Iridescent

By RaraCitra023

2.2M 199K 6.9K

Aurora tersenyum tipis, menatap Aric tanpa benci sedikitpun. "Aku harus apa, Ar?" Lirihnya. Aric tertegun. "A... More

00| Blurb
01| Start
02| Be brave
03| How we
04| Talk that
05| About us
06| Xavierous
07| Beautiful Ghost
08| Party
09| Still Try
10| New Version of Us
11| Hate you
12| Be Selfish
13| Sweet Male Lead
14| Danger!
15| Revenge
16| What?!
17| Stay with me
18| How about me?
19| Typa Girl
20| Kai, Thanks
21| Aurora's Past
22| Why You-?
23| War Is Coming!
24| Hallo, Daniel!
25| Nothing-
26| War Begins!
27| I'm Sorry
28| Please,
29| Goodbye, Marsel
30| Who is Vanilla?
31| Endings must Happen
32| The Truth
33| Next Chapter
34| Never like past
35| Two Characters

36| Karma

32.8K 2.3K 340
By RaraCitra023

❗️harap membaca part sebelumnya dulu karena Ara sadar udah lama ngga up, hehe^^❗️

■■■■

Gerimis jatuh berbunyi merdu layaknya lullaby yang siap membawa Aurora terlelap dalam mimpinya, namun maniknya masih enggan menyembunyikan diri. Aurora masih terjaga dalam heningnya kamar yang beradu dengan rintik air. Diliriknya jam yang ada di ponsel miliknya, pukul 00.15 dini hari.

"Vanilla juga ngulang semuanya, abang juga. Apa ada orang lain lagi yang juga ngulang semuanya?" Monolog Aurora pelan.

"Vanilla.."

Aurora menatap jendela kamarnya yang kini menampakkan sedikit pemandangan langit malam, "Apa yang bakal lo lakuin untuk kehidupan kali ini?"

Ponsel miliknya menyala, raut wajah Aurora nampak bingung namun kemudian tersenyum singkat menyadari bahwa seseorang itu adalah Allaric.

Allaric🐊
Tidur

Aurora mendengus kesal, Allaric selalu saja mengetahui segala tentangnya.

Aurora
Kok tau?


Tak lama terdengar ponselnya berbunyi menandakan adanya panggilan masuk, tentunya sudah diketahui sang penelpon. Siapa lagi jika bukan Allaric, tunangannya. Tanpa basa-basi lagi, Aurora segera mengangkat panggilan tersebut hingga suara serak Allaric menyambut indra pendengarannya.

"Tidur, Aurora"

Aurora meraih gulingnya, memposisikan dirinya senyaman mungkin. "Belum ngantuk"

"Ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu?"

Aurora tersenyum, "Enggak" sejenak ia merasa senang dengan perubahan Allaric yang kini semakin peka dan mengerti hal kecil tentangnya.

"Ar, aku cantik nggak?" Tanya Aurora ragu, sejenak bersiap dengan apapun jawaban yang Allaric berikan.

Bukannya menjawab pertanyaan Aurora, panggilan suara justru diubah menjadi panggilan video oleh Allaric. Saat layar telah menunjukkan sosok Allaric yang bersadar di headbad, kata pertama yang Allaric ucapkan berhasil membuat Aurora terpaku.

"Cantik"

Pipi Aurora merona dalam kegelapan, senyumnya tak mampu ditahan kembali ia akhirnya memilih menenggelamkan wajahnya pada lipatan selimut. Tak mampu lagi menahan rasa salah tingkah akibat perkataan Allaric.

Tawa terdengar dari panggilan video, saat Aurora mendongak, Allaric masih saja menatapnya lekat dengan senyuman tipis. "Kamu salting?"

'Kenapa pake nanya sih?!'

"Enggak! Mana ada" elak Aurora.

Kekehan lagi-lagi terdengar lolos dari bibir Allaric, "Udah malem, Ra. Tidur, besok aku jemput"

"Boleh, tapi pulangnya aku bareng temen" balas Aurora pelan.

Allaric mengerutkan keningnya bingung, "Mau kemana?"

"Hangout, temen aku ngajakin ke street foods pulang sekolah"

"Okay, pulangnya aku jemput" tegas Allaric tak mampu terbantahkan.

Aurora mengangguk pasrah, lantas menguap pelan dengan manik yang mulai berkaca-kaca karena mengantuk. Allaric diam-diam merasa gemas dengan Aurora, maniknya layaknya anak kucing yang begitu lucu dan menggemaskan.

'Shit!'

"Ar, aku sayang kamu" kerjapan pelan dengan manik yang mulai menjemput mimpinya menandakan kesadaran Aurora yang semakin tipis hingga Aurora tak sempat mendengar balasan Allaric untuk kalimatnya. Ia jatuh dalam dunia mimpinya.

"Me too, Ra. I feel harder than you, I love you. More than anything"

Allaric sadar ia telah jatuh, terlalu dalam hingga ia tak mengerti arti hidupnya tanpa Aurora. Senyuman Aurora, perasaan nyaman saat menghabiskan waktu bersamanya, semua rasa yang memenuhi relung hatinya karena Aurora.

Aurora adalah warna baru dalam hidup Allaric.

Jika Aurora jatuh bahkan sebelum Allaric, kini Allaric bahkan tak mampu membiarkan Aurora sedetikpun jauh darinya. Ia akan terus berusaha, terus hingga Aurora akan selalu bersamanya. Takdir tak mambiarkan Allaric tenang, ikatan itu bagaikan karma. Jika dulu Allaric melepas Aurora, kini takdir membuatnya tak mampu sedetikpun jauh dari Aurora. Takdir tak akan membiarkan Allaric mampu hidup tanpa Aurora, hukuman yang manis bagi kedua insan yang saling jatuh hati.

Takdir memilih karma yang indah bagi Allaric.

She fell first, but he fell harder.

■■■■

"Morning" sapa Aurora cerah.

Axel dibelakangnya mencibir, "Mirning" ejeknya dengan tangan yang masih menenteng sandwich buatan sang mama.

Aurora menoleh, "Jomblo diem" sahutnya galak.

Saat manik Aurora menoleh pada Allaric, nampak senyuman menawan itu ditujukan padanya. Senyum yang begitu manis hingga bahkan Aurora tak mampu menerimanya, pun pula semakin terpaku ketika Allaric memeluknya tanpa aba-aba. Pelukan hangat pagi ini.

"Ar?"

Allaric mengusap lembut rambut Aurora yang hari ini digerai dengan sedikit bergelombang dibagian bawah, "Hm?" Gumamnya yang membuat jantung Aurora seketika meronta penuh debaran.

"Kamu kenapa?"

Pelukan keduanya merenggang, Allaric mengecup pucuk kepala Aurora penuh sayang. "Yuk, berangkat"

Diraihnya tangan lembut Aurora, mengajaknya masuk setelah dengan sigap membuka pintu di kursi kemudi untuk Aurora. Pun pula dengan manisnya meletakkan tangannya menutupi atas pintu mobil agar tak mengenai Aurora. Senyuman Allaric merekah ketika Aurora tersenyum menatapnya sambil menopangkan dagu.

"Kamu sweet banget, karena nanti malem?" Goda Aurora yang dibalas kekehan singkat oleh Allaric sambil nengacak gemas rambut Aurora.

Axel yang melihatnya seketika mual, "Pergi deh kalian, ganggu pagi gue yang indah aja"

Allaric menoleh, mendatangi Axel dengan senyuman yang membuat Axel merinding seketika.

"Mau apaan lo?"

"Bang, celana lo emang harus banget spiderman begitu?" Tanya Allaric sambil mengamati celana pendek milik Axel.

Axel menunduk, benar saja ia masih mengenakan celana pendek bergambar spiderman berwarna merah dan hitam. "ALLARIC SIALAN!"

Pagi itu tawa terdengar ceria, bahkan Helena yang sedang di dalam rumah bersama sang suami pun terkekeh mendengar teriakan Axel.

"Kan mama udah bilang jangan keluar, Xel!" Teriak Helena.

"Ma!" Protes Axel tak terima.

"Ketua geng apaan pake spiderman begitu" ejek Aurora dari mobil Allaric.

"Diem lo, Cill. Gue-"

Perkataan Axel tertahan ketika kerumunan wartawan datang meski berusaha dikendalikan oleh satpam yang menjaga pintu masuk kediaman Haidar. Axel panik, menutupi celananya yang kini terekspose dengan begitu jelas apalagi dengan gelarnya sebagai penerus tahta Haidar.

Sementara itu, dengan sigap Allaric mengajak Aurora untuk keluar dari mobil dan masuk dalam rengkuhannya. Wartawan mulai memenuhi halaman, kilatan kamera memenuhi pandangan Aurora maupun Allaric.

"Tuan muda dan nona, maafkan kelalaian kami. Kami sudah berusaha menahan mereka" bisik satpam yang masih menahan kerumunan wartawan.

Allaric merangkul Aurora erat, maniknya menatap serius kerumuman yang mulai mengerubungi keduanya. "Kita masuk, Ra" Allaric memilih masuk bersama Aurora ketika kondisi semakin tidak memungkinkan.

Saat semua berkumpul di ruang tamu, nampak Jendra Haidar telah terpaku menatap layar televisi besar yang ada di ruang tamu. Mau tak mau berita itu pun menarik perhatian Allaric dan Aurora yang baru saja tiba.

'Kabar mengejutkan datang dari Maximillan group, telah terjadi penurunan saham secara drastis akibat pengakuan dari seorang remaja yang mengaku adalah anak sah dari Bryan Maximillan.

Siapakah Bryan Maximillan? Apakah benar bahwa Bryan Maximillan adalah putra sulung dan pewaris sah Maximillan grup yang terbunuh akibat perebutan tahta?

Ada beberapa rekan saya yang kini berada di depan kediaman keluarga besar Maximillan dan ada pula yang berada di depan kediaman Jendra Haidar selaku rekan bisnis terdekat dari Maximillan group'


Semua orang kelu, bahkan Axel pun kini nampak serius menatap layar datar dengan ekspresi yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata.

Helena menatap suaminya lekat, namun Jendra berhasil meyakinkan istrinya bahwa semua akan baik-baik saja melalui tatapannya. Jendra lantas beralih pada Allaric yang masih diam, tak bergeming.

"Allaric, kamu sementara di sini dulu. Papa yang bakal ketemu Daddy kamu, untuk sementara ini kamu lebih baik jangan sekolah dulu. Papa akan bantu Daddy kamu" ujar Jendra sambil menepuk bahu Allaric.

Allaric menatap ayah dari tunangannya dengan lekat lantas mengangguk, "Makasih, Pa"

Jendra dan Helena lantas bersiap untuk keluar, menyisakan Axel dan kedua sejoli yang kini terjebak dalam hening.

Aurora menyadari kekacauan dan rasa terkejut dalam diri Allaric, perlahan tangannya menangkup pipi Allaric, membuat pandangan Allaric terfokus padanya saja.

"Semua akan baik-baik aja, Ar"

Allaric diam dengan manik yang tak lepas dari Aurora, ia lantas segera memeluk Aurora erat. Allaric mengangguk, "Aku tahu, masalah ini terlalu kecil buat kakek" Aurora mengurai pelukan keduanya dan menggenggam tangan Allaric erat.

"Dia harusnya setelah ini tinggal nama, iya kan?" Suara Axel memecah hening.

Allaric tersenyum sekilas pada Aurora, lantas beralih pada Axel. "Kakek nggak akan terima Maximillan tercoreng karena hama kecil"

Tawa Axel menggema, "Manusia kalau udah gila harta, bodohnya keliatan banget ya"

"Tapi ini nggak akan semudah itu, ada orang lain dibalik Vanilla" suara Aurora menginterupsi keduanya.

Allaric dan Axel menoleh, menatap Aurora yang kini tak melepaskan tatapannya dari layar televisi yang menunjukkan pengakuan Vanilla dalam sebuah konfrensi pers.

"Fredric Adikarsa nggak akan biarin Vanilla mati semudah itu, dia pasti siapin rencana lain"

Allaric mengacak rambut Aurora pelan, "Kamu udah cari tau?"

"Bukannya kamu juga udah tau?" Balas Aurora santai

"Berarti Barra sama Vanilla saudaraan?" Sahut Axel tak menyangka.

"Berita lama, bang. Lo aja yang nggak tau" jengkel Aurora.

"Sialan, gue aja terus yang kena" gerutu Axel kesal

Aurora mengalihkan pandangannya pada Allaric, "Ar, kamu pasti udah punya rencana"

"Hm, menurut kamu harus aku gimana?" Tanya Allaric sambil menunduk menatap Aurora.

"Fredic, dia adalah orang pertama yang harus hancur. Dia tiang dari permasalahan ini, kalau dia roboh, Vanilla dan ibunya bukannya tinggal nama? Bukan hal kecil buat Maximillan untuk hilangin mereka, right?-"

Aurora tersenyum, "-oiya, Barra. Dia akan hancur juga kan kalau Fredic hancur? Sekali dayung tiga hama hilang"

Allaric menarik Aurora mendekat padanya, merengkuh pinggang Aurora erat. "So, let's married. Kamu udah siap jadi nyonya Allaric Maximillan"

Aurora hanya membalasnya dengan tawa ringan.

"Pasangan gila" gumam Axel heran.

■■■■

To be continue🐾

See you next part

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 103K 51
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
262K 22.4K 21
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
172K 11K 19
Ini dia jadinya kalo gadis bar-bar seperti Joana transmigrasi ke dalam sebuah novel romansa dan menjadi anak perempuan dari protagonis yang digambark...
328K 19K 21
Tak pernah terbayang olehku akan bertransmigrasi ke dalam novel yang baru aku baca apalagi aku menempati tubuh tokoh yang paling aku benci yang palin...