, jangan ada yang lari dari mereka.

Bismillah. Kita hadapi mereka sama-sama.

.

.

***

Continuar a ler

Também vai Gostar

72K 2.5K 11
Diandra merasa keluarga suaminya tidak menyukainya. Pasalnya selama sepuluh tahun menikah Diandra belum memiliki anak. Tidak hanya harus menghadapi m...
5.8K 963 37
Tentang aku di masa kecilmu. Taya tidak pernah membayangkan bahwa ia akan bertemu seseorang yang bisa menorehkan luka dan suka di waktu yang sama hin...
216K 12K 30
Spin off: Imam untuk Ara cover by pinterest follow dulu sebelum membaca.... ** Hari pernikahan adalah hari yang membahagiakan bagi orang banyak,namun...
62.9K 10.9K 20
Pernikahan seperti apa yang kamu impikan? Menikah dengan seseorang yang kamu cintai dan mencintaimu? Dikarunia putra dan putri yang menggemaskan dan...