Break Even

By pe-nath

1.9K 219 32

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Judul sebelumnya: How Can? Terjerat kasus pembunuhan dan harus mendekam di balik jer... More

1. Anak Pembunuh
2. Ucapan Selamat
3. Suara
4. Terjebak
6. Ngapain Tante Kaia?

5. Ayah Nyakitin Bunda, Ya?

269 39 3
By pe-nath










Meninggalkan ruangan, Keano dengan panik menuju lift -bersama Melody di gandengannya. Beberapa staf yang ikutan panik tampak bergerombol sambil saling lempar tanya. Dan Kaia -orang yang terakhir kali bersama Nancy- terlihat ketakutan saat Keano mendekat. "Kenapa kamu biarin anakku masuk lift?!" semburnya, dibarengi sesal yang bergelayut dalam dada.

Tadinya Keano enggan datang. Karena selain muak dengan segala rencana konyol neneknya, ia tidak ingin bertengkar lagi dengan Melody -seperti awal pernikahannya dulu. Tapi berhubung ini permintaan Melody, Keano juga tidak mungkin menolak -asal ada wanita itu di sisinya. Sayang, kejutan lain muncul tanpa diprediksi.

"Nancy ninggalin aku. Dia nggak mau ngobrol sama aku. Dan ..." Menggeleng tidak terima, Kaia mengedikkan bahu. "... aku juga nggak tahu kalau dia naik lift sampai ada kejadian kayak gini!"

Keano masih ingin mendebat, tetapi lengan kokohnya ditarik oleh Melody.

"Mas nggak perlu nyalahin siapapun. Keselamatan Nancy lebih penting."

Maka ia abaikan Kaia -terlepas dia jujur atau tidak, ayah satu anak itu lantas menghampiri dua orang sekuriti yang berada di dekat tangga darurat. "Pak, sudah hubungi teknisi untuk memperbaiki lift?"

Salah seorang sekuriti mengangguk. "Sudah, Pak. Mohon tenang."

"Saya nggak bisa tenang!" geleng Keano, dengan nada gusar. "Ada anak saya di dalam sana."

"Vania!" seru Risma.

"Ya, Bu?" sahut Vania, sopan.

"Cek CCTV dan pastikan cicit saya baik-baik saja," titahnya.

"Baik, Bu." Vania mengangguk lalu mengindahkan.

Suasana semakin tegang ketika Keano membentak beberapa orang yang dinilai tidak becus dan berisik -apalagi teknisi yang ditunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan diri, membuatnya kian panik. Sedangkan Melody terus berusaha menenangkan suaminya lewat usapan di lengan, sesekali menegurnya supaya tetap menjaga etika. Meski Keano cucu dari pemilik Prabaswara Group, tetapi pria yang usianya dua tahun diatasnya itu tidak punya wewenang di sini.

Hingga ahli teknik yang dinanti datang dan membawa peralatan, Keano dengan segera mengikuti pria seumuran ayahnya. Barangkali pria itu butuh bantuan. Sungguh, Keano benar-benar tidak sabar. Ia terus mendesak sang teknisi agar lebih cepat. Untung, si bapak teknisinya sabar.

"Sedang saya usahakan, Mas."

"Tolong, Pak! Ada anak saya di dalam," mohon Keano.

Si bapak tidak menjawab.

Selagi orang-orang panik, di dalam lift, Nancy yang terjebak bukannya takut malah duduk selonjoran sambil minum es teh dan makan chicken -yang barusan ia beli di depan kantor. Belajar dari pengalaman salah seorang komedian yang sempat viral, ketika terjebak di dalam lift, kita harus tenang, berdoa dan tunggu saja keajaiban.

Dan itulah yang sedang Nancy terapkan.

Lagi pula, sebelum hari ini, dia juga pernah terjebak di dalam lift di rumahnya.

Ya, kediaman orang tua dari ayahnya memang dilengkapi lift. Lift untuk naik ke lantai dua sampai empat atau lift khusus makanan yang dibuat ketika sedang bersantai di kolam paling atas.

"Jangankan kejebak lift, kejebak pesonanya Kak Senja aja gue nggak takut," cetusnya, tengil. Kemudian tertawa sendiri. Gadis bersurai hitam sepunggung itu merogoh saku baju seragam, mengeluarkan ponsel ibunya -yang ia pinjam.

Sambil menunggu lift diperbaiki, Nancy yang nggak ada takut-takutnya justru membaca isi pesan antara ayah dan ibunya. Mereka sangat romantis -sama seperti kakek dan neneknya. Ah, Nancy jadi rindu nenek dari pihak ibunya. Hampir seminggu mereka tidak bertemu karena wanita paruh baya itu mesti bertolak ke Jerman.

Tak lama, lift terbuka. Keano dan Melody langsung menerobos masuk. Dipeluknya putri semata wayang mereka dengan penuh kelegaan, sementara Nancy yang terkejut nyaris mengumpat. Sebab tidak hanya jantungnya yang hampir copot, ponsel di tangannya pun hampir jatuh.

"Eci?" Dekapan Keano terurai, ia tatap putri cantiknya dengan gurat panik. "Eci nggak apa-apa, Sayang?"

"I'm okay, Ayah," jawabnya, lalu melirik sisa es teh yang tumpah di dekat ayahnya akibat pergerakkan pria itu. "Tapi sekarang nggak okay, karena es teh aku tumpah. Ayah mesti ganti rugi!" tuntutnya.

"Eci!" tegur Melody, menatap tajam sang putri.

Nancy menoleh, membalasnya dengan tatapan seolah-olah apa yang salah.

"Kamu tahu nggak? Ayah, Bunda, Uyut, dan yang lainnya panik gara-gara kamu kejebak lift! Sekarang kamu malah mikirin es teh!" bentak Melody, berlinangan air mata. "Ayahmu nih, paniknya setengah mati, sampai semua orang kena marah," bebernya, emosi. "Tapi yang dikhawatirin sama sekali nggak ngerti! Dewasa, Nancy! Kamu bukan anak SD lagi!"

"Kok, Bunda jadi nyalahin aku sih?!" balik Nancy, tersinggung.

"Bunda nggak nyalahin kamu!" sanggah Melody, masih dengan nada tinggi. Keano mencoba menengahi, ia genggam lengan istrinya -yang bersitatap dengan sang putri, namun wanita 33 tahun itu tetap pada amarahnya. "Makanya kamu itu belajar bedain antara negur, nyalahin, dan ngingetin. Jangan dikit-dikit bantah, ngeyel, tersinggung. Nanti kalau Ayah dan Bunda udah nggak ada, nyesel kamu!"

"Tapi Ayah salah, Bun! Ayah numpahin es tehku!" Nancy terus membela diri.

"Ya udah, Ayah minta maaf," sela Keano. Menyita perhatian Nancy. "Abis ini Ayah beliin lagi. Tapi-"

"Nggak usah!" tukas Nancy, kemudian beranjak meninggalkan lift.

Disaksikan puluhan pasang mata.

Sedang Melody menunduk -meminimalisir emosi.

"Kembali dan lanjutkan pekerjaan kalian!" titah Risma.

Segera para staf membubarkan diri.

Begitu lengang, Risma mendekati Keano -yang membantu Melody bangkit. "See? Nancy kelihatan nggak nyaman sama ibunya." Risma memanfaatkan momen. "Jadi, untuk apa kamu pertahanin perempuan ini?"






HOW CAN?





"Eci!" Barithon memanggil, menghentikan langkah-langkah panjang Nancy yang hendak menuju halte. Gadis itu menoleh, menemukan Raskal -adik dari ibunya- lengkap dengan motor besar laki-laki itu.

"Om Raskal?"

Raskal menghentikan laju motornya, lalu mematikan mesin. Ia naikkan kaca helm full face-nya agar bisa menatap wajah sang keponakan. "Ngapain di sini?"

"Aku mau ikut Om aja."

"Kamu lagi berantem sama Bunda?" tebak Raskal. Pasalnya tiap berselisih paham dengan Melody, Nancy akan meminta bantuan Raskal, membombardir nomornya lewat pesan seperti Om Raskal jemput aku sekarang, Om Raskal kayaknya aku bukan anaknya Bunda deh, Om Raskal tolongin aku, dan masih banyak drama yang kerap keponakannya itu buat.

"Iya," angguk Nancy, jujur. "Tadi abis beli jajan 'kan aku kejebak lift waktu mau naik ke lantai tiga, ke ruangannya Uyut Isma, nyusul Ayah sama Bunda. Terus pas pintu lift-nya kebuka setelah diperbaiki, tiba-tiba Ayah sama Bunda masuk dan peluk aku. Cuma nyebelinnya Ayah numpahin es teh aku. Ya udah, dong, aku marah, eh, Bunda malah balik marah."

"Ayah?" Alih-alih menangkap duduk permasalahan, Raskal justru salah fokus dengan kata Ayah.

Nancy mengangguk. "Iya. Ayahku dah pulang."

Lelaki tampan berusia 23 tahun -yang baru saja menyelesaikan pendidikan S1-nya itu mendengkus sinis, kemudian dagunya mengedik. "Naik. Ikut Om pulang."

"Okay." Nancy naik ke boncengan pamannya.

Tepat ketika motor melaju, terdengar seruan Melody -yang berlari tergesa bersama Keano, berusaha mengejar. "Nancy! Raskal!" Sayang, Raskal enggan menghiraukan. Sebab ia masih menyimpan kecewa yang teramat besar, lantaran ketidakjujuran sang kakak mengenai keabsenan kakak iparnya selama ini. Dan Raskal bersumpah akan mengatakan yang sebenarnya pada sang keponakan.

Nancy harus tahu.





HOW CAN?






"Paling ke rumah orang tuaku dulu, Mas," beritahu Melody.

Dan dengan segera Keano melajukan Toyota Alphard-nya ke kediaman sang mertua. Benar. Putrinya dibawa ke sana oleh adik iparnya. Tapi, netra legam Keano justru terparkir pada wanita cantik yang tengah berbagi pelukan dengan Nancy. Mereka berdiri di teras depan. Ada Raskal dan Denis juga di sana.

"Kesayangan Emi," gumam Ayumi.

"Kayak gini kok disayang," cibir cowok delapanbelas tahun yang berdiri di samping Raskal. Buat dekapan ibu dan keponakannya kontan terurai. Wajah Nancy langsung berubah sewot.

Sementara Ayumi tidak segan-segan melayangkan cubitan gemas ke pinggang si bungsu. "Jangan cari gara-gara!" peringatnya, galak.

"Ya habis mau cari istri, disuruh sekolah dulu yang bener," rengut Denis.

"Nancy," panggil Melody, datar.

Menyita seluruh atensi. Tapi kemudian Nancy menyingkir -bersembunyi di balik punggung sang nenek, sesekali mengintip ayah dan ibunya dengan tatapan sebal. Selagi Ayumi bergumam lirih begitu mendapati laki-laki jangkung yang limabelas tahun lalu menyusulnya ke Jerman hanya untuk meminta restu. Namun, ada beberapa alasan yang membuat Ayumi enggan datang ke pesta pernikahan si sulung.

"Ayo, pulang!" titah Melody.

Bergegas Keano menengahi. Disentuhnya lengan Melody, membuat wanita 33 tahun itu berpaling menatapnya. Keano menggeleng memperingati -dengan satu senyum tipis yang mengiringi. Ia tahu hubungan istri dan ibu mertuanya masih tidak baik-baik saja, tapi bukan berarti ia akan menjadi duri diantara keduanya, 'kan?

Maka yang ia lakukan setelah menenangkan sang istri adalah meminimalisir situasi dengan mendekati ibu mertua, lalu menjabat tangan beliau. Namun, tak sesuai ekspektasi. Ketika tangannya terulur dan tubuhnya sedikit membungkuk -meminta tangan Ayumi, wanita itu sama sekali tak memberikan reaksi. Hanya menatapnya datar seolah-olah sedang mencacinya lewat sorot mata.

Masih punya muka kamu, ha?

Kira-kira begitu maksudnya.

Dan dengan penuh kesadaran diri, Keano tarik tangannya seraya menegakkan tubuh, lalu ia anggukkan kepala -mencoba maklum. Sementara Melody segera menghampirinya dan kembali menjatuhkan fokus pada sosok Nancy. "Nancy!" panggilnya, dingin. "Kamu dengar Bunda bilang apa?"

"Kenapa?" Bukan Nancy yang menyahut, tetapi Ayumi.

Sontak seluruh perhatian teralih pada ibu tiga anak tersebut.

"Kenapa buru-buru?" lanjut Ayumi, melirik Keano sinis. "Dan kenapa Nancy ke sini sama Raskal?" Satu alisnya terangkat -menuntut jawaban.

"Ma, aku harus bawa anakku pulang," tegas Melody, datar.

"Memang apa yang kamu harapkan dari suamimu itu?" sarkas Ayumi, "Mama tahu, Mama bukan ibu yang baik buat kamu, Raskal, dan Denis. Tapi ... sebagai ibu, Mama pengin yang terbaik untuk kalian." Menancapkan atensi ke figur Keano lagi. Dibalas menantunya. "Orang tuanya memang memberikan rumah ternyaman buat kamu, rumah yang nggak kamu dapat dari Mama dan Papa, tapi ... apa itu betulan dari hati atau sekadar rasa bersalah mereka?"

"Ma," sambar Melody, tidak suka. "Hubungan kita belum membaik, karena Mama tahu sendiri 'kan; apa yang bikin aku kayak gini. Dan tolong, jangan karena ucapan Mama yang jahat itu, aku jadi hilang respect sama ibuku sendiri."

Mengalihkan fokus ke si sulung, nampak gurat tak percaya di wajah Ayumi. "Mel, kamu ...."

"Maaf ya kalau Mama tersinggung," gersah Melody, menggamit lengan Keano dengan penuh keyakinan. "Semua orang tahu kalau Mama ibuku, yang sampai kapanpun nggak akan tergantikan." Menggeleng tegas. "Tapi bukan berarti aku nggak berhak kecewa sama Mama," imbuhnya, agak emosi. Keano langsung menenangkan dengan menepuk-nepuk tangannya yang melingkar di lengan pria itu. Melody mendongak -bersitatap dengan sang suami sejenak. "Dan bicara soal harapan, sebenernya banyak yang aku harapkan dari Mama. Terlepas keluarga yang nggak mungkin lagi utuh ..." Air matanya menetes, "... di hari pernikahanku, aku berharap ada Mama di sana." Ludahnya tertelan pahit. "Terus waktu aku lahiran, Mama lagi liburan di sini, 'kan? Tapi, apa? Pas Denis ngabarin Mama sama Om Bian, kalian cuek. Ngucapin lewat chat juga enggak."

Keano mendadak serba salah. Terlebih ketika tatapan Ayumi terarah padanya, seakan-akan menyalahkan 'ini gara-gara lo!' padahal Keano pun nggak expect istrinya bakal sesensitif ini.

"Ada satu alasan yang belum bisa Mama jelaskan, Mel," gumam Ayumi saat iris beningnya kembali pada si sulung.

"Apa?" cecar Melody, berlinangan air mata.

Ayumi menggeleng pelan. "Nggak sekarang," lirihnya. "Tapi ..." Memperdalam tatapan, bibirnya bergetar getir, "... Mama mau kamu tinggalkan dia."

Keano dan Melody kompak berjengit, tatapan keduanya berada pada satu garis lurus. Sepersekian detik, fokus Melody tersulih ke sang ibu seraya menggeleng. "Nggak, Ma. Aku nggak mau."

"Tante, maaf," sela Keano.

"Saya nggak butuh penjelasan apa pun dari kamu!" potong Ayumi, menyorot tajam figur Keano. "Jadi nggak perlu sok sopan santun saya, karena apa yang sudah kamu lakukan ke anak dan cucu saya, nggak bisa ditolerir dengan kata maaf."

"Memangnya Ayah apain Bunda, Emi?" Nancy menimbrung.

"Ayo, Nancy, pulang!" Melody tanpa pikir panjang menghela jarak, ditariknya Nancy dengan paksa, disusul Keano yang lagi-lagi menelan sakit karena pamitnya tidak disambut oleh sang mertua.

Pria itu mengikuti langkah tergesa-gesa sang istri dan anaknya. Masuk ke mobil, duduk di balik kemudi. Kepalanya ditolehkan ke belakang, menatap sang putri yang balik menatapnya terang-terangan. Lantas, gadis SMP itu mengajukan tanya yang membuat Keano lupa bagaimana caranya bernapas.

"Ayah nyakitin Bunda, ya? Kenapa Emi nggak suka sama Ayah?"















-----

Next nggak?

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 200K 32
Mati dalam penyesalan mendalam membuat Eva seorang Istri dan juga Ibu yang sudah memiliki 3 orang anak yang sudah beranjak dewasa mendapatkan kesempa...
2M 30.8K 46
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
6.1M 318K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
553K 40.1K 39
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...